Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KAITAN BUDAYA DENGAN STATUS GIZI

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

Disusun oleh:
SUKMA SEKAR PRATIWI
P07131217044

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi berperan penting dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, khususnya
dalam memastikan lahirnya individu yang berkualitas. Selaras dengan butir Sustainable
Development Goals (SDG’s) yang disepakati oleh 153 negara anggota PBB, termasuk
Indonesia, pentingnya peningkatan status gizi tertuang dalam Nawacita poin ke-lima.
Indonesia mengalami mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan
masalah gizi lebih. Masalah gizi lebih berdampak pada kematian akibat penyakit tidak
menular. Sedangkan masalah gizi kurang atau stunting berdampak pada kemiskinan di
masa mendatang.
Sebagai masalah kesehatan masyarakat, menangani masalah gizi tidak dapat hanya
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya
masalah gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, kurangnya persediaan
pangan, sanitasi yang buruk, minimnya pengetahuan gizi dan pola asuh anak, serta
perilaku buruk dalam mengonsumsi makanan di kalangan masyarakat.
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya yang terbentang dari
sabang sampai merauke dengan latar belakang dari etnis, suku, dan tata kehidupan sosial
yang berbeda satu dengan lainnya. Hal ini telah memberikan formulasi struktur sosial
yang memenuhi menu makanan maupun pola makan.
Kebudayaan terjadi karena adanya perilaku atau kebiasaan masyarakat dalam suatu
tempat, kemudian kebiasaan ini berkembang dari jaman ke jaman yang akan diturunkan
pada keturunannya. Banyak penemuan para ahli sosiologi dan ahli gizi yang menyatakan
bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses kebiasaan makan. Kecenderungan
suatu budaya terhadap makanan tergantung pada potensi alam atau faktor pertanian yang
dominan di daerah tertentu.
B. Manfaat
1. Menambah informasi mengenai kaitan antara status gizi dan kebudayaan bagi
pembaca dan penulis
2.
C. Tujuan
1. Mengetahui kaitan antara status gizi dengan kebudayaan
2. Mengetahui pengaruh kebudayaan terhadap status gizi masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya
Definisi budaya sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan budi,
akal manusia, kebiasaan, tingkah laku, dan adat istiadat. Budaya tumbuh dan berkembang
di lingkungan masyarakat daerah, serta terus diwariskan secara turun temurun dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
Kata budaya berasal dari bahasa Sansakerta yakni buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti akal atau budi. Budaya juga dikenal sebagai
kultur, yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture. Budaya berkaitan dengan akal dan
pikiran manusia secara turun temurun.
Budaya dapat terbentuk dari banyak unsur yang rumit, kompleks, abstrak, dan luas,
yang termasuk di dalamnya antara lain agama, kepercayaan, politik, pemerintahan,
bahasa, adat istiadat, pakaian, bangunan, karya seni, kebiasaan, dan lain-lain.

B. Pengertian Status Gizi


Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status
gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih
(Almatsier, 2005).
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang
dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke
dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix,
2005). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang
(Apriadji, 1986).
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan
keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang
dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari
anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana
jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang
dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi
kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan
dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk (Apriadji,
1986).

C. Kaitan budaya dan Status Gizi


Status gizi erat kaitannya dengan faktor ekonomi dan pengetahuan serta adanya
faktor budaya yang mempengaruhi pemberian makanan tertentu. Banyaknya penderita
kekurangan gizi dan gizi buruk di sejumlah wilayah di Tanah Air disebabkan kurangnya
pengetahuan akan pentingnya akan pentingnya gizi seimbang.
Faktor budaya sangat berperan penting dalam status gizi seseorang. Budaya memberi
peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan dan makanan. Budaya dapat
memberikan dampak positif maupun negatif yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
ilmu gizi. Misalnya pantangan atau mitos mengenai makanan yang masih dijumpai di
beberapa daerah.
Pantangan atau tabu yang merupakan bagian dari budaya makanan tertentu
berbahaya karena alasan-alasan yang tidak logis. Hal ini mengindikasikan masih
rendahnya penanaman gizi masyarakat dan sebab itu perlu berbagai upaya untuk
memperbaikinya. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi suatu
jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap yang
melanggarnya. Dalam ancaman ini terdapat kesan magis yaitu adanya kekuatan
supernatural yang berbau mistik yang akan melanggar pantangan tersebut.

Berikut ini beberapa mitos/pantangan keliru mengenai makan dan gizi yang berkembang
di masyarakat:

1. Porsi ganda untuk ibu hamil, padahal sekalipun sedang mengandung, bukan
berarti seorang ibu hamil harus menyantap dua porsi makanan. Ibu hamil
membutuhkan tambahan 300 kalori untuk mencukupi kebutuhan janinnya. Dan
yang dibutuhkan adalah memperbanyak kalsium dan zat besi, buka karbohidrat
dan lemak. Bahkan ibu hamil perlu memperhatikan penambahan berat badannya
agar tidak mendapat kesulitan menurunkannya lagi setelah melahirkan, dan
menjaga dari kemungkinan terkena berbagai masalah selama kehamilan, seperti
preeklamsia dan sebagainya.
2. Minum air es saat hamil dapat membuat bayi besar. Padahal air es tidak akan
membuat bayi besar, kecuali air es tersebut dicampur dengan sirup atau gula
secara berlebihan.
3. Persalinan lancar karena minum air kelapa. Sejauh ini belum ada bukti ilmiah
terkait hal ini. Menurut Prof. Made, air kelapa mengandung elektrolit yang
membantu menjaga tubuh tetap sehat, dan bukan untuk memperlancar persalinan.
4. Ibu hamil tidak boleh makan udang agar dapat melahirkan dengan
lancar. Padahal udang merupakan sumber protein, mineral dan omega-3 yang
sangat baik bagi ibu hamil.
5. Ibu hamil dan menyusui tidak boleh makan ikan, agar ASI tidak amis. Padahal
sama halnya dengan udang, ikan merupakan sumber protein dan mineral yang
baik, juga kaya akan asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk
perkembangan otak dan penglihatan bayi.
6. Pemberian tajin atau santan pada bayi, karena anggapan bahwa semua cairan yang
berwarna putih sama dengan susu. Padahal tentu saja semua yang berwarna putih
belum tentu memiliki kandungan gizi yang sama dengan susu. Dan ASI tetap
merupakan makanan terbaik bagi bayi.
7. Pemberian makanan tambahan terlalu dini sebelum bayi berusia 6 bulan. Biasanya
hal ini dilakukan karena melihat bayi yang tampak tetap lapar sekalipun sudah
disusui. Padahal, selama 6 bulan pertama kehidupan seorang bayi, makanan
utamanya adalah ASI saja.
8. Mengunyah makanan yang akan diberikan pada bayi agar mudah dicerna. Padahal
hal tersebut justru akan menghilangkan zat gizi yang terkandung di dalamnya,
juga menjadikan makanan tersebut tidak higienis.
Banyaknya mitos maupun pantangan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip gizi
yang beredar di masyarakat dapat mempengaruhi status gizi masyarakat. Misalnya jika
ibu hamil mengonsumsi makanan dua kali lipat dari yang seharusnya maka akan
menyebabkan obesitas.
Oleh karena itu, penyuluhan gizi penting untuk dilakukan untuk meperbaiki
pengetahuan gizi dan kebiasaan makan masyarakat. Penyuluhan gizi menjadi landasan
terjadinya perubahan pengetahuan, siap dan keterampilan. Kelembagaan penyuluhan gizi
seperti posyandu perlu diperkuat sehingga aktivitas penyuluhan tidak terabaikan.
Daftar Pustaka
Agnesia, Algita. 2015. “Pengaruh Budaya Terhadap Status Gizi Masyarakat.
https://www.kompasiana.com/algitaagnestia/54f93e7da333116f068b493f/pengaruh-
budaya-terhadap-status-gizi-masyarakat diunduh pada 27 oktober 2019 19:40.

Erina. “Hubungan Budaya dan Gizi”


https://www.academia.edu/9446924/HUBUNGAN_BUDAYA_DAN_GIZI Diunduh
pada 27 Oktober 2019 19:38.

Khairina, Desi. 2008. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi”. Skripsi. Fakultas
Kedokteran. Jakarta: Universitas Kedokteran
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122525-S%205254-Faktor-faktor-
Tinjauan%20literatur.pdf. Diunduh pada 29 Oktober 2019.

Zakky. 2019. “Pengertian Budaya”. https://www.zonareferensi.com/pengertian-budaya/


diunduh pada 29 oktober 2019 17:14

Anda mungkin juga menyukai