Anda di halaman 1dari 38

MEDICATION ERROR

KASUS KEJADIAN SENTINEL : SEORANG NENEK TEWAS


SETELAH DIBERIKAN OBAT YANG SALAH

Nama Anggota :

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
limpahan rahmat dan kasih sayangNya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.

Penyusunan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
kuliah preskripsi III . Makalah ini berisi tentang penjelasan medication error beserta
contoh kasus yang terjadi dalam bidang pelayanan kefarmasian. Yaitu kasus berjudul
Kejadian sentinel : Seorang nenek tewas setelah diberikan obat yang salah

Malang, 20 April 2016


Penyusun ,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................................ii
2

BAB I.....................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................................1
BAB II....................................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................................................3
2.1. Definisi........................................................................................................................................................3
2.2 Klasifikasi...................................................................................................................................................4
2.3. Faktor Penyebab.......................................................................................................................................15
2.4. Pencegahan Medication Error...................................................................................................................19
2.5. Pengelolaan Kesalahan Obat....................................................................................................................24
2.6 CONTOH KASUS MEDICATION ERROR............................................................................................26
2.6.1 Kasus kejadian sentinel : Seorang nenek tewas setelah diberikan obat yang salah............................26
2.6.2 Pembahasan.........................................................................................................................................27
2.6.3 PROFIL OBAT....................................................................................................................................28
2.6.4 Kemasan obat prednisolon dan obat glikazid......................................................................................31
BAB III.................................................................................................................................................................32
PENUTUP............................................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................................33

BAB I
PENDAHULUAN

Medication error merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien rawat
inap. Secara umum Medication error didefinisikan sebagai peresepan, pemberian
dan administrasi obat yang salah, yang menyebabkan konsekuensi tertentu atau
3

tidak. Sebuah studi medication error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7%
medication errors 10778

kasus berasal dari

pemesanan obat. Studi lain

menyebutkan bahwa lokasi yangbpalin banyak terjadi kesalahan pada pediatric


adalah NICU (Neonatal Intensive Care Unit), unit pelayanan umum, unit pediatrik
dan pasien rawat inap. Sebagian besar kesalahan terkait dengan administrasi obat
terutama penggunaan dosis obat yang kurang tepat.
Medication

error

dapat

menyebabkan

efek

samping

membahayakanyang potensial memicu resiko fatal dari penyakit.

yang

Suatu sistem

praktik pengobatan yang aman perlu dikembangkan dan dipelihara untuk


memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi sebaik mungkin. Hal
ini dikarenakan semakin bervariasinya obat-obatan dan meningkatnya jumlah dan
jenis obat yang ditulis per pasien saat ini.
Tanggung jawab seorang apoteker dan perawat dalam dispensing dan
pemberian obat menjadi semakin berat akibat ketersediaan obat tertentu yang lebih
banyak untuk suatu penyakit, waktu kadaluarsa obat yang semakin cepat, dan
banyaknya jenis obat-obat baru yang tertulis pada resep. Penggunaan obat
yang semakin meningkat dapat

meningkatkan bahaya

terjadinya kesalahan

pengobatan. Masalah ini semakin serius karena kesalahan pengobatan merupakan


pemicu terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga perlu dicari upaya
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan pengobatan
tersebut.
Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari
peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan
obat sampai penggunaan obat oleh pasien, kesalahan yang terjadi di salah
satu komponen

dapat

secara

berantai

menimbulkan

kesalahan

lain

di

komponen-

komponen selanjutnya. Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah


sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep , ditemukan 226 resep medication
error. Dari 226 medication errors, 99.12% merupakan kesalahan peresepan, 3.02%
merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan kesalahan penyerahan.
Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak
lengkap. Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni 99.12%. kesalahan
farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang inadekuat. Penyerahan obat
meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan pemberian informasi yang tidak
lengkap.
Monitoring keamanan dan efikasi obat secara adekuat dapat mencegah
terjadinya efek samping. Di Rumah Sakit, pemberian informasi
administrasi obat merupakan tantangan yang berat.

dan kontrol

Selain itu, pada pasien rawat

jalan, kontrol penggunaan obat dan keparahan efek samping juga belum dimonitor
dengan baik. Interaksi obat dengan obat, makanan, dan bahan kimia dapat
mempengaruhi terapeutik pasien.
Misi apoteker

adalah untuk

membantu

memastikan bahwa pasien

mendapatkan penggunaan obat yang terbaik dan rasional. Apoteker harus


mempelopori, bekerja sama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan
mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan kerugian
pada pasien. Adanya faktor risiko dan riwayat penggunaan obat sebelumnya yang
mungkin dapat berinteraksi perlu dipantau untuk meminimalkan risiko. Apoteker
harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memastikan bahwa obat
yang digunakan aman. Hal-hal tersebut dilakukan agar dampak negatif dari
medication error seperti pemborosan dari segi ekonomi dan menurunnya mutu
pelayanan pengobatan (meningkatnya efek samping dan kegagalan pengobatan)
dapat diminimalkan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Error didefinisikan sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan
untuk diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau
kesalahan pada perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan).
Suatu error mungkin terjadi karena hasil dari kelalaian (The Institute of Medicine,
2004). Sedangkan kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan sebagai
setiap kesalahan (error) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam
pngobatan. Kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan secara luas
sebagai kesalahan dalam meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa
tergantung dengan di mana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang
merugikan atau tidak. Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah
kegagalan dalam proses pengobatan yang

menyebabkan

atau

berpotensi

membahayaan pasien, kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah


pengobatan

yang

menggunakan

proses,

dan mungkin atau tidak dapat

menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event (William,2007).


Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan
sebagai semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang
dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di
bawah kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Dimana definisi tersebut mirip
dengan definisi dari National Coordinating Council for Medication error Reporting
and Prevention (NCCMERP). NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan
sebagai Suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan
obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut
dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan
dengan praktis profesional,

produk kesehatan,

prosedur, sistem termasuk

prescribing; order communication; product labeling; packaging; compounding;


dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan."

Pengertian lain oleh Cohen, dkk., medication error adalah suatu kesalahan
dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab
profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah
(Cohen,1991).

Dalam

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah


kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan
tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.

2.2 Klasifikasi
Kategori Medication error
National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention
(NCC MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan tingkat keparahan
hasil dari pasien.

Kesalahan yang dekat

juga di klasifikasikan sebagai

kesalahan potensial yang berhak mendapat sistem yang luas dan mengarah ke
perbaikan. Kategori medication error adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Taksonomi & kategorisasi medication error
Tipe error

Kategori

Keterangan

Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan


terjadinya error

NO ERROR
B

Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien

Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak


menimbulkan risiko
Obat mencapai pasien dan sudah
terlanjur diminum/digunakan
Obat mencapai pasien tetapi belum

ERROR-NO HARM

sempat diminum/digunakan
D

Error

terjadi

monitoring

dan

konsekuensinya

terhadap

pasien,

diperlukan

tetapi

menimbulkan resiko (harm) pada pasien

tidak

Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau


intervensi serta menimbulkan resiko (harm) pada
pasien yang bersifat sementara

Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau


perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat

ERROR-HARM

yang bersifat sementara


G

Error terjadi dan menyebabkan resiko (harm)


permanen

Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis.


anafilaksis, henti jantung)

ERROR-DEATH

Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien

Gambar diagram medication error

Jenis Kesalahan Obat


Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase
transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991).
1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep

Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi

yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk
sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi
untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh
dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang
tidak benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang
resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan
kesalahan yang sampai pada pasien.
b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
Pemberian

kepada

pasien,

obat

yang

tidak

diotorisasi

oleh

seorang penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang
keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak
diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau
protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya
bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan yang
ditetapkan sebelumnya.
c. Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil
dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis
10
10

duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan
pada dosis obat yang diorder.
d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi

medis

pasien

memerlukan terapi obat

tetapi tidak

menerima suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien


hipertensi atau glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah
ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak
memerlukan terapi obat.
2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang
tidak

11
11

jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature


juga dapat terjadi pada fase ini.
Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors,
yaitu:
a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian
masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk
pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis.
b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek
samping.
Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu
antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.
c. Kesalahan karena interaksi obat
Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat,
obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.
3. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada
proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan
pasien atau keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah
menggunakan supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan
dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum
makan tetapi diminum bersama makan.
Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors
yaitu :
a. Kesalahan karena lalai memberikan obat
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum
dosis terjadwal berikutnya.

b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru


Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya
dari waktu pemberian obat terjadwal.
c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian
suatu obat.
Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis;
melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri
sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang
keliru.
d. Kesalahan karena tidak patuh
Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada
suatu regimen

obat

yang

ditulis.

Misalnya

paling

umum tidak

patuh menggunakan terapi obat antihipertensi.


e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain

dari yang diorder oleh

dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi
pada tempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).
f. Kesalahan karena gagal menerima obat
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan
farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima
atau tidak menggunakan obat.
4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga
penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya
error adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena
kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena
berdekatan

letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan
diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi.
Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :
a. Kesalahan karena bentuk sediaan
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda
dari yang diorder oleh dokter penulis.
Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian.
Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu
sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat
yang secara fisik atau kimia inkompatibel.
Penggunaan obat

kadaluarsa,

tidak

melindungi obat

terhadap

pemaparan cahaya.
c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia
bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan
secara tidak tepat.
Adapun bentuk-bentuk kejadian medication error disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Bentuk-bentuk kejadian medication error

2.3. Faktor Penyebab


Menurut American Hospital Association, medication error antara lain
dapat terjadi pada situasi berikut:
a.

Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi


tentang riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.

b.

Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau
menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika
timbul efek samping.

c.

Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang


keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang
relatif

mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis
hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/QD).
d.

Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru
oleh pasien.

e.

Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang,


hingga

suasana

tempat

kerja

yang

tidak

nyaman

yang

dapat

mengakibatkan timbulnya medication error.


Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya
medication error:
1.

Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


a. Jumlah
memadai

dan

mutu

apoteker

tidak

b. Personel non-professional dalam bidang pekerjaan


apoteker
2.

Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai

3.

Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan
obat kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab
sebagai upaya pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu
kehidupannya. Jika pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak
menutup kemungkinan kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan
obat akan banyak terjadi.

4.

Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB)


Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi
resep, riwayat pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak
lengkap pada etiket, kurangnya informasi pada perawat, dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker, perawat,
maupun pasien.

5.

Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat


yang tidak memadai

Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan


penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan
obat

yang efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur
tersebut di rumah sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
6.

Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang


belum memadai
Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium
tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di
rumah sakir tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan
kesalahan obat.

7.

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya


Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem formularium tidak
terlaksana, formularium tidak baik, dan pengembangan kebijakan serta
prosedur berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat
berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.

8.

Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat


Pengetahuan pasien yang kurang memadai tentang obat
menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan salah penggunaan obatnya.
Sedangkan, profesional kesehatan
terhadap

obat

yang

memiliki

pengetahuan

kurang

dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang tepat

bagi pasien.
9.

Kesalahan komunikasi (communication errors).


Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan
dokter/apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien. Dapat juga diakibatkan
karena pasien tidak memberitahukan gejala penyakit yang dirasakannya
dengan jelas.

10.

Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan.


Semakin banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin
besar kemungkinan kesalahan informasi yang disampaikan.

11.

Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP.


Masih belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar
prosedur operasional sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan

suatu penyakit dengan baik. Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh


tenaga mikroskopis maupun tenaga medis hanya didasarkan atas pengalaman.

12.

Penyebab kesalahan obat yang umum


a.

Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang membingungkan


Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri
dari bermacam-macam

obat

dengan

perbandingan

yang

ada,

contoh cotrimoksazol (trimetroprim 800 mg + sulfametoksazol 400 mg).


b.

Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip


Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication
error. Contoh obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan
adalah obat pencegah pembekuan darah Coumadin dan obat anti
parkinson Kemadrin. Taxol (paclitaxel) suatu agen antikanker
kedengarannya hampir sama dengan Paxil (paroxetine) yang merupakan
suatu antidepresan.

c.

Kesalahan alat
Contohnya

pompa

intravena

dimana

katupnya

tidak

berfungsi,

menyebabkan periode pemberian obat menjadi terlalu cepat.


d.

Tulisan tangan tidak terbaca


Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam
dua pengobatan yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak
nama obat yang nampak serupa terutama saat percakapan di telepon,
kurang jelas atau salah melafalkan. Permasalahannya menjadi kompleks
apabila obat tersebut memiliki cara pemberian yang sama dan dosis yang
hampir sama.

e.

Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak

tepat f.

Perhitungan dosis yang tidak teliti

Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada


pengobatan pediatri dan pada produk-produk intravena. Beberapa studi
menunjukkan bahwa kesalahan dalam perhitungan dosis tidak hanya
ringan tetapi juga kesalahan yang fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau
mencapai 15%.
g.

Kesalahan diagnosis
Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan
kesalahan tindakan medis selanjutnya.

h.

Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep


Pengunaan singkatan dalam resep terkadang dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan obat, seperti misalnya:

Singkatan

(unit)

untuk

insulin

dan

pitosin

dapat

menyebabkan kesalahan pembacaan menjadi 0 yang menyebabkan


overdosis yang berbahaya.

Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV (intravena)


atau 10.

Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat


menyebabkan kesalahan pembacaan menjadi qid (quarter in die atau
empat kali sehari) atau qod (setiap hari yang berbeda)

Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat terbaca


sebagai 10 akibat tanda desimalnya berada pada garis keras resep.

i.

Kesalahan penulisan

etiket j.

Beban kerja

berlebihan
k.

Obat-obatan yang tidak tersedia

2.4. Pencegahan Medication Error


Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada saat
memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait

penggunaan obat

yang

dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan
lainnya, kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan
farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju
sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus menangani medication safety.
Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi

2.

Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin


medication safety
Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden
yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis

3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek


pengobatan yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety
dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
Komite Keselamatan Pasien RS
Dan komite terkait lainnya
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinik.
1. Aspek

manajemen

penerimaan,

meliputi pemilihan perbekalan farmasi,

penyimpanan

dan

distribusi,

alur

pengadaan,

pelayanan,

sistem

pengendalian (misalnya memanfaatkan IT).


2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan
obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling,
monitoring dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang
menerima pengobatan dengan risiko

tinggi.

Keterlibatan apoteker dalam

tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan


farmasi klinik terbukti memiliki
insiden/kesalahan.

konstribusi besar dalam menurunkan

Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :


1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan
dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai
formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan sesuai
peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names) secara terpisah.
Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi

kesalahan pengambilan, simpan di tempat

khusus. Misalnya :
- cairan elektrolit pekat seperti KCl injeksi,
kemoterapi,

narkotik

opiat,

heparin, warfarin, insulin,

neuromuscular

blocking

agents,

thrombolitik, dan agonis adrenergik.


- kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara
alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah

Simpan
penyimpanan.

obat

sesuai

dengan

persyaratan

4. Skrining Resep
Apoteker dapat
error

berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication

melalui kolaborasi dengan dokter dan


pasien.

20
20

Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya

nama dan

nomor rekam medik/ nomor resep,

21
21

Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep
dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,
singkatan, hubungi dokter penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
- Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi,
diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks
terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
- Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital
dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data
laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan
penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (eprescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.

Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan


emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan
obat

yang diminta

benar,

dengan

mengeja

nama

obat

serta

memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada


petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang

menerima

permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat


konfirmasi.
5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada
saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada
saat mengembalikan obat ke rak.
Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.

Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai,


pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi
etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah :
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
pengobatan, kapan harus kembali ke dokter

Peringatan
pengobatan

yang

berkaitan

dengan

proses

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat
lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang
sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien,
apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang
mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di
rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan
petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Tepat pasien
Tepat indikasi
Tepat waktu pemberian

Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek
terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil
monitoring

dan

evaluasi

didokumentasikan

dan

ditindaklanjuti

dengan

melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.


Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat
didalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara
terus menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk
meningkatkan keselamatan pasien. Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada
medication error antara lain :
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )
Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu
dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak
lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat
daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk
diwaspadai.
2. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area
dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk
menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang
nyaman. Selain itu area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya
kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.

3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja


Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi
baik langsung maupun melalui telepon.
4. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi
stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
5. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan
insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika
dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.
2.5. Pengelolaan Kesalahan Obat
Kesalahan obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke resiko yang
mengancam kehidupan pasien.

Kesalahan

ini

diakibatkan oleh

kesalahan

karena melaksanakan suatu tindakan (commission) atau kesalahan karena tidak


mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut
yang lebih baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab
kesalahan obat harus digabung dengan pengkajian dari keparahan kesalahan.
Korelasi antara kesalahan dan metode distribusi obat harus dikaji (misal, dosis unit,
persediaan di ruang, atau obat ruah; pracampuran dan sediaan oral atau injeksi).
Proses ini akan membantu mengidentifikasi masalah sistem dan merangsang
perubahan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan kembali.
Berbagai metode pendekatan organisasi untuk menurunkan kesalahan
pengobatan, antara lain:
Memaksa fungsi dan batasan (forcing function & constraints)
Otomatisasi dan computer (automation & computer)
Standar dan protokol
Sistem daftar tilik dan cek ulang (check list & double check system)
Aturan dan kebijakan (rules & policy)
Pendidikan dan informasi, serta (education & information)

Lebih cermat dan waspada.


Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication error,
baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses
pengobatan. Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan
terjadinya kesalahan pengobatan, antara lain:
Menciptakan budaya safety (aman)
Mengembangkan program-program untuk keamanan pasien
Membiasakan mencatat dan mengkomunikasikan setiap kejadian
yang berpotensi untuk error.
Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain
:
a) Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu harus diberikan
kepada pasien.
b) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan secara lisan
segera disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Suatu laporan
kesalahan obat tertulis harus segera menyusul.
c) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan
investigasi harus dimulai dengan segera.
d) Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan perbaikan
beraitan harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian SMF yang terlibat,
administrator rumah sakit yang sesuai, komite keselamatan rumah sakit dan
penasehat hukum.
e)

Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat dalam


kesalahan, harus membicarakan tentang bagaimana kesalahan terjadi dan
bagaimana terjadinya kembali dapat dicegah.

f)

Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana lain yang
menunjukkan kegagalan berkelanjutan, harus

berlaku sebagai suatu

manajemen yang efektif dan alat edukasi dalam pengembangan staf.


g) Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite yang sesuai,
harus mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan penyebab dari kesalahan
serta mengembangkan tindakan untuk mencegah terjadinya kembali.

h)

Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah


sakit agar pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan pasien, serta untuk
mengembangkan pelayanan edukasi yang bernilai, untuk pencegahan
kesalahan yang akan datang.

2.6 CONTOH KASUS MEDICATION ERROR


2.6.1 Kasus kejadian sentinel : Seorang nenek tewas setelah diberikan obat yang salah
Seorang nenek di Bristol , inggis tewas setelah diberi obat yang salah oleh apoteker.
Dawn britton (62th) sebenarnya sudah terbiasa meminum pil untuk penyakit crohn atau
peradangan yang ia derita pada saluran cerna . Namun seorang apoteker salah memberikan
tablet yang berbeda yang seharusnya untuk penderita diabetes. Karena ukuran dan warna pil
yang sama, britton pun tidak bisa membedakan warna pil yang biasa dia minum dengan pil
yang ia terima dari apoteker . Setelah ia minum pil tersebut beberapa minggu ia koma dan
meninggal sebelum kemudian di rumah sakit.
Kini anak Britton berniat menuntut farmasi jhoots yang memberikan resep yang
salah pada Agustus tahun lalu. Kami diberitahu (mereka) bahwa penuntutan itu tidak
berkaitan dengan kepentingan public. Tapi bagaimana bisa orang dibiarkan saja setelah
membunuh ibu kami ujar lee (41) tahun , anak Dawn Britton .
Sebuah pemeriksaan di pengadilan setempat menyatakan, Britton mengambil resep
obat Prednisolon pada agutus 2013 untuk meredakan penyakit crhon dan sesak nafasnya.
Namun ia diberi gliklazid, obat diabetes. Setelah britton meminum obat itu beberapa minggu
ia ditemukan tak sadarkan diri dirumahnya dan dilarikan ke rumah sakit bulan Oktober 2013
. ia pun meninggal 20 november 2013.
Apoteker di jhoots farmasi meminta maaf kepada kelurga , namun ditegaskan ia
sudah mengukuti semua prosedur yang benar . seorang juru bicara jhoots farmasi juga
mengakui ada kesalahan pemberian resep pada 2 agutus 103 lalu. kita sangat sedih dengan
kejadian tragis ini. Kami ingin menyatakan betapa menyesalnya kita dengan apa yang terjadi
ungkap juru bicara itu.

27
27

2.6.2 Pembahasan
Ada hal istimewa dari kasus ini. Pertama, ia terjadi di inggis, sebuah negara maju yang yang
sudah sangat baik budaya keselamatan pasiennya. Kedua kejadian kesalahan obat
(Medication error) melibatkan dua jenis obat yang tidak mirip nama, pengucapan dan
penulisan nya (predinisolon dengan gliklazid) , tetapi mirip bentuk dan ukurannya. Mengapa
masih juga terjadi kesalahan seperti ini? Dititik mana kesalahan bisa terjadi? Sayangnya
informasi yang kita peroleh dari berita diatas tidak dapat menjawab pertanyaan itu . kita
hanya mendapat informasi bahwa pasien :

Membawa resep obat prednisolone ke apotek jhoots

Pasien terbiasa minum prednisolone

Ukuran dan warna pil prednisolone dengan gliklazid mirip

Pasien menderita penyakit crhon dan bukan penderita diabetes

Berdasarkan pada informasi yang tersedia ada dua kemungkinan penyebab

terjadinya

kejadian itu :

Resep pasien tersebut tertukar dengan pasien lain

Apotek jhoots memiliki sediaan obat prednisolone dan gliklazid dalam kemasan
botol , dan bukan kemasan obat yang dibentuk dalam satuan

Dari dua kemungkinan di atas tersebut , kemungkinan pertama peluangnya kecil , karena
pasti akan ada dua kasus kesalahan obat , yaitu pemberian obat gliklazid (pasien ini ) dan
kesalahan pemberian obat prednisolone ( pasien yang resepnya tetukar ). Sehingga
kemungkinan yang paling besar terjadi adalah yang kedua. Kelemahan kesalahan botol
adalah ketika obat sudah dikeluarkan dari botol , maka obat akan kehilangan identitas ,
karena obat dalam bentuk butiran tanpa kemasan. Nah, jika ada obat lain yang bentuk dan
ukurannya sama, maka peluang terjadinya kesalahan obat menjadi besar. Kalua sudah terjadi
salah obat pada kasus ini , maka prosedur keselamatan apapun tidak akan berhasil, karena
kejadian kesalahan sudah di tahap awal. Petugas merasa obat yang diambilnya adalah
28
28

prednisolone , padahal glikazid . ketika ia melakukan prosedur enam benar , dia telah
melakukan prosdur enam benar , tapi obat yang salah, karena obat sudah tidak memiliki
identitas lagi.
Oleh karena itu , untuk kasus obat-obatan yang tidak dikemas satuan seperti ini, ada
prosedur ekstra yang harus dilakukan :
1. Label high alert dan look alike sound alike pada botol kemasannya
2. Jika nama obat mirip dengan dengan obat lain, gunakan penulisan dengan huruf
Tallman pada label obat. Contoh huruf Tallman : IRBEsartan , Losartan,
OLMEsartan, TELMIsartan, VALsartan.
3. Pisahkan dan jauhakn tempat penyimpanannya dengan obat lain yang memiliki
bentuk, warna ukuran dan nama serta pengucapan yang sama atau mirip.
4. Obat tanpa kemasan satuan dilarang berada diluar botol tanpa keterangan nama obat
berikut isi sediaannya. Jika akan dikeluarkan dari botol, harus obat dipastikan
dipindahkan atau disimpan dikemasan atau tempat lain yang sudah diberi label nama
obat berikut isi sediaannya.
Apabila jika empat hal diatas sudah dilakukan, barulah prosedur enam benar dapat
digunakan sebagai alat keselamatan dalam pemberian obat.
Hal-hal lain berkaitan dengan keselamatan pemberian obat sudah dibahas sebelumnya dan
untuk keselamatan penyimpanan obat
2.6.3 PROFIL OBAT
NAMA OBAT
INDIKASI

Prednisolon
glikazid
Treatment of palpebral and
Management of type 2
bulbar conjunctivitis; corneal diabetes mellitus (noninsulin
injury from chemical,
dependent, NIDDM)
radiation, thermal burns, or
foreign body penetration;
endocrine disorders,
rheumatic disorders,
collagen diseases,
dermatologic diseases,
29
29

allergic states, ophthalmic


diseases, respiratory
diseases, hematologic
disorders, neoplastic
diseases, edematous states,
and gastrointestinal diseases;
resolution of acute
exacerbations of multiple
sclerosis; management of
fulminating or disseminated
tuberculosis and trichinosis;
acute or chronic solid organ
rejection
KONTRAINDIKASI

Oral/Parenteral: Systemic
fungal infections;
administration of live virus
vaccines. IM: Idiopathic
thrombocytopenic purpura;
sulfite sensitivity

EFEK SAMPING

Oral formulation:
Cardiovascular:
Cardiomyopathy, CHF,
edema, facial edema,
hypertension
Central nervous system:
Convulsions, headache,
insomnia, malaise,
nervousness,
pseudotumor cerebri,
psychic disorders,
vertigo

Hypersensitivity to
gliclazide, sulfonylureas, or
any component of the
formulation; type 1 diabetes
mellitus (insulin dependent,
IDDM), diabetic
ketoacidosis with or without
coma; renal or hepatic
impairment; pregnancy (per
manufacturer); breastfeeding
Central nervous system:
Headache, nervousness,
dizziness
Dermatologic: Rash,
erythema, pruritus,
urticaria. Sulfonylureas
have also been
associated with rare
photosensitivity and
porphyria cutanea tarda

Endocrine & metabolic:


Hypoglycemia (dose
dependent),
hyponatremia (rare)
Dermatologic: Bruising, facial
erythema, hirsutism,
petechiae, skin test
Gastrointestinal: Nausea,
reaction suppression,
vomiting, diarrhea,
thin fragile skin, urticaria
epigastric fullness,
30
30

Endocrine & metabolic:


Carbohydrate tolerance
decreased, Cushing's
syndrome, diabetes
mellitus, growth
suppression,
hyperglycemia,
hypernatremia,
hypokalemia,
hypokalemic alkalosis,
menstrual irregularities,
negative nitrogen
balance, pituitary adrenal
axis suppression

gastritis
Hematologic:
Agranulocytosis,
leukopenia,
thrombocytopenia,
anemia
Hepatic: Jaundice, LDH
increased,
transaminases increased

Gastrointestinal: Abdominal
distention, increased
appetite, indigestion,
nausea, pancreatitis,
peptic ulcer, ulcerative
esophagitis, weight gain
Hepatic: LFTs increased
(usually reversible)
Neuromuscular & skeletal:
Arthralgia, aseptic
necrosis
(humeral/femoral heads),
fractures, muscle mass
decreased, muscle
weakness, osteoporosis,
steroid myopathy, tendon
rupture, weakness
Ocular: Cataracts,
exophthalmus, eyelid
edema, glaucoma,
intraocular pressure
increased, irritation
Respiratory: Epistaxis
Miscellaneous: Diaphoresis
increased, impaired
wound healing
31
31

Sumber : Drug Information Handbook, 17th Edition

2.6.4 Kemasan obat prednisolon dan obat glikazid


Prednisolon

glikazid

32
32

BAB III
PENUTUP
Medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien, akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat
dicegah. Farmasis memiliki tanggung jawab besar dalam mencegah terjadinya
medication error khususnya dalam hal transcription, prescribing, dispensing, dan
administrasi. Tidak hanya farmasis, pencegahan medication error seharusnya
menjadi tanggung jawab bersama baik dokter, perawat maupun petugas kesehatan
lainnya. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, pelayanan yang
memadai serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM menjadi aspek penting
dalam mencegah terjadinya medication error.

33
33

DAFTAR PUSTAKA

Alexander DC, Bundy DG, Shore AD, Morlock L, Hicks RW, Miller MR. (2009).
Cardiovascular Medication Errors in Children. Pediatrics. 124; 324-332.
Aryani Perwitasari, Dyah., Jamiul Abror, dan Iis Wahyuningsih. (2010).
Medication
error in outpatient of a government hospital in Yogyakarta Indonesia.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research
Volume 1; 8-10
Bates DW, Boyle DL, Vander Vliet MB, Schneider J, Leape L. 1995a. Relationship
betweenmedication errors and adverse drug events. Journal of General
Internal Medicine 10(4): 100205.
Benjamin, David M. (2003). Reducing Medication Errors and Increasing Patient
Safety: Case Studies in Clinical Pharmacology. J Clin Pharmacol vol. 43 no.
7 768-783
Charles & Kumolosasi. (2006). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku
kedokteran EGC, 380-417
Chaudhary , Geeta. (2010). Case Study: Review of Medication Orders for
Appropriateness at Satguru Singh Apollo Hospitals, Ludhiana, India.
JCInsight July 2010.
Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication
Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Dalam:
Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian Kelengkapan Resep
Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 2 Rumah Sakit
Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
Fowler, S.B., Sohler,Patricia., & Zarillo,D.F., et al. 2009. Bar Code Technology for
Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction.
MEDSURG NursingMarch/April 2009: Vol. 18 (2). Proquest Database.

IOM (Institute of Medicine). 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for
Care. Washington, DC: The National Academies Press.
Kaushal R, Bates DW, Landrigan C, McKenna K, Clapp MD, Federico F,
Goldmann DA. (2010). Medication Errors and Adverse Drug Events in
Pediatric Inpatients. JAMA. 285(16); 2114-2120
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention
(2011). Medication Error. http://www.nccmerp.org/aboutMedErrors.html,
diunduh sabtu, 15 oktober 2011 jam 22.30.
Victorian Medicines Advisory Committee. (2008). Oral liquid

medicines

administered via the wrong route can be fatal or cause serious harm. Quality
use of medicine alert. Vol 1: 1-4
Williams. (2007). Medication Error. R Coll Physicians Edinb. Vol 37: 34

Anda mungkin juga menyukai