Anda di halaman 1dari 4

Muhammad Ariby Zahron

220212610542
Offering F

Si Anak Hilang

Pada terik tengah hari Berapa kali panen sudah


Titik perahu timbul di danau Apa saja telah terjadi
Ibu cemas ke pantai berlari seluruh desa bertanya-tanya
Menyambut anak lama ditunggu Sudah beranak sudah berapa?
Perahu titik menjadi nyata Si anak hilang berdiam saja
Pandang berlinang air mata Ia lebih hendak bertanya
Anak tiba darl rantau Selesai makan ketika senja
Sebaik turun dipeluk ibu Ibu menghampir ingin disapa
Bapak duduk di pusat rumah Anak memandang ibu bertanya
Seakan tak acuh menanti Ingin tahu dingin Eropa
Anak di sisi ibu gundah Anak diam mengenang lupa
- Laki-Iaki layak menahan hati - Dingin Eropa musim kotanya
Anak duduk disuruh. bercerita Ibu diam berhenti berkata
Ayam disembelih nasi dimasak Tiada sesal hanya gembira
Seluruh desa bertanya-tanya Malam tiba ibu tertidur
Sudah beristri sudah beranak.? Bapa lama sudah mendengkur
Si anak hilang kini ·kembali Di pantai pasir berdesir gel om bang
Tak seorang dikenalnya lagi Tahu si anak tiada pulang

Puisi "Si Anak Malang" ini menceritakan tentang seorang anak yang pulang kampung
setelah lama pergi merantau. Ibu dari anak tersebut sangat cemas menunggunya di pantai, dan
akhirnya merasa sangat gembira ketika anaknya kembali. Namun, ayah dari anak tersebut tidak
terlalu menunjukkan rasa haru dan senang seperti ibunya. Anak tersebut kemudian duduk dan
menceritakan tentang hidupnya selama pergi merantau. Desa di mana anak tersebut berasal
bertanya-tanya tentang apakah anak tersebut sudah menikah dan memiliki anak, karena sudah
lama tidak kembali ke desa tersebut.
Anak tersebut menghilang dari desa selama beberapa waktu dan kembali lagi, tetapi
orang-orang di desa tidak mengenalinya lagi karena telah lama pergi. Anak tersebut ingin tahu
tentang dinginnya musim di Eropa, tetapi akhirnya diam ketika ibunya bertanya tentang hal itu.
Pada akhirnya, ibu dan ayah tidur di malam itu. Suara ombak pantai terdengar keras, dan anak
tersebut tidak pulang. Puisi ini mungkin ingin menyampaikan bahwa hidup ini penuh dengan
kejutan dan ketidakpastian, dan bahwa orang-orang bisa pergi tanpa ada yang tahu kapan
mereka akan kembali.
Secara garis besar, terdapat beberapa tahap kritikus dalam proses kritiknya yang
meliputi tahap eksplorasi, yakni kritikus mengidentifikasi beberapa aspek puisi "Si Anak
Hilang" karya Sitor Situmorang, seperti pengenalan karya secara keseluruhan dengan seksama
dengan memahami berbagai konteks, tema, bahasa, struktur, gaya bahasa, dan tanggapan
emosional kritikus terhadap karya sastra tersebut. Selanjutnya, pada tahap identifikasi, kritikus
mengamati kecenderungan pembagian larik, rima, dan kesejajaran bunyi serta makna dalam
puisi tersebut. Pada tahap analisis, kritikus membahas setiap aspek dan mengevaluasi
pengaruhnya terhadap kualitas puisi. Terakhir, pada tahap kesimpulan, kritikus menyimpulkan
bahwa struktur makna dalam puisi ini penuh dengan unsur kesejajaran, penggunaan bahasa
yang sederhana namun efektif dan teknik bercerita yang unik. Pesan yang terkandung dalam
puisi ini menunjukkan tragedi manusia terasing yang sangat berarti dan menimbulkan refleksi
pada pembaca.
Pertama, tahap Eksplorasi. Pada tahap awal ini terdapat alasan pemilihan atas karya
sastra yang akan dikritik serta pengenalan lebih mendalam terkait sesuatu yang melatar
belakangi penulisan kritik tersebut dengan melihat tema yang diangkatnya.
Sukarlah memilih sebuah sajak yang dapat dianggap betul betul representative untuk
karya sastra Sitor seluruhnya. Akhirnya saya memilih sebuah sajak yang sudah lama saya
kagumi dan cintai sebagai ungkapan sebuah tema yang sangat menonjol dalam sastra
Indonesia dalam acuan yang luar biasa sesuai dan padat pemanfaatannya.
Terdapat catatan tentang pengalaman baca juga yang menimbulkan reaksi dan
pemikiran saat membaca dan menangkap makna dari setiap adegan dalam karya sastra tersebut.
Hal ini dibuktikan pada kutipan paragraph berikut:
Sajak si anak hilang karya sitor situmorang merupakan sajak modern indonesia yang
paling ketat bentuknya, paling sempurna keseimbangan strukturnya. Penafsiran terhadapnya
sesungguhnya tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan apapun. penyelesaian kritik ini bukan
menyingkap sedapat dapatnya kegelapan atau kesamaran sajak ini dari segi makna. Pembaca
yang tahu bahasa indonesia sudah tentu akan memahami sajak ini, kata demi kata dan bait
demi bait tanpa kesukaran apa apa.
Dalam pernyataan pertama, teks kritik ini membahas teknik karya sastra dalam sajak
tersebut, yaitu penggunaan paradoks dan ironi sebagai ciri khas sastra modern. Di dalamnya
menjelaskan pengamatan yang teliti dan terperinci tentang naskah karya bentuk susunan karya
ini, gagasan atau pemikiran pokoknya, dan pandangan dan penjelasan tentang persoalan-
persoalan, bahasa yang dipergunakan, sindiran-sindiran, gambaran-gambaran, luapan hati, dan
teknik penulisan. Dalam hal ini dibuktikan pada paragraph selanjutnya yang berbunyi:
Pertama-tama harus dikatakan bahwa dari dua segi ada pertentangan antara bentuk
dan makna yang justru mepertajam efek puitisnya. Sajak ini menunjukkan bentuk tradisional,
walaupun makna utamanya justru meniadakan dan memungkiri seorang anak muda yang
sudah merantau untuk pulang, kembali ke tradisi dan suasana lama. Paradoks kedua mengenai
konvensi sastra, sajak ini kelihatannya sebuah sajak epic. Tetapi jelaslah bahwa ini bukan
sebuah epos. Kedua paradoks ini bukan merupakan kelemahan, malahan seblaiknya
memperkuat efek sajak ini, sebab sebenarnya di dalamnya terjelma sebuah ironi yang sering
kita jumpai dalam puisi modern.
Dari segi itu, maksudnya larik anak yang kembali tapi tidak pulang, anak yang tiba,
tetapi yangsudah hilang, bentukyang tradisional, hampir seperti pantun, guna mengungkapkan
pengasingan yang sangat modern, semuanya adalah alat puisi yang tepat, bagi pembaca yang
memlliki kepekaan untuk paradoks dan ironi, dan yang telah belajar kenal dengan konvensi '
sastra modern itu.
Kedua, tahap identifikasi. Krirtikus menggali informasi lebih dalam seputar karya
sastra tersebut seperti menjelajahi catatan perhatian yang terpikat dari penokohan, penggunaan
bahasa, dan cara bercerita dalam puisi tersebut. Dalam tahap ini, kritikus menjelaskan bahwa
si anak tidak diberi kualifikasi oleh kata sifat dan berperan pasif, sedangkan ibunya
menghadapi kehadiran anaknya secara aktif dengan segala emosi yang mungkin diharapkan
dari seorang ibu. Kritikus juga menjelaskan tentang pertentangan antara hubungan ibu-anak
dan bapak-anak dalam puisi tersebut.
Tahap identifikasi dilakukan dengan mencari unsur-unsur yang dapat digunakan
sebagai objek analisis, yaitu penggunaan bahasa, teknik bercerita, dan perwujudan pesan.
Kritikus mencatat bahwa dalam puisi tersebut, penggunaan bahasa sangat sederhana namun
efektif dalam menunjukkan keterasingan si anak. Teknik bercerita yang digunakan juga
menarik perhatian kritikus karena tidak mengandalkan langsung pada ucapan secara langsung.
Hal ini disampaikan pada paragraf:
Menarik perhatian pula kata-kata yang dihubungkan dengan pelaku utama sajak ini:
si anak tidak dikualifikasi oleh suatu kata sifat mana- pun juga; perannya hanya secara pasif
mengalami segala kejadian, tanpa emosi apapun juga; dia tiba, duduk, berdiam, memandang,
me- ngenang lupa tetapi kegiatan mana pun juga tidak dilakukannya; sangat bertentangan
dengan ibunya yang secara aktif menghadapi ke- datangan anaknya dan yang menghayati
segala emosi yang dapat di- harapkan dari seorang ibu: dia cemas dan berlari (1.3),
pandangnya ber- linang air mata (1. 6), anaknya dipeluk (1. 8), dia gundah (1. 11); lantas
kalau dia muncul lagi, sesudah pertemuan si anak dengan masyarakat desa, ada sebuah
antiklimaks dalam pengalamannya: mulainya dia menghampir (aktif) - ingin disapa: dia
mengharap inisiatif dari anak- nya lantas dia lagi yang bertanya ketika ternyata anaknya
hanya me- mandang, sebab dia, ibu, ingin tahu; kalau komunikasi gagal sehingga terpaksa dia
diam berhenti berkata masih dapat dikatakan bahwa dia tiada sesal hanya gembira.-Hingga
Hidup berjalan terus - dan si anak hilang, yang tidak dapat berko- munikasi lagi dengan orang
tuanya, selanjutnya dan untuk selama- lamanya berpisahan dengan ayah dan ibunya.
Ketiga, tahap analisis. Pada tahap ini dilakukan dengan mengeksplorasi unsur-unsur
yang telah diidentifikasi dan menyelidiki makna di balik unsur-unsur tersebut. Kritikus
menjelaskan bahwa penggunaan bahasa yang sederhana namun efektif dalam puisi ini
menunjukkan kemahiran Sitor Situmorang dalam berbahasa Indonesia. Kritikus juga
mengungkapkan bahwa teknik bercerita yang digunakan dapat menghasilkan suasana
keterasingan yang tragis. Pesan yang terkandung dalam puisi ini menunjukkan tragedi manusia
yang kehilangan komunikasi dengan masyarakat asalnya.
Keempat, Tahap kesimpulan. Pada tahap ini dilakukan dengan merangkum
keseluruhan analisis yang telah dilakukan dan memberikan penilaian terhadap teks yang
dikritik. Dalam tahap ini, kritikus menyimpulkan bahwa puisi "Si Anak Malang" karya Sitor
Situmorang berhasil menghasilkan suasana keterasingan yang tragik melalui penggunaan
bahasa yang sederhana namun efektif dan teknik bercerita yang unik. Pesan yang terkandung
dalam puisi ini menunjukkan tragedi manusia terasing yang sangat berarti dan menimbulkan
refleksi pada pembaca. Oleh karena itu, kritikus memberikan penilaian positif terhadap puisi
ini. Dalam hal ini dijelaskan pada paragraph:
Demikianlah cerita si anak hilang,tragedy manusia terasing, manusia yang kehilangan
komunikasi dengan masyrakat asalnya, suatu tragedy yang sudah tebntu oleh manusia sitor
dialami dan dihayatidalam berbagai tahap hidupnya. Sebuah tragedy yang dibayangkan,
dievokasikannya dengan sarana bahasa yang kelihatannya sangat sederhana, tetapi
menunjukkan kemahiran berbahasa Indonesia yang luar biasa. Sebab dalam seluruh aspek
dengan segala kesingkatannya, sebuah sajak yang tidak sekalipun memakai kata ini dan
ituatau kata yang, katakata yang rupanya tidak dapat dielakkan lagi dalam pemakaian Bahasa
Indonesia, dalam seluruh sajak ini tidak seklai pun kita jumpai kesalahan, kebebasan, atau
pelanggaran aturan bahasa.

Anda mungkin juga menyukai