Anda di halaman 1dari 6

Praktik Peradilan Perdata

Kelompok 2

Kasus di Pengadilan Agama

Nomor 0000/Pdt.G/2022/PA.Pdg
Pengadilan Agama Padang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama
dalam sidang majelis hakim telah menjatuhkan putusan dalam perkara Cerai Gugat antara:

1. Para Pihak :
Penggugat, tempat dan tanggal lahir Padang, 09 Juli 1989, agama Islam, pekerjaan
mengurus rumah tangga, Pendidikan Sekolah Dasar, tempat kediaman Kecamatan Pauh
Kota Padang Provinsi Sumatera Barat sebagai Penggugat;

melawan

Tergugat, tempat dan tanggal lahir Padang, 15 Mei 1978, agama Islam, pekerjaan
pedagang, Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, tempat kediaman di Dahulu
Kecamatan Pauh Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Namun, Sejak Tanggal 15
September 2019, Sampai Sekarang Tidak Diketahui Alamatnya Dengan Jelas Dan Pasti
Di Wilayah Republik Indonesia Maupun Diluar Wilayah Republik Indonesia (ghaib);
sebagai Tergugat.

Penggugat selaku istri dan tergugat selaku suami.

2. Posita :
Bahwa Pemohon dalam surat pemohonannya tanggal 04 Januari 2022 telah mengajukan
permohonan Cerai Gugat, yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Padang, dengan Nomor 29/Pdt.G/2022/PA.Pdg, tanggal 04 Januari 2022, dengan dalil-
dalil pada pokoknya sebagai berikut:
• Bahwa Penggugat dengan Tergugat telah melangsungkan perkawinan secara Islam
pada tanggal 12 Februari 2010 di hadapan Pejabat PPN Kantor Urusan Agama
Kecamatan Pauh Kota Padang Provinsi Sumatera B arat sesuai dengan Kutipan Akta
Nikah Nomor: 062/25/II/2010, tanggal 12 Februari 2010;
• Bahwa setelah perkawinan, Penggugat dan Tergugat hidup rukun sebagaimana
layaknya suami isteri dengan baik, telah berhubungan badan dan keduanya bertempat
tinggal bersama semula di rumah orangtua Penggugat beralamat di Batu Busuk
(Dekat SD Bustanul Ulum/ rumah Pak Tajak) RT.004 RW.003 Kelurahan Lambung
Bukit Kecamatan Pauh Kota Padang Provinsi Sumatera Barat selama 3 (tiga) bulan.
Kemudian Penggugat dan Tergugat tinggal di rumah kontrakan. Terakhir Penggugat
dan Tergugat tinggal di rumahorangtua Penggugat di Batu Busuk (Dekat SD Bustanul
Ulum/ rumah Pak Tajak) RT.004 RW.003 Kelurahan Lambung Bukit Kecamatan
Pauh Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, sampai berpisah;
• Bahwa dari perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat dikaruniai 4 (empat) orang
anak yang masing-masing bernama:
Anak Penggugat 1, lahir di Padang tanggal 12 November 2010;
Anak Penggugat 2, lahir di Padang tanggal 09 Maret 2012;
Anak Penggugat 3, lahir di Padang tanggal 27 Oktober 2015;
Anak Penggugat 4, lahir di Padang tanggal 21 Maret 2020;
• Bahwa kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan terjadi
perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang sulit didamaikan sejak tahun
2015 sampai tahun 2019;
• Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut adalah karena:
Tergugat jarang pulang ke kediaman bersama karena Tergugat le bih sering di
kampung Tergugat sehingga Tergugat hanya pulang sekali dalam sebulan. Oleh
karena itu Tergugat tidak dekat dengan anak-anak Penggugat dengan Tergugat;
Tergugat seorang yang cuek kepada orangtua Penggugat sehingga komunikasi
Tergugat dengan keluarga Tergugat tidak berjalan dengan baik;
• Bahwa setiap terjadi perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dengan
Tergugat suka berkata kasar yang menyakiti perasaan Penggugat;
• Bahwa akibat dari perselisihan dan pertengkaran tersebut, akhirnya sejak tanggal 15
September 2019 hingga sekarang selama lebih 2 (dua) tahun, Penggugat dengan
Tergugat telah berpisah tempat tinggal karena Tergugat telah pergi meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa diketahui kemana perginya Tergugat, yang mana
dalam pisah rumah tersebut Penggugat tetap tinggal di rumah orangtua Penggugat
beralamat di Batu Busuk (Dekat SD Bustanul Ulum/ rumah Pak Tajak) RT.004
RW.003 Kelurahan Lambung Bukit Kecamatan Pauh Kota Padang Provinsi Sumatera
Barat sedangkan Tergugat tidak diketahui dimana keberadaannya;
• Bahwa Penggugat telah berusaha mencari tahu dimana keberadaan Tergugat, namun
tidak diketahui keberadaan Tergugat sehingga dikeluarkan Surat Keterangan Ghaib
Nomor: 400.104/KLB/2021 dari Kelurahan Lambung Bukik Kecamatan Pauh Kota
Padang Provinsi Sumatera Barat tanggal 21 Desember 2021;
• Bahwa sejak berpisahnya Penggugat dan Tergugat selama lebih 2 (dua) tahun maka
hak dan kewajiban suami isteri tidak terlaksana sebagaimana mestinya karena sejak
saat itu Tergugat tidak lagi melaksanakan kewajibannya sebagai suami terhadap
Penggugat;
• Bahwa oleh karena perkawinan Penggugat dengan Tergugat tidak bisa lagi mencapai
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan maka Penggugat berkesimpulan
bahwa perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat tidak bisa didamaikan lagi;
• Bahwa dengan sebab-sebab/alasan-alasan tersebut di atas maka Penggugat merasa
rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat tidak dapat dipertahankan lagi karena
perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan dan sulit
diatasi dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi maka Penggugat berkesimpulan
lebih baik bercerai dengan Tergugat. Karena sesuai dengan Pasal 70 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1989 jo Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116
huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Oleh karena itu, Penggugat mohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Padang Kelas I A c.q Majelis Hakim agar mengabulkan gugatan
cerai Penggugat dengan menjatuhkan Talak satu Ba’in Sughra;
• Bahwa Penggugat sanggup membayar biaya perkara sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

3. Petitum :
Penggugat mohon kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang amarnya
berbunyi sebagai berikut:
PRIMER:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
2. Menjatuhkan Talak Satu Ba’in Sughra Tergugat (Tergugat) terhadap Penggugat
(Penggugat);
3. Membebankan biaya perkara ini sesuai peraturan yang berlaku;
SUBSIDER:
Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et
bono).

4. Putusan Hakim :
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat
bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi keretakan ikatan batin sebagai suami
istri, akibat perselisihan hingga terjadi pisah tempat tinggal yang sudah berlangsung
sekitar lebih 2 (dua) tahun, dan tidak ada harapan untuk kembali rukun karena keduanya
sudah tidak saling mempedulikan bahkan Penggugat telah berketetapan hati untuk
bercerai dengan Tergugat, yang tentunya rumah tangga seperti itu sudah tidak dapat
diharapkan untuk merealisir tujuan perkawinan yaitu membentuk rumah tangga yang
bahagia dan kekal, sesuai maksud Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, dan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, sesuai
maksud Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam,bahkan dalam rumah tangga seperti itu, suami
dan istri sudah tidak dapat menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing, yang
mana untuk itulah rumah tangga diadakan;

Menimbang, bahwa suatu ikatan pernikahan adalah dimaksudkan untuk memberikan


kemaslahatan bagi suami maupun istri, tetapi dengan melihat kondisi rumah tangga
Penggugat dengan Tergugat sebagaimana tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat
bahwa rumah tangga seperti itu bukan saja tidak lagi mendatangkan kemaslahatan, tapi
justru hanya akan memberikan penderitaan batin baik bagi Penggugat maupun Tergugat,
karena itu perceraian dapat menjadi jalan keluar dari kemelut rumah tangga tersebut;

Menimbang, bahwa oleh karena perselisihan dan pertengkaran dinyatakan terbukti dan
menyebabkan mereka sudah tidak dapat rukun lagi sebagai suami isteri, meskipun pihak
keluarga telah berupaya merukunkan tetapi tidak berhasil, maka majelis hakim
berpendapat bahwa sudah tidak efektif untuk mempertahankan rumah tangga mereka
karena sudah tidak sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri, membentuk keluarga
bahagia lahir dan batin yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana ditegaskan
dalam Al Qur'an Surat Ar Ruum ayat 21 dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974, oleh karenanya sesuai Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, jo
Pasal 19 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, jo. Pasal 116 huruf (b)
Kompilasi Hukum Islam, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan gugatan perceraian a
quo;

Menimbang, bahwa fakta hukum tersebut, telah memenuhi norma hukum Islam yang
yang diambil alhi menjadi pendapat Majelis Hakim yang terdapat dalam Kitab :
1.. Fi Sunnah, Juz II, halaman 189, karangan Sayid Sabiq,
Artinya: "Jika isteri menda'wa suaminya telah memberikan kemadharatan sehingga
kelangsungan rumah tangganya tidak bisa dipertahankan, isteri boleh menuntut cerai
kepada pengadilan, dalam hal ini jika telah terbukti madharat tersebut tidak dapat di
damaikan, maka dalam kondisi seperti itu, hakim boleh menceraikan isteri dari suaminya
dengan talaq satu ba'in jika kemadaratan itu betul - betul terjadi dan hakim tidak mampu
mendamaikan keduanya";

2. Al-Fiqh al-Islamy wa adilatuh, juz 7, halaman 527, karangan Wahbah alZuhailly,


Artinya : “Perceraian diperbolehkan apabila disebabkan perselisihan yang terus menerus
ataupun disebabkan kemadharatan untuk mencegah pertikaian agar jangan sampai
kehidupan suami-istri menjadi neraka dan bencana, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
saw.: Tidak ada kemadharatan dan tidak boleh melakukan kemadharatan;

3. Madaa Hurriyatuz Zaujaini fi al- Thalaaq, juz I, halaman 83 :


Artinya : “Islam memilih lembaga thalaq / cerai ketika rumah tangga sudah dianggap
goncang serta dianggap sudah tidak bermanfaat lagi nasehat / perdamaian, dan hubungan
suami isteri menjadi tanpa ruh (hampa), sebab meneruskan perkawinan berarti
menghukum salah satu suami isteri dengan penjara yang berkepanjangan. Ini adalah
aniaya yang bertentangan dengan semangat keadilan.”; Menimbang, bahwa fakta hukum
tersebut telah pula memenuhi norma hukum dalam ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974, jo. pasal 19 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 jo. pasal 116 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka


gugatan Penggugat a quo telah beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga gugatan
Penggugat untuk bercerai dengan Tergugat patut untuk dikabulkan dengan menjatuhkan
talak satu bain shughra Tergugat kepada Penggugat;

Menimbang, bahwa karena perkara a quo masuk bidang perkawinan, maka berdasarkan
Pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara dibebankan kepada Penggugat;

Mengadili
1) Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
menghadap ke persidangan tidak hadir;
2) Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;
3) Menjatuhkan talak satu Ba'in Shughra Tergugat (Tergugat) terhadap Penggugat
(Penggugat);
4) 4. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sejumlah
Rp. 520.000,00 (lima ratus ratus dua puluh ribu rupiah).

5. Kompetensinya :
Kompetensi Relatif , dimana kompetensi relatif Cerai Gugat ini telah diatur dalam
ketentuan Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989, yang mana gugat cerai ini merupakan perkara
cerai yang pengajuan gugatannya diajukan oleh pihak isteri.

Kompetensi relatif ditentukan oleh faktor tempat kediaman penggugat :


a. Tempat kediaman penggugat dalam hal ini ialah tempat kediaman bersama suami-isteri
( penggugat dan tergugat).
b. Tempat kediaman tergugat dapat juga berupa tempat kediaman baru atau tempat
kediaman nyata, apabila kepergiannya meninggalkan tempat kediaman bersama atas
persetujuan tergugat (suami), hal ini sesuai dengan pasal 73 ayat (1) UU 7 tahun 1989.
6. Perbedaan PN dan PA
• Peradilan umum menangani perkara pidana dan perdata secara umum. Badan pengadilan
yang menjalankannnya adalah Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan
Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat bandingnya. Pengadilan Negeri
berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah kewenangannya.
Sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi dengan kewenangan
meliputi wilayah Provinsi tersebut. Peradilan ini diatur dengan UU No. 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum jo. UU No. 8 Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun 2009 jo.
Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012.
Bahwa Terdapat 6 pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum, yaitu :
a. Pengadilan Anak, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan atas
perkara yang dilakukan oleh pada anak berumur 12-17 tahun yang diduga
melakukan suatu tindak pidana.
b. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara tindak pidana korupsi, dimana pekara yang diperkarakan
adalah pekara yang tuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
c. Pengadilan Perikanan, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan yang
berhubungan dengan tindak pidana di bidang perikanan.
d. Pengadilan HAM, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan yang
berkaitan dengan pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan.
e. Pengadilan Niaga, merupakan pengadilan yang melakukan proses peradilan atas
perkara pailit dan penundaan kewajibann pembayaran utang, kekayaan intelektual,
dan likuidasi.
f. Pengadilan Hubungan Industrial, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara perselisihan hubungan industrial meliputi hak, kepentingan,
PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satup perusahaan.

• Peradilan agama ini adalah peradilan yang khusus menangani perkara perdata
tertentu bagi masyarakat beragama Islam. Yang sangat umum diperkarakan adalah
perkara perdata seperti perceraian dan waris secara Islam. Badan yang
menjalankannya terdiri dari Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama
yang berada di ibukota dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat
banding yang terletak di ibukota provinsi.

Anda mungkin juga menyukai