Anda di halaman 1dari 20

Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal:

Pemikiran Soewardi Suryaningrat, Tjiptomangoenkusumo


dan Douwes Dekker 1912-1914
Wildan Sena Utomo
Mahasiswa S2 Jurusan Sejarah Program Cosmopolis, Leiden

Abstrak
Artikel ini membahas mengenai nasionalisme dan gagasan kebangsaan Indonesia awal yang
dicetuskan oleh tiga serangkai Soewardi Suryaningrat, Tjiptomangoenkusumo dan Douwes
Dekker yang tergabung dalam Indische Partij. Meskipun usia partai ini sebentar, tapi gagasan
yang disebarkan trio IP ini memberikan pondasi dasar terhadap gagasan Indonesia. Gagasan
mereka tentang bangsa pada masanya telah melampaui pemikiran politik zaman itu. Pemakaian
istilah “Indonesia” adalah kata yang dipopulerkan pertama kali secara politik oleh pemikir dalam
kelompok ini pada saat pembuangan di Belanda. Gagasan ketiga pemikir ini memberikan suatu
jalan terhadap kemunculan konsepsi kebangsaan Indonesia yang lebih modern pada tahun 1920an.

Kata kunci: nasionalisme, bangsa, Indonesia, Indische Partij

Pengantar Maka nasionalisme tidak mustahil untuk


mengalami kemunduran seiring dengan
Ba ra ng ka li ad a benarnya perny a t a a n
kemunduran negara-bangsa. Hobsbawm
sejarawan Inggris, Christopher Bayly, yang
menambahkan “tanpa negara-bangsa ini
mengatakan bahwa “nasionalisme agak
maka menjadi orang Inggris atau Irlandia
sulit untuk mati” (Bayly, 2004: 199). Di
atau Yahudi atau gabungan kesemuanya
tengah batas-batas wilayah negara-bangsa
hanyalah salah satu cara rakyat menyatakan
yang dilampaui oleh transformasi teknologi
perbedaan mereka ditengah rakyat lain”
yang begitu cepat sehingga sekat negara
(Hobsbawm, 1992: 192). Tapi, kenyataannya
dan bangsa sebetulnya oleh beberapa pihak
nasionalisme dan bangsa tidak pernah mati.
dikatakan tidak relevan lagi. Oleh sebab itu,
Menurut Ben Anderson “kenyatannya ‘era
untuk mengikuti perubahan zaman sekarang,
berakhirnya nasionalisme’ yang sudah lama
seseorang tidak lagi hidup sebagai bagian dari
diramalkan, tak jua nampak di cakrawala,
sebuah negara tertentu – atau mungkin bangsa
justru nilai kenasionalan adalah nilai yang
tertentu. Pada tahap inilah, pernyataan Eric
paling absah secara universal dalam kehidupan
Hobsbawm dalam penutup karyanya Nations
politik zaman kita” (Anderson, 2008: 4). Dia
and Nationalism since 1780 begitu relevan.
tetap hidup karena nasionalisme dan bangsa
Hobsbawm mengatakan bahwa negara-
adalah dan ternyata “dibutuhkan” sebagai
bangsa dan bangsa di akhir abad ke-20 sedang
sebuah identitas sampai saat ini (Kartodirdjo,
bergerak mundur, dihadapan dengan, bertahan
1994: 14-17). Identitas nasional membantu
terhadap, beradaptasi dengan, terserap atau
kita untuk mengidentiikasi dan menempatkan
tersingkir dari, penstrukturan kembali dunia
kita di peta dunia, dia mengatakan siapa
secara supranasional (Hobsbawm, 1992: 191).

Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014


52 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

kita, darimanakah kita dan apa yang sudah belum mendeskripsikan konsepsi bangsa
kita lakukan. Dan walaupun bangsa-bangsa dengan jelas ataupun sebagai “permulaan”
di dunia sekarang sudah lahir tetapi bangsa tapi memang BU mempunyai karakteristik
adalah “pembangunan yang tidak akan pernah nasionalisme yang berlandaskan etnis dan SI
selesai”. Jadi sebetulnya, kedua konsepsi mempunyai karakteristik nasionalisme yang
tersebut begitu lentur dan akan disesuaikan berlandaskan anti-penindasan. Justru konsepsi
dalam episode waktu yang terus berjalan – mengenai bangsa dalam dua pengertian
baik dalam konteks positif dan negatif, sosio- tersebut muncul dari gagasan trio Indische
kultural dan politis. Partij: Douwes Dekker, Tjiptomangoenkusumo
Perdebatan mengenai nasionalisme dan dan Soewardi Suryaningrat. Uraian ini ingin
relasinya terhadap bangsa merupakan studi bermaksud membedah bagaimana konsepsi
yang masih bergelora di Indonesia dewasa ini. gagasan kebangsaan yang mereka pikirkan dan
Namun, masih jarang akademisi, intelektual sebarkan, apa yang mempengaruhi gagasan
dan aktivis di Indonesia yang menelusuri tersebut dan sejauh manakah pemikiran
asal-usul munculnya gagasan kebangsaan mereka berpengaruh.
dan relasinya dengan nasionalisme secara
komprehensif. Wang Gungwu dan beberapa Nasionalisme dan Bangsa: Sebuah
ahli mengenai sejarah bangsa di Asia Tenggara Introduksi
telah menginisiasi sebuah konferensi penting
Dalam sejarah pemikiran, konsepsi tentang
mengenai nation-building di Asia Tenggara dan
nasionalisme erat berelasi dengan bangsa dan
relevansinya pada masa kini, “Nation-building
negara. Tiga konsep ini tidak bisa dipisahkan
Histories: Thailand, Philippines, Indonesia,
dan saling terikat satu sama lain, terutama
Malaysia and Singapore” di Singapura tahun
nasionalisme dan bangsa. Pertama-tama
2002 – kemudian diterbitkan menjadi buku.
adalah nasionalisme, konsep ini meskipun
Konferensi ini merupakan “kelanjutan” dari
tidak pernah melahirkan pemikir besar
konferensi internasional sejarawan se-Asia
seperti demokrasi, liberalisme ataupun
(IAHA) di Bangkok tahun 1996 yang salah
sosialisme namun melahirkan berbagai
satu panelnya mendiskusikan tentang nation-
peristiwa penting dalam sejarah seperti
building di Asia Tenggara. Pada bagian
revolusi-revolusi, perang besar dan yang
Indonesia, Tauik Abdullah sebagai sejarawan
terpenting adalah bangsa-bangsa baru. Banyak
terkemuka Indonesia menulis mengenai
para akademisi yang menekuni masalah
sejarah pembangunan bangsa Indonesia
nasionalisme dan bangsa berpendapat bahwa
dalam perspektif demokrasi (Abdullah,
nasionalismelah yang melahirkan bangsa
2009). Kemudian, pada konferensi 2002
– dan ini masih diperdebatkan. Teoritikus
yang diterbitkan menjadi buku, Anthony
nasionalisme dan bangsa yang berpengaruh,
Reid menulis tentang sejarah pembangunan
Ernest Gellner mengatakan bahwa bangsa
bangsa dalam kacamata sejarah kemerdekaan
tidak membuat nasionalisme, nasionalisme
Indonesia (Reid dalam Gungwu, (?): 69-91.
yang mendeiniskan dan membuat bangsa
Kedua usaha itu merupakan usaha
“nationalism invents nations where they do
penting dalam menuliskan sejarah gagasan
not exist – but it does need some pre-existing
kebangsaan Indonesia, tapi sampai saat ini
differentiating marks to work on, even if, as
masih ada banyak pihak mengkaitkan gagasan
indicated, there are purely negative” (Gellner,
kebangsaan Indonesia secara jelas dengan
1964: 168). Pandangan ini kemudian diperluas
organisasi Boedi Oetomo (BO) dan Sarekat
olehnya dalam karya fenonemalnya Nations
Islam (SI) awal. Padahal dua organisasi tersebut
and Nationalism, ia berpendapat nasionalisme
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 53

adalah political principle, “sebuah prinsip yang di dalam kosakata politik” (Tilly (ed.), 1975:
beranggapan bahwa unit politik dan nasional 6). Konsepsinya terus diperdebatkan sampai
hendak selaras”, teori tentang legitimasi politik saat ini karena sebetulnya tidak ada konsepsi
dimana “ethnic boundaries should not cut across bangsa yang benar-benar bisa mewakili
political ones” (Gellner, 1983: 1). seluruh karakteristik bangsa di seluruh
Pandangan ini tidak berbeda dengan dunia. Ben Anderson menggarisbawahi hal ini
beberapa pandangan pemikir teori nasionalisme menurutnya “bangsa yang paling besar pun,
dan bangsa lainnya seperti Eric Hobsbawm, memiliki perbatasan yang pasti meski elastis,
Anthony D. Smith, John Breulilly, Elie Kedourie. di luar perbatasan itu adalah bangsa-bangsa
Hobsbawm mengatakan bahwa nasionalisme lain, tak ada satupun bangsa membayangkan
adalah “program politik” yang menkonstruksi dirinya meliputi seluruh umat manusia di
dan mengarsiteki bangsa. Lewat karyanya bumi” (Anderson, 2008: 10). Meskipun secara
bersama Terence Ranger mengenai “invented general memang ada beberapa kesamaan
tradition”, kita bisa mengerti bahwa bangsa antara karakteristik bangsa yang satu dengan
berhubungan dengan national tradition, dan yang lain. Tapi ada beberapa kekhususan dari
national tradition merupakan salah satu keumuman-keumuman itu. Problem yang sering
dari tradisi yang ditemukan (Hobsbawm mengemuka adalah kesulitan orang-orang
dan Ranger (ed.), 1983). Sedangkan, Smith dalam membedakan antara bangsa dengan
dalam mendiskusikan masalah ini lebih etnis (Smith, 2003: 15).1 Kesulitan-kesulitan
melihat kepada ”the role of the past” dalam seperti itu merupakan satu hal diantara hal
kreasi “the present”. Dengan dua konsep ini, lainnya ketika melakukan studi tentang
Smith mengatakan bahwa para nasionalis bangsa, maka tidak aneh ketika terus muncul
mempunyai peran vital dalam mengkonstruksi studi yang baru mengenai sebuah bangsa
bangsa sebagai political archeologists, mereka ketika ditemukan perbedaan partikularistik
merediskoveri dan mereinterpretasi tradisi – dan tentunya pendekatan yang berbeda. Di
komunal dalam rangka menumbuhkan kembali dalam literatur mengenai nasionalisme dan
komunitas (Smith, 1994: 18-19). Kenyataannya, bangsa Hobsbawm membaginya kedalam
memang tidak ada nasionalisme tanpa unsur dua bagian: yang tradisional dan modern.2
politik dan tidak ada bangsa yang lahir tanpa Sedangkan Smith melihatnya secara berbeda,
politik yang terlibat didalamnya. G. O. Nodia dia membagi ke dalam berbagai perspektif
mengatakan: diantaranya primordialis, parenialis, modernis,
etno-simbolisme dan posmodernis (Smith,
“Nasionalisme adalah sekeping mata uang
1998).
yang mempunyai dua sisi – politik dan etnik.
Kenyatannya nasionalisme selalu mengandung 1 Smith membedakan bangsa dan etnis sebagai berikut:
aspek politik dan aspek etnik. Ide kebangsaan bangsa sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki
nama, yang mempunyai kesamaan historic territory serta
adalah ide politik dan tidak ada nasionalisme memiliki memori sejarah dan mitos publik yang sama,
tanpa unsur politik. Tetapi, substansinya budaya publik bersama, perekonomian tunggal dan
sama saja dengan etnik.Hubungannya dapat hak serta kewajiban bersama bagi semua anggotanya.
Sedangkan etnis adalah suatu unit populasi manusia yang
dinyatakan sebagai satu kesatuan dari satu memiliki nama memiliki mitos leluhur bersama kenangan
jiwa politik yang menggerakkan satu tubuh bersama, satu atau beberapa budaya bersama, mempunyai
hubungan dengan historic territory dan solidaritas tertentu,
etnik” (Nodia, 1992: 3-22). paling tidak diantara elit-elitnya.
Selain nasionalisme, uraian ini akan 2 Diantaranya yang tradisional atau peletak dasar seperti
Ernest Renan, Qu’est que c’est une Nation? dan Hans Kohn,
banyak membahas mengenai bangsa. Bangsa The Idea of Nationalism yang modern beberapa diantaranya
menurut Charles Tilly adalah “sebuah kata seperti Benedict Anderson, Imagined Communities Ernest
yang paling membingungkan dan tendensius Gellner, Nations and Nationalism dan Anthony D. Smith,
Theories of Nationalism.
54 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

Berdasarkan ilologi pengertian pertama Novelty melihat karakteristik dasar dari bangsa
dari bangsa menunjukkan asal-usul atau modern dan segala yang terkait dengannya
keturunan atau mengutip kamus Perancis adalah modernitasnya (Hobsbawm, 1992:
kuno: ‘naissance, extraction, rang’, yang 14). Penelusuran terhadap beberapa kamus
mengutip kata-kata Froissart “je fus retourne au dilakukan untuk menguji tesis ini, Hobsbawm
pays de ma nation en la conte de Haynnau” (saya mengatakan:
kembali ke tanah kelahiran saya di wilayah “Dalam kamus Royal Spanish Academy
Hainault) (Hobsbawm, 1992: 15). Terminologi sebelum tahun 1884 terminologi negara, bangsa
bangsa awalnya digunakan untuk kelompok dan bahasa dalam pengertian modernnya
famili, perluasan dari itu untuk kelompok atau belum muncul. Sebelum tahun 1884, kata
orang asing yang mempunyai tempat kelahiran nacion berarti suatu kumpulan penduduk
yang sama (Miller, 1995: 28). Tahun 1460, dari suatu propinsi, suatu negeri atau suatu
Fortescue mengatakan bahwa Scot, Spaniard kerajaan dan juga orang asing, tetapi sekarang
adalah sebuah bangsa. Pada perdebatan kata itu diartikan sebagai suatu negara atau
mengenai persatuan antara Skotlandia dan badan politik yang mengakui suatu pusat
Kerajaan Inggris tahun 1603, keduanya pemerintahan bersama yang tertinggi serta
menyatakan sebagai bangsa yang berbeda. wilayah yang dikuasai negara tersebut dan
Pada tahun 1701, Defoe pada sebuah puisinya penduduknya, dipandang sebagai suatu
menyatakan bahwa bangsa adalah Romawi, kesatuan. Nacao dari Enciclopedia Brasileira
Saxon, Norman, Danes, dan banyak orang Merito (edisi terbaru) adalah komunitas
yang mengidentiikasi sebagai dan mempunyai warganegara dari suatu negara, hidup dibawah
kontribusi kepada “keanekaragaman” sebagai pemerintahan yang sama dan memiliki
orang Inggris (Miller, 1995: 28). Sebelum kepentingan bersama... Selain itu dalam kamus
Revolusi Perancis, Johann Gottfried Herder Spanish Academy versi terakhir dari bangsa
menulis tentang nasionalisme tahun 1774 – tidak ditemukan hingga tahun 1925, saat
walaupun begitu Herder tidak begitu berbeda digambarkan sebagai “kolektivitas dari orang-
dalam mendeinisikan nasionalisme dan orang yang memiliki asal-usul suku yang sama,
chauvinisme. Herder menggunakan konsep pada umumnya mempunyai bahasa yang sama
volck (rakyat) dalam pengertian bangsa – dan tradisi bersama”. Karya besar linguistik
seringkali dipertukarkan, sebagai sebuah lainnya, New English Dictionary menyatakan
komunitas dalam pengertian luas yang hidup tahun 1908, pengertian lama dari kata bangsa
dalam sebuah wilayah. Pada abad ke-18 adalah menggambarkan kesatuan etnik tapi
deinisi tentang bangsa tidak hanya berarti penggunaan baru-baru ini lebih menekankan
tentang asal-usul, Revolusi Perancis membawa gagasan persatuan dan kemerdekaan politik”
pengaruh besar bahwa bangsa sama dengan (Hobsbawm, 1992: 14-15, 18).
“kedaulatan” dan akhir abad ke-18 deinisi
Dalam melihat asal-usul bangsa modern
keduanya berdifusi (Dann dan Dinwiddy (ed.),
Ben Anderson memiliki analisis menarik
1998: 3).
yaitu melihat bagaimana kapitalisme cetak
Sebagai sebuah konsepsi, menurut mempengaruhi gagasan pembayangan bangsa
Hobsbawm nasionalisme dan bangsa adalah modern. Dia menyatakan bahwa “pertindihan
sebuah konsepsi historis yang masih baru. antara kapitalisme dan teknologi cetak
Hobsbawm, Gellner, Anderson menekankan mencetak dengan keragaman fatal bahasa
pada unsur modernitas dalam relasi antara manusia telah menciptakan kemungkinan
nasionalisme dan pembentukan bangsa. lahirnya bentuk baru komunitas berbayang”
Hobsbawm dalam babnya The Nations as (Anderson, 2008: 69). Sedangkan Gellner
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 55

melihat bahwa nasionalisme dan bangsa 1857 terjadi pemberontakan atas Kerajaan
lahir dari transisi masyarakat agraris ke Inggris yang mempertimbangkan kembali
masyarakat industri. Di dalam masyarakat status di dalam kerajaan (ibid.). Di Eropa,
agararis stratiikasi masyarakat yang ketat keseimbangan kekuatan menjadi sedemikian
kesulitan melahirkan posibilitas pembentukan berubah semenjak muncul dua kekuatan besar
satu kebudayaan yang homogen untuk semua yang didasarkan atas prinsip nasional, yaitu
anggota. Sebaliknya, modernitas membutuhkan Jerman dan Italia, pembagian sepertiga Eropa
homogenitas budaya untuk bersatu, dalam atas dasar yang sama (Austria-Hongaria setelah
sifatnya ia luid, mobile, constantly changing, tahun 1867), lalu pengakuan atas wilayah
dimana individu mesti berkomunikasi dengan politis kecil sebagai negara merdeka yang
komunitas lain yang belum diketahuinya, tidak menuntut status baru sebagai rakyat merdeka
seperti masyarakat pra-modern yang hierarkis berdasar kebangsaan, dari Belgia di sebelah
masyarakat modern begitu egaliter (Gellner, barat sampai negara-negara pewaris Ottoman
1983: 19-50). Modernitas dalam pertumbuhan di Eropa Tenggara (Yunani, Serbia, Rumania
industri membutuhkan baik kemudahan dan Bulgaria) dan dua pemberontakan rakyat
mengalir yang tersebar luas dan homogenitas Polandia yang mendorong kembali menjadi
terpola, mobilitas individu dikombinasikan negara-bangsa (Hobsbawm, 1992: 23). Bisa
dengan standar kultural. Ini bisa dicapai dikatakan abad ke-19 merupakan periode
ketika terbentuk kompetensi yang seragam, penting bagi pembentukan bangsa-bangsa di
warga negara yang disubsitusikan dan hal ini Eropa.
gilirannya membutuhkan large public mass Di negara-negara jajahan, di Afrika
education system dan dikontrol oleh negara dan Asia situasinya berbeda. Gagasan
(Smith, 1994: 35). Hal ini hanya bisa bermula nasionalisme dan bangsa di Afrika dan Asia
dan direalisasikan ketika modernitas lahir, munculnya belakangan terutama pada awal
oleh sebab itulah mengapa era modern secara dan pertengahan abad ke-20 setelah bergelora
otomatis adalah era dari lahirnya nasionalisme. di Eropa pada abad ke-18 dan 19. Menurut
Setelah terjadinya Revolusi Amerika dan Wang Gungwu, hampir semua negara diluar
Perancis di Eropa yang menempatkan konteks Amerika dan Eropa, “bangsa” adalah a
bangsa ke dalam nafas demokratik-revolusioner, twentieth century enterprise (Gungwu (?): 3).
berkembang suatu gelombang baru bangsa Dan membicarakan nasionalisme dan bangsa di
atas nama prinsip nasionalitas dari sekitar Asia tidak bisa dilepaskan dari negara kolonial
tahun 1830. Terjadi dua ketersaling-hubungan dan kolonialisme.
yang menyebabkan krisis dunia, dalam tahun
1780-1815 dan 1848-1865, memberikan daya
Kolonialisme, Nasionalisme dan
pendorong untuk mempermulakan identitas Bangsa: Komparasi dan Penilaian
nasional (Bayly, 2004: 205). Penaklukan
Napoleon di Eropa membangkitkan identitas Setelah kemunculan gelombang baru
nasional di Jerman, Italia dan Rusia. Secara nasionalisme kerakyatan sejak tahun 1820an di
sama, invasi Rusia dan Perancis membuat Eropa yang banyak dipengaruhi oleh Revolusi
Turki, Mesir dan beberapa negara Afrika Utara Perancis dan Amerika, negara imperium
sadar akan kebutuhan untuk mereorganisasi macam Inggris agak was-was dengan spiritnya
masyarakatnya. Dua generasi berikutnya, yang bisa mempengaruhi situasi negara
Perang Eurasia pada pertengahan abad ke- jajahannya. Inggris lalu mengadakan sebuah
19 meyakinkan elit Tokugawa di Jepang usaha, dikatakan oleh Ben Anderson sebagai
untuk memperkuat diri. Di India, tahun “nasionalisme resmi”, yaitu merger dengan niat
menyatukan bangsa dengan kerajaan dinastik
56 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

(Anderson, 2004: 31). Inggris menginginkan Pada abad ke-19 saat prinsip nasionalitas
kawasan periphery, penduduk India, untuk menjadi sebuah prinsip politik utama negara-
mengikuti asimilasi politik, sosial dan negara di Eropa, berkembanglah menurut
budaya ala metropole, Inggris. Tapi malahan David Landes bentuk imperialisme model baru
kontradiksi yang muncul dari nasionalisme menggantikan model imperialisme model lama.
resmi Inggris akibat kesusahannya dalam Aneksasi dan eksploitasi di beberapa negara
dua hal yakni ketidakmampuannya untuk Eropa mempunyai bentuk yang berbeda-
menampung dan membaurkan antara beda. Spanyol lebih kepada pencarian harta
bangsa dan imperium. Sebab sedikit sekali benda atau sesuatu yang berharga. Portugis
diantara penduduk-penduduk yang ditaklukan di Asia, bekerja di wilayah yang dihuni oleh
mempunyai keterikatan dengan kebahasaan, populasi yang padat dan bagi mereka, belum
kebudayaan, atau bahkan politik dan ekonomi tertundukkan. Mereka membentuk small,
dengan metropolisnya (Anderson, 2004: 140). defensible holding seperti Goa, dan dari sana
Pada hampir semua kekuatan imperial mereka berbelanja, menjual dan memeras uang
Eropa, ada dua cara untuk menciptakan warga proteksi dari pedagang lokal (Landes, 1998: 425).
negara, “teritori bangsa” keluar dari negara Perubahan kemudian terjadi, imperialisme
kolonial. Pertama adalah mengikuti pola awal model baru yang terjadi setelah tahun 1860an,
dari akhir abad pertengahan di Eropa dalam didasari pada rasionalitas dan material interest
membangun bangsa dengan merekonstruksi (Landes, 1998: 428). Tidak jauh berbeda
“the major ethnic core” dan mengintegrasikan dari Landes, Maarten Kuitenbrouwer yang
kultur historisnya kepada kebutuhan mendeinisikan imperialisme sebagai “usaha
pembentukan negara modern dan dengan mendirikan, formal atau informal, kontrol
aspirasi dari kelompok minoritas. Kedua, politik atas masyarakat lain”, berpendapat
adalah dengan membentuk negara yang benar- bahwa periodisasi imperialisme modern sebagai
benar baru, berisikan komposisi etnis-etnis kategori historis dapat dinyatakan pada
kecil secara setara dimana tidak ada etnis yang periode diantara tahun 1870-1914 (Tarling,
begitu dominan. Model etnis dominan dalam 2001: 9). Para pemikir Marxis melihat relasi
sebuah negara misalnya Malaysia, Pakistan, antara imperialisme negara Eropa di kawasan
Mesir dan etnis setara adalah Tanzania negara jajahan dalam perhubungannya dengan
(Keng dalam Gungwu (?): 97-98). Di Hindia kapitalisme. Lenin melihat imperialisme yang
Belanda, lebih condong untuk mengikuti model mencapai puncaknya pada akhir abad ke-19
pertama, dimana Belanda mengkonstruksi merupakan produk dari “the highest stage
Jawa sebagai “the major ethnic core” dan yang of capitalism”. Imperialisme adalah sesuatu
lainnya sebagai kawasan terluar. Hal ini yang dibutuhkan untuk keberlanjutan dan
disebabkan oleh Belanda menganggap Jawa kesejahteraan dari kapitalisme tingkat tinggi
sebagai kawasan kekuasaaan sentral; Jawa yang sangat membutuhkan material, tenaga
adalah populasi terpadat dan pembangunan kerja murah dan pasar bebas internasional.
infrastruktur paling masif disebabkan pada Pendapat ini dipengaruhi oleh analisis klasik
abad-19 Jawa merupakan kawasan ekonomi J. A Hobson dalam Imperialism: A Study
yang utama. Pembangunan pendidikan Eropa (1902) yang mengatakan bahwa “the taproot of
pun lebih dipusatkan di wilayah Jawa daripada imperialism” bukannya “kebanggaan nasional”
di Kalimantan, Sulawesi atau Sumatera. tetapi keinginan dari “oligarki kapitalis”
Kenyatannya, sebelum dan setelah Islam hadir untuk mengembangkan kekuatannya melalui
pun Jawa merupakan pusat kekuasaan politik ekspansi imperial dengan mencari pasar baru
di Nusantara. dan membuka kesempatan investasi di tanah
jajahan untuk mencari keuntungan luar biasa
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 57

daripada yang didapatkannya di negara induk 53). Perluasan ekspansi imperialis yang jarang
(Hobson, 2005; Gallaher dan Robinson, 1953: dibahas juga disebabkan oleh ketakutan dari
1-15).3 negara-negara imperialis untuk melindungi
Pendapat yang dikemukakan oleh Hobson basis operasional ekonomi. Inggris misalnya
sebetulnya dikembangkan lebih jauh lagi mengekspansi wilayah Afrika demi melindungi
melalui Immanuel Wallerstein. Wallerstein rute dan wilayah maritim, untuk menuju pada
lebih melihat imperialisme dalam kerangka wilyah-wilayah operasional ekonomi mereka.
world system theory sebagai hubungan tidak Pada era 1875-1914 yang disebut oleh
berimbang antara core dan periphery, wilayah Hobsbawm sebagai “the age of empire” – yang
periphery, yang terbelakang tapi menyediakan merupakan konsekuensi dari imperialisme
apapun, mensuplai segala sesuatu untuk modern, hampir di seluruh dunia diluar Eropa
perkembangan perekonomian bagi core, dan Amerika, wilayahnya secara formal
wilayah pusat dengan teknologi dan ekonomi dibagi-bagi dalam beberapa teritori dibawah
yang sedemikian maju (Wallerstein). Tapi kekuasaan formal dan dominasi politik informal
Wallerstein begitu banyak dikritik karena dari satu atau yang lain dari segelintir negara:
cenderung menggenalisir sebuah masalah. terutama Kerajaan Inggris, Perancis, Jerman,
Bagaimanapun, imperialisme pada akhir Italia, Belanda, Belgia, AS dan Jepang. Dua
abad ke-19 disebabkan oleh multikausal. wilayah utama di dunia seluruhnya dibagi-
Seperti misalnya, Bernard Cohen lebih bagi: Afrika dan Pasifk. Tidak ada negara
melihat “the taproot of imperialism” adalah independen di wilayah Pasiik, pada waktu itu
persoalan organisasional anarkis dari sistem semuanya didistribusikan diantara Inggris,
negara internasional. Dalam pandangannya, Perancis, Jerman, Belanda, AS dan Jepang.
logika imperialisme berhubungan dengan Sampai tahun 1914, kecuali Etiophia, wilayah
“pertahanan diri” dan “posisi” negara; hal Afrika Barat yang tidak terlalu penting Liberia
itu berhubungan langsung dengan kompetisi dan bagian wilayah Maroko yang masih
tentang kedaulatan antar negara Eropa melawan ditaklukan total, Afrika dimiliki
(Tarling, 2001: 10). Dalam konstelasi politik seluruhnya oleh Inggris, Jerman, Perancis,
Eropa pada pertengahan abad ke-19 memang Belgia, Portugis dan sedikit wilayah oleh
kita tidak bisa melepaskan diri dari kompetisi Spanyol (Hobsbawm, 1989: 57-58). Di wilayah
persaingan ekonomi. Imperialisme merupakan Asia, wilayah yang begitu luas beberapa
anak dari era kompetisi diantara persaingan wilayahnya tidak terlepas dari pendudukan,
industri – kapitalis ekonomi nasional dimana Inggris menguasai wilayah India, Burma dan
sebenarnya masih baru dan dipengaruhi oleh membentuk kekuatan dalam zona berpengaruh
tekanan untuk mengamankan dan melindungi di Tibet, Persia dan Teluk Persia, Rusia
pasar pada periode ketidakpastian bisnis; bergerak jauh ke Asia Tengah dan sedikit
pendeknya ini adalah era dimana tarif dan ke Siberia dan Manchuria – walaupun tidak
ekspansi menjadi permintaan yang umum terlalu sukses, Belanda di wilayah Indonesia.
diantara kelas berkuasa (Hobsbawm, 1989: Perancis mendirikan kerajaannya di Indochina
dan Jepang di wilayah Cina, Korea dan Taiwan.
3 Lihat J. A. Hobson, Imperialism: A Study (New York: Pembagian wilayah-wilayah di dunia diantara
Cosimo, 2005). Pendapat Hobson ini dibantah oleh John kekuatan super power, merupakan ekspresi
Gallagher dan Ronald Robinson pada artikelnya yang
terkenal The Imperialism of Free Trade dalam The
spektakular dari pertumbuhan divisi di dunia
Economic History Review 6, No. 1 (1953), hal. 1-15. yang antara yang kuat dan yang lemah, yang maju
mengatakan bahwa Hobson terlalu menekankan pada the
dan yang tertinggal. Diantara tahun 1876-1915
role of formal empire dan directly ruled colonial possessions
serta menaikan signiikasi dari kekuatan perdagangan, seperempat wilayah dunia didistribusikan dan
pengaruh politik dan imperialisme informal.
58 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

diredistribusikan sebagai koloni-koloni oleh diperlukan dalam memobilisasi massa dan


beberapa negara saja. Negara-negara tersebut yang terpenting sebagai pembentuk identitas.
sejak melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah Inilah sebab banyak pemikir yang mengatakan
tersebut, memiliki luas tanah yang naik bahwa nasionalisme dan gagasan kebangsaan
drastis. Inggris misalnya luas wilayahnya naik yang mengiringinya dibentuk oleh mitos-mitos
sampai 4 juta mil persegi, Perancis naik 3,5 daripada fakta-fakta.
juta mil persegi, Jerman menambah 1 juta mil Penemuan kompleks dari berbagai macam
persegi serta Belgia dan Italia dibawah 1 juta faktor yang melahirkan nasionalisme dan
mil persegi (Hobsbawm, 1989: 59). gagasan kebangsaan tidak kurang dan tidak
Kolonialisme di wilayah jajahan lebih dipengaruhi efek dari modernitas yang
menimbulkan berbagai konsekuensi, dari dibawa oleh negara Eropa ke dalam wilayah
mulai positif sampai negatif dalam relasinya kolonial. Modernisasi membawa perubahan
dengan konteks kelahiran nasionalisme dalam birokrasi ke arah rasional dan modern.
dan gagasan kebangsaan. Kolonialisme Modernisasi membawa perubahan dalam
menghadirkan perasaan berbeda antara teknologi dan pola hubungan komunikasi.
pribumi dengan orang Eropa. Pencarian jati Dan yang terpenting modernisasi membawa
diri adalah implikasi tidak terhindarkan untuk perubahan mentalitas dan pengetahuan
mencari perbedaan-perbedaan yang akhirnya melalui pendidikan. Pendidikan melahirkan
ditemukan. Kaum intelektual di negara jajahan kaum intelektual sebagai kelas baru yang
menemukan perasaan berbeda dalam hal berpengaruh dalam kemajuan bangsa di
identitas: imajinasi sejarah, etnis, budaya, negara kolonial (van Niel, 2009). Modernisasi
bahasa yang melahirkan solidaritas pemikiran membawa pengaruh bagi penguasa pribumi
bahwa “bangsa kita” berbeda dengan “bangsa untuk mengikuti model-model Barat, seperti
kalian” (Reid, 2010). Pengikat-pengikat lainnya di Thailand misalnya, dimana Raja Mongkut
kemudian ditemukan seperti teritori selain (1851-1868) dan Chulalongkorn (1868-1910)
sejarah yang sama, budaya, etnisitas, bahasa. ingin mengkopi visi Barat dalam pembangunan.
Teritori dalam kasus ini adalah hal yang Meskipun modernisasi Barat membawa
unik, seperti di Thailand menurut Thongchai kekaguman beberapa kaum intelektual yang
Winichakul bahwa perasaan merasa sebagai tercerahkan untuk memikri konsep tersebut,
bangsa dipengaruhi oleh apa yang disebutnya tapi kecenderungan general yang berjalan
sebagai “geo-body” (Winichakul, 1994: 16).4 semakin banyak kaum terdidik tercerahkan
Lewat pengetahuan tentang geo-body inilah dengan pengetahuan Barat semakin kritis
pada studi kasus di Thailand misalnya, dalam mempertanyakan identitas mereka
Thailand mengidentiikasi dirinya sebagai dalam struktur negara kolonial (Tarling,
bangsa di wilayah perbatasan-perbatasan 2004: 87). Bila dilihat dalam sebuah peta
yang rumit, yang dibentuk oleh pengetahuan pergerakan nasionalisme di negara jajahan
spasial. Di Indonesia dan negara Asia lain hampir sebagian besar kaum intelektual
misalnya, pengetahuan tentang teritori ini model ini mempunyai peranan penting dalam
membawa imajinasi pengikatan sebagai berkembangnya gerakan nasionalisme, seperti
bangsa. Dalam beberapa hal, memang aspek- di beberapa negara Eropa Timur, India, China,
aspek tersebut mengabaikan akurasi dalam Nigeria, Ghana, Vietnam, Filipina, Burma
pandangan masa kini, misalnya identiikasi dan Indonesia. Tom Nairn yang melakukan
sejarah yang cenderung ahistoris, tapi itu studi mengenai relasi antara gerakan kaum
intelektual dan penyadaran rakyat dalam
4 Geo body adalah operasi teknologi teritorial yang proses nasionalisme dan bangsa melihat bahwa
menghasilkan kesadaran nationhood.
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 59

munculnya gerakan seperti ini diakibatkan etnik yang lain yang dipertajam oleh urbanisasi
tidak sampai pada tahap kapitalisme per se kolonial.
tetapi uneven development dari kapitalisme di Di Eropa Timur, semenjak tahun 1870-
negara kolonial (Nairn, 1977). Dalam karya 1914 berkembang sebuah nasionalisme
fenomenalnya The Break-up Britain, Nairn baru yang didasarkan pada basis etnis dan
menjelaskan maksudnya ini sebagai berikut: bahasa, beberapa grup kecil intelektual
Nasionalisme muncul dari pertemuan menegaskan bahwa bangsa mereka harus
ketidakseimbangan antara centre dan periphery. melepaskan diri dari empire dan membentuk
Di sisi lain, penyebaran nasionalisme bisa negara independen, jenis nasionalisme ang
berasal dari konsekuensi kelas dari difusi berkembang “ethno-linguistic nationalism”
ketidakseimbangan kapitalisme. Kapitalisme (Hobsbawm, 1992: 102-103). Di India gerakan
mengarungi dunia, tendensinya mempengaruhi nasionalisme mendapatkan pengaruh kuat dari
banyak wilayah dalam waktu yang berbeda, pemberontakan tahun 1857, yang membuat
kecepatan dan intensitas, mengeksploitasi Inggris menerapkan kebijakan baru yang diberi
periphery dan cenderung mengharuskan nama Government of India Act 1858; membuat
ketidakberkembangan dan konsekuensinya India berada dibawah langsung pemerintahan
para elite di tanah jajahan menghadapi Inggris pusat, pemerintah Inggris membuat
superioritas masif dari kapitalis kolonial dalam kebijakan untuk tidak memperluas tanah
teknologi, kekayaan, militer dan keahlian. di wilayah kerajaan-kerajaan, menghormati
Para elite di periphery tidak mempunyai para pangeran lokal dan menghargai toleransi
kekuatan tandingan yang sepadan, satu- beragama. Kesadaran politik semakin
satunya harapan yang tersisa adalah pada berkembang dengan terbentuk Indian
rakyat banyak. Kaum nasionalis intelegensia National Congress tahun 1885 oleh sekitar
baru inilah yang mengundang rakyat ke tujuh puluhan kaum intelektual India yang
dalam sejarah, sehingga terbentuk pola berlatarbelakang pendidikan Barat. Organisasi
hubungan khusus antara kaum intelegensia ini bertransformasi menjadi organ nasionalisme
da n raky at. Maka elemen p emb e nt uk penting di India setelah tahun 1900 dimana
nasionalisme dalam pandangan Nairn adalah terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu militan
selain uneven development yaitu pembentukan dan moderat; militan lebih menekankan
kelompok militan, komunitas antar-kelas yang pada strategi revolusioner dan kegiatan
mempunyai kekuatan kesadaran – dalam paramiliter dan moderat, diisi kaum intelektual
beberapa hal dipengaruhi mitos – dalam takdir berpendidikan Barat lebih menekankan pada
untuk berpisah berhadapan dengan kekuatan strategi nir-kekerasan. Di dalam organisasi ini
dominasi dari luar (Nairn, 1977: 101, 304). berisi intelektual berpendidikan Barat yang
Nairn sampai pada sebuah pernyataan membawa nasionalisme populer di kalangan
bahwa takdir pemisahan tersebut disebabkan rakyat India, seperti Mahatma Gandhi,
secara sederhana dalam hubungan dengan Jawaharlal Nehru, Moh. Ali Jinnah, Rajendra
kolonialisme Eropa. Nairn berpendapat dalam Prasad, Chakravarti Rajagopalachari.
prakteknya ada dua jenis nasionalisme yang Di Indochina, pendidikan model Barat
terbentuk dalam hal ini di Asia dan Afrika yang diberikan Perancis berimplikasi pula
(1) kewarganegaraan, pembentukan teritorial terhadap pembangunan kesadaran tentang
berdasarkan teritori kolonial dan pengalaman ke-Indochina-an – terdapat dua maksud tujuan
kolonial (2) etnik, asal-usul pembentukan dari kebijakan pendidikan (Anderson, 2004:
berasal dari pre-existing popular ethnic 189). Pertama, kebijakan mempunyai maksud
communities yang bersaing dengan komunitas memperputus ikatan-ikatan politis kultural
60 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

yang ada pada rakyat jajahan dengan di luar tahun 1892 di Tondo, Manila, ia masih berusia
Indochina. Kedua, hampir sama dengan negara 31 tahun. Selain itu, di Malaysia pada tahun
kolonial lain yaitu bermaksud melahirkan orang 1938 didirikan organisasi Kesatuan Melayu
pribumi yang bisa bicara, bahasa dan menulis Muda, cikal bakal nasionalisme Malaysia yang
Perancis dan bisa dimasukkan ke dalam ingin menyatukan orang-orang Melayu tanpa
institusi pemerintahan, menjadi sekutu politik melihat asal-usul dan memperjuangkan hak
tahu berterima kasih. Sekolah yang didirikan orang Melayu. Hal yang sama dijumpai pula
ini kemudian dialiri tulisan-tulisan reformer di Burma, dimana tahun 1908 Young Men’s
Tiongkok, tokoh nasionalis China seperti Sun Budhist Association, meniru Young Men’s
Yat Sen dan pengetahuan tentang Revolusi Christian Association yang didirikan tahun
Perancis oleh sekelompok elit intelektual 1844 di Inggris, didirikan oleh pemuda-pemuda
yang tercerahkan. Pengetahuan tentang sekolahan yang berbahasa Inggris (Anderson,
peristiwa-peristiwa revolusioner besar dunia 2004: 180-181), adalah asal-usul dari gerakan
yang menghasilkan bangsa-bangsa baru juga nasionalisme di Burma. Lalu, pada tahun
yang membuat Nguyen Ai Quoc alias Ho Chi 1930an, para kaum intelektual urban dari
Minh mempunyai kesadaran dan spirit untuk organisasi kampus terutama di Rangoon
membawa Vietnam menjadi negara mandiri. University dalam diskusi rahasianya sering
Ia membaca banyak buku mengenai pemikiran mendebatkan mengenai “seberapa jauh kita
Thomas Jefferson dan Deklarasi Kemerdekaan harus bekerjasama dengan Inggris dan bersabar
Amerika dalam pengembaraannya di Perancis untuk melakukan reformasi” (Lockard, 2009:
(1919-1923). Bahkan di Perancis, Ho Chi Minh 142). Beberapa gerakan militan juga didirikan
mendeklarasikan sebuah petisi agar Perancis di universitas seperti salah satunya thakins,
keluar dari Vietnam dan mengakui hak asasi yang mempunyai pemikiran marxis dan ide
rakyat Vietnam dengan terpengaruh Deklarasi sekularisasi yang kuat diketuai oleh Thankin
Kemerdekaan Amerika meskipun akhirnya Nu yang banyak menerjemahkan karya-karya
tidak ditanggapi serius oleh negara-negara Karl Marx. Gerakan-gerakan yang diorganisasi
adidaya. oleh pemuda ini di beberapa negara menurut
Para penggerak nasionalisme dan Onghokham dipengaruhi oleh karakteristik
gagasan kebangsaan di negara jajahan seperti yang serupa, karena negara-negara Asia pada
Asia Tenggara menunjukkan karakteristik abad ke-20 mengalami stuktur perubahan yang
selain mereka berasal dari kelas menengah sama; abad ke-20 melihat masuknya ide-ide
terdidik tetapi mengambil “jalan menyimpang”, baru, pendidikan, industrialisasi dalam batas
rata-rata mereka juga berusia muda saat tertentu, urbanisasi, disintegrasi masyarakat
menceburkan diri ke dalam pergerakan. Para tradisional teknologi baru, dan sebagainya
intelegensia Filipina yang membayangkan (Onghokham, 1977: 18-19).
gagasan kesamarataan Filipina dengan
Spanyol, sekularisasi agama dan representasi Keterbatasan Boedi Oetomo
di Cortes Generales, seperti Jose Rizal, Graciano
Jaena, Marcelo H. Del Pilar yang dikenal sebagai Pada pertengahan abad ke-19, perubahan
para penggerak second propaganda movement sistem ekonomi dari culturstelsel ke sistem
di Eropa rata-rata masih berusia muda, liberalisme menunjukkan suatu wajah bahwa
terutama Jose Rizal. Rizal saat itu menulis Noli Hindia Belanda merupakan bagian dari sistem
Me Tangere (1887) yang berpengaruh terhadap ekonomi pasar global. Meskipun ada sebab
keidentitasan Filipina, masih berusia 26 tahun. khusus yang menunjukkan kegagalan dari
Pada saat Rizal mendirikan La Liga Filipina, sistem tanam paksa periode akhir tidak hanya
dari sisi ekonomi, tapi juga dari sisi sosial
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 61

dan politik yang memancing kegerahan para Dampak dari perubahan dalam kebijakan
pemikir liberal untuk mencari sistem yang ekonomi, sistem birokrasi kolonial dirubah
sesuai. Liberalisme ekonomi yang dimulai agar lebih modern, akurat dan eisien untuk
rencanakan pada gagasan reformasi tahun menopang pembangunan negara kolonial.
1840an dan 1850an merubah sistem tanam Perubahan ini terinspirasi oleh kritisisme
paksa menjadi sebuah perubahan dalam kaum liberal dan sayap kiri terhadap rezim
pengorganisasian ekspor (1) bentuk tenaga kerja lama pengusung sistem tanam paksa yang lebih
paksa mulai dihapuskan dan diganti dengan konservatif. Sistem birokrasi modern rasional
tenaga bayaran bebas (2) produksi gula secara ala Weberian diterapkan dan cultuurprocenten
bertahap ditransformasikan menjadi industri dihapuskan. Pengaruh sistem kolonial yang
yang bertopang pada kontrak bebas dengan baru terhadap pemerintahan Jawa seringkali
desa dan para petani, dan penanaman kopi – dihadapkan pada gagasan yang saling
yang masih dikembangkan dengan paksaan bertubrukan. Karena pemerintahan Jawa
(3) bentuk baru dari perkebunan komoditas menurut Soemarsaid Moertono berada dalam
ekspor (teh dan tembakau) dikembangkan kerangka gusti-kawula, dimana golongan yang
melalui modal dan kewirausahaan Eropa memerintah mengatur seluruh masyarakat
(van Zanden dan Marks, 2012: 147-148). Pada untuk kepentingan mereka dan rakyat
periode 1860-70an merupakan sebuah era sebenarnya menghormati dan kagum terhadap
lahirnya rezim dimana para pengusaha swasta kesaktian raja bukan karena tunduk mutlak
mengelola perkebunan besar dan pabrik gula terhadap raja (Moertono, 1968; Anderson
dengan memakai tenaga kerja upahan dan dalam Holt (ed.), 2007). Pemerintahan Jawa
tanah bebas. Tahun 1800-1880 penduduk Jawa cenderung mengikuti pola tersebut daripada
telah naik drastis dari 7,5 juta jiwa menjadi 20 pola yang lebih rasional. Tapi dalam kerangka
juta jiwa. Selama periode sesudah 1870, terjadi birokrasi negara kolonial, Sutherland mencatat
perubahan drastis dalam bagaimana cara Belanda sebenarnya menjadikan para priyayi
Belanda mengeksploitasi wilayah Indonesia. Jawa sebagai agen, dari contoh kasus pada
Zanden dan Marks menganalisis bahwa bupati-bupati Jawa yang masih memegang
“hubungan kolonial berubah selama periode kekuasaan dalam sebuah jaringan “interlocking
Tanam Paksa, wilayah koloni melalui batig slot elites”, tapi lembaganya diperkuat oleh Belanda
memberikan kontribusi besar bagi anggaran (Sutherland, 1974: 24).
negara Belanda, namun biaya Perang Aceh Akselerasi perubahan di Hindia Belanda
yang membengkak mengakhiri suplai batig selanjutnya tidak bisa dilepaskan dari gagasan
slot yang memang sudah menurun tajam dan praktik dari politik etis. Konsep ini
sebelumnya” (van Zanden dan Marks, 2012: merupakan perdebatan yang terjadi antara
158-159). Sejak tahun 1880an, negara kolonial kaum liberal dan konservatif untuk mencari
meminjam sejumlah uang dari pasar modal kebijakan yang lebih sesuai diterapkan di
Belanda, walaupun besarannya masih relatif negara kolonial. Pada pemilu 1901 Partai
kecil. Hindia Belanda menjadi tujuan penting Liberal yang menguasai politik selama lima
dari investasi langsung di luar negeri, pada puluh tahun akhirnya dikalahkan dengan
tahun 1900 dari 810 juta yang diinvestikan di koalisi kelompok kanan dan agama, yang
luar negeri, 750 juta diantaranya di Indonesia, ingin membuat pemerintahan kembali pada
pada tahun 1914 nilainya diperkirakan prinsip-prinsip Kristen (van Niel, 2009: 55).
mencapai 1,68 triliun dari total investasi 2,27 Deklarasi September 1901 pada pidato tahunan
triliun (van Zanden dan Marks, 2012: 159). Kerajaan Belanda memperlihatkan semangat
Kristen tersebut ketika Ratu berpidato
62 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

untuk membantu rakyat Hindia Belanda Jumlah besar dari orang berpendidikan
sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral. Barat yang bekerja dalam administrasi kolonial
Menurut salah satu pemikir kebijakan etis, dibawah manajemen Barat menjadi salah satu
Th. van Deventer, pokok-pokok kebijakan faktor yang memotong sistem kasta kolonial
untuk mempersiapkan welfare state berada tahun 1900an. Pendidikan tinggi juga menjadi
dalam ranah irigasi, pendidikan, reforestisasi, momok bagi stratiikasi tradisional di Jawa
perbaikan sistem kredit, kesehatan publik dengan munculnya kelas baru para “priyayi
dan penyusunan kembali penduduk dari baru” yang tidak kurang memiliki status
wilayah padat ke wilayah terluar yang masih yang sama dengan para “priyayi lama” yang
sepi. Suzanne Moon yang melakukan studi masih mendominasi pekerjaan dalam layanan
mengenai pembangunan teknologi di Hindia masyarakat (Wertheim dan Gap, 1962: 241).
Belanda awal abad ke-20, melihat kebijakan Pada awal abad ke-20 menurut Sutherland,
politik etis sebagai pertautan antara teknologi muncul sebuah gerakan dari kalangan
dan perluasan ekonomi. Irigasi dilakukan intelegensia yang masih kecil jumlahnya
untuk meningkatkan hasil panen yang berarti dari kalangan priyayi, poin terpenting yang
kenaikan income, pendidikan termasuk sekolah disuarakan adalah bahwa kepempinan
pertanian untuk mempersiapkan sumberdaya tradisional mutunya sangat tidak memadai
terlatih dalam pertanian dan emigrasi dan harus digantikan oleh priyayi yang lebih
merupakan kebijakan untuk menyebar praktik progresif yang memahami situasi baru yang
pertanian padi basah ke berbagai penjuru, dihadapi masyarakatnya (Sutherland, 1979: 58-
dengan bantuan alat dari pemerintah dan 60). Pada tahun 1906, Wahidin Soedirohusodo,
pengerjaan irigasi (Moon, 2005: 200). Awal dokter Jawa, saat mengelilingi Jawa mencari
masa ini ditandai dengan semboyan kemajuan, dana untuk beasiswa para mahasiswa dalam
seperti vooruitgang, ophefing (kemajuan), pendidikan, melihat pandangan alternatif dari
ontwikkeling (perkembangan), opvoeding para priyayi bukan ningrat untuk merubah
(pendidikan) serta bervoedering van welvaart keadaan. Sebaliknya para generasi lama yang
(memajukan kesejahteraan) (Siraishi, 1997: ditemuinya tidak menampakkan antusiasme
35). Pembangunan yang dilakukan oleh terhadap ide-ide darinya. Para mahasiswa
pemerintah kolonial ini membuat terjadinya STOVIA – yang ditemui oleh Wahidin – pada
segregasi identitas dari para elite Jawa, yang saat yang sama sedang mempersiapkan dasar
sudah berkembang melalui pendidikan Barat. persatuan dari ide-ide perubahan (Scherer,
Peningkatan sekolah model Barat di Jawa 1985: 54). Sebuah persatuan kemudian
pada awal abad ke-20 membuat surplus tenaga didirikan pada tahun 1908 bernama Boedi
juru tulis atau administrator yang memang Oetomo (BO), atas dorongan dari Soetomo dan
dibutuhkan Belanda untuk kebutuhan pegawai kawan sekolahnya Goenawan Mangoenkusumo
dalam administrasi dan perusahaan Barat dan Suradji Tirtonagoro, menghimbau priyayi
(Furnivall, 1994: 404). Para politisi dari bukan ningrat, birokratis rendah, guru-guru
kebijakan etis sebenarnya mengharapkan dan dokter Jawa untuk menuju kepada
bahwa pendidikan liberal dapat menyukseskan “kemajuan yang harmonis”. Menurut Savitri
transformasi sosial masyarakat Indonesia, ideliasme BO ini “menggambarkan kenyataan
tapi konsep masyarakat modern yang mereka bahwa andaikata bagi BO, masyarakat Jawa
inginkan bukan berdasarkan Islam ataupun tahun 1908, tidak seserasi yang mereka
berdasarkan adat, namun masyarakat yang harapkan, dan masyarakat itu berada dalam
ter-Baratkan (Wertheim dan Gap, 1962: 240). proses peralihan dan pembaharuan dalam
nilai sosial dan kebudayaannya, keinginan
keras dari para priyayi tersebut tidak merusak
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 63

keseimbangan sosial yang ada” (Scherer, 1985: pendidikan seluruh penduduk Hindia Belanda.
53). Beberapa program yang menjadi tujuan BO Tjipto juga meninginkan agar BO merubah
adalah bekerja untuk kepentingan pendidikan, dirinya menjadi organisasi politik agar lebih
bekerja untuk kemajuan pertanian, peternakan memudahkan menjalankan strategi organisasi.
sapi dan perdagangan, bekerja demi kemajuan Dia menentang pendekatan kebudayaan
perindustrian, membangkitkan kebudayaan yang rentan terhadap kompromi dan lemah
Jawa lama serta bekerja secara intensif pada pergerakan (Van Niel, 2009: 93). Kaum
mendukung ide humanisme secara general muda progresif yang ada dalam tubuh BO ini
(Singh, 1961: 45). menjalankan fungsi intelektual yang disebut
Pada pembentukan awalnya Soewardi Karl Mannheim sebagai die freischwebende
Soeryaningrat, Tjiptomangoenkusumo intelligenz, intelegensia tidak berdiri pada
dan Saleh Sarwono bergabung. Sarwono, satu lapisan tertentu dalam masyarakat.
sekretaris cabang Batavia memberikan edaran Pengaruh kaum muda pada akhirnya tidak
menerangkan maksud dan tujuan persatuan bisa menggoyang dominasi para golongan tua
bahwa “persatuan itu akan manjadi perintis yang didukung oleh aristokrasi Jawa. Mereka
terciptanya Persatuan Jawa Umum, tapi juga akhirnya memilih keluar mencari jalan lain.
mengatakan bahwa dia ingin BO berkembang BO memang menampakkan
menjadi suatu persaudaraan tanpa pembedaan kecenderungan sebagai perkumpulan
ras, jenis dan kepercayaan (Scherer, 1985: intelektual yang menginginkan perubahan
54). Namun faktanya terjadi dikotomi antara dalam masyarakat Jawa. Organisasi ini
golongan tua dan muda dalam tubuh organisasi menurut Sartono Kartodirjo menekankan
ini, golongan tua masih menginginkan BO pada Javaansch Nationalisme, suatu bentuk
menjadi organisasi Jawa elitis sedangkan solidaritas atas kesamaan etnis dan kultural
golongan muda yang lebih radikal menolak (Kartodirdjo, 1994: 204). Sedangkan Tauik
kebijakan seperti itu. Para golongan tua Abdullah melihat corak “nasionalisme kultural”
seperti Wahidin, Radjiman dan Dwijasewaya pada diri BO, yang emansipatoris, dan mencari
dalam perdebatan kongres pertama BO di landasan identitas pada keutuhan kultural
Yogyakarta 1908, masih mengutamakan (Abdullah, 2001: 31). Tauik Abdullah melihat
pentingnya pendidikan bagi priyayi Jawa bukan bahwa kecenderungan ini merupakan “bagian
pendidikan desa secara umum. Wahidin bahkan usaha untuk menentukan identitas diri, ketika
memulai pidatonya dengan menekankan di satu pihak tarikan kolonial menjanjikan
keagungan sejarah Jawa. Sedangkan Radjiman modernitas dan di pihak lain, keprihatinan
menyatakan bahwa pendidikan Barat sukar terhadap kebanggan kultural etnis sendiri...
dimengerti orang Jawa. Dalam pandangan yang kini harus bernegoisasi dengan berbagai
Nagazumi meskipun perhatian BO adalah komunitas etnis lain, yang senasib” (ibid.).
pada kemunduran dan kemiskinan penduduk Namun, BO belum mendeskripsikan tentang
Jawa, tapi organisasi ini sebenarnya elitis gagasan bangsa Indonesia secara jelas
yang percaya kepada “jika para elite Jawa maupun tradisional, jika dikatakan bahwa BO
menjadi terdidik, maka penduduk kebanyakan merupakan perintis nasionalisme Indonesia,
juga akan mengikuti” (Abdullah, 2009: 19). dalam coraknya yang masih tradisional itu
Sebaliknya para anggota yang lebih muda dan bisa dimaklumi. Tidak jauh dalam waktu
radikal seperti Tjiptomangoenkusumo yang pembentukan BO, di Hindia Belanda didirikan
sudah menjadi dokter di Demak, menginginkan sebuah perkumpulan sosial kecil, para ningrat
BO menaruh perhatian bukan hanya pada Jawa modernis, bernama Perhimpunan Hindia
pendidikan para priyayi Jawa saja tetapi yang mempunyai tujuan memperjuangkan
64 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

kepentingan orang Hindia di Belanda tanpa menarik massa dalam jumlah besar. Dalam
melupakan penduduk pribumi Hindia Timur vergadering di Semarang 18 September 1912,
Belanda. Konsepsi tentang bangsa yang paling sekitar 300 orang datang untuk mendengarkan
mengejutkan dari orang Indonesia pertama pidato Douwes Dekker. Sampai dengan
kali, justru datang dari surat kabar Bintang Oktober 2012, IP berhasil menjaring anggota
Hindia yang didirikan oleh Abdul Rivai sebanyak 7000an orang, sekitar 1000an orang
bersama Brousson tahun 1902, dimana mereka bumiputera, dan mendirikan 30 cabang.
memperkenalkan konsep baru bernama IP menurut Elson “jauh lebih penting
“bangsa Hindia” (Elson, 2008: 8). bagi gagasan Indonesia ketimbang BO
dan SI, serta organisasi yang muncul dari
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan keduanya, seperti Jong Java yang setengah
Trio Indische Partij lintas-etnis, adalah upaya “satu jiwa yang
romantis dan hidup” (Elson, 2008: 14). IP
Pada kenyatannya, pengaruh dari organisasi
adalah organisasi pertama yang menyerukan
BO melandasi perselisihan di lingkungan
“Hindia untuk Hindia”, kemerdekaan Hindia
priyayi Jawa yang memanas karena kesukaran
dari tangan Belanda (Siraishi, 1997: 78).
dalam mengorganisasikan pandangan
Dekker mengatakan bahwa tujuan IP adalah
beranekaragam ke dalam satu corak yang
mempersiapkan negara independen yang lepas
sama. Tjipto dan Soewardi akhirnya keluar dan
dari subordinasi Belanda. Partai ini menurut
memilih bergabung dengan Indische Partij (IP)
Tauik Abdullah walaupun berusia tidak lama
yang digerakkan oleh seorang Indo jurnalis De
berhasil mengonsepsikan batas-batas sebagai
Express, Douwes Dekker, yang sedang mulai
komunitas-bangsa yang otentik. Konsepsi
melakukan tur propaganda keliling Jawa tahun
tentang “Hindia” dijelaskan partai ini sebagai
1912. Tjipto bergabung di Surabaya bersama
orang-orang yang menetap di Hindia Belanda,
sekitar 70 orang lainnya dalam organisasi yang
blijvers, sedangkan para pegawai kolonial
murni bersifat politik tersebut. Tjipto, seorang
dan orang Eropa dilabelkan sebagai trekkers,
pahlawan yang melawan wabah penyakit pes
orang asing kelas penguasa yang bolak-balik
dan dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah
ke negara induk. Pada dasarnya gagasan
Hindia, datang jauh-jauh dari Malang menemui
integrasi bangsa yang muncul dari para
kawan lamanya ini karena melihat kesamaan
pemikir Indische Partij merupakan konsepsi
visi politiknya dengan Dekker (Tempo, 2012).
bangsa yang muncul secara politis seperti
Sedangkan Soewardi bergabung dengan IP
yang terjadi di Eropa Barat pada pertengahan
karena Dekker kagum dengan tulisan-tulisan
1800an akibat dari prinsip nasionalitas baru
Soewardi di De Express dan Oetoesan Hindia.
yang didasari oleh patriotisme terhadap tanah
Pidato-pidato yang diberikan oleh Dekker
air. Nasionalisme IP meminjam istilah Anthony
untuk menarik massa dilakukan dalam
Reid adalah nasionalisme anti-imperial, sebuah
vergadering besar yang saat itu merupakan
nasionalisme yang memang didasari pada
sebuah hal baru di Hindia Belanda. Pada
solidaritas bersama atas penindasan dari
vergadering di Bandung, Douwes Dekker
kolonialisme. Ini berbeda dari nasionalisme
berpidato bahwa berdirinya IP merupakan
BO yang cenderung lebih bersifat nasionalisme
“pernyataan perang, yaitu sinar yang terang
etnis ataupun kultural yang mengabaikan
melawan kegelapan, kebaikan melawan
aspek-aspek politis.
kejahatan, peradaban melawan tirani, budak
Douwes Dekker melakukan pembayangan
pembayar pajak kolonial melawan negara
akan sebuah komunitas berbayang yang
pemungut pajak Belanda” (Siraishi, 1997:
didasari oleh “konsep-konsep masyarakat
79). Pidatonya yang berapi-api dengan mudah
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 65

Hindia sebagai kesatuan secara politis dan kemajuan. Radikalisme Tjipto yang disebut
bukan secara geograis dan ketundukan politis” Sjahrir sebagai “bentuk yang paling aman”, pada
(Elson, 2008: 14). Douwes Dekker menurut artikelnya Eenheid (Persatuan), menekankan
Elson merupakan pemikir nasionalis yang pada “persatuan masyarakat Hindia Timur”,
“mengkonsepsikan bahwa gagasan bangsa yaitu penggabungan unsur-unsur Barat dan
Indonesia bukanlah kesatuan yang dibangun Timur sebagai faktor penting dalam menjamin
atas solidaritas etnis atau ras, keagamaan pertumbuhan subur bagi negara dan rakyatnya
atau bahkan kedekatan geograis tetapi karena (Scherer, 1985: 149). Persatuan menurutnya
rasa kesamaan pengalaman dan solidaritas tidak mesti memerlukan keseragaman sebagai
khusus yang mengalir darinya” (Elson, 2008: sebuah prasyarat. Yang diperlukan bagi
15). Kebenciannya terhadap kolonialisme masing-masing baik pribumi maupun Eropa
dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya adalah saling menghormati dan mengerti.
mengikuti Perang Boer tahun 1899 di Afrika Apabila keadaan ini dapat tercapai maka
Selatan yang sering dituliskannya pada surat- akan tercipta masyarakat baru yang bersatu
suratnya yang dikirim ke Batavia kemudian tanpa membedakan derajat. Menurut Savitri
diterbitkan pada Bataviaasch Nieuwsblad. “berdasarkan analisis Tjipto terhadap situasi
Bersatunya rakyat dalam pandangan Dekker dunia saat itu, Tjipto melihat hanya melalui
tidak begitu relevan jika masih adanya perjuangan dalam menciptakan penyatuan
staritiikasi ras, budaya dan moralitas agama. dengan Belanda, keadaan-keadaan Hindia
Apa yang diimpikannya adalah kesetaraan dapat dimodernisasikan” (Scherer, 1985: 151).
sekuler yang tidak memandang perbedaan ras, Dengan sudut pandang evolusioner, negara
agama, budaya. Austria-Hongaria, Swiss dan Hindia menurut Tjipto adalah penyampingan
Amerika Serikat merupakan contoh-contoh budaya-budaya dari berbagai suku, seperti
yang dapat menerjemahkan pemikiran Dekker yang dialami orang Friesen agar menjadi
ini, negara tersebut menurutnya “banyak kesatuan politik Belanda dan orang Bayern
perbedaan bisa hidup dalam kesatuan negara agar diterima negara Jerman (Elson, 2008:
yang transeden” (Elson, 2008: 18-19). Pengaruh 16). Gagasan keseimbangan dan kesetaraan
kultural gerakan teosoi yang memandang antara Belanda dan pribumi ini dianggap
penduduk Hindia Belanda secara equal secara Belanda sebagai gagasan revolusioner radikal
signiikan mempengaruhi pemikirannya, yang merendahkan keunggulan Belanda dan
walaupun secara politik bersebrangan dengan dianggap berbahaya untuk diterapkan.
teosoi. Pandangan politik Dekker yang begitu Para pemikir IP mempunyai kesamaan
radikal dipengaruhi oleh karena dia lebih dalam melihat bangsa dalam relasinya dengan
mengutamakan propaganda politik daripada glorious past. Seperti Dekker yang melihat
ideologi politik. Seperti kritik Sneevliet bahwa Hindia Belanda adalah sebuah tanah
kepadanya yang mengatakan bahwa Dekker yang gemilang dahulu makmur, bebas, damai
membuat gerakan politik tanpa teori, atau sebelum kolonialisme merampas semua hal
teorinya bersifat samar, lebih menekankan itu. Ataupun Tjiptomangoenkusumo yang
pada praksis (Schwidder dalam Tempo, 2012). mengatakan bahwa adalah “tugas suci untuk
Berbeda dengan Dekker, mengembalikan bangsa kita yang tengah
Tjiptomanoenkusumo walaupun orang terpuruk, dan kalau mungkin mendirikan
yang sama-sama menginginkan terciptanya kembali Kerajaan Hindia yang merdeka, versi
persatuan, masih menganggap bahwa baru dari Kerajaan Majapahit, tapi tanpa
persatuan antara kaum pribumi dengan dipimpin oleh satu orang atau keluarga” (Elson,
Belanda adalah suatu hal yang membawa 2008: 14). Tjipto memang membenci tradisi
66 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

feodal dari aristokrasi Jawa, tatacara sembah Seorang Belanda” adalah Soewardi. Sehingga
sujud misalnya menurutnya adalah tradisi Soewardi dihukum lebih keras daripada
merendahkan martabat orang Jawa. Dia pernah yang seharusnya. Sebaliknya, para priyayi
membuat geram Hadiningrat, Bupati Demak, Jawa tidak habis pikir kenapa Soewardi yang
saat ia mengendarai kereta dengan dua kuda, seorang pangeran menuliskan hal yang janggal
suatu hak yang hanya diperoleh oleh regent seperti itu, seolah-olah ia merupakan turunan
dan keluarganya. Kemudian, saat bertugas dari keluarga yang integritasnya meragukan
di Surakarta dia berlatih kuda di lapangan (Scherer, 1985: 92).
alun-alun, yang sebenarnya hanya boleh “Jika Saya Seorang Belanda” yang ditulis
dilakukan oleh keluarga Keraton. Sebenarnya di harian De Express merupakan artikel
apa yang dilakukan oleh Dekker dan Tjipto, yang membuat pemerintah Belanda merah
seperti yang dikatakan oleh Tom Nairn tentang padam. Sifat dasar eksplosif tulisan ini “bukan
“kaum intelegensia yang membawa rakyat semata-mata karena nada provokatifnya
masuk ke dalam sejarah” atau Anthony Smith melainkan implikasi-implikasi politiknya
tentang “arkeolog politik yang merediskoveri yang lebih luas karena diterjemahkan dalam
dan mengkonstruksi kembali sejarah demi Bahasa Melayu dan diedarkan sehingga
komunitas”. Disinilah propaganda nasionalisme memungkinkan orang yang tidak dapat
membangun imajinasi tentang bangsa melalui berbahasa Belanda membacanya” (Scherer,
salah satu elemennya “menemukan kembali 1985: 90). Artikel itu merupakan publikasi
kegemilangan sejarah atau menciptakan mitos pertama cendekiawan Indonesia yang
baru”. mengkritik pemerintah kolonial dengan keras
Revolusionernya pemikiran IP pada sekali apalagi momennya bertepatan dengan
rentang waktu 1912-1913 mungkin tercermin perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda.
dalam tindakan yang dilakukan oleh Soewardi Dalam artikelnya Soewardi mengatakan
Suryaningrat saat menulis artikel “Als ik een bahwa menyelenggarakan perayaan
Nederlander was”. Soewardi meskipun secara kemerdekaan di Hindia Belanda tidaklah adil
status sosial adalah keturunan bangsawan, di tengah tanah yang penduduknya belum
ayahnya adalah Pangeran Suryaningrat mendapatkan kemerdekaan. “Peristiwa ini
putra sulung Pakualam III, tapi dibandingkan (perayaan kemerdekaan) sendiri adalah
dengan pangeran-pangeran lain ayahnya cukup melambangkan perasaan patriotik
termasuk relatif miskin karena pengalihan Belanda, dan cinta kepada bangsa yang telah
kekuasaan kerajaan kepada Pakualam V. dilukiskan melalui kepahlawanan ... Betapa
Soewardi tidak menjadi salah satu dari riang, betapa senang bila mampu merayakan
para pangeran kelompok putra kepala yang suatu hari nasional yang penting seperti itu!
memerintah. Karenanya Soewardi hidup ... Tetapi nyatanya tidak begitu. Jika saya
tidak terlalu menikmati hak istimewanya di seorang Belanda saya tidak akan mampu
tengah-tengah lingkungan istana. Meskipun melakukan apa pun. Sesungguhnya saya
demikian, Soewardi masih memiliki status inginkan perayaan kemerdekaan mendatang
sebagai aristokrat yang dipandang oleh itu dihormati seluas mungkin, tetapi saya tidak
Belanda mempunyai pengaruh yang lebih izinkan penduduk negara ini mengikuti pesta
membahayakan daripada para priyayi itu” (Suryaningrat dalam Scherer, 1985: 314-
rendahan seperti Tjiptomangoenkusumo. Hal 315). Dari perasaan prihatin atas penjajahan
inilah yang menambah kegemparan bukan yang masih ada ditengah-tengah bangsanya
hanya kalangan pribumi tapi kalangan Belanda sendiri, Soewardi membalikkan harapan
saat tahu bahwa penulis artikel “Jika Saya yang dirasakan oleh orang Belanda agar
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 67

menjadi semangat bagi pribumi untuk bisa yang dicetuskan mereka adalah peletak dasar
memerdekakan diri dikemudian hari. Soewardi perdebatan intelektual tentang bangsa dalam
berkata “harapan mereka sedang dibangkitkan, ranah politik. Setelah gebrakan IP yang cukup
secara tidak sadar kita membangunkan singkat tersebut, dalam pembuangan, tiga
keinginan-keinginan dan cita-cita mereka serangkai tidak tinggal diam malahan mereka
untuk kemerdekaan (kita) di masa mendatang. menggelorakan pandangan anti kolonialisme
Tanpa sengaja kita berseru kepada mereka: di tanah induk. Saat pertama kali datang
kami merayakan kemerdekaan kami, kami ke Belanda, mereka justru disambut oleh
cinta kemerdekaan, sesungguhnya adalah puluhan kader dari Partai Buruh Belanda
untuk kebahagiaan itu maka rakyat perlu yang simpatik dengan perjuangan IP. Pada
merdeka, bebas dari segala macam penindasan” akhir tahun 1913, tiga serangkai ini seringkali
(Suryaningrat dalam Scherer, 1985: 316). diundang memberikan pidato dan menghadiri
Akibat dari tulisan ini trio IP didakwa konferensi Partai Buruh Belanda dan organisasi
tuduhan “penyimpangan dalam jurnalistik”. mahasiswa Indonesia yang berada di Belanda,
Tapi sebetulnya pemerintah kolonial takut seperti Indische Vereeniging (IV).
terhadap tindakan revolusioner dari trio Justru pada pembuangan inilah gagasan
IP yang semakin radikal dalam kancah Indonesia menurut Elson muncul pertama kali
politik. Sudah jelas bahwa kebangkitan berkat penerbitan Hindia Poetra (HP) yang
kesadaran nasional atas dominasi asing diterbitkan oleh IV tahun 1916, yang redaksinya
dalam artikel Soewardi bisa memancing para dikepalai oleh Soewardi. Sebelumnya IV adalah
intelektual untuk melakukan hal yang sama. organisasi asosiasonis saat dipimpin oleh Noto
Setelah sebelumnya izin mendirikan IP ditolak Soeroto, seorang cucu Pakualam V, menolak
pemerintah Belanda atas kekhawatirannya pandangan tiga serangkai yang menurutnya
terhadap organisasi ini, ketiga penggerak “menghasut dan tidak mendukung gagasan
utama IP ini akhirnya dibuang ke Belanda. bersama”. Pandangan ini berangsur-angsur
Dalam sebuah pembelaan terhadap tindakan berubah ketika IV diketuai oleh Sam Ratulangie.
Belanda kepada Soewardi, Dekker sempat Dalam halaman-halaman HP, Soewardi yang
berbicara bahwa “kita Bangsa Hindia tidak pertama kali menggunakan kata “Indonesia”
juga bersebelahan satu sama lain, melainkan (Elson, 2008: 25). Saat HP mengalami masa
bersatu, serentak semuanya menjadi begitu sulit tahun 1918, HP dihidupkan kembali oleh
tajam dan jelas bagi kita: kita bersaudara, kita Indonesisch Verbond van Studeerenden (IVS),
adalah satu” (Elson, 2008: 18). Perkumpulan Mahasiswa Indonesia, sebuah
perkumpulan lintas etnis mahasiswa Indologi
yang terdiri dari 14 organisasi dan 668 anggota.
Penutup
Setelah HP dibawah IVS ini penggunaan
Tauik Abdullah mendeskripsikan IP sebagai istilah Indonesia telah diterima luas oleh
organisasi “terlalu idealistis dan terlalu kalangan mahasiswa Indonesia di Belanda.
modern pada masanya”, hal ini didasari atas Dalam terbitan HP selanjutnya, Agustus 1918,
dasar konsepsi IP dalam menjelaskan apa Soewardi terpengaruh oleh gagasan lama IP
yang disebutnya sebagai “bangsa Hindia” berbicara tentang “orang Hindia atau Indonesia
(Abdullah, 2009: 22). Walaupun pada masa adalah siapa saja yang menganggap Hindia
IP, ketiga pemikir yang melampaui zamannya atau Indonesia sebagai tanah airnya, tanpa
itu belum memberikan penjelasan terhadap peduli apakah dia orang Indonesia totok atau
gagasan bangsa secara jelas dan modern keturunan Tionghoa, Belanda atau Eropa,
seperti yang kita pahami saat ini, tapi gagasan siapa pun warga negara Indonesia adalah
68 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

orang Indonesia”. Begitulah pemikiran para Gellner, Ernest (1964). Thought and Change.
orang terbuang ini mempengaruhi gagasan London: Weidenfeld and Nicolson.
kebangsaan di tanah jajahan maupun di negara Gellner, Ernest (1983). Nations and Nationalism.
induk. Gagasan mereka secara langsung Oxford: Basil Blackwell.
mem-paving kemunculan gagasan Indonesia Hobsbawm, Eric dan Ranger, Terence (eds),
yang lebih modern pada tahun 1920an, yang (1983).The Invention of Tradition. Cambridge:
berpuncak pada dua ide besar, yaitu Manifesto Cambridge University Press.
Politik Perhimpunan Indonesia 1925 dan Hobsbawm, Eric (1989). The Age of Empire 1875-
Sumpah Pemuda 1928. 1914. New York: Vintage Books.
Hobsbawm, Eric (1992). Nations and Nationalism
Daftar Pustaka since 1780: Myth, Program and Reality.
Cambridge: Cambridge University Press.
----------(1998).Nationalism and Modernism: A
Critical Survey of Recent Theories of Nations Hobson, J. A. (2005). Imperialism: A Study. New
and Nationalism. London: Routledge. York: Cosimo.

---------- (2003).Nasionalisme: Teori, Ideologi dan Keng, Cheah Bong (2005), “Ethnicity in the
Sejarah. Jakarta: Erlangga Making of Malaysia,” dalam Wang Gungwu
(ed), Nation-Building. Five Southeast Asian
“Tur Propaganda di Tanah Jawa,” dalam Tempo
Histories, Singapore: ISEAS.
(edisi khusus Douwes Dekker), 20-26 Agustus
2012. Landes, David (1998). The Wealth and Poverty of
Nations: Why Some Are So Rich and Some So
Abdullah, Tauik (2009).Indonesia: Towards
Poor. New York: W. W Norton & Company Inc.
Democracy. Singapore: ISEAS.
Lockard, Craig A. (2009). Southeast Asia in World
Anderson, Benedict (2007). “The Idea of Power
History, New York: Oxford University Press.
in Javanese Culture,” dalam Claire Holt (ed),
Culture and Politics in Indonesia. Jakarta: Miller, David (1995). On Nationality. New York:
Equinox. Oxford University Press.

Anderson, Benedict (2008), Imagined Moertono Soemarsaid (1968), State and Statecraft
Communities: Komunitas-Komunitas in Old Java: A Study of the Later Mataram
Berbayang. Yogyakarta: Insist Press. Period, 16th to 19th Century (Ithaca: Cornell
University Modern Indonesian Project.
Bayly, Christopher (2004). The Birth of Modern
World 1780-1914: Global Connections and Moon, Suzanne (2005). “The Emergence of
Comparisons. Oxford: Blackwell. Technological Development and the Question
of Native Identity in Netherlands East Indies,”
Dann, Otto dan Dinwiddy, John (eds), (1988).
dalam Journal of Southeast Asian Studies 36,
Nationalism in the Age of the French
No.2
Revolution. London: Hambledon Press.
Nairn, Tom (1977). The Break-up of Britain:
Elson,Robert. (2008).The Idea of Indonesia: A
Crisis and Neo-Nationalism. London: New
History. Cambridge: Cambridge University
Left Books.
Press.
Niel, Robert van (2009). Munculnya Elit Modern
Furnivall, J. S. (1948).Colonial Policy and
Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Practice: A Comparative Study of Burma and
Netherlands India. Cambridge: Cambridge Nodia, G.O. (1992). “Nationalism and Democracy,”
University Press, 1948. dalam Journal of Democracy 3, No. 4: 3-21.

Gallagher, John dan Ronald Robinson (1953), Onghokham (1977). “Angkatan Muda dalam
“The Imperialism of Free Trade” dalam The Sejarah dan Politik,” dalam Prisma, No. 12:
Economic History Review 6, No. 1: 1-15
Wildan Sena Utomo
Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal 69

Reid, Anthony (2010), Imperial Alchemy: Sutherland, Heather. (1979).The Making


Nationalism and Political Identity in of a Bureaucratic Elite: The Colonial
Southeast Asia, Cambridge: Cambridge Transformation of the Javanese Priyayi.
University Press,. Singapura: Heinemann.
Reid, Anthony (2005), “Writing the History of Tarling, Nicholas (2001).Imperialism in Southeast
Independent Indonesia” dalam Wang Gungwu Asia: ‘A Fleeting, Passing Phase’. London dan
(ed), Nation-Building. Five Southeast Asian New York: Routledge.
Histories, Singapore: ISEAS. Tarling, Nicholas (2004).Nationalism in Southeast
Sartono Kartodirjo (1994).Pembangunan Bangsa. Asia: ‘If the People Are With Us’. London dan
Yogyakarta: Aditya Media. New York: RoutledgeCurzon.
Scherer, Savitri (1985). Keselarasan dan Tilly, Charles (1975). “Relections on the History
Kejanggalan: Pemikiran-Pemikiran Priyayi of European State-Making,” dalam Charles
Nasionalis Jawa Awal Abad XX. Jakarta: Tilly (ed), The Formation of National States
Sinar Harapan. in Western Europe. New Jersey: Princenton
Schwidder, Emile, “Antara Douwes Dekker dan University Press.
Henk Sneevliet,” (2012) dalam Tempo. Wallerstein, Immanuel (1974). The Modern
Shiraishi, Takashi (1997).Zaman Bergerak: World System: Capitalist Agriculture and the
Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 Origin of of the European World Economy
Jakarta: Graiti. in the Sixteenth Century (Vol.1) dan The
Modern World System: Centrist Liberalism
Singh,Vishal (1961). “The Rise of Indonesian
Triumphant, 1789-1914 (Vol.4)
Political Parties,” dalam Journal of Southeast
Asian History 2, No. 2 Wertheim, W. F. dan Gap,The Siauw. (1962).
“Social Change in Java 1900-1930,” dalam
Smith, Anthony D. (1994). “Gastronomy or
Paciic Affairs 35, No. 2
Geology? The Role of Nationalism in the
Reconstruction of Nations,” dalam Nations Winichakul,Thongchai (1994). Siam Mapped: A
and Nationalism1, No. 1: 3-23. History of the Geo-Body of a Nation. Chiang
Mai: Silkwoem Books.
Soewardi Suryaningrat, “Sekiranya Saya Seorang
Belanda,” lampiran dalam Savitri Scherer, Zanden, Jan Luiten van dan Daan Marks (2012).
Keselarasan dan Kejanggalan: Pemikiran- Ekonomi Indonesia 1800-2010: Antara Drama
Pemikiran Priyayi Nasionalis Jawa Awal dan Keajaiban Pertumbuhan. Jakarta:
Abad XX (Jakarta: Sinar Harapan, 1985). Gramedia
Sutherland, Heather(1974) “Notes on Java’s
Regent Families: Part II,” dalam Indonesia
17: 1-42.

Anda mungkin juga menyukai