Oleh :
Najla
P07131120029
2020/2021
Pembahasan
Makanan merupakan kebutuhan manusia yang paling primitif sekaligus mutakhir, artinya
sejak manusia ada hingga akhir keberadaan manusia di dunia ini makanan tetap dibutuhkan.
Meskipun demikian apa yang kita makan, bagaimana makanan diperoleh, diolah dan
disajikan, bagaimana cara mengkonsumsi makanan, apa yang boleh dimakan, tidaklah sama
dari waktu ke waktu dan berbeda antara kelompok manusia yang satu dengan yang lain. Bagi
manusia makanan bukan hanya sekedar kebutuhan organis tetapi melibatkan berbagai
kebutuhan yang lain, diantaranya sosial, budaya, ekonomi, dan keyakinan. Sehingga dalam
pemenuhannya mencirikan manusia sebagai mahluk yang berakal, bermoral dan bercita rasa.
Diantara berbagai perilaku manusia, perilaku makan merupakan salah satu perilaku budaya
yang relatif sukar untuk berubah. Selera makan yang diajarkan sejak kecil hingga dewasa
cenderung melekat kuat sampai hari tua. Oleh karena itu makanan dan cara-cara
pemenuhannya sesungguhnya menjadi representasi budaya bagi masyarakat yang
bersangkutan. Namun demikian sebuah tradisi meski pendukungnya bersikukuh untuk tetap
melestarikannya, cepat atau lambat, sedikit atau banyak akan mengalami perubahan.
Perubahan itu terjadi karena adanya upaya-upaya penyesuaian berkesinambungan pada setiap
kelompok masyarakat dan kebudayaannya terhadap sumber daya lingkungan yang juga
senantisa berubah. Perubahan ini terjadi dalam bentuk perpaduan antar unsur, penyesuaian,
serta pemaknaan baru pada berbagai perilaku dan hasil karya manusia sehingga kemudian
muncul apa yang disebut tradisi baru.
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan
jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu
(Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004). Pola makan pada dasarnya merupakan konsep
budaya
bertalian dengan makanan yang banyak dipengaruhi oleh unsur social budaya yang berlaku
dalam kelompok masyarakat itu, seperti nilai sosial, norma sosial dan norma budaya bertalian
dengan makanan, makanan apa yang dianggap baik dan tidak baik (Sediaoetama, 1999).
Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah
tangga
dan individu menurut Koentjaraningrat meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan
menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang
makanan. Kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi, kependudukan,
ekonomi) dan ketersediaan bahan makanan.
Menurut Santosa dan Ranti (2004) pola makan merupakan berbagai informasi
yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap
hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Dari dua pakar tersebut dapat dikatakan pola makan adalah cara atau perilaku yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan
makanan dalam konsumsi pangan setiap hari, yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan
dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka
hidup.
beda tiap waktunya. Pada suatu saat, mungkin sempat melihat ada seorang istri dalam
mobilnya duduk di samping kiri suaminyayang sedang memegang setir mobil menyuapi
suami untuk makan pagi. Dalam suatu waktu tertentu, mungkin sempat melihat anak kecil
yang mau berangkat sekolah disuapi makan dalam kendaraan sepanjang jalan menuju lokasi
sekolah.
Tingginya jam kerja atau padatnya aktivitas menyebabkan orang harus mengubah
jam makan. Hal yang menarik, budaya pada suatu daerah tertentu dapat pula muncul
diversifikasi makanan sesuai dengan waktunya. Di kalangan masyarakat muncul
pemahaman ada yang biasa dikonsumsi pada pagi, siang, dan malam hari. Ketika makan pun,
ditemukan ada makanan pembuka, pokok, dan penutup. Berawal dari budaya kelompok
tertentu, pada saat ini sudah mulai muncul etika makan yang dijadikan alat
kontrol untuk mengukur budaya seseorang dalam makan. Contohnya, ketika makan tidak
boleh berbicara, jangan duduk membungkuk atau bersandar malas.
Adanya kebiasaan atau pola makan yang berkembang pada setiap daerah dan dalam diri
masing-masing tiap individu, maka terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
pola makan tersebut, yakni sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi
pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan
akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas
yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan
menurunnya daya beli pangan baik secara kulaitas maupun kuantitas.
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat
mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi.
4. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, yaitu
kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan inderanya yang berbeda
dengan kepercayaan tahayul serta penerangan-penerangan yang keliru.
Hal ini Tingginya jam kerja atau padatnya aktivitas menyebabkan orang harus
mengubah jam makan. Hal yang menarik, budaya pada suatu daerah tertentu dapat
pula muncul diversifikasi makanan sesuai dengan waktunya. Di kalangan
masyarakat muncul pemahaman ada yang biasa dikonsumsi pada pagi, siang, dan
malam hari. Ketika makan pun, ditemukan ada makanan pembuka, pokok, dan
penutup. Berawal dari budaya kelompok tertentu, pada saat ini sudah mulai
muncul etika makan yang dijadikan alat kontrol untuk mengukur budaya
seseorang dalam makan. Contohnya, ketika makan tidak boleh berbicara, jangan
duduk membungkuk atau bersandar malas.
Adanya kebiasaan atau pola makan yang berkembang pada setiap daerah
dan dalam diri masing-masing tiap individu, maka terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya pola makan tersebut, yakni sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi
pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan
akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas
yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan
menurunnya daya beli pangan baik secara kulaitas maupun kuantitas.
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat
mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi.
4. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, yaitu
kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan inderanya yang berbeda
dengan kepercayaan tahayul serta penerangan-penerangan yang keliru. Hal ini
akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan
gizi. Rendahnya pengetahuan gizi dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi
dengan berbagai manifestasinya dalam masyarakat.
5. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku
makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah,
serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan
dalam keluarga.
6. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup telah membuktikan dapat mempengaruhi pola makan
dan kesehatan. Gaya hidup modern yang dicirikan dengan gaya serba cepat, serba
instan, efisien dan sangat ketat dalam mengatur waktu ikut mempengaruhi pola
makan dan jenis makanan yang dikonsumsi.
7. Ketersediaan Pangan
Penyediaan pangan merupakan kegiatan pertama menuju kearah konsumsi
pangan. Tidak mungkin kita mengkonsumsi makanan yang tidak terseedia.
1. Gastronomic.
Mengisi perut (gaster) yang kosong.
Dipilih berdasarkan preferensi/kesukaan. Contohnya orang Eropa suka
pangan lunak, orang Afrika suka pangan yg perlu dikunyah (daging), dan orang
Asia suka rasa tertentu dari pangan (beras).
yitu makanan pokoknya adalah beras. Beras sebagai sumber Karbohidrat 70-80%
Pola makan pokok di Indonesia:
Simpulan
https://pdfslide.net/documents/pembentukan-pola-makan-sosantro.html
https://www.academia.edu/4253243/85835953_Makalah_Pola_Hidangan_Makanan
file:///C:/Users/User/Downloads/31911-83720-1-SM.pdf