Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK 6

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PUTUSNYA


PERKAWINAN KARENA CERAI TALAK BESERTA AKIBAT
HUKUMNYA

Disusun Oleh :

Ayu Zihan Nabillah (E2B022027)


Robiatul Afrian  (E2B022028)
Satria bagas pratama (E2B022029)
Gina Felissimo Halevi  (E2B022030)
Anggi agustriani putri (E2B022031)
Evan Mandala Tama (E2B022032)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2022
1. DUDUK PERKARA
Mulanya Pemohon (laki-laki) dengan Termohon (perempuan)
menikah pada tanggal 14 April 2005 yang tercatat pada Kutipan Akta
Nikah Nomor: 49/11/IV/2005 tanggal 12 April 2005. Setelah menikah,
mereka awalnya tinggal di rumah orang tua Pemohon, kemudian
berpindah di rumah bersama. Pernikahan mereka dalam keadaan ba’da
dukhul dengan dikaruniai 2 (orang) anak laki-laki, yang pertama lahir pada
tanggal 01 Maret 2006 dan yang kedua lahir pada tanggal 21 Juni 2010.
Rumah tangga mereka yang semula rukun dan bahagia berubah
menjadi tidak harmonis lagi sejak Mei 2019 karena terjadi perselisihan dan
pertengkaran di antara mereka disebabkan Termohon telah menjalin
hubungan dengan laki-laki bernama Anas dan Termohon sering
membentak Pemohon di depan orang tua Pemohon yang dalam keadaan
sakit. Puncaknya pada bulan Juni 2019, mereka telah tinggal secara
terpisah. Selama terpisah selama 2 (dua) bulan tersebut, Pemohon pulang
ke rumah orang tua Pemohon. Selain itu, mereka sudah tidak ada
hubungan lagi seperti layaknya suami istri. Pihak keluarga juga tidak
berhasil untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga tersebut
sehingga sudah tidak dapat diharapkan untuk membina rumah tangga yang
bahagia lagi.

Pemohon dan Termohon


menikah pada tanggal 14
April 2005

Pada bulan Mei 2019, terjadi


Pernikahannya dalam perselisihan dan pertengkaran
keadaan ba’da dukhul dengan antara Pemohon dengan Termohon
dikaruniai 2 (dua) orang anak dan puncaknya pada bulan Juni
laki-laki. 2019, Pemohon tinggal secara
terpisah dengan Termohon.
2. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Blitar Nomor
3088/Pdt.G/2019/PA.BL

Dalam Konvensi
1. Menimbang, bahwa dari keterangan Pemohon, Termohon, para saksi
Pemohon, terungkap fakta yang pada pokoknya:
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang telah
menikah
sejak tahun 2005;
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di
rumah Pemohon lalu di rumah bersamanya, dan dikaruniai 2 anak,
namun sejak lima bulan yang lalu terjadi ketidakharmonisan dalam
rumah tangga sampai sekarang Karena Pemohon dan Termohon
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran;
- Bahwa penyebab pertengkaran mereka karena Pemohon telah
menikah siri dengan Anita dan Termohon juga mempunyai lelaki
lain;
- Bahwa kini mereka telah berpisah tempat tinggal selama kurang
lebih 5 bulan, Pemohon di rumah orang tuanya dan termohon di
rumah bersamanya, dan selama itu sudah tidak ada komunikasi
sebgaimana layaknya suami isteri;
- Bahwa berbagai upaya perdamaian telah ditempuh namun tidak
berhasil;
2. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Pemohon, Termohon dan
keluarga para pihak tentang keadaan rumah tangga Pemohon dan
Termohon yang dihubungkan dengan hasil upaya perdamaian yang
dilakukan oleh Majelis Hakim serta sikap Pemohon yang tetap pada
permohonannya telah membuktikan bahwa perselisihan dan
pertengkaran antara Pemohon dan Termohon tersebut sudah tidak
mungkin disatukan lagi dan tidak ada harapan untuk rukun dalam
rumah tangga;
3. Menimbang, bahwa dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 227 yang
ْ ‫ق فَإ ّ ِ ْن َعَز‬
berbunyi : َ‫ُموا الط َوإ‬ َ َ‫ه َس ِمي ٌع ع َِل ٌ يم ن ال ّل ّ ِ ل‬
Artinya : “Dan Jika mereka telah bertetap hati untuk talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ”
4. Menimbang, bahwa menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.
38/K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991, dapat diambil suatu sarinya,
bahwa “ Suami isteri yang telah terjadi perselisihan dan pertengkaran
terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangganya. Maka apabila Majelis Hakim telah yakin bahwa
kondisi rumah tangga tersebut telah “pecah” berarti hati kedua belah
pihak tersebut telah pecah pula, dengan maka telah terpenuhi
kandungan maksud pasal 19 (f) PP. No. 9 tahun 1975”.
5. Menimbang, bahwa majelis menyimpulkan untuk mempertahankan
ikatan pernikahan mereka antara maslahah mafsadahnya lebih banyak
mafsadahnya, dengan tanpa melihat siapa pemicu keretakan rumah
tangga pemohon dan termohon, perceraian adalah merupakan alternatif
terbaik yang dengan terpaksa harus diambil, dari pada pemohon dan
termohon hidup dalam perkawinan yang retak (marriage breakdown),
karena keduanya tidak bisa disatukan lagi dalam ikatan perkawinan
yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana terkandung dalam
al Qur-an surat Ar Ruum ayat (21).
6. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas maka permohonan Pemohon dipandang telah mempunyai cukup
alasan dan memenuhi pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 jo. pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
jo. pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu
permohonan Pemohon mengenai perceraian dapat dikabulkan;
7. Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 72 Jo. Pasal 84
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka memerintahkan kepada
Panitera Pengadilan Agama Blitar untuk mengirimkan salinan
Penetapan Ikrar ini kepada Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana
dimaksudkan oleh pasal tersebut;
8. Menimbang, bahwa putusnya ikatan perkawinan dalam perkara cerai
gugat terjadi setelah putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum
tetap, sedangkan dalam perkara cerai talak putusnya ikatan perkawinan
terjadi setelah pengucapan ikrar talak;
9. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
di atas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dalil-dalil
permohonan Pemohon telah terbukti dan dinilai cukup beralasan
sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 37 UU Nomor 1
Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 jo Pasal 116
huruf (f) KHI, oleh karena itu permohonan Pemohon dapat dikabulkan
dengan memberi ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu
Raj’I terhadap Termohon di depan siding Pengadilan Agama Blitar.
10. Menimbang, bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan, maka
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah
dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009, maka biaya perkara ini dibebankan kepada Pemohon.

Dalam Rekonvensi
1. Menimbang, bahwa dalam hal ini yang semula Pemohon disebut
sebagai Tergugat Rekonpensi, sedang yang semula Termohon disebut
sebagai Penggugat Rekonpensi;
2. Menimbang, bahwa Penggugat Rekonpensi pada dasarnya berat
bercerai, maka jika terjadi perceraian menuntut :
- Penggugat Rekonpensi memohon nafkah lampau kepada Pemohon
sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
- Penggugat Rekonpensi momohon kepada majelis hakim nafkah
iddah sebesar Rp 10.000.000,00(sepuluh juta rupiah);
3. Menimbang, bahwa atas tuntutan tersebut, Tergugat Rekonpensi
menanggapi yang pada pokoknya : Tergugat Rekonpensi tidak
menyanggupinya;
4. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Tergugat Rekonpensi,
Pengugat Rekonpensi, dan alat-alat bukti tertulis dari Pengugat
Rekonpensi maupun Tergugat Rekonpensi dapat ditemukan fakta
hukum pada pokoknya:
- Bahwa Pengugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi adalah suami
istri yang telah menikah sejak tahun 2005;
- Bahwa mereka telah berpisah tempat tinggal selama sekitar 1 tahun;
- Bahwa Pengugat Rekonpensi telah menikah sirri dengan wanita lain,
dan Tergugat Rekonpensi juga pernah digrebek warga masalah pria
lain;
- Bahwa pekerjaan Tergugat Rekonpensi adalah karyawan CV Jasa
Sarana dengan gaji Rp 3.500.00,00;
- Berbagai upaya perdamaian tidak berhasil;
5. Menimbang, bahwa, sebelum mempertimbangkan terkait tuntutan
Pengugat Rekonpensi /Termohon masalah tuntutan nafkah madhiyah,
nafkah biaya anak dan muth’ah. Maka alangkah baiknya perlu
menyinggung pengertian nusyus. Kata nusyuz secara resmi telah
dipakai dalam tata bahasa Indonesia yang secara terminologi berarti :
perbuatan tidak taat dan membangkang seorang isteri terhadap
suaminya (tanpa alasan) yang dibenarkan hukum (Islam);
6. Menimbang, bahwa Penggugat Rekonpensi terbukti sebagai isteri yang
nusyus karena ternyata mempunyai jalinan dengan pria lain, maka dari
itu ia masih berhak mendapatkan haknya berupa mut’ah yang sifatnya
sunnah, sebagaimana dalam ketentuan pada pasal 159 KHI;
7. Menimbang, bahwa, masalah tuntutan nafkah madhiyah dan nafkah
iddah, berdasarkan Pasal 149 huruf (b) KHI.) bahwa Penggugat
Rekonpensi terbukti sebagai isteri yang nusyus karena ternyata
mempunyai jalinan dengan pria lain maka sudah sepatutnya gugatan
nafkah madhiyah dan nafkah iddah tersebut, tidak diterima (Niet
Onvankelijk Verklaard);
8. Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 41 huruf (c) UU. No.1 tahun
1974 : ”Pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/menentukan sesuatu kewajiban
bagi bekas isteri” dan menurut ketentuan pasal 158 huruf (b) KHI yang
berbunyi: ‘Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat
perceraian itu kehendaki oleh suami’, dan pasal 159 KHI : “Muth’ah
sunnah diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158
tersebut”;
9. Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 241 yang
artinya: “ Kepada wanita-wanita yang diceraikan hendaklah suaminya
memberikan mut’ah yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang
yang bertaqwa “
10. Menimbang, bahwa Tergugat Rekonpensi/Pemohon pekerja sebagai
karyawan di CV Jasa Sarana, yang mempunyai gaji RP 3.500.000,00,-
sehingga mempunyai penghasilan yang relatif cukup, maka dari itu
tidak berlebihan dan dalam batas kelayakan untuk ukuran kehidupan
keluarganya, apabila Tergugat Rekonpensi/Pemohon di hukum untuk
membayar kepada Termohon/Penggugat Rekonpensi berupa :
- Mut’ah Rp 7.000.000,00 ( tujuh juta rupiah);
- Nafkah hadlanah (biaya pemeliharaan dua orang anak tersebut setiap
bulan minimal sebesar Rp 600,000,- (enam ratus ribu rupiah)

11. Menimbang, menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar


kepada Penggugat Rekonpensi Nafkah hadlanah (biaya pemeliharaan
dua orang anak tersebut setiap bulan minimal sebesar Rp 600,000,-
(enam ratus ribu rupiah) sampai dengan anak tersebut dewasa. Dengan
ketentuan ada kenaikan dengan disesuaikan kebutuhan anak dan
kemampuan ayahnya, minimal 10 % per tahun;
12. Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 41 (c) UU.No.1 tahun 1974
bahwa Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri.
13. Menimbang, bahwa menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor
48 tersebut sebagai UU yang baru dan merupakan perubahan UU
sebelumnya, mengenai Kekuasaan Kehakiman, yang isinya tak jauh
beda dengan maksud pasal 28 ayat (1) UU.No. 4 tahun 2004, yang
pokoknya Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
14. Menimbang, bahwa dalam pasal tersebut terdapat Frasa atau kalimat
bahwa: “Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri”. Dari kalimat tersebut jelas dapat
(diperbolehkan) bahwa Pengadilan (hakim) untuk menentukan sesuatu
kewajiban bagi isteri. Sedangkan Frasa “Menentukan sesuatu
Kewajiban” maknanya luas sekali.
16. Menimbang, bahwa dalam ilmu hukum telah dikenal antara lain:
dengan metode penemuan hukum “Penafsiran Restriktif” dengan
maksud membatasi atau memperkecil atau mempertegas pengertian
suatu ketentuan hukum dengan maksud agar dengan pembatasan
tersebut, ruang lingkup pengertian ketentuan hukum tersebut tidak lagi
menjadi terlalu luas sehingga kejelasan, ketegasan dan kepastian
hukum yang terkandung di dalamnya akan tercapai. Oleh karena itu
dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat atau menafsirkannya: bahwa
mengenai pembayaran beban tersebut, harus ditunaikan dalam tempo
paling lambat menjelang/sesaat sidang ikrar talak dijatuhkan;
17. Menimbang, bahwa atas tuntutan Penggugat Rekonpensi, terkait
nafkah lampau (nafkah madhiyah), tidak dirinci secara jelas, mulai
bulan kapan dan tahun kapan sampai bulan apa dan tahun berapa, serta
per bulan berapa.Di samping itu, Penggugat Rekonpensi tergolong
isteri yang nusyus, Oleh karena tuntutan yang demikian tergolong
tuntutan obscur lible (kabur), maka sudah sepatutnya gugatan point
tersebut tidak diterima (Niet Onvankelijk Verklaard);
18. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
di atas gugatan Pemohon hanya dikabulkan untuk sebagian, selain dan
selebihnya ditolak serta tidak diterima;
19. Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 72 Jo. Pasal 84
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka memerintahkan kepada
Panitera Pengadilan Agama Blitar untuk mengirimkan salinan
Penetapan Ikrar ini kepada Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana
dimaksudkan oleh pasal tersebut;
20. Menimbang, bahwa putusnya ikatan perkawinan dalam perkara cerai
gugat terjadi setelah putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum
tetap, sedangkan dalam perkara cerai talak putusnya ikatan
perkawinan terjadi setelah pengucapan ikrar talak;

Dalam Konvensi dan Rekonvensi


- Menimbang, bahwa perkara ini dalam lingkup bidang perkawinan,
maka berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989 sebagaimana yang telah dirubah untuk kali kedua dengan Undang-
Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara dibebankan kepada
Pemohon/Termohon Rekonpensi.

3. Amar Putusan Putusan Pengadilan Agama Blitar Nomor


3088/Pdt.G/2019/PA.BL

Dalam Konvensi
1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;
2. Memberi ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i
terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Blitar;

Dalam Rekonvensi
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi sebagian;
2. Menghukum Pemohon/ Tergugat Rekonpensi untuk membayar kepada
Termohon/ Penggugat Rekonpensi berupa :
- Mut’ah Rp 7.000.000,00 ( tujuh juta rupiah);

3. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar kepada Penggugat


Rekonpensi Nafkah hadlanah (biaya pemeliharaan dua orang anak
tersebut setiap bulan minimal sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) sampai dengan anak tersebut dewasa;

4. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar beban sebagaimana


pada diktum amar No. 2 tersebut, terhadap Pemohon Rekonpensi,
paling lambat / sesaat sidang ikrar akan dijatuhkan;

5. Menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi tetang nafkah madhiyah


tidak dapat diterima;

6. Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi / Termohon selain dan

selebihnya.

Dalam Konvensi dan Rekonvensi


- Membebankan kepada Pemohon/Tergugt Rekonpensi untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp 641.000,00 (enam ratus empat puluh satu ribu
rupiah);

4. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tinggi Agama Nomor

41/Pdt.G/2020/PTA.Sby

Dalam Konvensi

1. Menimbang, bahwa mengenai perceraian Majelis Hakim Tingkat


Pertama pada dasarnya telah benar dan tepat dalam mempertimbangkan
dan menilai seluruh aspek formil yang berkaitan legal standing dalam
mengajukan gugatan cerai juga tentang kewenangan dalam mengadili
perkara dan aspek materiil terhadap fakta kejadian dan fakta hukum,
dengan menerapkan dasar hukum dari undang-undang, dalil syar’i dan
peraturan hukum lainnya yang berlaku dan relevan, oleh karena itu
pertimbangan dan pendapat Majelis Hakim Tingkat Pertama tersebut
dapat disetujui dan diambil alih menjadi pertimbangan dan pendapat
Majelis Hakim Tingkat Banding, namun Majelis Hakim Tingkat
Banding masih perlu menambahkan pertimbangan sebagai berikut;
2. Menimbang, bahwa dari jawab menjawab dan bukti-bukti dari
persidangan Majelis Hakim Tingkat Pertama telah ditemukan fakta
hukum mengenai keadaan senyatanya yang dialami oleh
Pembanding/Termohon dengan Terbanding/Pemohon dalam menjalani
kehidupan rumah tangganya bahwa ternyata kehidupan rumah tangga a
quo yang dimulai sejak keduanya menikah pada tanggal 14 April 2005,
awalnya keduanya hidup rukun dan harmonis mulanya Pemohon dan
Termohon tinggal di rumah orang tua Pemohon lalu tinggal di rumah
kediaman bersama dan telah dikaruniai 2 (dua) orang anak yaitu : 1.
ANAK KE SATU, laki-laki, lahir pada tanggal 01-03-2006. 2. ANAK
KE DUA, laki-laki, lahir pada tanggal 21-06-2010 dan kedua anak
tersebut dalam asuhan Termohon, namun kemudian dalam kehidupan
rumah tangga Pemohon dengan Termohon sejak Mei 2018 tidak
harmonis sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan
Pemohon telah menikah sirri dengan Termohon juga telah mempunyai
lelaki lain, kemudian antara Pemohon dan Termohon telah pisah rumah
selama kurang lebih 5 bulan dimana Pemohon tinggal di rumah orang
tua Pemohon sedang Termohon di rumah bersama dan selama pisah
tersebut antara Pemohon dan Termohon tidak ada hubungan lagi
sebagaimana layaknya suami istri;
3. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut menunjukkan
bahwa rumah tangga Pemohon dengan Termohon benar-benar telah
pecah Pemohon dan Termohon sudah tidak bisa didamaikan lagi dan
Pemohon sudah tidak mau lagi untuk melanjutkan perkawinannya
dengan Termohon;
4. Menimbang, bahwa disamping itu Majelis Hakim Tingkat Banding
sependapat dengan rumusan hukum hasil rapat pleno kamar Peradilan
Agama point 4 (empat) sebagaimana yang tercantum dalam Surat
Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 04 Tahun 2014 tanggal 28 Maret
2014 yang menyatakan bahwa gugatan cerai/permohonan talak dapat
dikabulkan jika fakta menunjukkan rumah tangga sudah pecah (broken
marriage) dengan indikator antara lain:
- Sudah ada upaya damai tetapi tidak berhasil;
- Sudah tidak ada komunikasi yang baik antara suami isteri;
- Salah satu pihak atau masing-masing pihak meninggalkan
kewajibannya sebagai suami isteri;
- Terjadi pisah ranjang/pisah tempat tinggal;
Dimana indikator tersebut ternyata dialami dalam rumah tangga
Pembanding dan Terbanding;
5. Menimbang, bahwa berdasarkan tambahan pertimbangan di atas, maka
Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa petitum
permohonan Pemohon/Terbanding poin 2 (dua) agar Pengadilan
memberi izin kepada Pemohon/Terbanding untuk menjatuhkan talak
satu raj’i terhadap Termohon/ Pembanding cukup beralasan dan
berdasar hukum yakni memenuhi ketentuan Pasal 39 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu tuntutan a quo harus
dikabulkan, sehingga putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama patut
dikuatkan;

Dalam Rekonvensi

1. Menimbang, bahwa dalam rekonpensi ini Termohon disebut Penggugat


Rekonpensi sedangkan Pemohon disebut Tergugat Rekonpensi;
Menimbang, bahwa Termohon/Penggugat Rekonpensi dalam
jawabannya telah menuntut :
a. Nafkah setiap anak sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus
ribu rupiah) setiap bulan untuk 2 orang anak;
b. Nafkah lampau sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
c. Nafkah iddah sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
2. Menimbang, bahwa menanggapi tuntutan Penggugat Rekonpensi
tersebut Tergugat Rekonpensi menyatakan yang pada intinya tidak
menyetujui;
3. Menimbang, bahwa berkaitan dengan gugatan rekonpensi ini Majelis
Hakim Tingkat Banding dapat menyetujui fakta hukum yang ditemukan
Majelis Hakim Tingkat Pertama yaitu :
- Bahwa Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi adalah suami
istri yang telah menikah sejak tahun 2005;
- Bahwa Tergugat Rekonpensi telah menikah sirri dengan wanita lain;
- Bahwa pekerjaan Tergugat Rekonpensi adalah karyawan CV Jasa
Sarana dengan gaji Rp 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah);
4. Menimbang, bahwa dari perkawinan Penggugat Rekonpensi dan
Tergugat Rekonpensi telah dikaruniai 2 orang anak yaitu ANAK KE
SATU, laki-laki, lahir pada tanggal 01-03-2006 (13 tahun) dan ANAK
KE DUA, laki-laki, lahir pada tanggal 21-06-2010 (9 tahun);
5. Menimbang, bahwa mengenai nafkah anak (biaya hadlonah) untuk
dua orang anak yang bernama ANAK KE SATU, laki-laki, lahir pada
tanggal 01-03-2006 dan ANAK KE DUA, laki-laki, lahir pada tanggal
21-06-2010 Penggugat Rekonpensi telah menuntut Rp 1.500.000,00
untuk setiap anak sedangkan Tergugat Rekonpensi dalam repliknya
tidak menyetujui atas tuntutan tersebut akan tetapi karena Penggugat
Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi adalah sebagai orang tua dari
kedua anak tersebut kemudian Tergugat Rekonpensi telah diberi izin
untuk menceraikan Penggugat Rekonpensi dan sebagai akibat
perceraian sesuai Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam
“Semua biaya hadlonah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dan mengurus sendiri (21 tahun)”, maka Majelis Hakim
Tingkat Pertama yang dengan mempertimbangkan pendapatan
Tergugat Rekonpensi telah memutuskan untuk membebankan kepada
Tergugat Rekonpensi sebesar Rp 600.000,00 setiap bulan untuk setiap
anak yang diserahkan kepada Penggugat Rekonpensi dinilai sudah
patut karenanya putusan tertsebut dapat dikuatkan;
6. Menimbang, bahwa mengenai nafkah lampau Penggugat Rekonpensi
telah menuntut kepada Tergugat Rekonpensi sebesar Rp
10.000.000,00 sedangkan atas tuntutan tersebut melalui repliknya
Tergugat Rekonpensi tidak menyetujuinya kemudian Majelis Hakim
Tingkat Pertama telah memutuskan tuntutan Penggugat Rekonpensi
tidak dapat diterima dengan pertimbangan bahwa tuntutan tersebut
tidak dirinci secara jelas mulai bulan dan tahun kapan sampai bulan
dan tahun berapa serta perbulan berapa dimana pertimbangan tersebut
Majelis Hakim Tingkat Banding menilai sudah tepat dan benar
karenanya putusan tersebut patut dikuatkan;
7. Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Pertama telah
mempertimbangkan tentang pembebanan kepada Tergugat
Rekonpensi untuk memberikan mut’ah kepada Penggugat Rekonpensi
meskipun mengenai mut’ah tersebut tidak dituntut oleh Penggugat
Rekonpensi akan tetapi pengadilan mempunyai Hak Ex Officio untuk
menentukan wajibnya mantan suami memberikan mut’ah kepada
mantan istrinya sesuai Pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 yang berbunyi “Pengadilan dapat mewajibkan kepada
bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/ menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas istri “juga mendasarkan pada Pasal 158
huruf (b) Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan “Mut’ah wajib
diberikan oleh bekas suami dengan syarat perceraian itu atas kehendak
suami”, juga sesuai Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 241
yang artinya “Kepada wanita-wanita yang diceraikan hendaklah
suaminya memberikan mut’ah yang makruf, sebagai suatu kewajiban
bagi orang yang bertaqwa”, karena itu dengan penghasilan Tergugat
Rekonpensi sebesar Rp 3.500.000,00 setiap bulan, maka putusan
mengenai besaran mut’ah yang dibebankan oleh Majelis Hakim
Tingkat Pertama yaitu Rp 7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) kepada
Tergugat Rekonpensi untuk diberikan kepada Penggugat Rekonpensi
dinilai sudah patut karenanya putusan tertsebut dapat dikuatkan;
8. Menimbang, bahwa pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama
yang mengkwalifikasi Penggugat Rekonpensi tergolong sebagai istri
yang nusyuz disebabkan sesuai fakta hukum yang ditemukannya
Penggugat Rekonpensi mempunyai laki-laki lain dengan mendasarkan
pada bukti berupa keterangan dua orang saksi Pemohon/Tergugat
Rekonpensi sehingga Penggugat Rekonpensi tidak berhak atas nafkah
iddah, dimana menurut Majelis Hakim Tingkat Banding pertimbangan
Majelis hakim Tingkat Pertama tersebut dinilai tidak tepat karena
saksi Pemohon yang menerangkan Penggugat Rekonpensi dapat
dikatagorikan nusyuz itu hanya satu orang saja yaitu SAKSI KE
SATU yang menerangkan bahwa ”saksi mengetahui penyebab
pertengkaran mereka karena Pemohon telah menikah sirri dengan
Anita dan Termohon juga membawa lelaki lain yang bernama Anas,
masuk rumah dan sempat digrebek oleh warga” sedangkan satu orang
saksi bukan saksi sesuai Pasal 169 HIR sehingga keterangan saksi
yang hanya seorang diri tidak dapat dipakai sebagai dasar pembuktian
melainkan hanya bernilai sebagai bukti permulaan kemudian tidak ada
bukti lain lagi yang dapat menyempurnakan bukti permulaan tersebut
karenanya atas dasar pembuktian tersebut Termohon/Penggugat
Rekonpensi tidak terbukti sebagai istri yang nusyuz;
9. Menimbang, bahwa karena Termohon/Penggugat Rekonpensi tidak
terbukti nusyuz, maka Penggugat Rekonpensi berhak untuk
mendapatkan nafkah iddah dari Tergugat Rekonpensi sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 152 Kompilasi Hukum Islam, sehingga sesuai
pendapatan Tergugat Rekonpensi perbulan sebagaimana telah
dipertimbangkan di atas, maka patut untuk menghukum
Pemohon/Tergugat Rekonpensi memberikan nafkah iddah kepada
Penggugat Rekonpensi sebesar Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus
ribu rupiah)
10. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana telah
diuraikan di atas maka putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam
konpensi dapat dikuatkan sedangkan dalam Rekonpensi putusan
Majelis Hakim Tingkat Pertama tidak dapat dipertahankan dan harus
dibatalkan kemudian Majelis Hakim Tingkat Banding mengadili
sendiri yang bunyi selengkapnya sebagaimana terdapat dalam amar
putusan ini;

Dalam Konpensi dan Rekonpensi


- Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk bidang perkawinan,
maka berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara pada tingkat
pertama dibebankan kepada Pemohon/Tergugat Rekonpensi dan biaya
perkara pada tingkat banding dibebankan kepada Pembanding.

5. Amar Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor


41/Pdt.G/2020/PTA.Sby

Dalam Konpensi

- Menguatkan putusan Pengadilan Agama Blitar Nomor


3088/Pdt.G/2019/PA.BL tanggal 9 Desember 2019 Masehi
bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Akhir 1441 Hijriyah:

Dalam Rekonpensi

- Membatalkan putusan Pengadilan Agama Blitar Nomor


3088/Pdt.G/2019/PA.BL tanggal 9 Desember 2019 Masehi
bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Akhir 1441 Hijriyah dan
dengan mengadili sendiri sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi sebagian;
3. Menghukum Tergugat Rekonpensi membayar kepada Penggugat
Rekonpensi biaya hadlonah untuk dua orang anak bernama
ANAK KE SATU, laki-laki, lahir pada tanggal 01-03-2006 dan
ANAK KE DUA, laki-laki, lahir pada tanggal 21-06-2010 setiap
bulan minimal sebesar Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu
rupiah) sampai dengan anak tersebut dewasa atau mandiri
dengan kenaikan 10 % setiap tahun;
4. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar kepada
Penggugat Rekonpensi sesaat sebelum sidang ikrar dijatuhkan
berupa:
4.1. Mut’ah berupa uang sebesar Rp 7.000.000,00 (tujuh juta
rupiah);
4.2. Nafkah iddah sebesar Rp 4.500.000,00 (empat juta lima
ratus ribu rupiah);
5. Menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi tentang nafkah
madliyah tidak dapat diterima;
6. Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi/Termohon untuk
selebihnya;

Dalam Konpensi Dan Rekonpensi


- Membebankan kepada Pemohon/Tergugat Rekonpensi untuk
membayar biaya perkara ini sebesar Rp 641.000,00 (enam ratus
empat puluh satu ribu rupiah);
- Membebankan kepada Pembanding untuk membayar biaya
perkara pada tingkat banding sebesar Rp 150.000,00 (seratus
lima puluh ribu rupiah);

2. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim


Dalam Putusan Pengadilan Agama Blitar Nomor
3088/Pdt.G/2019/PA.BL menerangkan permohonan Pemohon
dipandang telah mempunyai cukup alasan dan memenuhi pasal 39
ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. pasal 19 huruf f
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. pasal 116 huruf f
Kompilasi Hukum Islam karena berdasarkan fakta hukum Pemohon
dengan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran.

Anda mungkin juga menyukai