Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2022
1. DUDUK PERKARA
Mulanya Pemohon (laki-laki) dengan Termohon (perempuan)
menikah pada tanggal 14 April 2005 yang tercatat pada Kutipan Akta
Nikah Nomor: 49/11/IV/2005 tanggal 12 April 2005. Setelah menikah,
mereka awalnya tinggal di rumah orang tua Pemohon, kemudian
berpindah di rumah bersama. Pernikahan mereka dalam keadaan ba’da
dukhul dengan dikaruniai 2 (orang) anak laki-laki, yang pertama lahir pada
tanggal 01 Maret 2006 dan yang kedua lahir pada tanggal 21 Juni 2010.
Rumah tangga mereka yang semula rukun dan bahagia berubah
menjadi tidak harmonis lagi sejak Mei 2019 karena terjadi perselisihan dan
pertengkaran di antara mereka disebabkan Termohon telah menjalin
hubungan dengan laki-laki bernama Anas dan Termohon sering
membentak Pemohon di depan orang tua Pemohon yang dalam keadaan
sakit. Puncaknya pada bulan Juni 2019, mereka telah tinggal secara
terpisah. Selama terpisah selama 2 (dua) bulan tersebut, Pemohon pulang
ke rumah orang tua Pemohon. Selain itu, mereka sudah tidak ada
hubungan lagi seperti layaknya suami istri. Pihak keluarga juga tidak
berhasil untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga tersebut
sehingga sudah tidak dapat diharapkan untuk membina rumah tangga yang
bahagia lagi.
Dalam Konvensi
1. Menimbang, bahwa dari keterangan Pemohon, Termohon, para saksi
Pemohon, terungkap fakta yang pada pokoknya:
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang telah
menikah
sejak tahun 2005;
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di
rumah Pemohon lalu di rumah bersamanya, dan dikaruniai 2 anak,
namun sejak lima bulan yang lalu terjadi ketidakharmonisan dalam
rumah tangga sampai sekarang Karena Pemohon dan Termohon
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran;
- Bahwa penyebab pertengkaran mereka karena Pemohon telah
menikah siri dengan Anita dan Termohon juga mempunyai lelaki
lain;
- Bahwa kini mereka telah berpisah tempat tinggal selama kurang
lebih 5 bulan, Pemohon di rumah orang tuanya dan termohon di
rumah bersamanya, dan selama itu sudah tidak ada komunikasi
sebgaimana layaknya suami isteri;
- Bahwa berbagai upaya perdamaian telah ditempuh namun tidak
berhasil;
2. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Pemohon, Termohon dan
keluarga para pihak tentang keadaan rumah tangga Pemohon dan
Termohon yang dihubungkan dengan hasil upaya perdamaian yang
dilakukan oleh Majelis Hakim serta sikap Pemohon yang tetap pada
permohonannya telah membuktikan bahwa perselisihan dan
pertengkaran antara Pemohon dan Termohon tersebut sudah tidak
mungkin disatukan lagi dan tidak ada harapan untuk rukun dalam
rumah tangga;
3. Menimbang, bahwa dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 227 yang
ْ ق فَإ ّ ِ ْن َعَز
berbunyi : َُموا الط َوإ َ َه َس ِمي ٌع ع َِل ٌ يم ن ال ّل ّ ِ ل
Artinya : “Dan Jika mereka telah bertetap hati untuk talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ”
4. Menimbang, bahwa menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.
38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991, dapat diambil suatu sarinya,
bahwa “ Suami isteri yang telah terjadi perselisihan dan pertengkaran
terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangganya. Maka apabila Majelis Hakim telah yakin bahwa
kondisi rumah tangga tersebut telah “pecah” berarti hati kedua belah
pihak tersebut telah pecah pula, dengan maka telah terpenuhi
kandungan maksud pasal 19 (f) PP. No. 9 tahun 1975”.
5. Menimbang, bahwa majelis menyimpulkan untuk mempertahankan
ikatan pernikahan mereka antara maslahah mafsadahnya lebih banyak
mafsadahnya, dengan tanpa melihat siapa pemicu keretakan rumah
tangga pemohon dan termohon, perceraian adalah merupakan alternatif
terbaik yang dengan terpaksa harus diambil, dari pada pemohon dan
termohon hidup dalam perkawinan yang retak (marriage breakdown),
karena keduanya tidak bisa disatukan lagi dalam ikatan perkawinan
yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana terkandung dalam
al Qur-an surat Ar Ruum ayat (21).
6. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas maka permohonan Pemohon dipandang telah mempunyai cukup
alasan dan memenuhi pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 jo. pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
jo. pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu
permohonan Pemohon mengenai perceraian dapat dikabulkan;
7. Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 72 Jo. Pasal 84
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka memerintahkan kepada
Panitera Pengadilan Agama Blitar untuk mengirimkan salinan
Penetapan Ikrar ini kepada Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana
dimaksudkan oleh pasal tersebut;
8. Menimbang, bahwa putusnya ikatan perkawinan dalam perkara cerai
gugat terjadi setelah putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum
tetap, sedangkan dalam perkara cerai talak putusnya ikatan perkawinan
terjadi setelah pengucapan ikrar talak;
9. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
di atas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dalil-dalil
permohonan Pemohon telah terbukti dan dinilai cukup beralasan
sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 37 UU Nomor 1
Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 jo Pasal 116
huruf (f) KHI, oleh karena itu permohonan Pemohon dapat dikabulkan
dengan memberi ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu
Raj’I terhadap Termohon di depan siding Pengadilan Agama Blitar.
10. Menimbang, bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan, maka
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah
dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009, maka biaya perkara ini dibebankan kepada Pemohon.
Dalam Rekonvensi
1. Menimbang, bahwa dalam hal ini yang semula Pemohon disebut
sebagai Tergugat Rekonpensi, sedang yang semula Termohon disebut
sebagai Penggugat Rekonpensi;
2. Menimbang, bahwa Penggugat Rekonpensi pada dasarnya berat
bercerai, maka jika terjadi perceraian menuntut :
- Penggugat Rekonpensi memohon nafkah lampau kepada Pemohon
sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
- Penggugat Rekonpensi momohon kepada majelis hakim nafkah
iddah sebesar Rp 10.000.000,00(sepuluh juta rupiah);
3. Menimbang, bahwa atas tuntutan tersebut, Tergugat Rekonpensi
menanggapi yang pada pokoknya : Tergugat Rekonpensi tidak
menyanggupinya;
4. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Tergugat Rekonpensi,
Pengugat Rekonpensi, dan alat-alat bukti tertulis dari Pengugat
Rekonpensi maupun Tergugat Rekonpensi dapat ditemukan fakta
hukum pada pokoknya:
- Bahwa Pengugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi adalah suami
istri yang telah menikah sejak tahun 2005;
- Bahwa mereka telah berpisah tempat tinggal selama sekitar 1 tahun;
- Bahwa Pengugat Rekonpensi telah menikah sirri dengan wanita lain,
dan Tergugat Rekonpensi juga pernah digrebek warga masalah pria
lain;
- Bahwa pekerjaan Tergugat Rekonpensi adalah karyawan CV Jasa
Sarana dengan gaji Rp 3.500.00,00;
- Berbagai upaya perdamaian tidak berhasil;
5. Menimbang, bahwa, sebelum mempertimbangkan terkait tuntutan
Pengugat Rekonpensi /Termohon masalah tuntutan nafkah madhiyah,
nafkah biaya anak dan muth’ah. Maka alangkah baiknya perlu
menyinggung pengertian nusyus. Kata nusyuz secara resmi telah
dipakai dalam tata bahasa Indonesia yang secara terminologi berarti :
perbuatan tidak taat dan membangkang seorang isteri terhadap
suaminya (tanpa alasan) yang dibenarkan hukum (Islam);
6. Menimbang, bahwa Penggugat Rekonpensi terbukti sebagai isteri yang
nusyus karena ternyata mempunyai jalinan dengan pria lain, maka dari
itu ia masih berhak mendapatkan haknya berupa mut’ah yang sifatnya
sunnah, sebagaimana dalam ketentuan pada pasal 159 KHI;
7. Menimbang, bahwa, masalah tuntutan nafkah madhiyah dan nafkah
iddah, berdasarkan Pasal 149 huruf (b) KHI.) bahwa Penggugat
Rekonpensi terbukti sebagai isteri yang nusyus karena ternyata
mempunyai jalinan dengan pria lain maka sudah sepatutnya gugatan
nafkah madhiyah dan nafkah iddah tersebut, tidak diterima (Niet
Onvankelijk Verklaard);
8. Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 41 huruf (c) UU. No.1 tahun
1974 : ”Pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/menentukan sesuatu kewajiban
bagi bekas isteri” dan menurut ketentuan pasal 158 huruf (b) KHI yang
berbunyi: ‘Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat
perceraian itu kehendaki oleh suami’, dan pasal 159 KHI : “Muth’ah
sunnah diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158
tersebut”;
9. Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 241 yang
artinya: “ Kepada wanita-wanita yang diceraikan hendaklah suaminya
memberikan mut’ah yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang
yang bertaqwa “
10. Menimbang, bahwa Tergugat Rekonpensi/Pemohon pekerja sebagai
karyawan di CV Jasa Sarana, yang mempunyai gaji RP 3.500.000,00,-
sehingga mempunyai penghasilan yang relatif cukup, maka dari itu
tidak berlebihan dan dalam batas kelayakan untuk ukuran kehidupan
keluarganya, apabila Tergugat Rekonpensi/Pemohon di hukum untuk
membayar kepada Termohon/Penggugat Rekonpensi berupa :
- Mut’ah Rp 7.000.000,00 ( tujuh juta rupiah);
- Nafkah hadlanah (biaya pemeliharaan dua orang anak tersebut setiap
bulan minimal sebesar Rp 600,000,- (enam ratus ribu rupiah)
Dalam Konvensi
1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;
2. Memberi ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i
terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Blitar;
Dalam Rekonvensi
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi sebagian;
2. Menghukum Pemohon/ Tergugat Rekonpensi untuk membayar kepada
Termohon/ Penggugat Rekonpensi berupa :
- Mut’ah Rp 7.000.000,00 ( tujuh juta rupiah);
selebihnya.
41/Pdt.G/2020/PTA.Sby
Dalam Konvensi
Dalam Rekonvensi
Dalam Konpensi
Dalam Rekonpensi