Anda di halaman 1dari 43

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan
adalah stakeholders. Begitu pula dalam bidang usaha penyedia kebutuhan dan
perawatan hewan peliharaan di Indonesia yang sangat lekat dengan komunitas-
komunitas hewan peliharaan. Pet Kingdom Indonesia menyadari bahwa
komunitas anjing di Indonesia merupakan salah satu stakeholders yang
berperan sangat penting bagi mereka. Kelangsungan hidup perusahaan
tergantung pada stakeholders, dan dukungan tersebut harus dicari, sehingga
aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Semakin
powerfull stakeholders, semakin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.
Pengungkapan sosial dianggap sebagai media komunikasi antara perusahaan
dengan stakeholdernya (Gray et al, 1994) dalam (Asmara, 2016).

Dalam pelaksanaan strategi komunikasi perusahaan tentu perlu


mempertimbangkan aspek stakeholders yang berperan cukup penting bagi
perusahaan. Di dalam menjalankan strategi komunikasi maka seluruh proses
komunikasi harus dipahami sebagai proses mentranfromasikan pesan di antara
kedua belah pihak oleh karena itu strategi komunikasi harus
mempertimbangkan semua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi
(Bungin, 2015:62).

Pet Kingdom memilih kegiatan CSR sebagai salah satu bentuk dari
penerapan strategi komunikasi untuk menjaga citra dan reputasi baik mereka
kepada stakeholders. Hal ini dirasa tepat karena komunitas anjing di Indonesia
sangatlah besar dan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi terhadap hewan,
bukan hanya hewan peliharaan namun juga terhadap hewan-hewan terlantar
yang berada di shelter. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah
konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan
dalam operasi bisnis dan di dalam interaksi dengan para pemangku kepentingan
secara sukarela yang mengarah pada keberhasilan bisnis yang berkelanjutan
(Totok Mardikanto, 2018:92). Maka dari itu, kegiatan

Persaingan yang ketat ini pun juga dialami oleh bisnis di bidang
penyedia kebutuhan dan perawatan hewan peliharaan di Indonesia. Pelaku
usaha di bidang penyedia jasa dan produk hewan peliharaan ini saling bersaing
secara sangat kompetitif dalam memberikan yang terbaik untuk pelanggan
mereka baik dari segi pelayanan yang baik, produk yang ditawarkan, maupun
inovasi-inovasi terbaru yang dicocokkan kepada target marketnya.

Diperlukan sebuah hubungan yang lebih dari sekedar memikirkan jual


beli produk, namun juga hubungan baik antara perusahaan dan stakeholders.
Hubungan yang baik dilandaskan oleh kepercayaan yang kuat diantara dua
belah pihak, kepercayaan tersebut bukanlah sebuah hal yang mudah didapat
dan dipertahankan. Diperlukan strategi komunikasi khusus yang disesuaikan
kepada jenis stakeholders, yakni internal maupun eksternal untuk menjaga
hubungan yang baik antara perusahaan dan stakeholders.

Perusahaan atau organisasi manapun tidak akan dapat berjalan dengan


baik tanpa adanya hubungan yang baik dengan para stakeholdersnya. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti, krisis, kehilangan
kepercayaan oleh publik atau stakeholders, perusahaan harus melakukan
strategi yang baik dan benar kepada internal maupun eksternalnya. Salah satu
cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melalui kegiatan
Corporate Social Responsibility (CSR), kegiatan tersebut diharapkan dapat
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas yang ditimbulkan oleh
perusahaan, serta dapat menjadi sarana dalam meningkatkan kepercayaan
public terhadap perusahaan, disamping itu, kegiatan CSR yang bersifat
berkelanjutan seperti sebagaimana mestinya dapat menjadi sarana yang
menjembatani perusahaan dengan publiknya diluar sana sehingga
menimbulkan hubungan yang baik.
ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung
jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap
masyarakat dan lingkungan, yang artinya, perusahaan harus tetap berusaha me-
maintain kegiatan yang dijalankan lewat kebijakan perusahaan dengan
tanggung jawab terhadap masalah atau resiko yang bisa saja ditimbulkan dari
kegiatan atau kebijakan yang dibuat.

Menurut Lebe (2004: 70) ada beberapa alasan yang mendasari


mengapa perusahaan dituntut untuk menjalankan program CSR terhadap suatu
komunitas. Pertama, bagi organisasi yang berorientasi profit, hubungan baik
dengan masyarakat sekitar akan berpengaruh secara langsung terhadap
kemampuan organisasi untuk tumbuh dan bertahan. Kedua,secara moral sudah
menjadi etika ada komunikasi antara organisasi dengan masyarakat yang telah
menjadi tetangganya. Ketiga, jika organisasi tidak membina hubungan baik
dengan masyarakat, maka masyarakat pun tidak akan memiliki kepedulian
terhadap eksistensi perusahaan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Starbucks Indonesia bekerjasama dengan Planet Water Foundation


menyelenggarakan project 24: Aqua Water Tower sebagai bentuk CSR bagi
perusahaan mereka. Project 24: Aqua Water Tower sendiri adalah kegiatan
sosial dalam rangka memperingati hari air sedunia, yang dilaksanakan di 24
titik sebanyak 24 tower selama 24 jam, kepada 24 ribu orang di lima negara
yaitu Indonesia, Kamboja, Kolombia, India dan Fhilipina dengan
menyediakan tower air bersih untuk keperluan air bersih desa-desa atau tempat
yang memiliki masalah pasokan air bersih.

Starbucks Indonesia menyumbangkan setiap Rp 1.000 dari


setiap penjualan air mineral botol kepada Planet Water Foundation untuk
melangsungkan Project 24 yang di tahun 2018 bertempat di SD Negeri 2,
Gelanggang, Kuang Wai, Lombok Timur, NTB. Selain itu, Starbucks Indonesia
bekerjasama dengan Planet Water Foundation juga memberikan pelatihan
berkala kepada masyarakat lokal berupa cara memelihara sistem filtrasi air
yang mencakup dukungan selama lima tahun berupa pemantauan kualitas air
dan program pendidikan kebersihan yang berkelanjutan untuk masyarakat.

Pemilihan lokasi pelaksanaan kegiatan CSR ini tentu


memiliki alasan, Desa Kuang Wai disebut terdampak dari industrialisasi dan
polusi di pulau Lombok yang membuat sumur air tidak aman untuk diminum.
Anak-anak sekolah di daerah tersebut sering mengalami penyakit kulit dan
gangguan pernafasan yang disebabkan oleh air yang terkontaminasi. Karena
itu, Project 24 memilih kawasan ini agar masayarakat di tempat tersebut dapat
menikmati air bersih. Lewat kegiatan CSR ini terlihat bahwa Starbucks
Indonesia tidak hanya mementingkan proses jual-beli saja namun juga reputasi
yang baik meskipun Starbucks Indonesia sendiri sudah menjadi brand yang
sangat besar dan dikenal akan kualitas dan pelayanannya dan sudah menjadi
kedai kopi yang terkenal di seluruh dunia bukan hanya di Indonesia saja. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui perusahaan strategi komunikasi
yang digunakan oleh Starbucks Indonesia di dalam meningkatkan citra.
Ketertarikan penulis juga terletak pada, penempatan program donasi Rp. 1000
per botol air mineral di gerai-gerai Starbucks Indonesia yang membuat makna
dari program CSR ini dapat dilihat secara langsung oleh para konsumen yang
dating ke gerai-gerai Starbucks Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Setiap perusahaan perlu membangun dan menjaga


citra positif walaupun sudah stabil dan sukses, cara menjaga citra yang positif
ini dapat melalui pelaksanaan program CSR perusahaan yang sesuai dengan
value perusahaan tersebut yang diturunkan menjadi pilar CSR mereka.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan masalah yang sudah diuraikan dalam latar belakang


masalah dan rumusan masalah, maka pertanyaan penelitiannya adalah:

1. Bagaimana strategi CSR Starbucks Indonesia dalam membangun


citra positif melalui program Project 24 Aqua Water Tower Lombok Timur?

2. Bagaimana upaya Starbucks Indonesia dalam mengkomunikasikan


CSR Project 24 Aqua Water Tower di Lombok Timur?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana strategi CSR Starbucks


Indonesia dalam membangun citra positif melalui Project 24 Awua Water
Tower di Lombok Timur.

2. Untuk mendeskripsikan uoaya Starbucks Indonesia dalam


mengkomunikasikan CSR Project 24 Aqua Water Tower di Lombok Timur.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Akademis


Hasil dari penelitian ini ingin memberikan kontribusi pada program
studi ilmu komunikasi khususnya terkait bagaimana strategi komunikasi
perusahaan dalam bentuk Corporate Social Responsibility dalam meningkatkan
citra perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga ingin memberikan referensi bagi
penelitian selanjutnya terkait CSR, khususnya bagi perusahaan food &
beverages.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan


kontribusi dengan memberikan informasi, masukan, dan saran kepada public
relations perusahaan atau organisasi dalam menentukan atau menyusun
program CSR bagi perusahaan sehingga menjadi pertimbangan tersendiri
dalam meningkatkan citra positif perusahaan.

1.5.3 Manfaat Sosial

Memberikan wawasan kepada masyarakat yang membaca penelitian


ini di kemudian hari mengenai kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan
food & beverages Starbucks Indonesia dan bagaimana strategi komunikasinya.

1.6 Batasan Penelitian


Batasan atau ruang lingkup peneliti dalam penelitian
kali ini adalah penelitian ini hanya akan melihat perencanaan CSR dan
kaitannya terhadap pembentukan citra.

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Terdahulu

Guna mendukung penelitian ini, diperlukan penelitian-penelitian


sebelumnya yang memiliki kesamaan dengan penelitian terkait CSR dan
reputasi perusahaan diharapkan dapat menjadi pembanding atau tolak ukur
terhadap kelengkapan isi penelitian. Penelitian terdahulu yang akan
dicantumkan dan digunakan adalah yang memiliki keterkaitan dengan strategi
CSR dalam meningkatkan citra positif perusahaan karena memiliki persamaan
tujuan dan dasar dengan penelitian ini.

Beberapa penelitian sebelumnya yang sudah teruji keabsahan dan


kebenarannya akan membantu peneliti dalam mengetahui persamaan maupun
perbedaan yang terdapat pada hasil penelitian yang berkaitan dengan strategi
CSR dalam kasus ini adalah melalui program kegiatan Corporate social
responsibility dalam upaya meningkatkan citra positif perusahaan.

Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu berupa artikel terkait


dengan strategi komunikasi public relations, citra positif perusahaan dan
corporate social responsibility yang terkait dengan penelitian ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

N Nama Novie Amand Ghina


o Ayu Mariana, a Dellania, Irsalina Raihan,
Universitas Universitas Universitas
Indonesia, 2012 Hasanuddin Multimedia
Makassar, 2017 Nusantara, 2019

1 Judul Peran Peran Strategi


Penelitian dan Strategi Public CSR Starbucks
Public Relations Indonesia dalam
Relations Dalam membangun citra
melalui Penyelenggaraa positif melalui
Corporate n Program program Project
Social Corporate 24 Aqua Water
Responsibility Social Tower di Lombok
(Studi Kasus Responsibility TImur
CSR BNI Di PT XL
Syariah AXIATA
Pengembangan
Pendidikan
dengan Tema
“Dari BNI
Syariah Untuk
Indonesia yang
Lebih Cerdas)

2 Teori Corpor Komun Teori


dan Konsep ate Social ikasi, manajemen
Penelitian Responsibility, Komunikasi koordinasi
Komunikasi Bisnis, makna. Public
CSR, Strategi Komunikasi Relations, Citra
Public Perusahaan, dan Reputasi,
Relations, Public Corpotate Social
Peran Public Relations, Mode Responsibility
Relations, Public
keterkaitan PR Relations,
dan CSR. Strategi Public
Relations,
Pendekatan
Teoritis,
Corporate
Social
Responsibility,
Model CSR.

3 Meto Kualita Kualitat Kualitati


dologi tif if f
penelitian
4 Hasil -Peran - -
Penelitian PR BNI Syariah Program CSR
sudah berperan yang diusung
dengan baik oleh PT XL
dan Axiata terbilang
menjalankan berhasil,
tugasnya ditandai dengan
masing-masing meningkatnya
dari mulai tahap reputasi
riset dan perusahaan
identifikasi dilihat melalui
sampai reputation
menyelesaikan index oleh pihak
masalah- ketiga, dan
masalah yang berhasil
terjadi dalam memperoleh 4
pelaksanaan penghargaan
program CSR sebagai
program CSR
terbaik, hal ini

-PR menunjukan,

BNI Syariah CSR yang baik

telah akan

melakukan memberikan

perancanaan dampat berupa

komunikasi reputasi yang

yang strategis baik pula bagi

untuk meraih perusahaan

reputasi yang tersebut.

baik melalui
kinerja yang
baik dari
-Dalam
perusahaan dan
pelaksanaan
proses
program CSR
perencanaan
oleh PR
komunikasi
perusahaan,
perusahaan oleh
ditemui banyak
PR melalui
hambatan, baik
CSR
dari internal dan
eksternal, dan
hambatan yang
ditemui pada
program CSR
ini dijadikan
bahan evaluasi
untuk program
CSR
selanjutnya.

Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian terkait


dengan CSR perusahaan, public relations, dan reputasi perusahaan salah
satunya telah dilakukan oleh Novie Ayu Mariana (Universitas Indonesia,
2012). Mahasiswa tersebut melakukan penelitian mengenai strategi komunikasi
PR berupa program CSR dalam membangun reputasi perusahaan dengan judul
skripsi “Peran dan Strategi Public Relations melalui Corporate Social
Responsibility (Studi Kasus CSR BNI Syariah Pengembangan Pendidikan
dengan Tema “Dari BNI Syariah Untuk Indonesia yang Lebih Cerdas)”.

Skripsi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi, menggambarkan,


dan menganalisa peran PR melalui CSR pengembangan pendidikan dengan
tema “Dari BNI Syariah untuk Indonesia yang lebih cerdas”. Serta bertujuan
untuk mengidentifikasi strategi PR yang dilakukan oleh BNI Syariah dalam
menjalankan CSR. Fokus utama dalam penelitiannya adalah analisa strategi
dan peran PR dalam program CSR yang dilaksanakan oleh BNI Syariah
tersebut. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif
melalui metode insturnen penelitian wawancara mendalam untuk
mengumpulkan informasi dengan memberikan sekumpulan pertanyaan kepada
narasumber terkait, dan dilengkapi juga dengan riset eksploratori melalui
pencarian data informasi yang relevan yang diperoleh dari hasil riset, buku
teks, jurnal dan sumber lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Novie Ayu
Marina ini memiliki kesamaan yang sangat relevan dengan yang ingin diteliti
oleh penulis yaitu, sama-sama mengangkat topik terkait, strategi PR, CSR,
dalan membangun reputasi perusahaan.

Penelitian lainnya yang juga memilki kesamaan yang relevan dengan


penulis telah dilakukan oleh Amanda Dellania (Universitas Hasanuddin
Makassar, 2017) yang berjudul “Peran Public Relations Dalam
Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility Di PT XL
AXIATA”. Fokus penelitian tersebut juga mengangkat topik yang sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, seperti peran PR dalam CSR,
strategi PR dalam menjaga reputasi perusahaan. Yang diteliti dengan metode
penelitian kualitatif. Terdapat perbedaan antara penelitian milik Amanda
Dellania dengan penelitian penulis, yakni pada konsep komunikasi bisnis yang
beliau angkat di penelitiannya, sedangkan tidak dilakukan oleh penulis pada
penelitian kali ini.

2.2 Teori dan Konsep Penelitian


2.2.1 Teori Manajemen Koordinasi Makna (Coordinated
Management of Meaning)

Teori ini dikemukakan oleh W. Barnett dan Vernon Cronen. Teori ini
merupakan jenis teori komunikasi Interpersonal. Mereka menyatakan
bahwa “quality of our personal lives and of our social worlds is directly
related to the quality of communication in which we engage. Asumsi ini
dikembangkan berdasarkan pandangan mereka yang menganggap bahwa
percakapan adalah basic material yang membentuk dunia sosial. Teori mereka,
yaitu coordinated management of meaning, didasarkan pada pernyataan
bahwa persons-in-conversations co-construct their own social realities and are
simultaneously shaped by the worlds they create. Pearce dan Cronen
menghadirkan CMM sebagai sebuah teori praktis yang ditujukan untuk
membuat kehidupan menjadi lebih baik

Penulis menggunakan teori manajemen koordinasi makna ini sebagai


landasan penelitian karena, menurut banyak literatur ilmu komunikasi, sebuah
perusahaan sering dianggap sebagai ”orang” atau sesosok figure, yakni berarti
perusahaan harus berkomunikasi, perusahaan harus berhubungan baik dengan
banyak stakeholders, harus memikirkan dampak atau resiko yang terjadi atas
kebijakan atau tindakannya, dan bersifat lebih humanis untuk membentuk citra
dan reputasi sebaik mungkin di mata publiknya.

Teori ini memiliki asumsi sebagai berikut :

1. Manusia hidup dalam komunikasi

Pentingnya komunikasi, yaitu manusia hidup dalam komunikasi.


Sekilas, premis ini memberikan pernyataan yang sedikit aneh mengenai
komunikasi; faktanya bahwa manusia mendiami proses komunikasi. Akan
tetapi,Pearce (1989) berpendapat bahwa”komunikasi adalah, dan akan selalu,
menjadi lebih penting bagi manusia dari yang seharusnya(hal 3). Maksudnya
kita hidup dalam komunikasi. Para teoretikus CMM mengajukan suatu
orientasi yang sama sekali bertolak belakang; mereka berpendapat bahwa
situasi sosial diciptakan melalui interaksi. Oleh karena individu-individu
menciptakan realitas percakapan mereka, setiap interaksi memiliki potensi
untuk menjadi unik. Pandangan ini mengharuskan para pendukung teori ini
untuk mengesampingkan pandangan mereka yang telah ada mengenai
bagaimana menjadi seorang komunikatir.

2. Manusia saling menciptakan realitas sosial :

kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas sosial


mereka dalam percakapan disebut sebagai konstruksionisme sosial(social
construction). Realitas sosial(social reality) adalah keyakinan seseorang
mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai atau tepat dalam sebuah
interaksi sosial.

3. Transaksi informasi tergantung kepada makna pribadi dan


interpesonal :

makna pribadi adalah sebagai makna yang dicapai ketika seseorang


berinterkasi dengan yang lain sambil membawa pengalamannya yang unik ke
dalam interaksi. Makna pribadi membantu orang-orang dalam penemuan,
maksdunya, hal ini tidak hanya membuat kita mampu menemukan informasi
tentang diri kita sendiri, melainkan juga membantu kita dalam penemuan kita
mengenai orang lain. Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama
lain, mereka dikatakan telah mencapai makna interpersonal(interpersonal
meaning).

Makna pribadi dan interpersonal didapatkan dalam percakapan, sering


kali tanpa dipikirkan sebelumnya.
1. Isi/Content : merupakan langkah awal di mana data mentah
dikonversikan menjadi makna. “aku mencintai kamu”menyiratkan informasi
mengenai reaksi A ke B

2. Tindak Tutur/Speech Act : dalam mendiskusikan level makna yang


kedua ini, Pearce(1994) mendeskripsikan tindak tutur(speech act)
sebagai”tindakan-tindakan yang kita lakukan dengan cara berbicara,
misalnya:bertanya, memberikan pujian, atau mengancam). Tindak tutur
bukanlah benda; tindak tutur adalah konfigurasi dari logika makna dan
tindakan dari percakapan, dan konfigurasi ini diabngun bersama. Oleh karena
itu, kita harus menyadari bahwa dua orang saling menciptakan makna dari
tindak tutur. “ Aku mencintai kamu” fase ini menyampaikan lebih dari sekadar
sebuah pernyataan

3. Episode : untuk menginterpretasikan tindak tutur, Pearce dan


Cronen(1980) membahas episode atau rutinitas komunikasi yang dimiliki awal,
pertengahn, dan akhir yang jelas. Dapat dikatakan bahwa episode
mendeskripsikan konteks di mana orang bertindak. Pada level ini, kita mulai
melihat pengaruh dari konteks terhadap makna. Dalam percakapan yang
koheren dibutuhkan sutau tingkat penadaan(punctuation) yang terkoordinasi.
Pearce(1976) berpendapat bahwa episode merupakan hal yang tidak pasti karen
para aktor dalam situasi sosial sering kali mendapati diri mereka berada dalam
episode-episode yang benar-benar beragam. Ia juga melihat bahwa episode-
episode sebenarnya didasarkan oleh budaya, dimana orang-orang membawa
harapan, yang dipengaruhi oleh kebudayaan mereka, akan bagaimana suatu
episode harus dilaksanakan.
4. Hubungan-Relationship (Kontrak-Contract) : dimana dua orang
menyadari potensi dan batasan mereka sebagai mitra dalam sebuah hubungan.
Hubungan dapat dikatakan seperti kontrak, dimana terdapat tuntunan dalam
berprilaku. Para teoretikus menggunakan istilah keterlibatan(enmeshment)
untuk menggambarkan batasan dimana orang mengidentifikasi dirinya sebagai
bagaian dari suatu sistem.

5. Naskah Kehidupan-Life Scripts (Autobiografi) : kelompok-


kelompok episode masa lalu atau masa kini yang menciptakan suatu sistem
makna yang dapat dikelola bersama dengan ornag lain.

6. Pola Budaya/Culture Patterns : Pearce dan Cronen(1980) menyataka


bahwa manusia mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dalam
kebudayaan tertentu.

2.2.2 Public Relations

Menurut Dr. Rex Harlow dalam Ruslan (2010:16) Public Relations


(PR) adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan,
pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut
aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama; melibatkan
manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen
dalam mengikuti dan memenfaatkan perubahan secara efektif; bertindak
sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan
penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai
sarana utama.
Public Relations ada dalam organisasi, sehingga tidak lepas dari
proses-proses komunikasi dalam organisasi. Goldhaber (2013) memberikan
definisi Komunikasi organisasi sebagai “organizational communications is the
prosess of creating and exchanging messeges within a network of
interdependent relationship to cope with environmental uncertainty” atau
dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling
menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama
lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-
ubah.

Ditekankan oleh beberapa ahli, bahwa PR merupakan suatu fungsi


manajemen suatu perusahaan atau organisasi. Menurut Edy Sahputra Sitepu
(2011:2) menjelaskan Public Relations (PR) dalam makna yang sederhana
adalah tatap muka (hubungan) antara kelompok-kelompok dalam suatu tatanan
masyarakat.

Menurut Cutlip dan Center dalam Effendy (2009:116) PR adalah


fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijaksanaan
dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta
merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk meraih pengertian
dan dukungan publik. Kegiatan PR merujuk kepada reputasi perusahaan,
sebagaimana fungsi dari PR itu sendiri. Tujuan utama dari public relation
adalah mempengaruhi perilaku orang secara individu maupun kelompok saat
saling berhubungan, melalui dialog dengan semua golongan, dimana persepsi,
sikap dan opininya penting terhadap suatu kesuksesan sebuah perusahaan
(Davis, 2003).
Menurut Rosady Ruslan (2001, p.246) tujuan public relation adalah sebagai
berikut:

a. Menumbuhkembangkan citra perusahaan yang positif untuk publik eksternal


atau masyarakat dan konsumen.
b. Mendorong tercapainya saling pengertian antara publik sasaran dengan
perusahaan.
c. Mengembangkan sinergi fungsi pemasaran dengan public relation.
d. Efektif dalam membangun pengenalan merek dan pengetahuan merek.
e. Mendukung bauran pemasaran

Wilbur J. Peak dalam karyanya “Community relations” yang dimuat


dalam Lesly’s Public relations Handbook (Effendy, 2009: 149), mendefinisikan
hubungan dengan komunitas sebagai hubungan dengan komunikasi sebagai
fungsi hubungan masyarakat, merupakan partisipasi suatu lembaga yang
berencana aktif dan sinambung dengan masyarakat di dalam suatu komunitas
untuk memelihara dan membina lingkungannya demi keuntungan kedua pihak,
lembaga dan komunitasnya.

Sedangkan, fungsi dari public relations adalah sebagai berikut,

Hal ini sekedar memberikan gambaran tentang fungsi public relation


yaitu:
1. Kegiatan yang bertujuan memperoleh itikad baik, kepercayaan, saling
adanya pengertian dan citra yang baik dari publik atau masyarakat pada
umumnya.
2. Memiliki sasaran untuk menciptakan opini publik yang bisa diterima dan
menguntungkan semua pihak.
3. Unsur penting dalam manajemen guna mencapai tujuan yang spesifik, sesuai
harapan publik, tetapi merupakan kekhasan organisasi atau perusahaan. Sangat
penting bagaimana organisasi memiliki warna, budaya, citra, suasana, yang
kondusif

dan menyenangkan, kinerja meningkat, dan produktivitas bisa dicapai


secara optimal.
4. Usaha menciptakan hubungan yang harmonis antara organisasi atau
perusahaan dengan publiknya, sekaligus menciptakan opini publik sebagai
efeknya, yang sangat berguna sebagai input bagi organisasi atau perusahaan
yang bersangkutan.
Dapat disimpulkan bahwa public relation lebih berorientasi kepada pihak
perusahaan untuk membangun citra positif perusahaan, dan hasil yang lebih
baik dari sebelumnya karena mendapatkan opini dan kritik dari konsumen.
Tetapi jika fungsi public relation yang dilaksanakan dengan baik benar-benar
merupakan alat yang ampuh untuk memperbaiki, mengembangkan peraturan,
budaya organisasi, atau perusahaan, dan suasana kerja yang kondusif, serta
peka terhadap karyawan, maka diperlukan pendekatan khusus dan motivasi
dalam meningkatkan kinerjanya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa fungsi
public relation adalah memelihara, mengembangtumbuhkan, mempertahankan
adanya komunikasi timbal balik yang diperlukan dalam menangani, mengatasi
masalah yang muncul, atau meminimalkan munculnya masalah.

Dalam menjalankan peran atau fungsinya, PR dalam perusahaan


seringkali mengacu pada 4 (empat) model PR menurut Grunig & Hunt (dalam
Lattimore, dkk., 2007:53-54), yaitu:

1. Press Agentry; di mana pada model ini informasi bergerak satu


arah dari organisasi ke publiknya. Ini adalah bentuk PR tertua dan sering
berkaitan dengan promosi dan` publisitas. Praktisi PR yang beroperasi di
bawah model ini selalu mencari kesempatan untuk mendapat perhatian dari
media. Model ini menggunakan taktik mendapatkan perhatian sebanyak-
banyaknya dari media.

2. Public Information; berbeda dengan press agentry karena


tujuannya adalah memberikan informasi, tidak hanya sekedar promosi dan
mencari publisitas, namun komunikasi masih bergerak satu arah. Model ini
banyak dilakukan PR pemerintahan, institusi pendidikan, organisasi nonprofit,
dan juga di beberapa perusahaan. Dalam model ini praktisi PR melakukan riset
yang sangat sedikit tentang audiens mereka.
3. Two-way Asymmetrical; model ini menggunakan metode riset
sosial untuk meningkatkan persuasi dari pesan yang disampaikan. Praktisi PR
menggunakan survei, wawancara, dan diskusi grup fokus untuk mengukur
hubungan dengan publik sehingga perusahaan dapat mendesain program PR
yang akan mendapat support publik utama.

Two-way Symmetrical; model ini menggambarkan orientasi PR di


mana perusahaan dan publiknya saling menyesuaikan satu sama lain. Model
ini menggunakan metode riset untuk mendapatkan saling pengertian dan
komunikasi dua arah, dan bukan hanya berupa persuasi satu arah.

2.2.3 Citra dan Reputasi

Menurut Kotler (2002:338), citra adalah: “persepsi masyarakat


terhadap perusahaan atau produknya.” Sedangkan Webster (1993) yang dikutip
dalam sutisna (2001:331) mendefinisikan citra sebagai gambaran mental atau
konsep tentang sesuatu. Sedangkan dalam Buchari Alam (2000:317) mengutip
dari pendapat huddleston (1985:365) mengenai citra adalah: ”kesan yang
dipikirkan dan yang diketahui oleh seseorang atau kelompok mengenai suatu
hal baik perusahaan maupun produknya yang diperoleh melalui pengalaman.”
Sedangkan citra perusahaan menurut Nicholas Ind (1992) yang dikutip dalam
sutisna (2000): ”gambaran singkat yang dimiliki dari sebuah organisasi yang
dihasilkan melalui akumulasi pesan-pesan yang diterima.”

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa citra perusahaan


adalah gambaran singkat mengenai sebuah organisasi atau perusahaan yang
diciptakan melalui akumulasi pesan-pesan yang diterima melalui pengalaman
yang dirasakan oleh seluruh indera.
Reputasi adalah hasil dari bagaimana publik melihat perusahaan
berdasarkan pengalaman mereka dalam melihat produk, jasa, maupun kegiatan
perusahaan. Reputasi dimulai dari identitas korporat sebagai titik pertama yang
tercermin melalui nama perusahaan (logo) dan tampilan lain seperti laporan
tahunan, iklan, kemasan produk, dan lainnya. Identitas korporat juga berupa
non- fisik seperti nilai-nilai dan filosofi perusahaan, pelayanan, gaya kerja, dan
komunikasi baik dengan pihak internal, maupun eksternal. (Ardianto. 2011:
68).

Fondasi dari reputasi yang kuat dapat tercapai saat identitas beriringan
dengan gambaran perusahaan. Fombrun menyatakan bahwa di dalam
perusahaan yang menjunjung reputasi, para manajer perusahaan berusaha keras
untuk membangun, menjaga, dan mempertahankan reputasi tersebut dengan (1)
membentuk identitas yang unik dan (2) memproyeksikan gambaran perusahaan
yang konsisten kepada publik (dalam Argenti, 2009:83).

Menurut Fombrun (dalam Ardianto, 2011: 68), faktor-faktor yang


dapat membantu perusahaan dalam membangun reputasi yang kuat dan
diinginkan di mata konstituen mereka: kredibilitas (credibility), reability
(reabilitas), kepercayaan (trustworthiness), dan tanggung jawab
(responsibility).

Fombrun sendiri mendefinisikan reputasi perusahaan sebagai berikut:


corporate reputations is a perceptual representation any past action and future
prospects that describes the firm’s overall appeal to all of its key constituents
when compares with other leading rivals. (dalam Ardianto, 2011: 69). Definisi
tersebut menjelaskan bahwa reputasi perusahaan adalah representasi perseptual
dari tindakan perusahaan di masa lalu dan harapan masa depan yang
menggambarkan daya tarik perusahaan secara keseluruhan terhadap konstituen
kuncinya ketika dibandingkan dengan kompetitor.
Menurut Van Riel, reputasi perusahaan dapat diukur
melalui emotional appeals (pertimbangan emosional), product & services
(produk dan jasa), vision & leadership (visi dan kepemimpinan), workplace
environment (lingkungan kerja), financial performance (kondisi keuangan),
dan social responsibility (tanggung jawab sosial) (dalam Ardianto, 2011: 70).

Gray dan Balmer mengilustrasikan perbedaan antara gambaran dan


reputasi perusahaan sebagai berikut: Corporate image is the immediate
mental picture that audiences have of an organization. Corporate reputations
on the other hand, typically evolve over time as a result of consistent
performance, reinforced by effective communication, whereas corporate
images can be fashioned more quickly through well-conceived communication
programs. (dalam Cornelissen, 2008:76).

Dari ilustrasi tersebut, dapat dilihat bahwa reputasi perusahaan diraih


dalam jangka waktu yang panjang dari hasil performa perusahaan yang
konsisten, dilengkapi dengan komunikasi yang efektif. Berbeda dengan
gambaran perusahaan yang dapat berubah-ubah dengan lebih cepat sesuai
dengan program komunikasi yang sedang dijalankan.

Menurut Argenti, perusahaan dengan reputasi yang kuat dan positif


dapat menarik dan mempertahankan sumber daya yang terbaik, juga kesetiaan
konsumen dan partner bisnis, yang dapat berkontribusi secara positif dalam
pertumbuhan dan kesuksesan perusahaan. Disebutkan juga bahwa reputasi
dapat membantu perusahaan dalam memperkirakan krisis dengan lebih efektif
(Argenti, 2009: 84).

2.2.4 Corporate Social Responsibility (CSR)


The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD),
mendefinisikan CSR sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk
berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi
sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta
komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (Azheri, 2011: 20).

Holladay dan Coombs mendefinisikan CSR sebagai kegiatan sukarela


yang diimplementasikan perusahaan dalam mencapai misinya dan memenuhi
kewajiban kepada stakeholders, termasuk pegawai, komunitas, lingkungan, dan
masyarakat keseluruhan. (Holladay and Coombs, 2012:8).

Sedangkan definisi John Elkington mengenai CSR (dalam Azheri


2011:25) adalah sebagai berikut:

Corporate Social Responsibility is a concept that organization, especially (but

not only) corporations, have an obligation to consider the interests of


customers, employees, shareholders, communities, and ecological
considerations in all aspects of their operations. This obligation is been to
external beyond their statutory obligation to comply with legislation. Rumusan
John Elkington tersebut menekankan pada sejauh mana konsep suatu
perusahaan untuk mengindahkan kewajibannya terhadap konsumen, karyawan,
pemegang saham, masyarakat, dan ekologis dalam semua aspek aktivitasnya
(Azheri, 2011:25).

Triple Bottom Line menggambarkan tanggung jawab perusahaan yang


harus dilakukan secara seimbang, baik terhadap perusahaan, masyarakat, dan
juga lingkungan sekitar. Tanggung jawab tersebut dijelaskan dalam lima pilar
aktivitas CSR yang dikemukakan dalam Prince of Wales International
Business Forum (dalam Azheri, 2011:28-29), sebagai berikut:

1. Building human capital; berkaitan dengan internal perusahaan


untuk menciptakan sumber daya manusia yang handal, sedangkan secara
eksternal perusahaan dituntut melakukan pemberdayaan masyarakat.

2. Strengthening economies, di mana perusahaan dituntut untuk


tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin.
Perusahaan harus memberdayakan ekonomi di sekitar perusahaan.

3. Assesing social chesion, yaitu upaya untuk menjaga

keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan


konflik.

4. Encouraging good governance, di mana perusahaan dalam


menjalankan bisnisnya harus mengacu pada Good Corporate Governance
(GCG).

5. Protecting the environment, di mana perusahaan harus


berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.

Dari kelima pilar itu menunjukan bahwa CSR jauh lebih luas
cakupannya dibandingkan dengan community development. Perbedaan paling
mendasar terlihat dari ruang lingkup CSR yang meliputi 3BL dan berlangsung
secara sustainable. Monitoring serta evaluasi program sangatlah dibutuhkan
agar kegiatan tepat sasaran, bahkan laporan (reporting) sebagai cerminan out
put dijadikan sebagai feedback. (Azheri, 2011:29).

Menurut Coombs & Holladay (2012:36), perusahaan yang fokus


pada tanggung jawab perusahaan menekankan berbagai manfaat dari reputasi.
Perusahaan dengan reputasi CSR yang baik dapat membedakan dirinya dari
kompetitor-kompetitornya. Oleh karena itu, CSR telah menjadi kriteria evaluasi
yang penting bagi perusahaan. Media tradisional maupun online akan
menyoroti aktivitas perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial dan
dapat membantu meningkatkan reputasi yang positif (Tench, Bowd, & Jones
dalam Coombs & Holladay, 2012: 13)
Menurut John S. Nimpoeno yang dikutip dalam buku Dasar-dasar
Public Relations (2010,p114) proses pembentukan citra dapat digambarkan
sebagai berikut:

Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern


dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus
yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu
sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap.

Kotler dalam buku “Corporate Social Responsibility : Doing The Most


Good for Your Company” (2005) menyebutkan beberapa bentuk program
Corporate Social Responsibility yang dapat dipilih, yaitu :

1. Cause Promotions
Dalam cause promotions ini perusahaan berusaha untuk meningkatkan
awareness masyarakat mengenai suatu issue tertentu, dimana issue ini tidak
harus berhubungan atau berkaitan dengan lini bisnis perusahaan, dan kemudian
perusahaan mengajak masyarakat untuk menyumbangkan waktu, dana atau
benda mereka untuk membantu mengatasi atau mencegah permasalahan
tersebut. Dalam cause promotions ini, perusahaan bisa melaksanakan
programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain, misalnya
: non government organization.
Cause Promotions dapat dilakukan dalam bentuk :

Meningkatkan awareness dan concern masyarakat terhadap satu


issue tertentu.
Mengajak masyarakat untuk mencari tahu secara lebih mendalam mengenai
suatu issue tertentu di masyarakat. Mengajak masyarakat untuk
menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik mereka untuk membantu
mengatasi dan mencegah suatu permasalahan tertentu. Mengajak orang untuk
ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan event tertentu, misalnya : mengikuti
gerak jalan, menandatangani petisi.

2. Cause-Related Marketing
Dalam cause related marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk
membeli atau menggunakan produk nya, baik itu barang atau jasa, dimana
sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonasikan untuk
membantu mengatasi atau mencegah masalah tertentu.
Cause related marketing dapat berupa :
Setiap barang yang terjual, maka sekian persen akan didonasikan.
Setiap pembukaan rekening atau account baru, maka beberapa rupiah akan
didonasikan.

3. Corporate Social Marketing


Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk
mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue
tertentu.
Biasanya corporate social marketing, berfokus pada bidang-bidang di bawah
ini, yaitu :
Bidang kesehatan (health issues), misalnya : mengurangi kebiasaan merokok,
HIV/AIDS, kanker, eating disorders, dll.
Bidang keselamatan (injury prevention issues), misalnya :
keselamatan berkendara, pengurangan peredaran senjata api, dll.
Bidang lingkungan hidup (environmental issues) , misalnya :
konservasi air, polusi, pengurangan penggunaan pestisida.
Bidang masyarakat (community involvement issues), misalnya :
memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan hak-
hak binatang, dll.

4. Corporate Philanthrophy
Corporate philanthropy mungkin merupakan bentuk Corporate Social
Responsibility yang paling tua. Corporate philanthrophy ini dilakukan oleh
perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam
bentuk dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga,
perorangan ataupun kelompok tertentu.
Corporate philanthropy dapat dilakukan dengan menyumbangkan :
Menyumbangkan uang secara langsung, misalnya: memberikan beasiswa
kepada anak-anak yang tidak mampu,dll.
Memberikan barang/produk, misalnya: memberikan bantuan peralatan tulis
untuk anak-anak yang belajar di sekolah-sekolah terbuka, dll.
Memberikan jasa, misalnya: memberikan bantuan imunisasi kepada anak-anak
di daerah terpencil,dll.
Memberi ijin untuk menggunakan fasilitas atau jalur distribusi yang dimiliki
oleh perusahaan, misalnya: sebuah hotel menyediakan satu ruangan khusus
untuk menjadi showroom bagi produk-produk kerajinan tangan rakyat
setempat.

5. Corporate Volunteering
Community Volunteering adalah bentuk Corporate Social Responsibility di
mana perusahaan mendorong atau mengajak karyawannya ikut terlibat dalam
program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan dengan jalan
mengkontribusikan waktu dan tenaganya.
Beberapa bentuk community volunteering, yaitu :
Perusahaan mengorganisir karyawannya untuk ikut berpartisipasi dalam
program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh
perusahaan, misalnya sebagai staff pengajar, dll.
Perusahaan memberikan dukungan dan informasi kepada karyawannya untuk
ikut serta dalam program-program Corporate Social Responsibility yang
sedang dijalankan oleh lembaga-lembaga lain, dimana program-program
Corporate Social Responsibility tersebut disesuaikan dengan bakat dan minat
karyawan.
Memberikan kesempatan (waktu) bagi karyawan untuk mengikuti kegiatan
Corporate Social Responsibility pada jam kerja, dimana karyawan tersebut
tetap mendapatkan gajinya.
Memberikan bantuan dana ke tempat-tempat dimana karyawan terlibat dalam
program Corporate Social Responsibility nya. Banyaknya dana yang
disumbangkan tergantung pada banyaknya jam yang dihabiskan karyawan
untuk mengikuti program Corporate Social Responsibility di tempat tersebut.
Socially Responsible Bussiness Dalam Socially responsible business,
perusahaan melakukan perubahan terhadap salah satu atau keseluruhan sistem
kerja nya agar dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan
masyarakat.

6. Socially Responsible Business Practice (Community


development)

Socially Responsible Business Practice (SRBP), menurut


Kotler (2005:208) adalah: “where the corporation adapts   and conducts
discretionary business practices and investments that support social causes to
improve community well being and protect the environment”
          (praktek bisnis di mana perusahaan melakukan investasi yang
mendukung pemecahan suatu masalah sosial untuk meningkatkan
kesejahteraan komunitas dan melindungi lingkungan)

2.2 Kerangka Pemikiran

PUBLIC
RELATIONS

STRATEGI
CSR

PUBLIKASI
CITRA DAN
REPUTASI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Paradigma menurut Mulyana & Solatun (2007, h. 27) adalah


sebuah pandangan dunia untuk melihat segala sesuatu yang ada. Dalam artian
paradigma merupakan faktor penentu seorang peneliti dalam melihat sebuah
fenomena. Dalam sebuah penelitian, fenomena yang ingin dilihat adalah
sebuah teori. Paradigma penelitian kualitatif ingin melihat sebuah teori apakah
terimplementasi dalam sebuah bentuk nyata yang dapat kita lihat dalam
kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri dalam paradigma penelitian kualitatif adalah
menjelaskan proses dan makna sebuah fenomena yang ada dengan cara
melakukan interaksi langsung dengan subjek yang diteliti sehingga nantinya
mendapatkan penjabaran yang bersifat subjektif dan sesuai konteks yang ingin
diteliti (Sugiarto, 2017, h. 16).

Sedangkan menurut Ruslan (2017, h. 215), ciri-ciri dari paradigma


penelitian kualitatif adalah fenomenologi, hipotesis induktif, inner behavioral,
dan holistik. Hal ini menunjukan peneliti harus terjun langsung dalam melihat
permasalahan yang ingin dibahas. Peneliti akan menggali data sedalam-
dalamnya dengan berinteraksi secara langsung kepada orang-orang yang
terlibat dalam program Project 24: Aqua Water Tower dan dilihat dari segala
sisi. Penentuan paradigma ini nantinya akan membantu peneliti dalam
menentukan

keseluruhan metodologi penelitian yang akan peneliti gunakan dalam


membedah hasil penelitian.

Paradigma dalam penelitian sendiri terbagi dalam tiga jenis: positivists,


constructivists, dan pragmatists (Patel, 2015, para. 3). Paradigma
constructivists mempercayai bahwa kebenaran di dunia ini perlu ditafsirkan
dan tidak memiliki kebenaran yang absolut. Dalam penelitian, paradigma ini
digunakan untuk menafsirkan sebuah fenomena atau kegiatan agar dapat
mengungkapkan kebenaran sebuah realitas. Penetapan paradigma
constructivists sebagai paradigma penelitian ini membantu peneliti dalam
melakukan pembedahan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
paradigma konstruktivisme karena bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran
sebuah realitas, yakni makna yang dihasilkan dari strategi yang diterapkan oleh
Starbucks Indonesia melalui Project 24: Aqua Water Tower.
3.2 Jenis dan Sifat Penelitian

Menurut Kriyantono (2014, h. 56), riset kualitatif memiliki tujuan


untuk menjelaskan sebuah fenomena sedalam mungkin dengan cara
pengumpulan data yang mendalam. Sedangkan menurut Ardianto (2014, h. 58),
dalam penelitian kualitatif seorang peneliti menjadi instrumen kunci yang dapat
mengarahkan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Berdasarkan kedua definisi singkat tersebut, peneliti menjadikan kualitatif
sebagai panduan dalam melakukan penelitian ini. Alasan peneliti dalam
menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin menemukan jawaban
yang sedalam mungkin dengan berbagai macam teknik pengumpulan data.
Peneliti di sini berperan sebagai instrumen kunci yang menggali data dari
sumber-sumber terpercaya dan juga mengolah data-data tersebut dengan
komprehensif dan menyeluruh sehingga dapat menjelaskan dengan baik
fenomena yang sedang diangkat yaitu mengenai Strategi Corporate Social
Responsibility Starbucks Indonesia Project 24: Aqua Water Tower.

Sifat penelitian ini adalah deskriptif di mana peneliti akan


mendeskripsikan seluruh fakta yang sudah didapatkan secara sistematis,
faktual, dan akurat sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Kriyantono
(2014) dalam bukunya yang berjudul Teknik Praktis Riset Komunikasi.
Sedangkan menurut Rakhmat (2012, h. 24), metode deskriptif hanyalah
memaparkan sebuah situasi maupun peristiwa. Dalam sifat penelitian
deskriptif, peneliti akan menentukan kerangka konseptual yang nantinya akan
dijabarkan dalam bentuk variabel-variabel. Variabel ini nantinya akan
dijabarkan secara menyeluruh dari hasil penelitian yang didapatkan tanpa
menjelaskan hubungan di antara variabel yang sudah ditentukan.
3.3 Metode Penelitian

Dalam melakukan riset untuk mengetahui tahapan perencanaan dan


makna program CSR Project 24 : Aqua Water Tower yang dilakukan Starbucks
Indonesia, peneliti ingin menggunakan metode studi kasus sebagai metode
penelitian. Kriyantono memberikan definisi metode studi kasus sebagai berikut
(2014, h. 65):

“Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber


data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti,
menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek, individu,
kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis.”

Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Kriyantono, metode studi


kasus mengumpulkan sebanyak mungkin data yang bisa didapatkan sehingga
instrumen yang digunakan juga beragam mulai dari wawancara mendalam,
observasi, rekaman, dokumentasi, dan berbagai macam data pendukung
lainnya. Tujuan dari penggunaan metode studi kasus adalah untuk
mendapatkan uraian yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang ingin
diteliti (Kriyantono, 2014, h. 66).

Studi kasus terbagi dalam tiga pandangan ahli yang berbeda: Yin,
Stake, dan Merriam. Ada dua jenis studi kasus yang tergolong ke dalam
paradigma constructivists, yaitu studi kasus yang dikemukakan Stake dan studi
kasus yang dikemukakan oleh Merriam (Yazan, 2015, h. 148). Tetapi untuk
membedah program CSR #AkuBaca, peneliti menggunakan studi kasus yang
dikemukakan oleh Merriam. Karakteristik dari studi kasus Merriam adalah
fokus dalam sebuah program atau kegiatan, mendeskripsikan secara
menyeluruh sebuah fenomena yang sedang dipelajari, dan memperjelas
pemahaman sebuah fenomena kepada pembacanya (Yazan, 2015, h. 139).
Karakteristik ini sesuai dengan tujuan peneliti dalam melaksanakan penelitian
program CSR makna program CSR Project 24 : Aqua Water Tower Starbucks
Indonesia.

Alasan peneliti dalam menggunakan metode studi kasus ini karena


ingin menguraikan secara merinci strategi CSR yang dijalankan oleh
Corporate Communication Starbucks Indonesia. Metode ini akan membantu
peneliti dalam menguraikan hasil temuan yang komprehensif dan mendapatkan
pembahasan yang mendalam.

3.4 Key Informan dan Informan

Menurut Ardianto dalam bukunya berjudul Metodologi Penelitian


untuk Public Relations, ada tiga jenis informan yang perlu diambil dalam
melakukan wawancara mendalam (2014, h. 62):

1. Informan kunci yang terlibat langsung dengan permasalahan


yang ingin dibahas.

2. Informan ahli yang merupakan ahli dalam bidang yang ingin


dibahas dalam penelitian.

3. Informan insidental yaitu orang-orang yang bersinggungan


dengan permasalahan yang ingin dibahas.
Melihat dari jenis-jenis informan tersebut, maka kriteria informan yang
akan diambil akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Andrea Siahaan selaku Senior General Manager, Public


Relation, and Communication – Corporate Communication Starbucks
Indonesia

Dipilih menjadi informan kunci karena Andrea merupakan pimpinan


manajemen dari kegiatan CSR Project 24: Aqua Water Tower dan memahami
mengenai strategi dan implementasi yang digunakan dalam menjalankan
program tersebut.

2. Ishak Kasum selaku Program Manager Planet Water


Foundation Indonesia

Dipilih menjadi informan kunci karena informan ini terlibat langsung


dan menjadi ketua untuk mewakili Planet Water Foundation dalam
perencanaan kegiatan sampai turun langsung ke dalam kegiatan CSR tersebut.

3. Andika Saputra selaku CSR Specialist

Beliau merupakan informan ahli yang telah bekerja di ranah CSR


selama 6 tahun sejak 2012 dimulai dari mendirikan BERBAGINASI
JAKARTA (@berbaginasiJKT) dan saat ini telah bekerja di PT Hero
Supermarket Tbk sebagai CSR Specialist sejak 2012. Informan ini diharapkan
dapat memberikan informasi yang menguatkan pembahasan yang akan peneliti
lakukan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua macam data yang peneliti gunakan dalam melakukan


penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.

3.5.1 Data Primer

Menurut Sarwono (2012, h. 37), data primer adalah data yang berasal
dari sumber asli. Dalam mendapatkan data primer ini, peneliti menggunakan
teknik wawancara mendalam. Wawancara mendalam sendiri merupakan
sebuah bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan dua pihak di mana satu
pihak ingin mendapatkan informasi dari pihak lainnya dengan mengajukan
pertanyaan (Mulyana, 2013, h. 180). Peneliti menjadi pihak yang mengajukan
pertanyaan kepada informan- informan pilihan untuk mendapatkan data yang
mendukung dalam penelitian ini.

Menurut Mulyana (2013, h. 180-181), wawancara mendalam sendiri


terbagi menjadi dua jenis yang berbeda yaitu wawancara terstruktur dan
wawancara tak terstruktur. Sesuai dengan namanya, wawancara terstruktur
memiliki struktur yang jelas dalam pertanyaannya dan peneliti mengarahkan
subjek penelitian dalam menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan.
Sedangkan untuk wawancara tak terstruktur lebih melakukan dialog dengan
subjek penelitian dan pertanyaan akan berkembang selama terjalin komunikasi.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan kedua teknik wawancara tersebut. Peneliti
tetap menggunakan panduan yang terstruktur dalam memberikan pertanyaan,
tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus menjalin dialog di luar
pertanyaan yang sudah disiapkan.

Dalam mengumpulkan data primer, peneliti menggunakan alat bantu


recorder dan juga buku untuk merekam hasil wawancara maupun observasi.
Hasil dari wawancara dan observasi ini nantinya diolah dan didukung dengan
data sekunder.

3.5.1 Data Sekunder

Selain menggunakan data primer yang didapat langsung dari hasil


wawancara, peneliti menggunakan studi pustaka berupa teori-teori yang
mendukung analisis dan penyusunan penelitian. Selain itu, peneliti juga
membaca laporan tahunan CSR Starbucks Indonesia dan juga artikel- artikel
yang memuat program Project 24: Aqua Tower water. Data hasil wawancara
dibandingkan dengan studi pustaka yang ditemukan sehingga mendapatkan
sebuah kesimpulan apakah tahapan strategi CSR program Project 24: Aqua
Tower water yang dilakukan Starbucks Indonesia efektif.

3.6 Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data yang peneliti dapatkan, peneliti


menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2010, h. 330), triangulasi
adalah sebuah teknik untuk menguji keabsahan data di luar data yang sudah
didapat agar dapat digunakan sebagai perbandingan atau pengecekan kebenaran
data. Teknik triangulasi terbagi menjadi empat macam menurut
penggunaannya: triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyelidik,
dan triangulasi teori.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber.


Menurut Patton (Moleong, 2010, h. 330), triangulasi dengan sumber artinya
mengecek dan membandingkan kembali derajat kepercayaan data yang
didapatkan dengan waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal
ini dapat dicapai dengan beberapa jalan (Moleong, 2010, h. 331):

1. membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan,

2. membandingkan dengan apa yang dikatakan orang di depan umum


dengan yang dikatakan secara pribadi,

3. membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi


penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu,

4. membandingkan pandangan dua pihak atau lebih seperti rakyat


biasa, pemerintahan, pejabat, atau orang berderajat, dan

5. membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang


berkaitan.

Dari berbagai macam jalan yang dapat diambil, peneliti menjalani


jalan pertama, keempat, dan kelima di mana peneliti membandingkan hasil
wawancara dan observasi dengan pengamatan peneliti sendiri dan juga
membandingkannya dengan berbagai pandangan dari pihak lain. Hal ini
terlaksana dengan turut mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam
program CSR Starbucks Indonesia Project 24: Aqua Tower water dan juga
mendapatkan data-data berupa dokumen yang berkaitan dengan program CSR
Project 24: Aqua Tower water dari perusahaan.
3.7 Teknik Analisis Data

Penting bagi peneliti untuk melakukan analisis data agar dapat


menafsirkan data dengan baik. Tafsiran berguna dalam menggambarkan
perspektif yang dimiliki peneliti terhadap suatu masalah bukan sebuah
kebenaran (Ardianto, 2014, h. 215). Peneliti didorong untuk memberikan
pandangan yang objektif dalam menganalisis datanya agar mendapatkan hasil
yang murni dari diri sendiri bukan terpengaruh dari objek penelitiannya. Untuk
mendapatkan hasil yang murni ini, peneliti akan menggunakan model analisis
data dari Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga jenis kegiatan (Ardianto,
2014, h. 223):

1. Reduksi Data

Merupakan sebuah kegiatan analisis yang mempertajam, memilih,


memfokuskan, membuang, dan menyusun data dalam suatu kegiatan di mana
membantu dalam menemukan kesimpulan. Kegiatan ini dilakukan sebelum dan
setelah terjun ke lapangan agar dapat memfokuskan dalam topik yang relevan
dengan penelitian. Biasanya kegiatan ini dibantu dengan membuat tema,
membuat gugus-gugus, membuat pemisah-pemisah, melakukan pengodean
(coding), membuat rangkuman, dan menulis memo.

2. Data Display

Dalam tahap ini, peneliti berfokus dalam menyajikan dan


menampilkan hasil dari data yang sudah dikumpulkan dan dianalisis
sebelumnya. Data-data yang sudah direduksi dibentuk dalam bentuk teks
naratif dan nantinya mendapatkan sebuah penyajian data yang beralur dan
mudah dipahami agar dapat masuk ke dalam tahap selanjutnya.

3. Penarikan/Verifikasi Simpulan

Kesimpulan awal biasanya sudah dikemukakan pada tahap reduksi


data. Pada tahap ini, kesimpulan awal tersebut akan didukung dengan bukti-
bukti yang kuat dari penelitian yang sudah dijalani sehingga pada akhimya
akan mendapatkan kesimpulan yang kredibel dan dapat digunakan. Pada tahap
ini peneliti sudah dapat membandingkan semua data yang didapatkan dan
dapat menjawab penelitian yang sedang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku referensi :

Ardianto, Elvinaro. (2011). Handbook of Public Relations: Pengantar


Komprehensif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Ardianto, E. (2014). Metodologi Penelitian untuk Public Relations.


Bandung: Sembiosa Rekatama Media.

Argenti, Paul A. (2009). Corporate Communication. New York: Mc


Graw Hill.

Azheri, Busyra. (2011). Corporate Social Responsibility: Dari


Voluntary Menjadi Mandatory. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Butterick, Keith. 2012. Pengantar Public Relations: Teori dan Praktik.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Coombs, W. Timothy, dan Sherry J. Holladay. (2012). Managing


Corporate Social Responsibility: A Communication Approach. Malaysia: Vivar
Printing Sdn Bhd.

Cornelissen, Joep. 2014. Corporate Communications-AGuide to Theory


& Practice. Los Angeles: SAGE Publications

Crowther, D. & Aras, G. (2008). Corporate Social Responsibility


[Versi BookBooN]. Didapat dari https://bookboon.com/en/defining-corporate-
social-responsibility-ebook#download.

Freeman, R. E., J.S. Harrison, dkk. 2010. Stakeholder Theory: The State
of the art. New York: Cambridge University Press.

Hadi, Nor. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha


Ilmu

Kadir, A. & Syamsiar, S. (2011). Panduan Menyusun Laporan Tugas


Akhir, Skripsi, dan Tesis Menggunakan MS Word. Yogyakarta: MediaKom.

Kotler, p. & Lee, N. (2005). Corporate Social Responsibility: Doing the


Most Good for Your Company and Your Cause. New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc.

Kuntarto, N. M., dkk. (2015). 99 Cara Mudah Menulis Karya Ilmiah.


Yogyakarta: Indopublika.

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Mulyana, D. & Solatun. (2007). Metodologi Penelitian Komunikasi:
Contoh- Contoh Penelitian Kualitatif Dengan Pendekaran Praktis. Bandung:
PPT Remaja Rosdakarya Offset.

Mulyana, D. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru


Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset

Rusdiantu, Ujang. 2012. CSR di Era Otonomi. Jakarta: Prenada

Rusdianto, Ujang. 2013. CSR Communications A Framework FOR pr


Practitioners. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smith, R. D. (2013). Strategic Planning for Public Relations. New York:


Routledge, Taylor & Francis Group.

Susanto, A. B. (2009). Reputation-Driven Corporate Social


Responsibility:

Pendekatan Strategic Management dalam CSR. Jakarta: Esensi.

Wibisono, Y. (2007). Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik:


Fashco Publishing.

Jurnal referensi

Valencia, Carla. 2012. Implementasi Corporate Social Responsibility


oleh PT Aetra Air Jakarta (Studi Evaluasi Program “Kampoeng Bangkit”
Khususnya di Pademagan Timur – Jakarta Utara). Jakarta: Universitas
Indonesia. Diakses 2 Maret 2018. http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20288950-S- Carla%20Valencia.pdf
Wirman, Welly. 2017. Analisis Perencanaan Program CSR PT.
Perkebunan Nusantara V di Pekanbaru (Studi tentang Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan PTPN V). Riau: Universitas Riau. Diakses 28 Juli 2018.
http://jurnal.fisip.unila.ac.id/index.php/prosidingmikom/article/view/334

Anda mungkin juga menyukai