Anda di halaman 1dari 65

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

DITERBITKAN OLEH :

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA PROGRAM DIPLOMA TIGA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI

UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

2021
TATA TERTIB
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Seluruh praktikan wajib menaati peraturan-peraturan sebagai berikut :

1. Praktikan harus hadir 15 menit sebelum jadwal praktikum dimulai.


2. Praktikum diwajibkan menggunakan jas praktikum dan membawa lap serbet bersih.
3. Praktikan bertanggung jawab atas : peralatan praktikum yang dipinjam,
mengembalikan dalam keadaan bersih, utuh seperti semula, menjaga ketertiban dan
kebersihan lingkungan laboratorium.
4. Praktikan dilarang meninggalkan ruang dan acara praktikum tanpa seizin asisten
pembimbingnya.
5. Praktikan harus menunjukkan hasil praktikumnya kepada asisten pembimbing.
6. Konsultasi pelaksanaan praktikum harus kepada asisten pembimbingnya. Bila asisten
berhalangan hadir, ataupun tidak ada ditempat, konsultasi dilaksanakan kepada asisten
piket pada saat itu.
7. Kerusakan dan kehilangan peralatan laboratorium yang digunakan praktikan
merupakan tanggung jawab praktikan, wajib mengganti dengan barang dan merek yang
sama.
8. Praktikan yang tidak mengikuti acara praktikum tertentu, wajib izin dan lapor ke kepala
laboratorium. Selanjutnya, praktikan bersama satu kelompoknya melakukan praktikum
ulangan (inhal) Bersama pada jadwal inhal yang telah ditentukan oleh laboratorium.
9. Jumlah inhal maksimal 2 (dua) kali. Jika terdapat inhal lebih dari 2 (dua) kali,
maka dinyatakan gugur.
10. Praktikan wajib membawa KRP saat mengikuti Responsi (Ujian Tertulis atau
Presentasi).
11. Praktikan yang melanggar tata tertib ini akan mendapatkan sanksi.

i
KATA PENGANTAR

Buku Petunjuk Praktikum Kimia fisika ini disusun dengan harapan


memperlancar jalannya praktikum pada semester IV.

Pada buku ini, disajikan beberapa percobaan menggunakan bahan-bahan yang


mudah didapat dan peralatan yang sederhana. Dasar-dasar teori yang diberikan
dibangku kuliah disajikan dalam percobaan-percobaan yang sederhana.

Buku petunjuk ini disamping memuat cara-cara melakukan percobaan juga


menjelaskan alat-alat yang seharusnya digunakan untuk keperluan tertentu.

Semoga pelaksanaan praktikum proses industry kimia dapat memenuhi harapan kita.

Yogyakarta, Maret 2021

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................


TATA TERTIB .................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
Format Penulisan Laporan ............................................................................................. iv
ACARA 1 Kerapatan Gas ............................................................................................... 1
ACARA 2 Panas Pelarutan.............................................................................................. 5
ACARA 3 Keseimbangan Uap dan Cairan pada Sistem Biner ...................................... 7
ACARA 4 Penentuan Berat Molekul ............................................................................ 11
ACARA 5 Tegangan Permukaan .................................................................................. 16
ACARA 6 Reaksi Hidrogen Peroksida dengan Asam Iodida....................................... 27
ACARA 7 Volume Molal Parsial ................................................................................... 31
ACARA 8 Keseimbangan Adsorbsi Padat Cair ........................................................... 36
ACARA 9 Distribusi Zat Terlarut antara dua Pelarut yang Tidak Saling Melarut ... 41
ACARA 10 Penentuan Tetapan Hidrolisa (Kh) Garam Plumbum Nitrat ................... 44
ACARA 11 Destilasi ....................................................................................................... 48
ACARA 12 Pengukuran Kadar Gula dengan Indeks Bias dengan Refraktometer .... 55
ACARA 13 Kelarutan Fungsi Suhu .............................................................................. 57

iii
Format Penulisan Laporan
Kimia Fisika

Laporan praktikum memuat :

Judul percobaan : ditulis dengan huruf kapital

1. Tujuan Percobaan
Sama dengan di buku petunjuk praktikum
2. Dasar teori
Berisi jabaran teori yang mendukung jalannya praktikum. Teori diambil dari
pustaka (sumber pustaka harus dituliskan). Persamaan reaksi harus diberi nomor.
3. Alat dan Bahan
a. Bahan-bahan yang digunakan
b. Rangkaian alat utama harus digambar
4. Cara kerja
Cara kerja dibuat dalam bentuk bagan dan dijelaskan dengan kalimat berita.
5. Data percobaan
Berisi data hasil percobaan.
6. Perhitungan
Berisi pengolahan data yang diperoleh dari percobaan. Apabila melibatkan reaksi
kimia, maka reaksi kimia harus dituliskan pada bagian ini.
7. Pembahasan
Berisi pembahasan hasil-hasil yang diperoleh, hubungannya dengan teori yang ada.
(jangan membahas kesalahan mengerjakan praktikum).
8. Kesimpulan
Berisi resume percobaan, hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai dari suatu
percobaan. Buat dengan kalimat yang singkat.
9. Daftar Pustaka
Contoh :
Brown, R.,C., 1950, “Mechanics and Properties of Matter”, 2 ed., pp188-190, 195,
Longmans, Green and Co., London

iv
ACARA 1
KERAPATAN GAS

A. Tujuan Percobaan
Menentukan berat molekul zat yang mudah menguap dengan anggapan uap
sebagai gas ideal.
B. Dasar Teori
Uap biasanya diperoleh dengan cara memanaskan zat cair. Dengan demikian
akan terjadi dua fase, yaitu fase uap dan fase cair. Jika kedua fase ini dalam keadaan
setimbang, maka zat cair dikatakan mendidih. Zat cair akan mendidih pada suhu tetap
dan tekanan tertentu. Titik didih normal adalah suhu dimana suatu zat cair mendidih
pada tekanan satu atmosfer.
Zat yang mudah menguap ( zat volatil) adalah zat yang mempunyai titik didih
normal yang lebih kecil dari titik didih normal air. Rapat uap lebih mudah ditentukan
dari pada rapat gas, karena penimbangan dapat ditentukan setelah uap dikondensasi
pada suhu kamar. Jadi penimbangan dapat lebih teliti.
Cara yang sederhana untuk mendukung percobaan ini dengan alat yang disebut
viktormeyer. Hasil yang dicapai adalah hasil pendekatan karena uap dianggap sebagai
gas ideal.
Persamaan gas ideal adalah PV= n.R.T
PV=(G/M) R.T atau
𝑅.𝑇
𝑀 = 𝐺 𝑃.𝑉

Keterangan :
P = Tekanan uap
V = Volume tetap
R = Konstanta gas ideal (82,05 ml.atm/mol.K)
T = Suhu mutlak percobaan (uap)
G = Berat uap
M = Berat molekul uap
n = Mol uap

1
C. Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipakai disebut viktormeyer yang dapat dibagi menjadi dua
bagian,yaitu ruang panas dan ruang dingin.
1. Ruang Panas
Ruang ini adalah bagian yang dipanaskan dengan pemanas uap. Seluruh
ruang panas harus mempunyai suhu yang sama atau setara yaitu paling
rendah sana dengan titik didih zat yang dicari BM nya, karena bagian ini
digunakan untuk menguapkan zat cair yang akan ditentukan BM nya.
2. Ruang Dingin
Ruang ini suhunya sama dengan suhu kamar. Ruang ini terdiri dari tabung
pipa U yang berisi air. Ruang dingin dan ruang panas dihubungkan dengan
pipa (slang). Uap yang terjadi karena pemanasan di ruang panas akan
mengalir masuk ke ruang dingin dan mendesak air di dalam pipa U. dengan
demikian volume uap dan tekanannya pada suhu kamar dapat diketahui.

D. Rangkaian Alat

Keterangan :
1. Tempat pemasukan ampul
2. Tempat ampul
3. Labu leher tiga
4. Kompor
5. Pipa U berisi air
6. Termometer
7. Statif dan klem

2
F. Cara Kerja
 Amati rangkaian alat yang ada.
 Tempat ampul (2) dipanaskan dengan pemanas uap (3) dengan cara
menghidupkan kompor pemanas (4). Perlu diperhatikan panasnya dalam
keadaan terbuka.
 Ampul kosong ditimbang, kemudian diisi dengan zat cair yang ditentukan BM
nya. Setelah itu sampul yang telah berisi zat cair ditimbang lagi.
 Setelah suhu di ruang panas merata dan sama atau lebih besar dari titik didih zat
cair yang akan dicari BM nya, maka ampul dimasukkan ke tempat pemasukkan
ampul (1) dan tutuplah.
 Kedua permukaan air pada pipa U disamakan. Catatlah angka yang tertera pada
permukaan air tersebut sebagai volume awal.
 Kemudian ampul dituang masuk ke dalam tempat ampul (2), dibuat sedemikian
rupa agar ampul pecah (untuk lebih mudahnya, ujungnya yang di depan).
Karena ampul pecah, maka air pada pipa U akan turun, ikutilah permukaan air
tersebut hingga kedua permuaan selalu sama.
 Setelah penurunan permukaan air berhenti, catatlah angka yang tertera sebagai
volume akhir.
 Volume uap adalah selisih antara volume akhir dan volume awal.
 Catat suhu dan tekanan kamar.
 Ulangi percobaan untuk zat lain.

G. Cara mengisi zat ke dalam sampul

3
 Panaskan ampul pada perutnya.
 Dengan cepat ujung ampul dicelupkan ke dalam zat cair sambil perutnya
digosok-gosok dengan kain basah, sehingga zat cair masuk.
 Setelah zat cair dalam ampul mencapai ± 1/3 dari volume ampul, maka dengan
cepat ampul dipindah. Kemudian ujung sebelah dalam dari ampul dipanaskan
dengan lampu spiritus dan ujung sebelah luar ditarik dengan jari, sehingga
terputus dan lubang ampul tertutup.

H. Perhitungan
𝑅.𝑇
Dengan menggunakan rumus : 𝑀 = 𝐺 𝑃.𝑉

G = dicari dengan menimbang zatnya


R = diketahui dari table
V = diketahui dari selisih permukaan air akhir dan awal.
T = diketahui dari membaca thermometer yang ada.
P = diketahui dari membaca barometer dan P ini dikoreksi.

Koreksi P
Pbar = Pterbaca -C
P = Pbar - PH2O(1-r)
C = koreksi barometer dapat dibaca di table
P = tekanan terkoreksi = tekanan uap dari zat cair
Pbar = tekanan udara dalam ruang percobaan
Pterbaca = tekanan yang tertera pada barometer
r = kelembaban nisbi ruang percobaan
PH2O = tekanan uap air pada suhu kamar

4
ACARA 2
PANAS PELARUTAN

A. Tujuan Percobaan
Menentukan panas pelarutan integrasi dan diferensial garam-garam denganzat
pelarut air.
B. Dasar Teori
Panas pelarutan adalah panas yang diambil / dikeluarkan apabila satu mol garam
dilarutkan ke dalam solvent. Disini dipelajari pengaruh panas yang ditimbulkan pada
proses pelarutan garam dan air.
Panas pelarutan ada 2 macam :
1. Panas pelarutan integral (ΔHis) yaitu panas yang ditimbulkan apabila satu
mol solute dilarutkan dalam solven, sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi tertentu.
2. Panas pelaruan diferensial (ΔHds) yaitu panas pelarutan yang ditimbulkan
apabila satu mol solute dilarutkan ke dalam larutan yang berkonsentrasi
besar, sehingga satu mol solute tersebut tidak mempengaruhi konsentrasi
larutan semula.
Panas pelarutan diferensial tidak dapat ditentukan secar langsung, tetapi
dapat diketahui dari panas pelarutan integral dengan rumus sebagai berikut
𝑑(𝑚 Δ𝐻𝑖𝑠 )
: Δ𝐻𝑑𝑠 = dan m = molality
𝑑𝑚

C. Gambar alat

Keterangan :
1. Motor
2. Pengaduk
3. Termometer
4. Lubang pemasukan
5. Termostat
6. Statif dan klem

5
D. Cara kerja
 Memasukkan air sebanyak ± 300 gram ke dalam calorimeter, kemudian lubang
ditutup.
 Aduklah sampai merata.
 Kemudian masukkan 8 gram KNO3 ke dalam calorimeter dan diaduk terus.
Catatlah suhunya setiap 30 detik sampai suhunya konstan.
 Percobaan diulang dengan 2 gram, 4 gram, dan 6 gram kupri sulfat anhidrat
(CuSO4).

E. Perhitungan
Dianggap proses adiabatis, jadi tidak ada panas yang hilang.
𝐺
− 𝑁 Δ𝐻𝑖𝑠 = 𝑊 (𝑇2 − 𝑇1 ) + 𝐴. 𝐶𝑝 (𝑇2 − 𝑇1 )
𝐺
− 𝑁 Δ𝐻𝑖𝑠 = 𝑊. 𝛥𝑇 + 𝐴. 𝐶𝑝. 𝛥𝑇

G = berat garam
N = berat molekul garam
Δ𝐻𝑖𝑠 = panas pelarutan integral
ΔT = T2 -T1 (dicari dari grafik suhu terhadap waktu)
Cp = panas jenis air ≈ 1 kal/gram.K
A = berat larutan
Telah diketahui bahwa Δ𝐻𝑖𝑠 KNO3 = 8,459 kal/mol, dengan demikian dari
persamaan di atas dapat diketahui harga W nya dengan solute KNO3.
Untuk mendapatkan Δ𝐻𝑑𝑠 , dibuat grafik antara Δ𝐻𝑖𝑠 terhadap m (mol solute).
𝑑Δ𝐻𝑖𝑠
Slope dari grafik tersebut adalah 𝑑𝑚

F. Catatan
𝑑(𝑚 Δ𝐻𝑖𝑠 )
1. Dari persamaan Δ𝐻𝑑𝑠 = , dapat dijabarkan menjadi :
𝑑𝑚
𝑑Δ𝐻𝑖𝑠 𝑑Δ𝐻𝑖𝑠
Δ𝐻𝑑𝑠 = Δ𝐻𝑖𝑠 + 𝑚 atau Δ𝐻𝑖𝑠 = Δ𝐻𝑑𝑠 − 𝑚
𝑑𝑚 𝑑𝑚

2. Perlu dibuat grafik


a. Suhu (T) melawan waktu (s)
b. Panas pelarutan integral (Δ𝐻𝑖𝑠 ) melawan molality (m).
𝑑Δ𝐻𝑖𝑠
Dari grafik tersebut didapatkan slope − dan intercept Δ𝐻𝑑𝑠
𝑑𝑚

6
ACARA 3
KESEIMBANGAN UAP DAN CAIRAN PADA SISTEM BINER

A. Tujuan Percobaan
Menentukan sifat larutan biner dengan membuat diagram suhu melawan
komposisi dengan menentukan indeks biasnya.

B. Dasar Teori
Bila uap berkestimbangan dengan larutannya dari dua cairan yang mudah
menguap, maka pada tekanan uap parsial yang berbeda, komposisi akan berbeda.
Pada larutan ideal, komposisi uap dan cairan akan berubah dengan teratur
terhadap perubahan titik didihnya.
Larutan dikatakan ideal bila :
1. Homogen pada seluruh sistem, dari mol fraksi 0 sampai 1.
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-kompinen dicampur
membentuk larutan (ΔH pencampuran=0)
3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan = jumlah
komponen yang dicampurkan (ΔV pencampuran=0).
4. Memenuhi hukum roult : P1 = X1.P0
Dimana :
P1 = tekanan uapa parsial\
X1 = mol fraksi fase air
P0 = tekanan uap murni
Larutan nonideal tidak mempunyai sifat-sifat seperti tersebut di atas. Pada
larutan non ideal perubahan titik didih tidak teratur terhadap perubahan komposisi,
sehingga kemungkinan akan ada titik maksimum atau titik didih minimum pada kurve
titik didih (minimum atau maksimum pada kurve tekanan uap). Dalam percobaan ini
komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan. Untuk membuat T – x diagram,
maka harga x tidak dihitung dengan mengukur densitasnya setiap titik didih. Baik
indeks bias residunya maupun indeks bias distilatnya. Kemudian grafik dibuat dengan
bantuan standart komposisi Vs indeks bias.

7
C. Alat
Ada dua macam alat, yaitu refraktometer untuk melihat indeks bias dan destilasi
kesetimbangan.

Keterangan :
1.Termometer
2.Pemanas
3.Tempat residu
4.Tempat distilat
5.Pendingin balik
6.Statif dan klem
7.Air pendingin masuk
8.Air pendingin keluar

D. Cara kerja
1. Membuat Diagram Standart Komposisi vs Indeks bias
a. Tentukan densitas air dan alcohol dengan piknometer.
b. Buat 6 larutan alcohol dengan perbandingan 1:1; 1:3; 1:6; 3:1; 6:1; dan 2:1
c. Tentukan indeks bias tiap-tiap larutan dengan refractometer.
d. Catat semua data.
e. Dari data tersebut, buatlah diagram komposisi (x) VS indeks bias (n).
2. Membuat T- x diagram
a. Pasanglah alat distilasi seperti gambar. Perlu diperhatikan bahwa pipa plastik
yang menghubungkan tempat residu (3) dengan tempat distilat (4) harus miring
ke bawah sedemikian sehingga kelebihan distilat dapat ke tempat residu.
b. Masukkan 25 ml air ke labu (3) kemudian panaskan dengan pemanas (2).

8
c. Setelah mendidih, catatlah titik didihnya. Ambil destilat dan residunya untuk
diamati indeks biasnya.
d. Pemanas dimatikan. Tambahkan dalam labu (3) alcohol sebanyak 2 ml dan sisa
destilat di tempat destilat (4) dikembalikan ke labu (3).
e. Didihkan lagi. Setelah mendidih, catat titik didihnya, ambil distilat dan
residunya untuk diamati indeks biasnya.
f. Ulangi langkah 2d dan 2e tetapi dengan variasi alcohol 4;5;7; dan 10 ml.
g. Langkah 2a sampai 2f diulang, tetapi dengan alcohol tetap 25ml sedang airnya
divariasi dari 2 sampai 10 ml.
h. Buat grafik T-x dari data-data yang ada.

E. Cara menghitung komposisi untuk larutan standart

Misalkan campuran alcohol – air, A:B, berarti disini alkoholnya A ml dan airnya
B ml (digunakan perbandingan volume). Dari percobaan didapat densitas alcohol ρ 1
dan densitas air ρ2 . dari table didapat untuk densitas alcohol ρ1 , kadar alkoholnya a%.
jadi :

𝐴.𝜌1.𝑎.𝑀2
𝑋1 = 𝐴.𝜌
1.𝑎 (𝑀2−𝑀1 )+100.𝑀1 (𝐴.𝜌1 +𝐵.𝜌2)

Keterangan :

X1 = mol fraksi alcohol dalam campuran alcohol air


M1 = berat molekul-molekul
M2 = berat molekul air

9
Keterangan :

1. Grafik standart n-x


2. Diambil data n distilat dan n residu, potongkan pada grafik standart, kemudian tarik ke
bawah memotong garis dan titik didih.
3. Didapat titik potong.
4. Hubungkan titik-titik potong tersebut (titik distilat yang satu dengan titik distilat yang
lain, titik residu yang satu dengan titik residu yang lain), maka akan didapat grafik T-
x.

10
ACARA 4
PENENTUAN BERAT MOLEKUL

1. Kenaikan Titik Didih


A. Tujuan Percobaan
 Menentukan konstanta kenaikan titik didih molal (Kd) suatu solvent.
 Menghitung berat molekul zat (non volatil) dari kenaikan titik didihnya.

B. Dasar Teori
Penambahan solute ke dalam solvent akan mengurangi kemauan solvent untuk
meninggalkan larutan ke fase uap, sehingga tekanan uap solvent dalam larutan menjadi
lebih rendah dari pada tekanan uap solvent dalam keadaan murni. Hal ini akan
mengakibatkan kenaikan titik didihnya. Sifat ini hanya tergantung dari banyaknya
solute dan macamnya solvent.
𝑊1. 𝑀2 .∆𝑇𝑑 1000.𝐾𝑑.𝑊2
𝐾𝑑 = atau 𝑀2 =
1000.𝑊2 𝑊1 .∆𝑇𝑑

Dimana :
Kd = konstanta kenaikan titik didih molal dari solvent adalah titik didih jika
1 gram mol solute dilarutkan dalam 1000 gram solvent.
W1 = berat solvent
W2 = berat solute
M2 = berat molekul solute

C. Gambar Alat

Keterangan :
1. Termometer
2. Pemanas
3. Labu leher tiga
4. Air pendingin
5. Pendingin balik
6. Statif dan klem

11
D. Cara kerja
i. Penentuan Kd Solvent
 Pasanglah alat seperti pada gambar, kemudian masukkan 100 ml air
suling ke dalam labu.
 Panaskan dengan mantel listrik (heating mantle), catat suhunya pada
thermometer tiap-tiap menit. Jika suhunya sudah konstan, catat titik
didihnya. Selama pemanasan, pendinginan dijalankan.
 Gantilah air sulingnya dengan 100 ml air yang masih dingin dan
tambahkan 6 gram urea (NH2CONH2) ke dalam labu.
 Panaskan hingga mendidih dan catat titik didihnya seperti di atas.
 Hitung Kd Solvent (air suling).
ii. Penentuan Bm Diethylene Glykol
 Masukkan lagi 100 ml air suling ke dalam labu yang telah dibersihkan.
 Tambahkan 10 ml Diethylene Glykol ke dalam labu.
 Panaskan dan tentukan titik didihnya seperti di atas.
 Tentukan densitas Diethylene Glykol dengan piknometer.
 Jika rumus Dyethilene Glykol (CH2CH2OH)2O, hitunglah % kesalahan
yang didapat.
iii. Penentuan Densitas Dyethilen Glykol
 Timbang piknometer kosong.
 Masukkan Dyethilene Glykol ke dalam piknometer sampai penuh
(kapiler terisi penuh) dan timbang lagi.
 Densitas Dyethilene Glykol = berat/volume.

2. Penurunan Titik Beku


A. Tujuan Percobaan
 Menentukan konstanta penurunan titik beku molal suatu solvent.
 Menentukan berat molekul suatu zat yang tidak mudah menguap.

B. Dasar Teori
Bila zat yang tidak mudah menguap dilarutkan ke dalam air pelarut, maka akan
terjadi penurunan tekanan uap. Akhirnya pada suhu tertentu tekanan zat pelarut dalam
larutan akan selalu lebih rendah adari tekanan uap murninya. Besarnya tekanan uap ini

12
tergantung dari banayknya zat yang dilarutkan. Adanya perubahan tekanan tersebut
akan menyebabkan gangguan dinamis dari larutan. Ternyata semakin besar
penambahan mol solute akan mengakibatkan semakin besar penurunan tekanan uapnya.
Untuk larutan yang sangat encer tekanan uap solute diabaikan.
Menurut hukum Raoult, untuk larutan ideal berlaku : P = X1.Po
𝑃
atau 𝑋1 = 𝑃0
𝑃
𝑙𝑛𝑋1 = 𝑙𝑛 (𝑃0 )

𝑋1 + 𝑋2 = 1
𝑋1 = 1 − 𝑋2
𝑃
Jadi : 𝑙𝑛 ( 0 ) = ln(1 − 𝑋2 )
𝑃

𝑃 ∆𝐻𝑓 1 1
Menurut hukum Clausius Claypeyron : 𝑙𝑛 (𝑃0 ) = (𝑇 − 𝑇 )
𝑅 0

Keterangan :
PO = Tekanan uap larutan
P = Tekanan uap pelarut murni
X1 = Mol fraksi pelarut
X2 = Mol fraksi solute
To = Titik beku pelarut murni
T = Titik beku larutan
∆𝐻𝑓 = Beda panas
R = Konstanta gas ideal

𝑃 ∆𝐻𝑓 𝑇−𝑇0
Penyederhanaan persamaan Clausius Claypeyron : 𝑙𝑛 (𝑃0 ) = 𝑅 𝑇.𝑇 0

𝑃 −∆𝐻𝑓 ∆𝑇𝑏
Jika : ΔTb adalah selisih T dan To, maka : 𝑙𝑛 ( 0 ) =
𝑃 𝑅 𝑇.𝑇 0

Karena T dan To hampir sama, maka T.To = To2 ,


𝑃 −∆𝐻𝑓 ∆𝑇𝑏
Jadi : 𝑙𝑛 (𝑃0 ) = 𝑅 𝑇02

−∆𝐻
Maka akan didapat : 𝑙𝑛(1 − 𝑋2 ) = ( 𝑅.𝑇 2𝑓 ) ∆𝑇𝑏
0

Untuk larutan yang sangat encer : 𝑙𝑛(1 − 𝑋2 ) = −𝑋2 maka :

13
−∆𝐻
−𝑋2 = ( 𝑅.𝑇 2𝑓 ) ∆𝑇𝑏
0

𝑅.𝑇02
∆𝑇𝑏 = ( ) 𝑋2
∆𝐻𝑓

𝑊 𝑀
𝑋2 = 𝑀2 . 𝑊1
2 1

𝑅.𝑇 2 𝑊 𝑀
∆𝑇𝑏 = ( ∆𝐻0 ) 𝑀2 . 𝑊1 dan dapat ditulis sebagai berikut :
𝑓 2 1

0 𝑅.𝑇 2.𝑀
1 1000 𝑊2 1
∆𝑇𝑏 = (1000.∆𝐻 ) .𝑊
𝑓 𝑀2 1

0 𝑅.𝑇 2.𝑀
1
Jika : Kb = 1000.∆𝐻 maka akan didapat persamaan :
𝑓

1000 𝑊2 1
∆𝑇𝑏 = 𝐾𝑏. .𝑊
𝑀2 1

𝑊1 .𝑀2 .∆𝑇𝑏
𝐾𝑏 = 1000.𝑊2
1000.𝐾𝑏.𝑊2
Atau : 𝑀2 = 𝑊1 .∆𝑇𝑏

Dimana :
Kb = konstanta penurunan titik beku molal dari solvent yaitu penurunan titik
beku apabila 1 gram mol solute dilarutkan dalam 1000 gram solvent.
W1 = berat solvent
W2 = berat solute
M2 = berat molekul solute
∆𝑇𝑏 = penurunan titik beku

14
C. Gambar alat

Keterangan :
a.Termostat
b.Termometer
c.Tabung gelas 1
d.Tabung gelas 2
e.Larutan yang dibekukan
f.Pengaduk
g.Es pendingin, air, dan garam
secukupnya.

D. Cara kerja
i. Penentuan Kb Solvent
a. Masukkan 15 ml asam cuka pekat ke dalam tabung gelas d (lihat
gambar) sambil didinginkan suhunya pada thermometer (b) tiap-tiap
menit.
b. Jika suhunya sudah konstan, amatilah solvent telah membeku atau
belum.
c. Apabila telah membeku, suhu tersebut adalah titik beku solvent murni.
Catat titik beku solvent murni tersebut.
d. Ambil tabung tersebut dan diamkan sampai solvent cair Kembali.
Kemudian tambahkan naftalene (BM = 128) sebagai solute penolong
sebanyak 0,25 gram.
e. Lakukan Kembali langkah a,b, dan c tersebut. Catat titik beku
larutannya (Tb).
f. Tentukan densitas asam cuka pekat dengan areometer.
g. Hitung Kb solvent.
ii. Penentuan BM zat X
a. Ulangi langkah pekerjaan 1e., tetapi dengan solute X.
b. Amati titik bekunya.
c. ΔTb selisih anatara titik beku murni dan titik beku larutan ini.
d. Carilah BM zat X dengan rumus yang ada dan dengan harga Kb yang
telah didapat.

15
ACARA 5
TEGANGAN PERMUKAAN

Percobaan 1

A. Tujuan Percobaan
Menentukan tegangan muka cairan secara relative dengan air sebagai zat
pembanding.

B. Dasar Teori
Molekul-molekul cairan yang berada di bagian dalam fasa cair seluruhnya akan
dikelilingi oleh molekul-molekul dengan gaya tarik-menarik sama ke segala arah.
Lain halnya dengan molekul-molekul cairan pada permukaan. Molekul-molekul
itu di sebelah bawah dikelilingi oleh molekul-molekul cairan, sedang di bagian atas
oleh fasa uap, sehingga gaya tarik ke bawah lebih besar dari gaya tarik ke atas.
Hal ini menimbulkan sifat kecenderungan untuk memperkecil luas permukaan.
Besar gaya yang bekerja tegak lurus pada satu satuan Panjang permukaan disebut
tegangan muka yang dapat dinyatakan dengan satuan dyne per cm dalam sistem cgs.
Tegangan muka terdapat pada batas cairan dengan uap jenuh di udara, dan juga
antara permukaan cairan dengan cairan lain yang tidak bercampur.
Metode menentukan tegangan permukaan :
 Kenaikan kapiler
 Tetes
 Tekanan maksimum gelembung
 Cincin

Metode kenaikan kapiler

Bila suatu pipa kapiler dimasukkan ke dalam cairan yang membasahi dinding,
maka cairan akan naik ke dalam kapiler karena adanya tegangan muka. Kenaikan cairan
sampai pada suatu tinggi tertentu sehingga terjadi keseimbangan antara gaya ke atas
dan ke bawah.

Gaya ke bawah adalah π.r2.h.d.g

Dimana :

r = jari-jari kapiler

16
h = tinggi permukaan
d = berat jenis
g = percepatan gravitasi
gaya ke atas adalah : 2. π.r.γ. cos θ, dangan γ adalah tegangan muka dan θ adalah sudut
kotak.

Pada keseimbangan, gaya ke bawah sama dengan gaya ke atas, 2. π.r.γ. cos θ =
π.r2.h.d.g . Sehingga jika diambil pendekatan θ = 0 (karena pada umumnya θ adalah
𝑟.ℎ.𝑑.𝑔
sangat kecil atau mendekati nol), didapatkan : 𝛾 = 2

Percobaan ini dilakukan dengan membandingkan cairan yang telah diketahui γ


nya, misalnya air. Jika persamaan terakhir itu diterapkan untuk cairan yang akan
ditentukan tegangan mukanya dan diterapkan juga pada air, maka diperoleh persamaan
yang siap untuk digunakan dalam menentukan tegangan muka cairan, yaitu : 𝛾𝑥 =
ℎ𝑥 𝑑𝑥
𝛾𝑎
ℎ𝑎 𝑑𝑎

Metode Tetes

Bila cairan tepat akan menetes maka gaya tegangan permukaan = gaya yang
disebabkan oleh masa cairan sebagai gaya berat itu sendiri. Jika diketahui :
Gaya berat cairan = mg
Gaya tegangan muka = 2. π.r.γ
𝑚𝑔
Maka, γ = 2.𝜋.𝑟

Dalam percobaan ini, cairan juga akan ditentukan dengan membandingkan


cairan yang telah diketahui γ nya.
Diambil volume tertentu yang sama dan dihitung jumlah tetesan yang terjadi,
misal:
V = Volume
d = berat jenis
m = massa 1 tetes zat cair
Jumlah tetes dalam volume V=n, maka : m= V.d/n
𝑉.𝑑.𝑔
Sehingga persamaannya menjadi : 2. π.r.γ =− 𝑛
𝑉.𝑑.𝑔
γ = 2.𝜋.𝑟.𝑛
𝑉.𝑑 .𝑔
𝑎
γa = 2.𝜋.𝑟.𝑛
𝑎

17
𝑉.𝑑 .𝑔
𝑥
γx = 2.𝜋.𝑟.𝑛
𝑥

𝛾𝑥 𝑑 𝑛 𝑑 𝑛
= 𝑑𝑥 𝑛𝑎 atau 𝛾𝑥 = 𝑑𝑥 𝑛𝑎 𝛾𝑎
𝛾𝑎 𝑎 𝑥 𝑎 𝑥

Metode Cincin
Bila cincin berada pada permukaan cairan maka untuk melepaskan cincin pada
permukaan cairan diperlukan suatu gaya yang disebabkan gaya permukaan yang
besarnya = 4.π.R.γ
Gaya pada permukaan dalam = 2.π.r.γ
Gaya pada permukaan luar = 2.π.R.γ
Gaya ke atas =Ff
Gaya ke bawah = 2.π.r.γ + 2.π.R.γ
Bila tebal cincin dianggap sangat tipis maka : r=R, sehingga gaya ke bawah =
𝑓𝐹
4.π.R.γ , karena gaya ke atas = gaya ke bawah, maka : γ = 4.𝜋.𝑅

Metode Tekanan Maksimum Gelembung


Tekanan maksimum sebelum gas keluar = tekanan permukaan.
Gaya yang menekan permukaan = 2.π.r.γ
Gaya yang menekan keluar = 2.π.r.h.d.g
2.π.r.γ + 2.π.r.h.d.g = Pmaks. π.r2
2.π.r.γ = Pmaks. π.r2 - 2.π.r.h.d.g
γ = 0,5.r.Pmaks – h.d.g

C. Alat dan Bahan


1. Alat untuk metode kenaikan kapiler
2. Alat untuk metode tetes
3. Aseton
4. Zat x
5. Air murni

18
D. Cara kerja
Metode Kenaikan Kapiler
 Tentukan lebih dahulu berat jenis masing-masing cairan dengan memakai
piknometer.
 Tabung diisi 25 ml air, pipa dimasukkan ke dalam ruang diberi tekanan, maka
air dalam pipa kapiler naik, tekanan dilepaskan. Permukaan kapiler akan turun
sampai tetap, dicatat permukaan pada pipa kapiler dan permukaan pada tabung
bawah, selisihnya adalah tinggi b.
 Ulangi percobaan ini sampai tiga kali pengamatan kemudian diganti dengan
cairan yang akan diselidiki harga γ nya.

Metode Tetes

 Tabung A diisi sampai lebih tinggi sedikit dari tanda tertentu.


 Pada tabung B diisap dengan pompa sehingga ada tetes air melewati kapiler,
biarkan menetes sampai tanda tertentu.
 Hitung banyaknya tetes mulai dari tanda sampai tanda di bawahnya lagi.
 Ulangi percobaan ini tiga kali untuk setiap macam cairan yang akan dicari γ.

E. Perhitungan
Tegangan muka air murni tergantung pada temperature. Tegangan muka air
yang digunakan dalam perhitungan diambil sesuai dengan temperaturnya yang
dapat dilihat dalam table.

19
Percobaan 2

A. Tujuan Percobaan
Menentukan pengaruh konsentrasi zat terlalu terhadap tegangan muka dan
adsorbs zat terlarut pada permukaan larutan.

B. Dasar Teori
Konsentrasi zat terlarut suatu larutan biner mempengaruhi sifat-sifat larutan
termasuk tegangan muka dan adsorpsi pada permukaan larutan.
Telah diamati bahwa zat terlarut yang penambahannya ke dalam larutan
menurunkan tegangan muka, mempunyai konsentrasi di permukaan yang lebih besar
daripada di dalam larutan. Sebaliknya zat terlarut yang penambahannya ke dalam
larutan menaikkan tegangan muka, mempunyai konsentrasi di permukaan yang lebih
kecil daripada di dalam larutan.
Gambar dibawah ini menyatakan distribusi konsentrasi zat terlarut larutan.

Jumlah zat yang diadsorpsi persatuan luas permukaan didefinisikan (lihat


gambar) sebagai :
𝑢 = ∫(𝐶 − 𝐶)𝑑𝑥 ………………………………………………(1)
Dengan : C, C adalah konsentrasi zat terlarut larutan, konsentrasi zat terlarut
dalam larutan, dan x adalah jarak atau kedalaman dari permukaan.
Jika larutan mengalami perubahan luas permukaan dA dan perubahan dV (dihasilkan
oleh Gerakan pengisap yang memiliki dinding semipermiabel melawan tekanan
osmosis), maka perubahan tenaga bebasnya adalah :
𝑑𝐺 = 𝛾𝑑𝐴 − 𝜋𝑑𝑉 ……………………………………………..(2)

Karena G adalah sifat sistem, maka dG adalah diferensial eksak, sehingga :

20
𝜕𝛾 𝜕𝛾
− (𝜕𝑉) = (𝜕𝐴) ……………………………………………....(3)
𝑎 𝑣

𝜕𝛾 𝜕𝐶 𝜕𝛾 𝜕𝐶
Yang dapat ditulis sebagai : − (𝜕𝐶 ) (𝜕𝑉) = (𝜕𝐶 ) (𝜕𝑉) ……………...(4)
𝑎 𝑣

Jumlah mol zat terlarut adalah : N = CV +uA, sehingga : C = (N-uA)/V

𝜕𝐶 𝐶
Yang memberikan : (𝜕𝑉) = − 𝑉 ……………………………….(5)
𝜕𝐶 𝑢
(𝜕𝑉) = − 𝑉 ……………………………….(6)
𝑑𝜋
Untuk larutan ideal, π = CRT dan 𝑑𝐶 = 𝑅𝑇, dengan R dan T adalah tetapan gas

umum dan temperatur (kelvin). Penggabungan 4,5,6, dan 7 menghasilkan:


1 𝑑𝛾
𝑢 = − (𝑅𝑇 ) (𝑑 ln 𝐶 ) …………………………………………….(8)

C. Alat dan bahan


1. Alat pengukur kenaikan kapiler
2. Labu ukur 20 ml
3. Gelas piala 250 ml
4. Pipet 50 ml
5. Thermometer
6. Larutan n-propanol 0,8 M (250 ml)

D. Cara kerja
Tentukan tegangan muka larutan n-propanol 0,8 M, konsentrasi ¾ nya, dan
seterusnya sampai delapan macam konsentrasi.

E. Perhitungan
Buatlah grafik γ Vs ln C dan tentukan lerengnya. Konsentrasi permukaan u
(mol/cm2) dapat dihitung dari persamaan (8) dan tentukan “ luas penampang lintang
efektif” propanol teradsorpsi A- dalam A-2 permolekul, pada setiap konsentrasi
percobaan, buatlah grafik u Vs C dan C Vs A-.

21
Percobaan 3 (Menentukan Tegangan Permukaan Dengan Metode Sudgen)

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan tegangan permukaan suatu cairan.
2. Memeperlihatkan hubungan antara kandungan deterjen dalam air dan tegangan
muka larutan deterjen.

B. Dasar Teori
Ada berbagai metode untuk menentukan tegangan permukaan cairan. Salah satu
metode itu adalah metode Sudgen. Metode ini didasarkan pada hubungan antara
perbedaan tekanan ekses yang timbul. Tekanan ekses berarti tekanan yang bekerja di
dalam gelembung dikurangi tekanan yang bekerja di luar gelembung tersebut.
Bila luas permukaan dari suatu gelembung dengan jari-jari r adalah 4πr2, maka
penambahan jari-jari gelembung sebesar “dr” mengakibatkan penambahan luas
permukaan gelembung sebesar 8π.rdr dan ini akan meningkatkan energi permukaan
sebesar 8π.γ.rdr . Dimana γ adalah energi permukaan cairan per satuan luas.
Penambahan jari-jari gelembung sebesar dr dikarenakan adanya tekanan ekses pada
gelembung. Besarnya energi karena tekanan ekses adalah 4π.r 2 Pdr dan ini merupakan
energi permukaan. Dengan demikian maka :
4π.r2 Pdr = 8π.γ.rdr……………………………………………(1)
2.𝛾
𝑃= ………………………………………………………..(2)
𝑟
𝑟𝑃
𝛾= ………………………………………………………..(3)
2

Dimana :

γ = energi permukaan cairan = tegangan muka


P = tekanan yang bekerja pada cairan
r = jari-jari gelembung = dianggap sama dengan jari-jari pipa

22
C. Gambar alat

Keterangan gambar :
1. Larutan yang diselidiki tegangan mukanya (A).
2. Pipa gelas B dan C dengan jari-jari r1 dan r2
3. Thermometer
4. Manometer (D)
5. Air
6. Kran pengatur (E)
7. Erlenmeyer

D. Cara kerja
a. Pasang alat seperti pada gambar.
b. Isilah pada Erlenmeyer (7) dengan cairan yang diselidiki (A), sampai pipa (B) dan
(C) tercelup setinggi d cm (konsultasikan dengan pembimbing).
c. Catat suhu air.
d. Isilah manometer dengan isian manometer (D).
e. Tutuplah kran rapat-rapat.
f. Isilah tempat air secara penuh.
g. Tutup pipa (B) dengan ibu jari rapat-rapat.
h. Bukalah kran dan lihatlah ada gelembung atau tidak.
i. Bila ada gelembung, berarti ada kebocoran, perbaiki alat sudgen sampai tidak ada
kebocoran.
j. Bila tidak ada kebocoran pada saat ada gelembung, catatlah beda tinggi permukaan
cairan pada manometer.

23
k. Ulangi langkah g sampai j beberapa kali.
l. Ulangi langkah g sampai k, tetapi pipa (C) yang tertutup.
m. Carilah tegangan muka untuk beberapa cairan detergen.
n. Carilah massa jenis cairan dalam manometer.

E. Perhitungan
Rumus dasar seperti pada persamaan 3 dapat dikembangkan sesuai dengan alat
yang digunakan, untuk mendapatkan harga tekanan yang sebenarnya. Perubahan
persamaan 3 adalah :
𝑟
𝛾 = 2 (𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑏𝜌𝑔)………………………………………...(4)

Pmaks = tekanan ekses


𝜌 = massa jenis larutan yang diselidiki
b = Panjang pipa yang tercelup pada larutan
g = percepatan gravitasi

Dalam percobaan ini digunakan dua pipa yang berdiameter berbeda. Untuk jari-
jari pipa r1 dan r2 didapat rumus :
𝑟1
𝛾= (𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠1 − 𝑏𝜌𝑔) ………………………………………(5)
2
𝑟2
𝛾= (𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠2 − 𝑏𝜌𝑔) ……………………………………....(6)
2

Dari persamaan 5 dan 6, didapat :


𝑟 𝑟
𝛾 = (𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠1 − 𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠2 ) 2(𝑟2−𝑟
1
………………………………(7)
) 2 1
𝑟2 𝑟1
Bila tetapan alat, 𝐾 = ………………………………..(8)
2(𝑟2 −𝑟1 )

Maka harga tegangan muka, 𝛾 adalah :


𝛾 = 𝐾(𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠1 − 𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠2 ) …………………………………….(9)
Untuk mendapatkan harga K, dilakukan percobaan dengan zat yang telah diketahui
tegangan mukanya yaitu air.

Langkah perhitungan adalah sebagai berikut :


 Hitung perbedaan gelembung B dan C untuk air = P maks1 – Pmaks2
 Hitung tetapan alat dengan menggunakan harga γ air dari table.
 Hitung harga γ eter.

24
 Hitung harga γ deterjen 0,05%
 Hitung harga γ deterjen 0,10%
 Hitung harga γ deterjen 0,15%
 Buatlah kurva tegangan permukaan γ sebagai fungsi konsentrasi
deterjen (b/v)

25
Table Tegangan Permukaan Air Terhadap Udara Pada Beberapa Suhu

NO Suhu (°C) Tegangan permukaan (Dyne/cm)

1 20 72,75

2 25 71,97

3 30 71,18

4 40 69,56

26
ACARA 6
REAKSI HIDROGEN PEROKSIDA DENGAN ASAM IODIDA

A. Tujuan Percobaan
Mempelajari kinetika reaksi dari hydrogen peroksida dengan asam iodide.

B. Dasar Teori
Reaksi hydrogen peroksida dengan kalium iodida dalam suasana asam dan
dengan adanya natrium tiosulfat, maka peroksida akan membebaskan iodium yang
berasal dari kalium iodida yang telah diasamkan ddengan asam sulfat. Kecepatan reaksi
sangat tergantung kepada peroksida, kalium iodida dan asamnya.
Bila reaksi ini merupakan reaksi reversible (karena adanya natrium tiosulfat
yang akan merubah iodium bebas menjadi asam iodida kembali), kecepatan reaksi yang
terjadi besarnya seperti pada reaksi pembentukannya, sampai konsentrasi terakhir tak
berubah.
Pada percobaan ini kecepatan reaksi hanya bergantung pada berkurangnya
konsentrasi hydrogen peroksidanya saja, sehingga reaksi ini mengikuti orde 1.
Pada larutan yang mempunyai keasaman tinggi atau kadar iodida yang tinggi
akan didapatkan kecepatan reaksi yang lebih besar. Untuk menghitung kecepatan
reaksi, yang dapat dihitung dengan penjabaran kecepatan reaksi yang memerlukan
besarnya konstanta kecepatan reaksinya adalah sebagai berikut :
-dC/dt = KCn …………………………………………..(1)
Untuk reaksi orde 1; n=1, hasil integrasi didapatkan :
𝑑𝑐
−∫ = 𝑘𝑑𝑡 …………………………………………..(2)
𝑐
𝑙𝑛𝐶𝑡
𝐶0
= −𝑘𝑡……………………………………………...(3)
1 𝐶 1 𝐶𝑡𝑜
𝑘 = − ( 𝑡 ) ln 𝐶 𝑡 atau 𝑘 = ( 𝑡 ) ln …………………….(4)
𝑡𝑜 𝐶𝑡

Dimana :
Cto = konsentrasi mula-mula
Ct = konsentrasi setelah t detik

27
C. Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. Buret 50 ml 1. H2O2 3%
2. Erlenmeyer 1 lt 2. H2SO4 2N
3. Gelas ukur 100 ml 3. KMnO4 0,1 N
4. Stopwatch 4. KI Kristal
5. Gelas piala 200 ml 5. H2SO4 Pekat
6. Labu takar 100 ml 6. Na2S2O3 0,1 N
7. Pengaduk magnet 7. Larutan kanji encer

D. Cara kerja
Mencari ekivalen H2O2 dengan tiosulfat
a. Encerkan 10 ml H2O2 menjadi 100 ml.
b. Ambil 10 ml dari pengenceran itu, tambahkan 10 ml H2SO4 2N dan titrasi dengan
larutan KMnO4 0,1 N.
c. Ambil 10 ml KMnO4 0,1 N masukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml yang telah terisi
2 gram KI dalam 20 ml air dan 1 ml H2SO4 pekat. Kemudian larutan tersebut
dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning, kemudian ditambah amilum
1 ml, titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.

Kecepatan Reaksi

Isilah buret dengan larutan standart tiosulfat.

Buatlah 2 macam larutan sebagai berikut :

a. Pipetlah 5 ml dari H2O2 3% dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan
aquadest hingga batas.
b. Tuangkan 500 ml aquadest ke dalam Erlenmeyer 1 L, lalu tambahkan 30 ml asam
sulfat 2 N, tambah 3 ml larutan kanji dan tambahkan pula 1,5 gram KI, aduklah
larutan hingga homogen, amatilah temperature larutan selama reaksi.\

Sebelum mulai pengamatan tambahkan dengan cepat 2 ml tiosulfat dari buret


ke larutan pada cara kerja b, kemudian tambahkan dengan cepat larutan pada cara kerja
a ke b dan catatlah waktunya saat itu dengan stopwatch, aduklah larutan itu dengan
pengaduk magnet. Bila tiosulfat yang ditambahkan habis bereaksi, kelebihan iodium

28
yang terjadi akan merubah larutan menjadi warna biru. Catatlah waktu terjadinya warna
biru ini, kemudian tambahkan lagi beberapa ml tiosulfat ke dalam campuran tersebut,
amati waktu sampai terjadinya warna biru, berikutnya tambahkan beberapa ml tiosulfat
lagi, amati perubahan warnanya lagi dan seterusnya sampai larutan tiosulfat dalam
buret habis. Selama pengamatan stopwatch jangan dimatikan, gunanya untuk
mengamati lamanya waktu bereaksi dari awal sampai terjadinya setiap perubahan
warna larutan.

E. Analisis hasil
Di dalam percobaan ini volume tiosulfat yang dititrasikan sebanyak b
merupakan peroksida yang bereaksi selama t detik, maka konsentrasi peroksida setelah
t detik, besarnya adalah : (a-b). jika a adalah banyaknya tiosulfat yang setara dengan
peroksida saat to atau mula-mula, persamaannya menjadi :
1 𝑎
𝑘 = ( 𝑡 ) ln (𝑎−𝑏 )…………………………………………….(5)

ln(𝑎 − 𝑏) = −𝑘𝑡 + ln 𝑎…………………………………….(6)


Dengan membuat grafik ln (a-b) vs t maka akan didapatkan -k sebagai tangen
arah (slope) garis lurus tersebut, sehingga harga k dapat ditentukan.

29
Lampiran Data Percobaan

1. Mencari Ekivalen H2O2 Dengan Thiosulfat

H2O2 = ……...ml
Kadar H2O2 =………%
N KMnO4 =………N
V KMnO4 =………ml

N KMnO4 =………N
V KMnO4 =………ml
KI =………gr
N thiosulfate =………N
V thiosulfate =………ml

2. Kecepatan Reaksi

Volume thiosulfate (ml) Waktu (t)

30
ACARA 7
VOLUME MOLAL PARSIAL

A. Tujuan Percobaan
Menentukan volume molal parsial dari komponen penyusun larutan.

B. Dasar Teori
Volume molal parsial komponen I pada system larutan didefinisikan sebagai berikut:
𝑉 = (𝛿𝑉/𝛿𝑛𝑖 ) 𝑇,𝑃,𝑛𝑗≠𝑖 (1)

Dengan : Vi = volume T = suhu


n = jumlah mol P = tekanan
Volume larutan adalah fungsi suhu, tekanan dan jumlah mol komponen yang dituliskan
seperti persamaan (2).

V = V(T,P,n1,n2,…..) (2)

Bila persamaan (2) dideferensialkan diperoleh persamaan (3).

Pada suhu dan tekanan tetap maka suku 1 dan 2 pada persamaan (3) hilang dan dengan
menggunakan persamaan (1) diperoleh persamaan (4).

dV = V1dn1 + V2dn2 + ….. (4)

Volume molal parsial adalah tetap pada kondisi komposisi, suhu dan tekanan tetap.
Integrasi persamaan (4) pada kondisi tersebut memberikan persamaan sebagai berikut :

V = n1V1 + n2V2 + …. + tetapan (5)

Oleh karena pada n1 = n2 = n = 0, maka volume V adalah nol, sehingga harga tetapan
menjadi sama dengan nol, sehingga persamaan (5) dapat dituliskan seperti persamaan (6).

V = n1V1 + n2V2 + …. (6)

Diferensiasi persamaan (6) diperoleh persamaan (7).

31
dV = (n1dV1 + n2dV2 + …..) + (V1dn1 + V2dn2 + …..) (7)

Jika persamaan (7) dan persamaan (4) ditata ulang pada T dan P tetap dapat diperoleh
persamaan (8).

n1 dV1 + n2dV2 + …… = 0 (8)

Persamaan (8) dikenal dengan persamaan Gibbs-duhem untuk volume. Untuk system
biner, persamaan (6) dapat ditulis sebagai :

V = n1V1 + n2V2 (9)

Untuk system biner, volume molal semu untuk zat terlarut didefinisikan seperti persamaan
(10).

Ф = (V – n1𝑉1𝑜 )/ n2 (10)

Dengan 𝑉1𝑜 adalah volume molal pelarut murni.


Bila dipandang larutan dengan molalitas m dengan menggunakan pelarut air, maka
dalam larutan ini untuk setiap 1000 gram air (55,51 mol), terdapat m mol zat terlarut. Jadi
n1 = 55,51 dan n2 = m, sehingga persamaan (10) dapat dituliskan seperti persamaan (11).
Ф = (V – 55,51 𝑉1𝑜 )/m (11)
𝑉1𝑜 adalah volume molal air murni yang dapat dihitung dari massa molekul air (18,016)
dibagi dengan densitas pada keadaan yang diamati.
Untuk larutan tersebut dipenuhi : V = (1000 + mM2)/d (12)

dan n1𝑉1𝑜 = 1000/do (13)


dengan d, do berturut-turut adalah berat jenis larutan, berat jenis air murni, sedangkan M 2
adalah massa molekul zat terlarut.
Bila persamaan (12) dan (13) disubstitusikan ke dalam persamaan (11), akan diperoleh
persamaan (14) dan (15).
Ф = {M2 – (1000/m)[(d – do)/do}/d (14)

Ф = {M2 – (1000/m)[(W – We)/(Wo – We)]}/d (15)

Persamaan (15) digunakan untuk menghitung Ф, sedangkan d ditentukan dengan


menggunakan piknometer, W, Wo, We, berturut-turut adalah berat piknometer dipenuhi
larutan, dipenuhi air dan piknometer kosong.

32
Berdasarkan definisi volume molal parsial zat terlarut dengan menggunakan persamaan
(1) dan (10) diperoleh persamaan (16) dan (17).
𝑉2 = (𝛿𝑉/𝛿𝑛2 ) 𝑇,𝑃,𝑛1 = Φ + 𝑛2 (𝛿Φ/𝛿𝑛2 ) = Φ + 𝑚 (𝛿Φ/𝛿𝑚) (16)
𝑉1 = (𝛿𝑉/𝛿𝑛1 ) 𝑇,𝑃,𝑛2 = (𝛿Φ/𝛿𝑛1 ) + 𝑉1𝑜 (17)
Berdasarkan persamaan (9) dan (10) dapat diperoleh persamaan (18).
𝑉1 = (1/𝑛1 ){(𝑛1 𝑉1𝑜 − [𝑛2 𝛿Φ/𝛿𝑛2 ]} = 𝑉1𝑜 − 𝑛2 (𝑚2 /55,51) − (𝛿Φ/𝛿𝑚) (18)

Untuk larutan elektrolit sederhana, misalnya larutan NaCl, didapatkan bahwa Φ linier
terhadap m, untuk konsentrasi yang tidak terlalu pekat, karena

Pada persamaan (18), Φo adalah ekstrapolasi volume molal semu ke konsentrasi nol.
Dengan membuat grafik Φ terhadap √𝑚 yang linier, maka slop grafik (dФ/d√𝑚) dapat
ditentukan dan volume molal parsial pelarut V1 dapat dihitung berdasarkan persamaan
(20), demikian pula volume molal parsial pelarut V2 juga dapat ditentukan. Molalitas
larutan m dapat diperoleh dari molaritas larutan M dengan menggunakan persamaan (21).
m = 1/{(d/M) -(M2/1000)} (21)
Dengan M2 adalah massa molekul zat terlarut dan d adalah massa jenis larutan. Massa jenis
larutan diperoleh berdasarkan persamaan (22).
d = (W - We)/Vp (22)
Volume piknometer Vp dapat ditentukan dari pengukuran berat air di dalam piknometer
(penuh) pada suhu yang diamati dan data berat jenis air pada suhu tersebut, do (diperoleh
dari tabel) berdasarkan persamaan (23).
Vp = (Wo – We)(Wo – We) (23)
Berdasarkan persamaan (20) dan (21) dapat diperoleh persamaan (24).
d = do (W – We) (Wo – We) (24)

33
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Piknometer 4. Pipet ukur 100 ml
2. Labu takar 100 ml 5. Pengaduk gelas
3. Erlenmeyer 250 ml 6. Gelas piala 200 ml dan 100 ml

Bahan :
1. NaCl p.a
2. Aquades

D. Cara Kerja
1. Buatlah 100 ml larutan NaCl 2,0 M dengan teliti menggunakan aquades.
2. Buatlah larutan NaCI denga konsentrasi 1 M; 0,5 M; 0,25 M; o,125 M dengan cara
mengencerkan larutan NaCl 2 M, dengan cara mengambil 50 ml larutan yang pekat
dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambah air sampai tanda.
3. Timbanglah piknometer kosong (We), piknometer penuh aquades (Wo) dan piknometer
penuh larutan (W). Penimbangan piknometer berisi larutan dimulai dari yang encer.
4. Ukur suhu cairan di dalam piknometer.

Soal
Pre Test
1. Apa yang dimaksud dengan molaritas dan molalitas larutan?
2. Apakah yang dimaksud dengan volume molal parsial? Jelaskan disertai contoh konkritnya
dalam kejadian sehari-hari.
3. Dapatkah mempunyai harga Ф negatif? Jelaskan!
4. Mengapa pada percobaan ini konsentrasi molar dan bukan langsung konsentrasi molal?
Jelaskan.
5. mengapa penentuan densitas cairan dipergunakan piknometer? Bolehkah dipergunakan
labu takar? Jelaskan.

34
Post Test
1. Bagaimanakah hasil percobaan anda jika dibandingk an dengan ddtd literatur? Berapa %
penyimpangannya? Jelaskan.
2. Kesalahan-kesalahan apakah yang mungkin Anda perbuat selama melakukan percobaan
ini? Bagaimanakah cara mengeliminasi kesalahan tersebut?

35
ACARA 8
KESEIMBANGAN ADSORBSI PADAT CAIR

A. Tujuan Percobaan
a. Memahami konsep keseimbangan dan diskripsi kuantitatif tentang keseimbangan.
b. Mencari persamaan keseimbangan yang sesuai untuk adsorbsi asam asetat dari air
dengan karbon aktif.

B. Dasar Teori
Jika suatu bahan ditambahk an pada system dua fasa, dimana pada kedua fasa bahan
tersebut terlarut maka bahan akan terdistribusi pada kedua fasa dengan perbandingan
tertentu. Misal asam asetat yang berada pada air yang mengandung butir-butir arang aktif,
maka sebagian asam asetat berada pada larutan (air) sedang yang lainnya terjerap pada
permukaan arang aktif. Pada saat keseimbangan tercapai maka kecepatan bahan melarut
akan sama dengan kecepatan bahan terjerap, sehingga konsentrasi bahan dalam larutan dan
kadar bahan terjerap dalam padatan akan tetap. Pada peristiwa adsorpsi (penjerapan) akan
terjadi keseimbangan antara bahan dalam larutan dan bahan terjerap pada padatan. Pada
keadaaan setimbang ada hubungan yang dapat dinyatakan dalam persamaan matematis,
antara kadar di fasa satu (dalam hal ini asam pada fasa air) dan kadar di fasa dua (dalam
hal ini asam terjerap pada arang aktif). Keseimbangan suatu bahan pada fasa air dan
padatan umumnya dapat dinyatakan dengan berbagai model sebagai berikut:
1. Model Langmuir.
Model langmuir didasarkan pada penjerapan satu lapisan (monolayer), sehingga hanya
ada satu lapisan molekul adsorbat yang dapat dijerap permukaan adsorben, dengan
demikian kapasitas permukaan untuk penjerapan ada nilai maksimumnya (terbatas).
Jika keseimbangan penjerapan dinyatakan dengan persamaan seperti reaksi kimia :
S+A ⇄ SA
S = permukaan aktif bebas
A = adsorben dalam larutan
SA = permukaan yang mengikat A
(𝑺𝑨)
Konstanta kesetimbangan : K = (𝑺)(𝑨) (1)

Permukaan aktif total = permukaan aktif bebas + permukaan aktif yang mengikat
(ST) = (S) + (A)

36
(S) = (ST) – (SA) (2)
dari persamaan (1) : (SA) = K.(S)(A) (3)
dari persamaan (2) : (S) = (ST) – K(S).(A)
(𝑆 )
(S) = 1+𝐾𝑇(𝐴) (4)
𝐾(𝑆𝑇 )(𝐴)
kombinasi persamaan (3) dan (4) menghasilkan : (SA) = (5)
1+𝐾(𝐴)
(𝑆𝐴) 𝐾(𝐴)
atau : = (6)
𝑆𝑇 1+𝐾(𝐴)
(𝑆𝐴)
Perbandingan dapat dinyatakan dengan perbandingan kadar A terjerap pada
(𝑆𝑇 )

(𝑆𝐴)
keadaan tersebut dan A terjerap maksimal (semua permukaan menjerap) atau : =
(𝑆𝑇 )
𝑋𝐴
(XA) = kadar penjerapan maksimal),
𝑋𝐴
𝑋𝐴 𝐾(𝐴)
sehingga bisa diperoleh : =
𝑋𝐴 1+𝐾(𝐴)

𝐴 𝑋 .𝐾(𝐴)
Jika kadar A dalam larutan ditulis dengan CA, maka diperoleh : XA = 1+𝐾(𝐴) (hubungan

XA dan CA pada kesetimbangan). Model Langmuir ini umumnya berlaku untuk logam
atau adsorbat organic pada partikel dalam air.

2. Model Freundlich.
Model ini didasarkan pada anggapan bahwa tidak hanya satu lapisan molekul adsorbat
saja yang terjerap adsorben, sehingga lapisan permukaan padatan tidak dibatasi (∞).
Setelah permukaan padatan menjerap satu lapisan molekul adsorbat, maka adsorbat
masih bisa terjerat dan membentuk lapisan berikutnya dan seterusnya. Teori
Freundlich menghasilkan persamaan kesetimbangan :
𝑆𝐴
K= 1 atau : SA = K.(A)1/n
𝐴𝑛

Karena SA berbanding lurus dengan X A dan (A) ditulis CA : XA = K.CA1/n (hubungan


antara XA dan CA pada kesetimbangan).
Jika n=1 maka disebut model adsorpsi linier dan umumnya untuk kadar-kadar
adsorbat yang rendah. Model Freundlich umumnya cocok untuk proses penjerapan
bahan kimia organic oleh karbon aktif pada konsentrasi yang cukup tinggi dalam air
atau air limbah.

37
4. Model Brauner, Emmet dan Teller (BET)
𝐶𝐴
𝑋𝐴∗ 𝐾(𝐶 )
𝐴𝑂
XA = 𝐶𝐴 𝐶
(1− )[1+(𝑘−1) 𝐴 ]
𝐶𝐴𝑂 𝐶𝐴𝑂

Model ini didasarkan pada penerapan multi layer tetapi ada kapasitas maksimum dari
permukaan padatan. Pokok-pokok pikiran dan penjabaran detail model ini dapat
dibaca misalnya pada (Coulson, 1987).

C. Alat dan Bahan


Alat :
1. Gelas beker 50 ml 8. Labu ukur 100 ml
2. Pengaduk 9. Labu ukur 100 ml
3. Erlenmeyer 250 ml 10. Corong gelas
4. Pipet volum 25 ml 11. Kertas saring
5. Pompa karet 12. Erlenmeyer 100 ml
6. Pipet tetes 13. Timbangan
7. Buret 50 ml 14. Statif dan klem

Bahan :

1. Asam asetat 4. Aquades


2. Larutan NaOH 5. Karbon aktif
3. Indicator phenolphthalein

D. Cara Kerja
Lima macam konsentrasi larutan asetat masing-masing 150 ml, variasi konsentrasi
ditentukan oleh asisten. Masing masing larutan asam asetat ditentukan konsentrasinya
dengan cara titrasi larutan NaOH yang sudah standarisasi. Masing-masing larutan asam
asetat yang berbeda konsentrasinya sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam Elenmeyer
250 ml. Masing-masing Erlenmeyer diberi 10 gram karbon aktif. Tiap 10 menit elenmeyer
digoyang dan setelah 2 jam, konsentrasi asam asetat yang tersisia dalam larutan dititrasi
setelah sebelumnnya dipisahkan oleh karbon aktif dengan cara disaring. Dalam waktu 2

38
jam tersebut sudah terbukti pada percobaan pendahuluan bahwa lkeadaan setimbang sudah
tercapai, analitis titrasi menghasilkan konsentrasi pada keadaan seimbang.

E. Analisis Hasil
Proses penjerapan asam asetat air oleh karbon aktif berlangsung secara batch. Mula-mula
konsentrasi asam asetat = Cao, volum = Vo dan berat karbon aktif = Wo.
Neraca massa asam asetat pada setiap saat :
Asam asetat mula-mula = asam asetat dalam larutan + asam asetat dalam karbon aktif.
Cao.Vo = CAVO + WoXA

Neraca asam asetat setelah keseimbangan : Cao.Vo = CA∞ VO + WOXA∞


𝐶𝐴𝑂 𝑉𝑂 −𝐶𝐴∞ 𝑉𝑂 𝑉𝑂 (𝐶𝐴𝑂−𝐶𝐴∞ )
XA∞ = =
𝑊𝑂 𝑊𝑜

CA∞ = konsentrasi asam asetat setelah seimbang g asam asetat per volum air
XA∞ = kadar asam setat dalam karbon aktif setelah seimbang, g asam asetat per g
karbon aktif.
Dari berbagai kadar asam asetat awal CA∞ akan diperoleh X A∞ vs CA∞ . Hubungan
keseimbangan antara asam asetat dalam air dan asam asetat teradsorpsi pada karbon aktif
dinyatakan dengan XA = ∫(𝐶𝐴∞ ). Persamaan yang cocok untuk X A∞ vs CA∞ dicari sesuai
dengan data yang diperoleh.
Pembuktian model persamaan yang cocok :

1. Langmuir
1 1 1 1
Persamaan Langmuir dapat dimanipulasi menjadi : = +
𝑋𝐴 𝑋𝐴∗ 𝐾 𝐶𝐴 𝑋𝐴∗
1 1
Dibuat kurva vs jika grafik berupa garis lurus maka model Langmuir dapat
𝑋𝐴 𝐶𝐴
1 1
dipakai dan akan diperoleh slope dan intercept .
𝐾.𝑋𝐴∗ 𝑋𝐴∗

2. Freundlich
Persamaan Freundlich dapat dimanipulasi menjadi ln X A = lnK + 1/n ln CA dibuat
kurva ln XA vs ln CA.
Jika grafik berupa garis lurus maka model Freundlich dapat dipakai dan akan diperoleh
slope 1/n dan intercept lnK.
3. BET

39
Persamaan BET dapat dimanipulasi menjadi :

CA /CAO 𝐶𝐴
Dibuat kurva : vs
XA (1−CA /CAO ) 𝐶𝐴𝑜

Jika grafik berupa garis lurus maka model BET dapat dipakai dan akan diperoleh slope
𝑘−1 1
dan
𝐾𝑋𝐴∗ 𝐾𝑋𝐴∗

Pustaka
Coulson, J.M. and Richardson, J.F. 1987, “Chemical Engineering”, Volume Three, pp 526-
547, Pergamon Press, New York.

LAMPIRAN DATA PERCOBAAN

N NaOH = Berat karbon aktif = Volum=


Hasil titrasi CA01 CA02 CAO4 CAO5 CAO5 CAO6

Volume NaOH awal

Volume NaOH setelah seimbang

40
ACARA 9
DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA PELARUT
YANG TIDAK SALING MELARUT

A. Tujuan
Menghitung koefisien distribusi (K) zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling
melarut.

B. Dasar Teori
Jika ada dua zat pelarut yang tidak saling bercampur, saling berkontak satu sama Iain,
kemudian dilarutkan zat yang dapat larut ke dalam kedua zat pelarut tersebut, maka akan
terjadi distribusi zat terlarut kedalam kedua zat pelarut. Artinya bahwa akan ada
perpindahan zat terlarut dari zat pelarut yang satu ke zat terlarut yang lain secara bolak
balik. Bila laju distribusi kedua arah tersebut konstan maka dikatakan terjadi
kesetimbangan distribusi. Perbandingan itu disebut koefisien distribusi, diberi simbol K.
Misalkan zat terlarut adalah zat A, zat pelarut yang pertama adalah zat organic, zat
𝐶𝐴,𝑎𝑞
pelarut kedua adalah air, maka harga K dapat ditulis : K = ……...………(1)
𝐶𝐴,𝑜𝑟𝑔

Dimana :
K = koefisien distribusi
CA,aq = konsentrasi A dalam air (fase air)
CA,org = konsentrasi A dalam pelarut organic (fase organik)
Persamaan (1) berlaku apabila tidak ada perubahan berat molekul (masa relatif) dari zat
terlarut. Bila ada perubahan misalnya berubah menjadi polimer (terjadi asosiasi) atau
sebaliknya terjadi peruraian (disosiasi) dari zat terlarut, maka persamaan (1) tidak dapat
digunakan.
Misalnya zat A mengalami disosiasi adalah : An  nA …………......(2)
An = satu mol A ada n atom, di fase organik
nA = n mol A di fase air
Cn
A,aq
Harga k dari persamaan (2) adalah : K= ………………...…….(3)
Cn,org

1
Atau dapat ditulis: CA,org = n logCA,q + log (K) …………..….(4)
1
Apabila persamaan (4) dilogaritmakan, menjadi : logCA,org = n logCA,aq + log (K) ..(5)

41
Dari persamaan 95), apabila dibuat kurva antara log CA,org terhadap log Ca,aq akan diperoleh
1
slope = n dan sebagai intersep adalah log(𝐾 ). Dengan demikian harga n dan k dapat

ditentukan.

C. Alat dan Bahan


Bahan :
1. Larutan asam asetat 1 N 4. Aquades
2. Larutan NaOH 0,5 N 5. Indiator phenolphthalein (pp)
3. CCl4

Alat :
1. Corong pemisah 250 ml 4. Pipet ukur
2. Labu Erlenmeyer 100 ml 3 buah 5. Buret 50 ml
3. Gelas ukur 50 ml 6. Gelas beker 100 ml

D. Cara Kerja
1. Buatlah larutan asam asetat (1; 0,8; 0,6; 0,4; 0,2) N sebanyak 50 ml.
2. Ambil larutan asam asetat yang telah dibuat masing-masing sebanyak 10 ml untuk
distandarisasi dengan cara titrasi menggunakan larutan NaOH standar (dengan
inditator pp). Titrasi standarisasi dilakukan masing-masing 2 kali ulangan.
3. Diambil asam asetat sebanyak 25 ml, kemudian masukkan dalam corong pemisah
(jangan lupa kran pada corong pemisah ditutup).
4. Tambahkan ke dalam corong pemisah yang telah berisi asam asetat, 25 ml karbon tetra
klorida (CCl4) dan gojoklah sampai terjadi kesetimbangan. (konsultasikan dengan
pembimbing).
5. Setelah tercapai kesetimbangan, pisahkan kedua lapisan dan masing-masing masukkan
ke dalam labu Erlenmeyer.
6. Titrasi lapisan bawah dengan larutan standar NaOH.
7. Catat semua data dan hitunglah konsentrasi asam asetat dalam air dan dalam karbon
tetra klorida (CCl4).

42
F. Perhitungan
1. Mencari CA,aq
Misalkan hasil titrasi pada Langkah D.2 adalah V ml NaOH standar N grek/L, maka
normalitas asam asetat mula-mula dalam air adalah :
N.V
Naq mula-mula = grek/L ……………………………………(6)
10
N.V
CA,aq = gmol/L …………………………………....(7)
10
Mol asam asetat dalam 25 ml larutan adalah :

25.N.V
Mol asam asetat = gmol/L …………………………....(8)
10

Hasil titrasi pada Langkah D.6 adalah B ml NaOH, maka normalitas asam asetat
N.B
setelah terjadi distribusi adalah : Naq = grek/L ………………...(9)
V
N.B
Konsentrasinya adalah : CA,aq = gmol/L ………………(10)
V
N.B
Jadi : CA,aq = gmol/L ………………(11)
V
2. Mencari CA,prg bila tidak terjadi polimerasi
Bila tidak terjadi polimerasi berarti n = 1.
Dari persamaan 911), untuk 25 ml larutan asam asetat dalam air, diperoleh mol asam
asetat dalam air setelah terjadi distribusi adalah :
25.N.B
molA,aq = = 2,5 N. B ………..(12)
10
Jadi mol asam asetat yang didistribusikan ke dalam CCl4 adalah :
molA,org = 2,5. N(V − B)mol …………………………(13)
Persamaan (13) diperoleh dari pengurangan persamaan (8) dikurangi persamaan (12).
Volume CCl4 yang ditambahkan sebanyak 25 ml, jadi konsentrasi asam asetat dalam
25N(V−B)
CCl4 adalah : CA,org = = 2,5(V − B)gmol/L….(14)
10
3. Mencari harga K
Untuk zat yang tidak berpolimerasi,
𝐶𝐴,𝑎𝑞 𝐵
Sesuai persamaan (1), maka : 𝐾= = …………………...(15)
𝐶𝐴,𝑜𝑟𝑔 (𝑉−𝐵)

43
ACARA 10
PENENTUAN TETAPAN HIDROLISA (Kh)
GARAM PLUMBUM NITRAT [Pb(NO3)2]

A. Tujuan
Menentukan tetapan hidrolisis (Kh) garam [Pb(NO3)2] pada suhu kamar.

B. Dasar Teori
Apabila suatu garam dari elektrolit kuat dan lemah (misalnya dari asam kuat dan basa
lemah; atau garam dari basa kuat dan asam lemah), serta garam dari elektrolit-elektrolit
lemah dilarutkan dalam air, maka di dalam larutannya akan terjadi interaksi antara-ion-ion
garam dengan ion-ion air membentuk asam lemah, basa lemah atau kedua-duanya.
Peristiwa ini disebut hidrolisis.
Karena terjadinya peristiwa tersebut, kesetimbangan air dalam larutan akan terganggu,
sehingga tidak lagi bersifat netral, melainkan akan menjadi bersifat sedikit asam atau
alkalis tergantung dari pada jenis garam yang dilarutkan.
Apabila garam yang telah dilarutkan adalah garam yang tersusun dari asam lemah dan
basa lemah, maka larutan akan bersifat netral hanya jika tetapan ionisasi asam sama
dengan tetapan ionisasi basanya.
Dalam percobaan ini akan ditetapkan besarnya tetapan hidrolisa (Kh) dari larutan
garam Pb(NO3)2 dalam air, pada suhu kamar secara potensiometri langsung dengan
mengukur besarnya pH larutan pada berbagai konsentrasi.
Garam Pb(NO3)2 adalah garam yang tersusun dari asam kuat dan basa lemah, sehingga
apabila dilarutkan ke dalam air, maka di dalam larutannya akan terjadi kesetimbangan
hidrolisis sebagai berikut: Pb2+ + H2O  Ph(OH)+ + H+
Untuk larutan yang cukup encer, besarnya tetapan hidrolisis dapat dinyatakan sebagai
berikut:
[Pb(OH)+ ] [H+ ] [basa][asam] Kw
Kh = = = .................... (1)
[Pb2+ ] [garam] Kb

Sesuai persamaan (1), untuk dapat menghitung besarnya Kh, harus ditentukan terlebih
dulu harga tetapan ionisasi basanya (Kb); dan ini dapat diperoleh dengan mengukur
besarnya pH larutan pada berbagai konsentrasi. Untuk suatu konsentrasi tertentu,
1 1 1
misalnya = G, maka: pH = 2 pKw - 2 pKb - 2 log[G], sehingga

44
logK b = 2pH – pK w + log[G] ..................... (2)

C. Alat dan Bahan


Bahan :
1. Garam plumbum nitrat, Pb(NO3)2 3. Larutan asam nitrat encer
2. Larutan jenuh kalium hydrogen tartrat 4. Aquades

Alat :
1. pH meter 4. Gelas beker 150 ml
2. labu takar 100 ml 5. Botol pencuci
3. pipet gondok 20 ml

D. Cara Kerja
1. Buatlah 100 ml larutan Pb(NO3)2 0,1 M dari larutan yang disediakan.
2. Ambillah (dengan pipet gondok) 20 ml larutan tersebut, dan encerkan dengan aquades
hingga volumenya menjadi 100 ml, untuk membuat larutan 0,02 M.
3. Dengan cara yang sama, dari larutan 0,02 M, buatlah larutan yang molaritasnya adalah
4x10-3 M. Selanjutnya berturut – turut, buatlah larutan yang molaritasnya masing-
masing 8x10-4 M; 16x10-5 M; dan 6,4x10-6 M.
4. Hidupkan alat pH meter, biarkan 5-10 menit. Cuci kedua elektrodanya dengan
aquadest dan keringkan dengan kertas tissue; kemudian masukkan ke dalam larutan
jenuh kalium hidrogen tatrat.
5. Standarkan pH meter sehingga jarum penunjuk pH pada papan skala menunjukkan
pembacaan pH = 3,47 pada suhu kamar, dan biarkan sebentar hingga pembacaan pH
tetap.
6. Keluarkan kedua elektroda dari larutan tersebut, cucilah aquadest dengan air bersih,
dan keringkan dengan cara seperti di atas; kemuadian masukkan ke dalam larutan
Pb(NO3)2 0,10 M, dan baca serta catatlah pH-nya.
7. Gantilah larutan Pb(NO3)2 tersebut dengan bagian lain dari larutan yang sama
(konsentrasinya sama yaitu 0,10 M); ukur dan catat pH nya. Apabila ternyata pH
larutan yang kedua ini berbeda dengan pH larutan yang pertama, dengan cara yang
sama teruskan sampai akhirnya diperoleh hasil pembacaan pH yang sama.

45
8. Ambillah larutan Pb(NO3)2 0,10 M tersebut, dan cucilah kedua elektroda mula-mula
dengan HNO3 encer, kemudian dengan aquades, serta keringkan dengan cara seperti
di atas.
9. Sekali lagi ukurlah pH larutan jenuh kalium hidrogen tartrat. Apabila ternyata
pembacaan ini terletak antara 3,55 - 3,59; kembalikan jarum penunjuk pada
pembacaan pH =3,57.
10. Selanjutnya ukurlah pH dari seri larutan Pb(NO3)2 , berturut-turut dimulai dari larutan
0,02 M, 4x10-3 M dan seterusnya.
11. Setelah pengukuran pH semua lautan Pb(NO3)2 selesai, cucilah kedua elektroda mula-
mula dengan HNO3 encer, kemudian dengan aquadest dan akhirnya rendamlah ke
dalam gelas beker yang berisi aquadest.

E. Perhitungan
Dari hasil pengukuran pH berbagai larutan Pb(NO3)2, buatlah tabel dan dengan
menggunakan persamaan (2), hitunglah besarnya tetapan ionisasi basa (Kb), selanjutnya
dengan menggunkan persamaan (1) tentukan besarnya tetapan hidrolisis (Kh) larutan
garam Pb(NO3)2 pada suhu kamar.

46
DATA PENGAMATAN
ACARA PENENTUAN TETAPAN HIDROLISA (Kh)
GARAM PLUMBUM NITRAT [Pb(NO3)2]

Suhu kamar : ....................


Formalitas larutan pH larutan Tetapan ionisasi (Kb) Tetapan hidrolisis
Pb(NO3)2 (Kh)

1,0 x10-1 F
2,0 x10-2 F
4,0 x10-3 F
8,0 x10-4 F
16,0 x10-5 F
3,2 x10-5 F
6,4 x10-6 F

Tetapan ionisasi Kb Pb(OH)2 pada suhu kamar adalah = ……………………


Tetapan hidrolisis ( Kh) garam Pb(NO3)2 pada suhu kamar = ……………………

47
ACARA 11
DESTILASI

A. Tujuan
Memisahkan dua komponen cairan yang memiliki titik didih berbeda.

B. Dasar Teori
Destilasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan dua atau lebih
komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Uap yang dibentuk selama
destilasi makin lama makin dijenuhi dan makin banyak mengandung komponen yang lebih
mudah menguap (yaitu komponen yang titik didihnya lebih rendah). Sehingga akan terjadi
pemisahan uap yang terbentuk dan mengandung komponen yang sama seperti campuran
semula. Tetapi pada proses yang berbeda, cara pemisahan dengan destilasi ini mudah
dilakukan apabila perbedaan polaritas antarkomponen cukup besar. Namun untuk
mendapatkan komponen murni sulit dicapai.
Prinsip destilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya, pada tekanan
dan suhu tertentu. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan
memisahkan cairan dari zat padat atau memisahkan zat cair dari campurannya yang
mempunyai titik didih yang berbeda. Komponen yang mempunyai titik didih lebih rendah
akan terpisah lebih dahulu.
Beberapa contoh penggunaan teknik destilasi adalah dalam industri minuman
beralkohol, yaitu untuk memperoleh kadar alkohol yang dikehendaki. Dalam industri
farmasi untuk mengisolasi zat-zat yang berguna sebagai obat yang terdapat dalam akar,
batang, dan daun tumbuh-tumbuhan. Selain itu destilasi digunakan untuk memisahkan dan
memurnikan etanol dari air di mana etanol mempunyai titik didih 780C akan menguap dan
mengembun melalui pendinginan.
Tujuan destilasi bertingkat adalah pemisah an dua atau lebih cairan yang mudah
menguap atau cairan yang berbeda titik didihnya. Destilasi bertingkat dapat dipahami
dengan mengetahui hubungan antara tekanan uap dari campuran senyawa dan
komposisinya dan menggambarkannya dalam suatu kurva.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi ketajaman pemisahan dalam proses
destilasi ini adalah :
1. Perbedaan komposisi yang mungkin ada di antara cairan dan uap pada keadaan
kesetimbangan (hubungan kesetimbangan uap dan cairan atau volatilitas relatif).

48
2. Efektivitas kontak dari uap dan cairan yang biasa dinyatakan dalam plat teoritis atau
HETP.
3. Perbandingan kondesat yang kembali ke arah kolom fraksinasi atau refluks ratio.
4. Kecepatan uap yang naik atau kecepatan aliran destilat.
Macam – macam teknik destilasi adalah penyulingan biasa pada tekanan rendah
(vakum), destilasi biasa pada tekanan atmosfir, destilasi dengan tekanan uap lewat panas,
destilasi bertingkat pada tekanan atmosfir.
Pada destilasi biasa, tekanan uap diatas cairan adalah tekanan atmosfir (titik didih
normal). Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada atmosfer yang ditempatkan pada
tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat.
Untuk campuran atau larutan ideal, tekanan PA dan komposisi uap larutan ditentukan
bila tekanan PA0 dan fraksi mol kompnen zat murni X A diketahui (hukum Raoult) : PA =
PA0 . XA dan hukum Dalton XA = PA/(PA + PB + ....). Kombinasi kedua hukum ini
menunjukkan bahwa untuk campuran ideal fraksi mol dalam uap lebih tinggi daripada
dalam larutan.
Destilasi terfraksi, digunakan untuk memisahkan campuran zat cair yang mempunyai
perbedaan titik didih tidak berbeda banyak. Maka dengan menggunakan kolom yang
panjang dan mempunyai sekat/trap yan banyak, ditiap trap akan terjadi proses penguapan
pengembunan sendiri yang berarti akan terjadi proses pemisalan kedua komponen dalam
banyak tahap. Pada bagian bawah akan terdapat campuran uap yang kaya dengan fraksi
yang mempunyai titik didih tinggi, sedangkan pada bagian atas akan terdapat campuran
uap yang kaya dengan fraksi titik didih rendah. Makin banyak trap yang dipunyai, makin
banyak proses fraksinasi tersebut, sehingga pemisahan akan terjadi lebih sempurna.
Suatu kolom destilasi dapat diisi dengan bahan yang memungkinkan persentuhan
yang efisien antara cairan dengan uap dan hanya memakan ruang sedikit saja, sehingga
terdapat ruang yang bebas untuk melewatkan banyak uap. Helicks dari kaca, spiral kasa,
dan bahan packing yang berbeda-beda jenisnya digunakan dengan derajat efisiensi yang
beraneka. Sebagian larutan pada labu destilasi akan menguap dan kemudian akan
terembuskan pada lapisan yang lebih tinggi, sementara sebagian cairan meIimpah dan
meluncur lewat pipa. Dengan demikian uap yang terdestilasi terus menerus akan mencapai
bagian teratas dan cairan yang terembunkan mengalir ke labu pendidih dasar.

49
D. Alat dan Bahan
Alat :
1. Seperangkat alat distilasi : 1 buah
2. Penangas minyak : 1 buah
3. Gelas ukur 250 ml : 1 buah
4. Pipet tetes : 1 buah
5. Neraca analitik : 1 buah
6. Piknometer : 1 buah
7. Thermometer : 1 buah
8. Statif : 1 buah
9. Klem : 1 buah
10. Hot plate : 1 buah

Bahan:
1. Aquades 150 ml
2. Etanol 96% murni 150 ml
3. Vaselin
4. Batu didih 3 biji

E. Cara Kerja
1. Mengukur massa jenis air (ρ1)
2. Mengukur massa jenis etanol 96% (ρ2)
3. Mengambil 150 mL aquades dan 150 mL etanol, mencampurkan kemudian mengukur
massa jenis campuran (ρ3)
4. Melakukan destilasi terhadap 300 mL larutan di atas pada temperature ± 800C.
Mengusahakan agar temperature tidak mencapai titik didih air
5. Mengukur massa jenis hasil destilasi (ρ4)

F. Daftar Pustaka
1. Ahmad, Hiskia. 1999. Penuntun Dasar Praktikum Kimia. Jakarta: Depdikbud.
2. Anwar, Chairil, dkk. 1994. Pengontar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: FMIPA-
UGM
3. Firman, Harry dan Liliasari. 1993. Kimia untuk SMU 1. Jakarta: Depdikbud.
4. Matsjehn, Sabirin. 1992. Kimia Organik 1. Yogyakarta: FMIPA-UGM

50
5. Tim Dosen Kimia FiSika. 2008. Panduan Praktikum Kimia Fisiku. Banjarmasii : FKIP
UNLAM. (Tidak dipublikasikan)

Ket :

1. Thermometer
2. Labu bundar
3. Hot plate
4. Statif
5. Klem
6. Bak penampung air
7. Tabung kondensor
8. Pipa air masuk
9. Pipa air keluar
10. Penangas minyak
11. Labu destilat

51
FLOWCHART
DESTILASI

H2O CH3CH2OH 96 %

- mengukur massa jenis (ρ2)

mengambil 150 mL - mengambil 150 mL

150 mL H2O 150 mL CH3CH2OH 96 %

150 mL H2O + 150 mL CH3CH2OH 96 %

- mengukur massa jenis campuran (ρ3)


- mendestilasi, ± 120°C
- mengusahakan agar temperatur tidak mencapai titik didih

Destilat 1

- mengukur massa jenis destilat (ρ4)

- mengulang destilasi, jika ρ 4 > ρ2

Destilat 2

52
LAMPIRAN

HASIL PENGAMATAN

No. Perlakuan Data Pengamatan

1. V piknometer ................... ml

m piknometer ................... gram

m piknometer + air ................... gram

m piknometer + etanol ................... gram

m piknometer + air + etanol ................... gram

2. Mencampurkan 150 mL aquades dan 150 Melarut/TIDAK larut


mL etanol
Warna larutan .....................
Mendestilasi 300 mL larutan pada
3. .............................................
penangas minyak
.............................................
0
Suhu 120 C
.............................................
M piknometer + destilat
4. ................... gram

PENENTUAN DENSITAS

1. Menentukan Densitas Air


Massa piknometer = .............. gram
Massa piknometer + air = .............. gram
Massa air = .............. gram
Volume air = .............. mL
Massa jenis air (ρ1) = .............. g/ml
2. Menentukan Densitas Alkohol
Massa piknometer = .............. gram
Massa piknometer + etanol = .............. gram
Massa etanol = .............. gram
Volume etanol = .............. mL

53
Massa jenis etanol (ρ2) = .............. g/ml
3. Menentukan Densitas Campuran
Massa piknometer = .............. gram
Massa piknometer + campuran = .............. gram
Massa campuran = .............. gram
Volume campuran = .............. mL
Massa jenis campuran (ρ3) = .............. g/ml
4. Menentukan Densitas Destilat
Massa piknometer = .............. gram
Massa piknometer + destilat = .............. gram
Massa destilat = .............. gram
Volume destilat = .............. mL
Massa jenis destilat (ρ4) = .............. g/ml

54
ACARA 12
PENGUKURAN KADAR GULA DENGAN INDEKS BIAS
MENGGUNAKAN REFRAKTOMETER

A. Tujuan
Menentukan kadar gula dengan metode penentuan indeks bias.

B. Dasar Teori
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena
melalui 2 (dua) medium berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan
menjadi 2 yaitu:
a. Mendekati garis normal
b. Menjauhi garis normal
Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan
cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium. Secara
matematis, indeks bias dapat ditulis:
dimana : n = indeks bias
c = kecepatan cahaya dalam ruang hampa (299,792,458 meter/detik)
vp = cepat rambat cahaya pada suatu medium
Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 atau (n ≥ 1).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga indeks bias cairan yaitu :
1. Berbanding terbalik dengan suhu
2. Berbanding terbalik dengan panjang gelombang sinar yang digunakan
3. Berbanding lurus dengan tekanan udara dipermukaan larutan
4. Berbanding lurus dengan kadar atau konstrsasi larutan

C. Alat dan Bahan


Bahan
1. Gula pasir
2. Aquades
3. Larutan sampel yang mengandung gula

55
Alat
1. Refraktometer 4. Pengaduk
2. Beker gelas 5. Labu takar
3. Pipet tetes

D. Cara Kerja
D.1. Membuat grafik standar
1. Buat larutan gula dengan kadar 5%; 10%; 15%; 20%; dan 25%
2. Menggeser refraktometer sehingga cermin cahaya dan skala pada refraktometer
mendapat penerangan yang cukup (membuka katup diafragma)
3. Horisontalkan teropong beserta papan skala dengan cara memutar sampai
maksimal
4. Membuka gredel pada refraktometer, kemudian meneteskan air pada prisma,
menyeka prisma dengan tisu
5. Meneteskan larutan gula dari yang paling encer diatas prisma kerja
6. Mengatur lapang pandang dengan ulir kecil sehingga tinggal warna hitam dan
putih
7. Mencatat hasil indeks bias setiap % cair
8. Prisma dibuka kembali, bidang-bidang prisma dibersihkan dengan hati-hati dan
teliti dan dibilas dengan air dan keringkan dengan kertas kasa atau tisu
9. Ulangi percobaan untuk kadar gula berikutnya
10. Buat grafik antara konsentrasi larutan gula terhadap indeks bias. Buat
persamaan regresi liniernya.

D.2. Menentukan kandungan gula dalam sampel


1. Lakukan pengukuran indeks bias larutan sampel seperti prosedur D.1.2-D.1.6
2. Dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh pada D.1.9, tentukan
konsentrasi gula dalam sampel.

56
ACARA 13
KELARUTAN FUNGSI SUHU

A. Tujuan Percobaan
1. Membuat kurva kelarutan versus suhu, dengan dasar persamaan (2), yaitu log a
versus 1/T.
2. Menghitung besarnya panas pelarutan rata-rata dari suhu T1 sampai suhu T2 .

B. Dasar Teori
Pada sistem keseimbangan kimia, tidak terlihat adanya pergerakan peralihan
tempat dari satu fase ke fase yang lain, tetapi sebenarnya, ada Gerakan perpindahan
atau reaksi bolak-balik yang mempunyai kecepatan yang sama. Hal demikian disebut
keseimbangan dinamis. Salah satu contoh yang sederhana, keseimbangan seperti
tersebut di atas adalah larutan jenuh. Dalam larutan jenuh, molekul-molekul
meninggalkan padatan masuk ke dalam larutan yang berkecepatan sama dengan
molekul-molekul di larutan yang terendapkan Kembali menjadi padatan. Kelarutan dan
padatan, yakni konsentrasi larutan jenuh, khusus dalam hal ini disebut konstanta
keseimbangan.
Hubungan antara konstanta keseimbanagn dan suhu absolut (mutlak)
dikembangkan oleh Van’t Hoff, yang kemudian menjadi salah satu persamaan yang
penting dalam ilmu kimia.
𝑑 ln 𝑠 ∆𝐻
= 𝑅𝑇 2
𝑑𝑇

Dan dalam bentuk integralnya :


−∆𝐻 1
log 𝑠 = 2,303 𝑅 . 𝑇 + 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎
𝑆 −∆𝐻(𝑇2−𝑇1 )
Atau, log 𝑠 = 𝑆2 =
1 2,303 𝑅 (𝑇2 𝑇1)

S2, S1 = kelarutan, biasanya dinyatkan dalam mol/1000 gram pelarut, pada


suhu mutlak T2 dan T1.
R = konstanta gas (kalori/mol°K)
ΔH = panas pelarutan (kalori/mol)
Dalam hal integrasi seperti pada persamaan 3, dengan anggapan panas pelarutan
(ΔH) konstan pada suhu antara T1 dan T2. Yang dimaksud panas pelarutan disini adalah

57
panas yang diserap, apabila satu mol padatan dilarutkan dalam larutan, sehingga
menjadi jenuh.
Dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat yang melarut dengan zat
yang tidak melarut. Pada kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan
mengendap. Artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Jika
kesetimbangan diganggu, misalnya dengan menaikkan temperature maka konsentrasi
larutan akan berubah.
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut untuk dapat larut
pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat dasarnya sangat
bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut pada suhu, tekanan, dan
pH. Secara luas kelarutan suatu zat pada pelarut sampai solute tersebut mengendap
(tidak dapat larut lagi).
Kelarutan suatu solute pada pelarut tertentu sangat bergantung pada suhu. Pada
sebagian besar padatan yang dapat larut dalam air, kelarutan akan semakin meningkat
jika suhu dinaikkan melebihi 100°C. suhu ionic yang terlarut pada air bersuhu tinggi
(mendekati suhu kritis) cenderung berkurang karena perubahan sifat dan struktur
molekul air. Selain itu, tetapan dielektrik menyebabkan pelarut kurang polar.
Kelarutan senyawa organic selalu meningkat dengan kenaikan suhu. Ini lah
yang mendasari Teknik pemurnian dengan rekristalisasi yang memanfaatkan perbedaan
kelarutan solute pada suhu rendah dan tinggi.

C. Alat dan Bahan


Alat Bahan :
1. Thermostat 1. Larutan asam oksalat jenuh
2. Tabung reaksi besar 2. Larutan NaOH 2 N
3. Thermometer 3. Indikator PP
4. Pipet tetes 4. Es batu
5. Buret
6. Pipet gondok

D. Cara Kerja
a. Mengambil 70 ml larutan asam oksalat jenuh dan memasukkan ke dalam tabung
reaksi besar.

58
b. Menyiapkan thermostat kemudian memasukkan tabung reaksi yang telah berisi
larutan asam oksalat jenuh ke dalam thermostat dan menambahkan pendingin
berupa es batu.
c. Memasukkan pendingin ke dalam thermostat dan mengaduk pendingin.
d. Setelah suhu larutan asam oksalat jenuh mencapai 25°C, mengambil 10 ml larutan
tersebut dengan pipet gondok dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer.
e. Menitrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH 2N. sebelum dititrasi, larutan asam
oksalat jenuh di Erlenmeyer ditetesi indicator PP 2-3 tetes.
f. Mengulangi langkah d dan e dengan suhu berturut-turut 20°C, 15°C, 10°C, 5°C,
dan 2°C.
g. Mencatat semua data dan menghitung kelarutannya.
h. Membuat kurva log s versus 1/T dan mencari ΔH nya.

59
Daftar Pustaka

1. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Dasar Proses Kimia – TGP FTUI
2. Kimia Dasar Petunjuk Praktikum untuk Fakultas Teknik Geologi, Laboratorium Fakultas
Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, 1993
3. Kimia Fisika Petunjuk Praktikum, Laboratorium Fakultas Teknik Kimia Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, 1989
4. Pengantar Teknik Kimia II Petunjuk Praktikum untuk Fakultas Teknik Kimia,
Laboratorium Fakultas Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta, 1993
5. Petunjuk Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1987
6. Petunjuk Praktikum Kimia Fisika, UPT Laboratorium Dasar Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta, 1994
7. http://alchemist08.files.wordpress.com/2012/05/percobaan-vi-destilisasi.doc
8. http://www.scribd.com/doc/79008228/8/LEMBAR-KERJA

60

Copy protected with Online-PDF-No-Copy.com

Anda mungkin juga menyukai