Anda di halaman 1dari 15

TINDAK PIDANA PADA FAKTUR PAJAK

DISUSUN OLEH:
NAMA : A.ABIL RAEHAN
NIM : B011201372
KELAS : HUKUM PAJAK F
JURUSAN : ILMU HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN

Pendahuluan ……………………………………………………. 1-3

Kewajiban wajib pajak …………………………………………. 3-5

Tindak Pidana Wajib Pajak

1`.Faktur fiktif

a.Penyebab Terjadinya Faktur Fiktif ……………………..,…… 5-7.

b.Modus Faktur Fiktif ……………………………………………. 7-8

c.Upaya Pencegahan Faktur Fiktif …………………………….. 8-10

d,Kerugian Akibat Faktur Fiktif ………………………………… 10

2. .Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai


pengusaha kena pajak …………………………………………. 11-12

Daftar Pustaka …………………………………..………………. 13


PEMBAHASAN :

Pendahuluan

Diantara banyak kewajiban pengusaha kena pajak yang ditentukan dalam

hukum pajak, maka kewajiban membuat faktur pajak memegang fungsi penting

dalam perhubungan hukum. Hal ini didasarkan karena faktur pajak merupakan

dokumen dalam UU PPN yang mengaitkan antara pengusaha kena pajak

dengan pejabat pajak. Keterkaitan pengusaha kena pajak dengan pejabat pajak

disebankan karena pengusaha kena pajak melakukan perbuatan hkuum berupa

penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. Sebenarnya

faktur pajak merupakan instrument hukum pajak yang dikenakl dalam UU PPN

untuk mengetahui dan memahami ketaatan prngusaha kena pajak ketika

melakukan kegiatan didaerah pabean, berupa penyerahan barang kena pajak

atau penyerahan jasa kena pajak.

Faktur pajak menurut pasal 1 angka 23 UU PPN adalah bukti pungutan pajak

yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang

kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. Kebradaan faktur pajak

didasarkan karena perbuatan hukum yang dilakukan pengusaha kena pajak

pada saat melakukan kegiatan berupa penyerahan objek pajak pertambahan

nilai dan jasa, dan jasa penjualan atas barang mewah yang dikenakan pajak

berdasarkan UU PPN. Dengan demikian, pengusaha kena pajak yang

melakukan pemungutan pajak terhadap penyerahan barang kena pajak atau

1
jasa kena pajak wajib membuat faktur pajak dalam rangka mengakkan hukum

pajak di bidang pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan

atas barang mewah. 1

Tindak pidana di bidang perpajakan adalah suatu perbuatan melanggar

peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengakibatkan kerugian

keuangan negara, dan pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Kasus tindak

pidana perpajakan yang banyak terjadi di ndonesia adalah kasus faktur Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak sah. Di ndonesia masih banyak para

penghindaran pajak dengan bermoduskan faktur pajak yang tidak berdasarkan

nilai transaksi yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan kemungkinan hilangnya

pendapatan negara hingga triliunan rupiah.2

Ketentuan mengenai tindak pidana terhadap faktur pajak tidak sah di dasarkan

pada Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan

Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan yang menyebutkan bahwa, Setiap orang yang

dengan sengaja:

1. Menerbitkan atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti

pemotongan pajak, dan bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi

yang sebenarnya atau

2. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

1
Buku Pembaharuan Hukum Pajak Prof. Dr. Muhammad Djafar Saidi, S.H,.M.H. Edisi terbaru
2
Bambang Ali Kusumo, “Sanksi Hukum Di Bidang Perpajakan,” Wacana Hukum 8, no. 2
(2009): hlm 96..
Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling

lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam

faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajakan, bukti setoran

pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti

pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan bukti setoran pajak.

Berdasarkan Pasal 39A tersebut, pelaku kasus faktur pajak tidak sah untuk

pajak pertambahan nilai dapat dituntut dipengadilan dengan ancaman pidana

penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun.

Kewajiban membuat faktur pajak

Pembuatan faktur pajak merupakan kewajiban hukum yang melekat pada diri

pengusaha kena pajak karena melakukan pemungutan PPN yang terutang.

Faktur pajak yang dibuat oleh pengusahan kena pajak diberikan kepada

konsumen, baik dalam kedudukan sebagai pengusaha kena pajak maupun

bukan pengusaha kena pajak sebagai bukti pemungutan PPN. Faktur pajak

tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur

pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan

sebagai faktur pajak oleh pejabat pajak.

Dasar hukum yang meletakkan kewajiban hukum kepada pengusaha kena

pajak untuk membuat faktur pajak terdapat pada pasal 13 ayat (!) UU PPN.

Ketentuan dalam pasal 13 ayat (1) UU PPN menegaskan bahwa pengusaha

kena pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap :

1. Penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4

3
ayat (1) huruf a atau f dan atau pasal 16D UU PPN.

2. Penyerahan jasa kena pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 (1)

huruf c UU PPN.

3. Ekspor barang kena pajak tidak terwujud sebagaimana dimaksud dalam

pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN.

4. Ekspor jasa kena pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1)

huruf h UU PPN.

Lain halnya, atas setiap penyerahan barang kena pajak berupa aktiva yang

menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 16D wajib diterbitkan faktur pajak. Ketentuan pasal 16D uu ppn

secara tegas menegaskan bahwa pajak penambahan nilai dikenakan atas

penyerahan barang kena pajak berupa aktiva yang menurut tujuan smeulanya

tidak untuk diperjualbeliakan oleh pengusaha kena pajak, kecuali atas

penyerahan aktiva pajak yang masukannya tidak dapat dikreditkan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan c. Kemudian pasal 9

ayat (8) huruf b ,menegaskan perolehan barang kena pajak atau jasa kena

pajak tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Dan pasal

9 (8) huruf c menegaskan perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor

berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau

disewakan.

Sebagai kewajiban hukum bagi pengusaha kena pajak, maka faktur pajak harus

dibuat pada :

4
1.saat penyerahan kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.

2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan barang kena pajak atau sebelum penyerahan jasa kena

pajak.

3.saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagai tahap

pekerjaan.

4.saat lain yang diatuer dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.

Faktur pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak tersebut disebut sebagai

faktur pajak “faktur pajak biasa”.Penamaan sebagai faktur pajak biasa karena

hanya memuat satu jenis penyerahan barang kena pajak, satu jenis

penyerahan jasa kena pajak, satu jenis ekspor barang kena pajak, atau satu

jenis ekspor jasa kena pajak.Sebagai satu pengecualian, penguasaha kena

pajak dapat membuat faktur pajak yang meliputi selruruh penyerahan yang

dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak

yang sama selama 1 bulan.Faktur pajak tersebut harus dibuat pada bulan akhir

penyerahan, Faktur pajak ini disebut sebagai faktur pajak gabungan.

Tindak pidana faktur pajak

1.Faktur pajak fiktif

a. Penyebab Terjadinya Faktur Pajak Fiktif

Kejahatan faktur pajak fiktif merupakan salah satu bentuk fraud. Menurut

5
Donald R. Cressey, terdapat tiga pendorong terjadinya fraud (disebut fraud

triangle) yaitu pressure, opportunity dan rasionalization. Pressure adalah

dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang

atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll.

Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan hidup atau

masalah finansial dari pelaku fraud. Tapi banyak juga yang hanya terdorong

oleh keserakahan.

Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Opportunity

berhubungan dengan pengaruh dari keadaan yang memberi kemungkinan

terjadinya fraud. Misalnya uang kas perusahaan secara fisik disimpan

sembarangan akan memberi peluang siapapun untuk mengambilnya untuk

digunakan kepentingannya sendiri. Opportunity biasanya disebabkan karena

internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau

penyalahgunaan wewenang.3

Rationalization adalah pembenaran atau justifikasi atas tindakan fraudnya.

Dalam kasus fraud faktur pajak fiktif, penyebab penting terjadinya adalah

adanya opportunity atau kesempatan. Berbeda dengan pressure dan

rasionalisasi yang bersifat individu dan sulit dikendalikan karena pelaku

utamanya bukan karyawan atau pegawai, kesempatan bisa dikendalikan dan

diperkecil kemungkinannya. Ya, perhatian utama untuk mencegah terjadinya

kasus faktur pajak fiktif adalah dengan mengurangi kesempatan atau

3
https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/sekretariat-badan-kasus-faktur-pajak-fiktif-dan-
pencegahannya-2019-11-05-30a15ffe/
opportunity.

Peluang terjadinya fraud di bidang ini sebenarnya sudah muncul ketika

Indonesia memperkenalkan sistem pemungutan pajak konsumsi yang baru.

Sistem pajak penjualan yang sejak zaman Belanda sudah diperkenalkan, pada

tahun 1985 digantikan peranannya oleh Pajak Perambahan Nilai (PPN),

tepatnya 1 April 1985. Pergantian ini bersamaan dengan reformasi sistem

perpajakan Indonesia pada tahun 1984, dengan diperkenalkannya self

assesment system dan Pajak Penghasilan dalam Undang-undang Nomor 7 dan

9 Tahun 1983. PPN sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983.

Sistem PPN sebenarnya memiliki kelebihan dibandingkan dengan Pajak

Penjualan yaitu sistem PPN tidak mendistorsi perekonomian. Namun demikian,

dengan sistem pengkreditannya, sistem PPN membuka celah atau kesempatan

untuk dilakukannya fraud. Keen dan Smith (2007) menyebut PPN rentan

terhadap fraud dan memiliki masalah dalam pengawasannya. Celah ini muncul

karena satu lembar faktur pajak, memiliki nilai ekonomi untuk mengurangi

penyetoran pajak atau untuk dapat melakukan restitusi pajak. Jadi, risiko

terjadinya fraud berupa pengkreditan faktur pajak fiktif ini sudah melekat dalam

sistem PPN yang diterapkan di Indonesia. Kesempatannya menjadi semakin

besar jika pengendalian internal dan tatakelola sistem administrasi pajak lemah.

b. Modus Kasus Faktur Pajak Fiktif

Modus utama dalam fraud faktur pajak fiktif ini adalah dengan mengkreditkan

pajak masukan dengan bukti lembar faktur pajak fiktif, bukan berdasarkan

7
transaksi sebenarnya, dalam SPT Masa PPN. Faktur Pajak fiktif ini pada

umumnya diperoleh dari pihak lain yang sengaja menjual Faktur Pajak Fiktif.

Dengan demikian, terdapat dua pihak pelaku utama kejahatan ini yaitu pihak

penerbit Faktur Pajak fiktif yang menjual kepada pihak lain, dan pihak

pengguna yang membeli dari penerbit dan kemudian mengkreditkannya dalam

SPT Masa PPN. Dengan demikian, pada umumnya modus pembobolan uang

negara dengan cara ini dilakukan melibatkan beberapa pihak. Pelaku utamanya

adalah penerbit Faktur Pajak fiktif dan pihak yang mengreditkannya. Untuk

memuluskan aksinya, aksi ini kadang pula dibantu oleh pihak lain untuk

menghindari perhatian atau pengawasan.4

c.Upaya Pencegahan terjadinya faktur FIktif

Untuk mencegah terjadinya korupsi faktur pajak fiktif ini, pemerintah harus

memperbaiki pengendalian intern dan tatakelola administrasi perpajakan.

Dalam hal pengendalian intern, sistem administrasi perpajakan harus dapat

melakukan self control bahwa faktur pajak yang dikreditkan memang telah

dilaporkan sebagai pajak keluaran. Direktorat Jenderal Pajak biasanya

melakukan pengawasan melalui sistem konfirmasi secara manual oleh satu

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada KPP lain. Namun, konfirmasi ini

dilakukan terhadap Wajib Pajak yang diperiksa yang sebagian besarnya adalah

Wajib Pajak yang mengajukan restitusi PPN. Menurut Undang-undang KUP,

pemeriksaan wajib dilakukan kepada Wajib Pajak yang mengajukan restitusi.

4
Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1703/PJ.700/2001 tentang Modus Operandi
Penerbitan Faktur Pajak Bermasalah/Fiktif/Palsu
Padahal, potensi fraud faktur pajak fiktif juga ada pada Wajib Pajak yang tidak

diperiksa karena tidak mengajukan restitusi. Kalaupun dilakukan pemeriksaan

terhadap Wajib Pajak yang menggunakan faktur pajak fiktif, komplotannya bisa

memanfaatkan kelengahan petugas pajak sehingga ketika dikonfirmasi faktur

pajak tersebut ada. Dengan sistem manual ini fraud faktur pajak fiktif sangat

mudah dilakukan. Berikutnya, proses konfirmasi dilakukan secara elektronik

menggunakan jaringan intranet melalui aplikasi PK-PM. Cara ini membantu

mempercepat proses konfirmasi, namun masih menyimpan potensi masalah

jika pengendalian internal teknologi informasi kurang baik.

Untuk mengatasai masalah-masalah ini, Direktorat Jenderal Pajak melakukan

berbagai pembenahan. Pertama, diperkenalkannysa sistem e-SPT. Dengan

sistem ini, proses perekaman manual dihilangkan sehingga data yang ada pada

sistem bebas dari campur tangan perekaman manual. Kedua, diperkenalkan

sistem pemberian nomor faktur pajak. Sistem ini menggantikan penomoran

yang sebelumnya dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan sistem

penomoran ini, pengawasan atas peredaran faktur pajak lebih bisa dikontrol.

Terakhir, DJP mulai menerapkan sistem e-faktur. Dengan sistem ini, faktur

pajak diterbitkan bukan dalam bentuk kertas tapi secara elektronik. Sistem

permintaan dan penerbitan faktur pajak dilakukan secara elektronik antara

Wajib Pajak dan DJP. Setiap faktur yang beredar benar-benar berada dalam

sistem yang terkontrol sehingga sangat meminimalkan kesempatan

penyalahgunaan. Selain penerapan sistem elektronik, untuk menjamin bahwa

Pengusaha Kena Pajak terdaftar adalah benar-benar pengusaha yang memiliki

9
kegiatan usaha riil, maka DJP melakukan registrasi ulang Pengusaha Kena

Pajak. Diharapkan dengan langkah-langkah ini, fraud di bidang faktur pajak fiktif

bisa sangat berkurang.5

Sesuai dengan penegakan hukum yang tidak hanya meliputi pidana yang

bersifat menderitakan tetapi juga tindakan. Secara dogmatis pidana dipandang

sebagai pengimbalan atau pembalasan terhadap kesalahan si pembuat sedang

tindakan dimaksudkan untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan yang

dilakukan si pembuat. Pemberian sanksi pidana seperti ni diharapkan dapat

membangun sebuah suatu sistem peringatan dini bagi para pelaku pidana

perpajakan, dan bisa memberikan efek jeradengan beratnya sanksi yang

diberikan. Untuk memelihara pendapatan negara, maka rumusan pidana denda

terhadap pelaku tindak pidana perpajakan menjadi saksi utama (premum

remedium), sedangkan pidana penjara dirumuskan sebagai sanksi yang

bersifat ultimatum remedium (senjata pamungkas).

d. Kerugian Faktur Pajak Fiktif

Terdapat dua bentuk kerugian negara yang diakibatkan oleh modus faktur pajak

fiktif. Pertama, dengan mengkreditkan faktur pajak yang tidak sah atau fiktif,

oknum pelaku dapat mengurangi besarnya pajak yang harus disetorkan ke kas

negara.

10

5
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-132/PJ/2010 tentang Langkah-Langkah
Penanganan Atas Penerbitan Dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah
2.Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha

kena pajak.

Pengusaha yang tidak di kukuhkan sebagai pengusaha kena pajak berbeda

dengan pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak berhak

untuk menerbitkan faktur pajak dalam melakukan perhubungan hukum

sepanajang dilakukan berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Sebaliknya,

pada ssat melakukan perhubungan hukum pengusaha yang belum dikukuhkan

sebagai pengusaha kena pajak tidak boleh menerbitkan faktur meskipun

berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Ketika larangan itu tidak ditaati berarti

pengusaha tersebut telah melakukan kejahatan di bidang perpajakan.

Kejahatan menerbitkan faktur pajak tapi belum dikukuhkan sebagai pengusah

kena pajak diatur dal pasal 39A huruf b UUKUP yang menegaskan ‘setipa

orang yang dengan sengajas menerbitkan faktur pajak oleh pengusaha yang

belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak…dst…”Larangan untuk

menerbitkan faktur pajak oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai

pengusaha kena pajak bertujuan untuk melindungi wajib pajak dari tindakan

atau perbuatan hukum yang bertentangan dengan ketentuan UUPPN.

Berhubung karena, faktur pajak dapat dijadilan sebagai isntrumen hukum untuk

melakukan pengkreditan pajak pertambahan niai dan penjualan atas barang

mewah.

11
Untuk mengetahui bahwa kejahatan itu termasuk delik pajak menurut Pasal

39A huruf b UUKUP,harus memenuhi unsure unsure sebagai berikut :

a. Dilakukan oleh setiap orang.

b. Dengan kesengajaan.

c. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagau pengusaha

kena pajak.

Apabila kejahatan menerbitkan faktur pajak belum dikukuhkan sebagai

pengusaha kena pajak termasuk delik pajak, berarti tergolong kedalam delik

formal yaitu delik yang dipandang selesai dengan dilakukannya kejahatan

yang diancam dengan hukuman menurut undang undang pajak.

Dalamcaretu, delik formal tidak tergantung pada akibat dari kejahatan yang

dilakukan oleh wajib pajak atau pembuatnya.Hal ini didasarkan bahwa delik

formal menentukan apakah perbuatan itu telah bersesuaian dengan

rumusan kaidah hukum ysng telah ditentukan.6

12

6
Buku kejahatan di bidang perpajakan Prof. Dr. Muhammad DJafar Saidi S.H.M.H dan Eka
Merdekwati Djafar S.H.S,S.M.H
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pembaharuan Hukum Pajak Prof. Dr. Muhammad Djafar Saidi, S.H,.M.H.
Edisi terbaru

Bambang Ali Kusumo, “Sanksi Hukum Di Bidang Perpajakan,” Wacana Hukum


8, no. 2 (2009): hlm 96..

https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/sekretariat-badan-kasus-faktur-
pajak-fiktif-dan-pencegahannya-2019-11-05-30a15ffe/

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1703/PJ.700/2001 tentang Modus


Operandi Penerbitan Faktur Pajak Bermasalah/Fiktif/Palsu

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-132/PJ/2010 tentang


Langkah-Langkah Penanganan Atas Penerbitan Dan Penggunaan Faktur Pajak
Tidak Sah

Buku kejahatan di bidang perpajakan Prof. Dr. Muhammad DJafar Saidi


S.H.M.H dan Eka Merdekwati Djafar S.H.S,S.M.H

13

Anda mungkin juga menyukai