Disusun Oleh:
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
A.Definisi.......................................................................................................................1
B.Etiologi....................................................................................................................... 1
C.Manifestasi Klinis.......................................................................................................2
D.Patofisiologi................................................................................................................5
E. Pathway......................................................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................7
G.Penatalaksanaan..........................................................................................................7
H.Masalah Keperawatan Dan Data Pendukung............................................................. 9
I. Diagnosis Keperawatan..............................................................................................10
J. Tujuan Rencana Dan Kriteria Hasil............................................................................10
K.Intervensi Keperawatan..............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13
ii
A. Definisi Post Natal Care
Masa puerperium atau masa nifas (post partum) adalah jangka waktu 6 minggu
yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ
reproduksi seperti sebelum kehamilan (Dewi, 2011).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berahir ketika
alat–alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau
puerpenium dimulai 2 jam setelah melahirkan plasenta sampai dengan 6 minggu (42
hari) setelah itu, dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini
disebut puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan. Jadi
puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih
kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat–alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil, sekitar 50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama post partum
sehingga pertolongan pasca persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada
masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi (Dewi, 2011).Post partum (nifas)
secara harafiah adalah sebagai masa persalinan dan segera setelah kelahiran, masa
pada waktu saluran reproduktif kembali ke keadaan semula (tidak hamil).
B. Etiologi
5. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi
pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan
perinfus.
C. Manifestasi Klinis
1. Involusi uterus
Proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan
sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta lahir, uterus
merupakan alat yang keras, karena kontraksi ini menyebabkan rasa nyeri/mules-
mules yang disebut after pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3 hari.
2. Kontraksi uterus
Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi volume cairan intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post partum, kontraksi
menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh darah pada uteri
sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat berhenti.
3. After pain
Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3. After pain
meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan gumpalan darah
(stoll cell) dalam cavum uteri .
4. Endometrium
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada stratum
spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan atas dari stratum
sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia. Epitelisasi
endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu endometrium tumbuh
kembali. Epitelisasi tempat plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan
parut, tetapi endometrium baru, tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.
5. Ovarium
Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifa terjadi pematangan sel
2
telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu menyusui mentruasinya
terlambat karena pengaruh hormon prolaktin.
6. Lochia
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas, sifat
lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang biak. Jumlah
lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi, berbau anyir,
tetapi tidak busuk.
Lochia dibagi dalam beberapa jenis :
a. Lochia rubra
Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa chorion,
liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel darah merah.
b. Lochia sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur lendir, banyak
serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit yang mati.
c. Lochia serosa
Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak kuning cair
dan tidak berdarah lagi
d. Lochia alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir, mengandung
leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman penyakit yang telah mati.
7. Serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh 2 jari dan
pinggirnya tidak rata (retak-retak). Pada akhir minggu pertama hanya dapat
dilalui oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat diregang lambat laun
mencapai ukuran normal dan tonus otot kembali seperti biasa, pada minggu ke-3
post partum, rugae mulai nampak kembali.
8. Perubahan pada dinding abdomen
Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena diregang
begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan kembali kuat, terdapat
striae melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran otot rectus/perut) akibat janin
yang terlalu besar atau bayi kembar.
9. Perubahan Sistem kardiovaskuler
Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama partus dan eksresi
cairan extra vasculer. Curah jantung/cardiac output kembali normal setelah partus
3
10. Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema dan
hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang oedema
trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urin.
Pengaruh laserasi/episiotomi yang menyebabkan refleks miksi menurun.
4
17. Hormon
Hormon kehamilan mulai berkurang dalam urine hampir tidak ada dalam 24 hari,
setelah 1 minggu hormon kehamilan juga menurun sedangkan prolaktin
meningkat untuk proses laktasi.
D. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi
dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogen dari
kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks
ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang
terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis
ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-
5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai
waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur
kembali seperti sediakal.
5
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada Periode pasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan Urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan
tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter
indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di
kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
mungkin (Bobak, 2004).
G. Penatalaksaan
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang
kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah
yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan
dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).Prinsip yang harus
diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
i. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal
ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam
kemudian lapis luar.
ii. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera
dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan
cara angka delapan.
iii. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
7
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut
kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-
putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
iv. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
v. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum
tingkat I.
8
c. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
d. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995)
9
E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN MINIMAL 3
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d involusi uterus
2. Perubahan pola eliminasi BAB ( Konstipasi ) b.d penurunan otot abdomen, penurunan
peristaltik usus.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
N : 60-100 x/menit
RR : 16-20x/menit
T : 36,5-37,5◦C.
Perubahan pola eminasi BAB (konstipasi) b.d penurunan otot abdomen, penurunan peristaltik
usus.
10
normal.
3. Warna feses serta normal
4. Tidak ada tanda keluhan nyeri
12
DAFTAR PUSTAKA
Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing
( 10th ed). USA: Pearson Education.
Perry, A.G. & Potter, P.A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed). St Louis: Elsevier
Ackley, B. J., Ladwing, G.B., & Makic, M.B.F. (2017). Nursing Diagnosis , An
Evidence- Based Guide to Planning Care. 11 th Ed. St. Louis: Elsevi.
TIM POKJA DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
TIM POKJA DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
TIM POKJA DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
13