Anda di halaman 1dari 16

PEMERIKSAAN YANG DI GUNAKAN UNTUK MENCEGAH

MEDICATION EROR

Dosen Pengampuh: Ns. Hj.Sunarti Basso,. S.Kep., M.Kes


Mata kuliah: Farmakologi Keperawatan

Disusun oleh kelompok 3:


Nurhalisa Syukur (220101076)
Nur Hovifah Sukarno (220101077)
Nurul Hasanah (220101079)
Oktavania Akase (220101080)
Sri Tiara Wati Al-amri (220101096)

UNNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO


FAKULTAS KESEHATAN
PRODI NERS
T.A 2022/2223
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberikan Kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih bisa menikmati indahnya alam ciptaan-
Nya. Sholawat serta salam kita haturkan kepada teladan kita semua Nabi
Muhammad SAW yang telah memberi tahu kepada kita jalan yang benar berupa
ajaran agama yang sempurna serta menjadi Rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena dapat merampungkan makalah yang


menjadi mata pelajaran Farmakologi Keperawatan dengan judul
“PEMERIKSAAN YANG DI GUNAKAN UNTUK MENCEGAH
MEDICATION EROR” Selain itu penyusun mwngucapkan terima kasih banyak
kepada berbagai pihak yang telah membantu sampai makalah ini dapat
terselesaikan.

Akhir kata, penulis sangan memahami apabila makalah ini tentu jauh dari
kata sempurna, maka dari itu penulis butuh kritik dan sarannya yang bisa
membangun kemampuan penulis, agar pada tugas berikutnya bisa menulis
makalah dengan lebih baik lagi. Semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Manado 17 maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….3
C. Tujuan………………………………………………………...3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Medication Eror………………………………….5
B. Pemeriksan Agar Tidak Terjadi Medication Eror……………7
C. Kiat Kiat Mencegah Medication Eror…………………….…10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………….…12
B. Saran………………………………………………………….12

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih
berada dalam pengawasan, kontrol dan tanggungan profesi kesehatan, pasien atau
konsumen, dan seharusnya dapat dilakukan langkah preventif (NCC MERP,
2020). Pemaparan dari IOM (Institute of Medicine) tahun 1999 secara terbuka
menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di
rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang
sebenarya dapat dicegah dan dilakukan antisipasi. Jumlah ini melebihi kematian
akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS (Linda, 2000). Penelitian
Bates (Bates, 1995), menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan
pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap
administration management (26%), pharmacy management (14%), transcribing
(11%). Uraian di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk
mengganti paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient
safety).

Pembangunan di bidang kesehatan di masa kini diusahakan untuk


mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, di bimbing untuk mencapai
kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk kehidupan yang sehat dan lebih baik
bagi setiap penduduk. Berlandaskankan pemaparan Peta Nasional Keselamatan
Pasien (Kongres PERSI 2007) kesalahan yang terjadi saat pemberian obat,
menjadi penyumbang terbesar (24,8%) dari 10 besar insiden yang di sampaikan
(Kemenkes, 2008). Jika di perhatikan lebih rinci dan lebih lanjut, dalam proses
pemberian dan penggunaan obat melewati beberapa fase, yaitu prescrbing,
transcribing, dispensing dan administering, dispensing menduduki peringkat
pertama (Depkes, 2008). Kesalahan pengobatan (medication error) dapat terjadi
dalam menentukan jenis pengobatan dan regimen dosis antara lain: (1) Kesalahan
dalam peresepan : resep yang tidak rasional, resep yang tidak tepat dan tidak

iv
efektif, kelebihan dosis atau kekurangan dosis dalam menuliskan resep. (2)
Penulisan resep: kesalahan dalam menterjemahkan lembar resep. (3) Manufaktur
dalam formulasi: dosis yang tidak tepat, kontaminan atau keliru dalam
pengemasan. (4) Kesalahan memformulasi: 4salah mengambil obat, salah
mengatur dosis, formulasi yang tidak tepat, pelabelan yang salah. (5) Pemberian
atau pengambilan obat: salah dalam pemberian dosis, salah dalam rute pemberian
obat, frekuensi pemberian yang salah dan waktu yang tidak tepat, durasi
pemberian yang salah (Aronson, 2009).

Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya medication error adalah


kurangnya komunikasi (salah interpretasi resep) antara prescriber (penulis resep)
dengan dispenser (pembaca resep). Kegagalan dalam berkomunikasi ini dapat
disebabkan oleh ketidakjelasan serta ketidaklengkapan dalam penulisan resep
serta penulisan yang tidak memenuhi standar penulisan resep (Rahmawati dan
Oetari, 2002). Contoh dari ketidak lengkapan resep yaitu tidak tercantumnya
tainggal pemeriksaan, berat badan, diagnosa penyakit, nama dan paraf dokter yang
memeriksa dan umur pasien. Sementara itu dalam unsur resep harus terdapat umur
dan berat sebagai dasar perhitungan dosis obat yang akan di berikan. Tenaga
kesehatan memiliki tanggung jawab yang sangat signifikan dalam mencegah
kesalahan pengobatan yang terjadi dari prosess peresepan obat hingga pemberian
obat. Secara umum, kesalahan pengobatan terjadi sebagai akibat dari tenaga klinis
dan medis yang gagal dalam melakukan tugas mereka dengan benar. Kesalahan
pengobatan 5 dapat membuat masalah serius. Kesalahan pengobatan
menghasilkan peningkatan dalam durasi rawat inap dan peningkatan biaya
perawatan juga, dan mereka dapat menyebabkan rasa tidak percaya pasien yang
biasanya diikuti oleh ketidakpuasan pasien terhadap sistem yang menawarkan
perawatan kesehatan (Zahra Pournamdar dan Sadegh Zare, 2016).

Kesalahan pengobatan terdiri dari bagian substansial dari berbagai jenis


kesalahan dan kesalahan yang terjadi di rumah sakit. Kesalahan pengobatan
diklasifikasikan menjadi tiga bagian berdasarkan siklus aplikasi obat sebagai
berikut: kesalahan dalam resep obat, kesalahan dalam tahap distribusi, dan

v
kesalahan dalam tahap manajemen obat (Zahra Pournamdar dan Sadegh Zare,
2016). Saat ini kejadian medication error juga menjadi salah satu masalah dalam
pelayanan kesehatan di RSI At-turots. Sebagai rumah sakit yang sedang
bertumbuh dan seiring perbaikan mutu layanan, peningkatan keselamatan pasien
dan pencegahan kerugian yang dapat di sebabkan medication error maka
terbentuklah tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit di RSI At-Turots. Berdasarkan
pemaparan tahunan tim KPRS RSI AtTurots, ditemukan data dalam periode
Januari 2016 – Desember 2017 terjadi sejumlah 23 kasus medication error di unit
pelayanan rawat inap dan pelayanan rawat jalan. Sebagian besar kasus KTD yang
di laporkan 6 oleh Unit pelayanan farmasi merupakan kejadian kesalahan selama
proses peresepan obat (prescribing) hingga proses penyiapan obat (dispensing)
seperti kesalahan pelabelan nama pasien pada lembar resep, kesalahan
pengetiketan, kekeliruan penyerahan sediaan obat, dan kekeliruan penyerahan
obat ke pasien yang tepat.

Sedangkan kasus KTD yang di laporkan Instalasi rawat inap adalah kesalahan
penyerahan jenis obat, kesahalan pemberian terapi kepada pasien yang tepat,
kesalahan tidak memberikan terapi yang sudah di resepkan dokter dan kesalahan
pemberian dosis obat. Berdasarkan berbagai temuan dan uraian permasalahan
medication error di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran
persepsi pertugas kesehatan terhadap faktor resiko medication error yang terjadi di
unit rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit Islam At-Turots. Atas Pertimbangan
tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan medication eror?
2. Bagaimana pemeriksaan agar tidak terjadi medication eror?
3. Apa kiat-kiat mencegah medication eror?

C. Tujuan

vi
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan medication eror
2. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan agar tidak terjadi
medication eror
3. Untuk mengetahui kiat kiat mencegah medication eror

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Medication Eror


Medication error adalah suatu kejadian yang tidak hanya dapat
merugikan pasien tetapi juga dapat membahayakan keselamatan pasien
yang dilakukan oleh petugas kesehatan khususnya dalam hal pelayanan
pengobatan pasien (NCCMERP, 2014). Salah satu faktor penyebab
terjadinya ME adalah kegagalan komunikasi (salah interpretasi) antara
prescriber (penulis resep) dengan dispenser (pembaca resep) (Rahmawati
dan Oetari, 2002). Penulisan resep yang lengkap membutuhkan
pengetahuan yang menyeluruh dan pemahaman patofisiologi penyakit,
serta sifat farmakologis obat yang relevan (Aronson, 2006).
Kesalahan pelayanan obat (medication eror) menurut National
Coordinating Council Medication Eror reporting and Prevention (NCC
MERP) yaitu setiap kejadian yang dapat di hindari yang menyebabkan
atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau pembahayakan
pasien sementara obat berada pada pengawasan tenaga Kesehatan atau
pasien. Menurut Kon,C.,et al. (1999) kejadian ini dapat berhubungan
dengan praktik profesi produk,prosedur dan system. Medication eror dapat
terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien, mulai dari
industry, dalam peresepan, pembacaan, peracikan,penyerahan,dan
monitoring pasien. Di dalam setiap mata rantai ada beberapa Tindakan,
setiap Tindakan mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap
tenaga Kesehatan dalam mata rantai dapat memberikan kontribusi

vii
terhadap kesalahan. Identifikasi penyebab kesalahan antara lain kurangnya
desiminasi pengetahuan terutama para dokter yang merupakan 22%
penyebab kesalahan, tidak cukupnya informasi 14% dari kesalahan
mengenai pasien seperti data uji laboratorium, sebanyak 10% kesalahan
dosis yang kemungkinan di sebabkan tidak diikutnya SOP pengobatan, 9%
lupa, 9%kesalahan dalam membaca resep seperti tulisan tidak terbaca
interpretasi perintah dalam resep,singkatan dalam resep,salah mengerti
perintah lisan,pelabelan kemasan,stok dan penyimpanan obat yang tidak
baik, masalah dengan standart distribusi, essement alay penyampai obat
yang tidak baik saat membeli penggunaan, gangguan ketegangan dari
lingkungan kerja, dan ketidaktahuan pasien.
Di Indonesia kesalahan dalam pelayanan pelayanan obat
(medication eror) belum di data secara sistematis, system pelaporan
maupun pencegahan yang terdokumentasi belum banyak terlaksanakan
terutama di apotek komunitas. Medication eror tetap menjadi salah satu
permasalah Kesehatan yang banyak menimbulkan berbagai dampak bagi
pasien mulai dari resiko ringan bahkan resiko yang paling parah yaitu
menyebabkan kematian (Aronson 2009).Medication eror atau kesalahan
pelayanan obat menurut NCC MERP (National Coordinating Council For
Medication Eror Reporting And Prefention yaitu setiap kejadian yang
dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat
yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam
pengawasan tenaga Kesehatan atau pasien. Medication eror adalah jenis
Medical eror yang paling umum terjadi diberbagai rumah sakit,di
perkirakan 7.000 orang meninggal per tahunnya atau (The business case
for medication safety,Februari 2003). Salah satu kejadian Medication eror
yang terjadi pada pelayanan obat adalah kesalah dalam peresepan. Bentuk
meducation eror dibagi dalam empat fase,yaitu fase prescribing (eror
terjadi pada penulisan resep),fase transcribing (eror terjadi pada saat
pembacaan resep), fase dispensing (eror terjadi pada saatpenyiapan hingga
penyerahan),fase administration (eror yang terjadi pada proses penggunaan

viii
obat). Faktor-faktor penyebab medication eror pertama tulisan dokter tidak
terbaca dan kita tidak menanyakan Kembali ke dokter. (Bilqis,2015).

B. Pemeriksaan Agar Tidak Terjadi Medication Eror


Faktor yang mempengaruhi kerasionalan penggunaan obat adalah
pola peresepan, pelayanan yang diberikan bagi pasien dan tersediannya
obat untuk diberikan kepada pasien. Factor peresepan berpengaruh
langsung pada ketepatan pemberian obat yang akan dikonsumsi oleh
pasien. Factor pelayanan pasien berpengaruh pada ketepatan diagnosis dan
terapi untuk pasien, serta informasi yang seharusnya diterima oleh pasien
agar pasien mengerti akan tujuan terrapinya dan pahan tentang
penggunaan obatnya. Faktor yang menunjang tercapainya penggunaan
obat yang rasional adalah adanya komitmen dari tenaga Kesehatan
khususnya dokter dan apoteker untuk menerapkan penatalaksanaan terapi
obat dengan efektif dan efisien sesuai dengan diagnose pasien. Hal ini juga
ditunjang dengan adanya komunikasi yang baik antara tenaga Kesehatan
tentang penggunaan obat yang rasional. Untuk mengatasi masalah
penggunaan obat yang tidak rasional perlu beberapa upaya perbaikan,baik
ditingkat profider,yaitu pembuat resep (prescriber), penyerah obat
(dispenser) dan pasien hingga system kebijakan obat nasional.
1. Pemeriksaan penerjemah resep (transcribing eror)
Berdasarkan study dokumnetasi dari hasil laporan insiden pada
tahap prescribing dimana setelah resep di terima oleh unit kesehatan rawat
inap maka proses eror yang terjadi adalah pada saat staf kesehatan
melakukan pembacaan resep dari prescriber (proses transcribing) (Putu N
dkk,2017). Tipe-tipe transcribing eror antara lain (Ruchika Garg et al.,
2014):
 Kelalaian, misalnya pada Ketika obat diresepkan namun tidak di berikan.

ix
 Kesalahan intervalmisalnya Ketika dosis yang di perintahkan tidak pada
waktu yang tepat .
 Obat alternatif, misalnya pengobatan di ganti oleh staf Kesehatan tanpa
sepengetahuan dokter.
 Kesalahan dosis, misalnya pada resep 0.125 mg menjadi 0.25 mg pada
Salinan.
 Kesalahan rute, misalnya pada resep ofloxacin tablet menjadi ofloxacin
I.V.
 Kesalahan informasi detail pasien,meliputi nama ,umur,gender,registrasi
yang tidak di tulis atau salah ditulis pada lembar Salinan.
2. Pemeriksaan menyiapkan dan meracik obat (dispensing eror)
Jenis kasus dispensing eror yang terjadi pada layanan Kesehatan
adalah salah obat, salah kekuatan obat dan salah kuantitas. Hal ini selaras
dengan beberapa penilitian lain anatara lain Aldhwaihi et al (2016) dan
James et al (2007) salah obat adalah jenis eror paling umum dari
dispensing eror pada pelayanan staf Kesehatan, sementara eror lain adalah
kekeliruan kekutan obat (Wrong medicine), dosis (wrong drugserength)
dan jumalah obat (wrong quantity) (Aldhwaihi et al 2016, james et al
2007) selaras dengan temuan penelitian tersebut (pitoya Z.A.dkk, 2016).
Ada juga rumah sakit,kejadian kekeliruan dosis angkanya jauh lebih
banyak dari pada kekeliruan obat salah satunya adalah hasil penelitian Al-
khan s-al (2014). Penyebab tersebut bisa karena staf tidak mempunyai
pengatahuan atau keterampilan yang benar tentang berbgai ukuran dan
keterampi;an kemampuan mengkonfersi ke unit pengukuran lain.Hal ini
sangat penting untuk menjaga kekeliruaan dosis (pitoya Z.A. dkk 2016).
3. Pemeriksaan penyerahan obat kepada pasien (administration eror)
Kesalahan administration eror (MAE) di definisikan sebagai
perbedaan antara apa yang diterima oleh pasien atau yang seharusnya di
terima pasien denang apa yang di maksudkan oleh penulis resep (Zed- al.,
2008) MAE adalah salah satu area resiko praktik keperawatan yang terjadi

x
Ketika ada perbedaan antara obat yang diterima pasien dan terapi obat
yang di tunjukan oleh penulis resep (Williams, 2007)
Dari beberapa jurnal, jenis administration eror yang terjadi pada
saat pelayynan Kesehatan adalah kesalahan waktu pemberian obat,
kesalahan tehnik pemberian obat, dan obat tertukar pada pasien yang
Namanya sama (right Drug for rong patient). Salah satu contoh
administration eror, misalnya obat di berikan informasi di minum sesudah
makan yang seharusnya sebelum makan atau yang seharusnya siang atau
malam di berikan pagi hari.Contoh lain dokter menuliskan R/lunarizin
5mg signa 1x1 malam, instalasi kesahatan memberikan sindral 5 mg, tetapi
perawat tidak mengetahui bahwa obat tersebut komposisinya sama dengan
flunarizin, ditulis flunarizine 5 mg signa 1x1 (sarmalina,dkk 2011). Factor
penyebab ME fase administration meliputi beban kerja yaitu rasio antara
beban kerja dan SDM tidak seimbang, gangguan bekerja yaitu terganggu
dengan dering telpon, edukasi yaitu tidak tepat waktu pemberian obat,
kondisi lingkungan yaitu jarak unit farmasi tidak memudahkan tenaga
Kesehatan dalam pemberian obat dan urangnya komunikasi tenaga
Kesehatan dan pasien dalam penggunaan obat (yosevin dkk 2016). Untuk
menghindari kesalahan pengobatan, staf Kesehatan dapat berperan nyata
dalam mencegah terjadinya kesalahan obat melalui kolaborasi dengan
dokter pasien serta tenaga Kesehatan lainnya, hal yang dapat dilakukan
antara lain( depkes RI 2008): identifikasi pasien minimal 2 identitas,
misalnya nama dan nomor rekam medik atau nomor resep. Tenaga
Kesehatan tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidak jelasan
resep, singkatan, hubungan dokter penulis resep
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting
dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti:
 data demografi (umur bb dan jenis kelamin) dan data klinis
( alergi diagnosis dan hamil/menyusui) contohnya staf
Kesehatan perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien

xi
yang menerima obat obatan dengan index terapi sempit
untuk keperluan perhitungan dosis.
 Hasil pemeriksaan pasien ( fungsi organ, hasil laboratorium
tanda-tanda vital dan parameter lainnya) contohnya, staff
kesehatan harus mengetahui data laboratorium yang
penting, terutama ntuk obat-obat yang memerlukan
penyesuaian dosis-dosis (seperti pada penurunan fungsi
ginjal) staf Kesehatan harus membuat Riwayat atau catatan
pengobatan pasien. Strategi lain untuk mencegah kesalahan
obat dapat dilakukan dengan menggunakan otomatisasi
(automatic stop order ), system komputerisasi
(epresgribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti
sudah disebutkan diatas. Permintaan obat secara lisan hanya
dapat dilayani dengan keadaan emergency dan itupun harus
dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang
diminta benar dengan mengeja nama obat serta memastikan
dosisnya informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta atau menerima obat tersebut
petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan
jelas instruksi lisan serta mendapat konfirmasi.

C. Kiat Kiat Mencegah Medication Eror

Medication error di artikan sebagai adanya kesalahan dalam pelayanan


peresepan obat. Medication error didefinisikan pula sebagai kegagalan dalam
proses pengobatan yang mengarah atau berpotensi mengakibatkan kerugian dan
dapat membahayakan pasien.

1. Jalur pemecahan masalah obat


 Penelitian
 Pendidikan
 Pelayanan

xii
 Kebijakan, regulasi, dan legislasi
 Keprofesian
 Kerja sama
2. Instrument pemecahan masalah obat
 Konsep dan implementasi daftar obat esensial nasional
 Konsep dan implementasi penggunaan obat rasional
 Konsep dan implementasi substitusi generic dan terapeutik

3. Rantai Tatalaksana Obat


seleksi Perencanaan Pengadaan Penyimpanan

Peresepan

Transkripsi

Peracikan

Pemberian

Pemantauan

4. Kesalahan Penggunaan Obat


 Efek buruk obat
 Ceroboh
 Salah comot
 Lupa

xiii
 Keliru
 Lalai
 Berlebihan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang


masih berada dalam pengawasan, kontrol dan tanggungan profesi kesehatan,
pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dilakukan langkah preventif
(NCC MERP, 2020). Pemaparan dari IOM (Institute of Medicine) tahun 1999
secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien
meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis
(medical errors) yang sebenarya dapat dicegah dan dilakukan antisipasi. Hal
ini juga ditunjang dengan adanya komunikasi yang baik antara tenaga
Kesehatan tentang penggunaan obat yang rasional.untuk mengatasi masalah
penggunaan obat yang tidak rasional perlu beberapa upaya perbaikan,baik
ditingkat profider,yaitu pembuat resep (prescriber), penyerah obat (dispenser)
dan pasien hingga system kebijakan obat nasional.

B. Saran
Adapun saran dari kelompok kami semoga makalah ini dapat
menjadi sumber informasi dan bahan bacaan mengenai Medication Error
serta dapat meminimalisir terjadinya kesalahan kesalahan mengenai obat
di pelayanan kesehatan.

xiv
xv
DAFTAR PUSTAKA

Khairul Mizal M. A (2017), medication eror pada tahap


prescribing,transcribing,dispensing dan administration.
Majalah farma setika, fol.2 no 4 (2017)
Gayatri Citraningtias (2019) idetifikasi medication eror volume
8 no 2 (2018)
Deysi Angraini, Analisis factor factor medication eror
Jurnal Endurance, kajian ilmiah problema Kesehatan vol 6 no 1
(2021)

xvi

Anda mungkin juga menyukai