Bahan Bacaan 9.2 Ontologi Pendidikan IPS
Bahan Bacaan 9.2 Ontologi Pendidikan IPS
ABSTRACT: “The Ontology of Social Studies Education as a Discipline of Civics Education”. Clarity and
certainty object of study or the study is one of the basic prerequisites for Social Studies Education, as a discipline,
in developing its body of knowledge. Meanwhile, one of the fundamental aspects of Social Studies Education,
as a scientific discipline, is an aspect of ontology or the formal and material objects of study. So far, the specific
studies are not intensive to be done. Thus, to build and develop a body of knowledge of Social Studies Education
completely and make it an autonomous discipline, which provides the foundation, rules, and common standards
for research activities, are still not realized. This article examines the examplars of the ideas and research on
Social Studies Education traditions or paradigms widely as a conceptual model to reconstruct objects of study of
Social Studies Education. Specifically, the study focused on the objects of study related to curriculum content;
and new objects of study that has not been much studied such as the history of the development of Social Studies
Education’s thought and professional community of Social Studies Education, which is an object of study in
scientific sociology. This study is expected to inspire researchers and professional community of Social Studies
Education to explore of other objects more intensive, that are still an “enigma” for the development of Social
Studies Education as a scientific discipline.
KEY WORD: Ontology, Social Studies education, scientific discipline, ideas and research results, objects of
study, professional community, and civics education.
About the Author: Dr. Mohammad Imam Farisi adalah Dosen di Jurusan Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UPBJJ-UT (Unit Pendidikan Belajar Jarak Jauh – Universitas Terbuka) Surabaya, Kampus C
UNAIR (Universitas Airlangga) di Kota Surabaya 60115, Jawa Timur, Indonesia. Alamat e-mail: imamfarisi@ut.ac.id
How to cite this article? Imam Farisi, Mohammad. (2015). “Ontologi Pendidikan IPS sebagai Disiplin Pendidikan
Kewarganegaraan” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.8(1) Mei, pp.115-130. Bandung,
Indonesia: Minda Masagi Press, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, ISSN 1979-0112. Available online also at: http://
sosiohumanika-jpssk.com/11-ontologi-pendidikan-ips/
Chronicle of the article: Accepted (August 31, 2014); Revised (January 2, 2015); and Published (May 30, 2015).
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 115
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
116 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei 2015
Situasi ini, pada akhirnya, dapat akal, dan bermanfaat bagi masyarakat
merugikan posisi Pendidikan IPS sendiri. umum; serta (4) eksemplar, yakni contoh-
Bagi komunitas Pendidikan IPS, hal ini contoh atau model bersama pemecahan
akan menciptakan situasi kegamangan dan masalah yang konkret (Kuhn, 1970:182-187).
ketidakpastian dari komunitas Pendidikan Dari keempat unsur matriks disipliner
IPS (pakar, praktisi, dan pengembang) paradigma tersebut, komunitas profesional
serta infrastruktur akademik pengembang Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
Pendidikan IPS di universitas akan eksistensi menggunakan generalisasi simbolik
profesi dan keilmuannya, akibat kuatnya dalam bentuk definisi sebagai paradigma,
pengaruh eksternal dalam pengembangan seperti akan ditunjukkan dalam deskripsi
Pendidikan IPS (Sanusi, 1998:200). selanjutnya. Dari keempat matriks disipliner
tersebut, definisi dipilih dan digunakan
DEFINISI SEBAGAI PARADIGMATIK: sebagai paradigma dalam Pendidikan
BASIS ONTOLOGI PENDIDIKAN IPS IPS, karena secara epistemologis sebuah
Ikhtiar akademik Thomas S. Kuhn definisi memiliki sebagian kekuatannya
melalui karyanya, The Structure of Scientific pada tautologi, sehingga sifat komitmen
Revolutions (1970), telah menyediakan profesional komunitas terhadapnya
kepada komunitas profesional sebuah meta- lebih kokoh dan lebih kenyal, serta tahan
sistem, sebuah transformasi konseptual terhadap koreksi, dibandingkan komitmen
tentang epistemologi, yang kemudian ia terhadap hukum, apalagi generalisasi (Kuhn,
istilahkan sebagai “paradigma”. Dalam 1970:183).
tesisnya, Thomas S. Kuhn menyatakan J.L. Nelson (2001) juga menegaskan
bahwa paradigma, sebagai komitmen bahwa social studies under most definitions;
bersama komunitas profesional, merupakan karenanya, definisi sangat berpengaruh
parameter untuk menetapkan apa dan terhadap bagaimana Pendidikan IPS
bagaimana kebenaran itu dicapai, atau apa didekati, diorganisasi, dipikirkan,
teori (prakiraan dan eksplorasi), penelitian, dievaluasi, dan dikaji secara otentik
dan instrumentasi yang layak digunakan (Nelson, 2001:26). Lebih lanjut J.L. Nelson
untuk memecahkan enigma-enigma menyatakan:
keilmuan (Kuhn, 1970).
Certainly, the body of Social Studies content
Thomas S. Kuhn memberikan dua
consists of definitions [...]. Social Studies, itself, is
pengertian pokok tentang paradigma. the subject of definition and debate about definition,
Pertama, sebagai keseluruhan konstelasi as are all vital subject fields. The definition of Social
komitmen kelompok yang dimiliki bersama Studies has significant implications for the school
oleh anggota-anggota masyarakat ilmiah. curriculum, teacher/classroom practice, the teacher
education curriculum, and the forms of research
Kedua, sebagai pemecah teka-teki yang valued in the field (Nelson, 2001:15).
konkret, yang digunakan sebagai model atau
contoh bersama (Kuhn, 1970:175). Studinya R.D. Barr, J.L. Barth & S.S.
Paradigma, sebagai konstelasi komitmen Shermis (1977) tentang sejarah perkembangan
kelompok, yang terstruktur dalam sebuah Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
“matriks disipliner” dengan unsur-unsur juga menunjukkan bahwa untuk mencapai
utama: (1) generalisasi simbolik, yang konsensus dan komitmen profesional
dirumuskan secara logis dalam bentuk tentang sebuah “definisi”, Pendidikan IPS
generalisasi, proposisi, hukum, atau definisi melewati sejarah yang sangat panjang,
yang memiliki kekuatan legislatif dan selama 50-an tahun (dari 1920-an hingga
definisional; (2) paradigma matafisis atau 1970-an), penuh dengan kesalahpahaman,
bagian metafisis dari paradigma, yakni debat berkepanjangan, konflik dan
kepercayaan-kepercayaan ilmiah kepada kontestasi definisi, tumpang-tindih fungsi,
model tertentu—heuristik dan ontologis; dan kerancuan filsafat. Masing-masing
(3) nilai-nilai, seperti: akurat, terukur/ kelompok dalam komunitas Pendidikan IPS
kuantitatif, konsisten, sederhana, masuk cenderung bersikap tautologis, dengan pijakan
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 117
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
epistemologis masing-masing (Barr, Barth & to develop a definition that is sufficient to describe
Shermis, 1977). the Social Studies in all of its complexities as it exist
today (Barr, Barth & Shermis, 1977:10).
Bahkan didalam sidang perdana NCSS
(National Council for Social Studies) – organisasi Selain itu, didalam definisi itu pula,
profesional pakar Pendidikan IPS – tahun R.D. Barr, J.L. Barth & S.S. Shermis (1977)
1921, pun debat-definisi Pendidikan IPS untuk pertama kali menegaskan bahwa
memasuki rawa-rawa kebingungan, refleksi secara universal, Pendidikan IPS (Ilmu
keruh, perjuangan intelektual yang tak Pengetahuan Sosial) adalah untuk tujuan
kunjung usai, di tengah gejolak sosial, citizenship education, mempersiapkan peserta
politik, dan ekonomi. R.W. Evans (2004) didik agar memiliki “kesadaran berwarga
dan E. Wayne Ross (2006) memetaforakan negara dalam alam demokrasi” (Barr, Barth
debat dan konflik definisi tersebut sebagai & Shermis, 1977). Konsep ini kemudian
the social studies wars dan the culture wars, menjadi konsensus bersama di kalangan
terkait dengan tujuan, konten, metode, dan komunitas profesional Pendidikan IPS,
landasan teori (Evans, 2004; dan Ross, 2006). hingga sekarang.
Periode penting terciptanya definisi- Terkait dengan ketiga tradisi tersebut,
definisi sebagai tradisi atau paradigma R.D. Barr, J.L. Barth & S.S. Shermis (1977)
Pendidikan IPS terjadi antara medio lebih lanjut menegaskan bahwa debat dan
1950-an hingga medio atau akhir 1970-an konflik definisi Pendidikan IPS bukan
(Saxe, 1991:xiii-xiv). Pada periode ini pula, sekadar sebuah klaster sederhana dari tiga
R.D. Barr, J.L. Barth & S.S. Shermis (1977) sub-sistem yang berbeda; bukan area-area
mengajukan hipotesis Three Social Studies yang saling melengkapi yang menyajikan
Traditions. Dari penjelasannya, ketiga tradisi aspek-aspek berbeda dalam suatu totalitas
tersebut memiliki fungsi dan peran sebagai bidang kajian; juga bukan tiga sub-sistem
paradigma-paradigma dalam pengertian dari sebuah struktur tunggal. Ketiga tradisi
Thomas S. Kuhn (1970), seperti berikut: paradigmatik tersebut “actually antagonistic,
Stated simply, and as a conclusion, our conviction
competitive philosophical systems—each striving
is that the Three Traditions hypothesis provide to emerge as the one true social studies” (Barr,
one way of looking at complex and confusing Barth & Shermis, 1977:59).
phenomena, classifying them in intelligible terms, Hasil kajian empirik dan tinjauan yang
and providing individuals with shared referents,
dilakukan oleh R.D. Barr, J.L. Barth & S.S.
or meaning [...] so, individuals can led to an
indentification of common interest and shared values Shermis (1978); K.V. Vinson & E.W. Ross
and has thereby pointed the way for cooperation in (2001); dan W.B. Stanley (1985b) terhadap
those areas where cooperation can take place (Barr, persepsi dan pilihan sosial guru atas
Barth & Shermis, 1977:96). ketiga tradisi atau paradigma tersebut
menemukan bahwa pilihan guru atas ketiga
Selain hipotesis, ketiganya juga
tradisi menghasilkan persentase yang
mengajukan sebuah “definisi baru”
berbeda, bahkan sebagian bertentangan. Ini
Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
menunjukkan bahwa diantara ketiga tradisi
pada tahun 1977 dan 1978. Pada rumusan
atau paradigma Pendidikan IPS tersebut
1978, definisi yang mereka ajukan mirip
tidak ada yang menjadi the ruling paradigm.
dengan definisi NCSS (National Council for
Tradisi atau paradigma tersebut tetap ada
Social Studies) tahun 1994/2010, yakni: “social
hingga tercapainya konsensus bersama di
studies is an integration of social sciences and
kalangan komunitas profesional Pendidikan
humanities for the purpose of instruction in
IPS tentang “definisi” Pendidikan IPS dari
citizenship education” (Barr, Barth & Shermis,
NCSS (National Council for Social Studies) pada
1977:25). Terhadap definisi tersebut, mereka
awal 1990-an (Barr, Barth & Shermis, 1978;
menyatakan, bahwa:
Vinson & Ross, 2001; dan Stanley, 1985b).
[...] is logic and order to the field and that there are Di kalangan komunitas profesional
sufficient areas of agreement at least to attempt a Pendidikan IPS di Indonesia, evolusi
generic definition [...] it is a careful, systematic effort pemikiran komunitas profesional tentang
118 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei 2015
Pendidikan IPS juga ditandai dan diawali Yang khas dari evolusi rumusan definisi
oleh perumusan sebuah “definisi”. Menurut paradigmatik Pendidikan IPS adalah adanya
M.N. Somantri (2001), persoalan akademik unsur “tujuan” atau goals, yang menjadi
pertama yang perlu dijadikan agenda pengikat dan pengarah keseluruhan aspek
pembahasan adalah pengertian Pendidikan Pendidikan IPS, serta apa yang perlu
IPS. Dengan memiliki pengertian “resmi” dijadikan objek-objek studi, karena “the goals
tentang Pendidikan IPS, maka “masyarakat as a criterion for selecting content” (Barr, Barth
ilmiah Pendidikan IPS akan berkembang & Shermis, 1977:57).
serta dapat berkomunikasi dengan Dalam definisi NCSS (1994 dan 2010),
kelompok masyarakat ilmiah lainnya” tujuan PIPS adalah “to promote civic
(Somantri, 2001:2). competence”. Namun demikian, didalam
Diskusi akademik tentang ”definisi” rumusan tersebut secara jelas memuat
Pendidikan IPS sudah dimulai sejak lima atribut atau karakteristik kualitas
terbentuknya organisasi profesi Pendidikan kompetensi kewarganegaraan yang harus
IPS, yaitu HISPIPSI (Himpunan Sarjana dicapai, dan juga merefleksikan sebuah
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial kontinum evolusioner, atau revolusioner,
Indonesia) pada tahun 1989 hingga medio dari lima posisi paradigma Pendidikan IPS,
1990-an. Konsensus atau shared commitment yang diistilahkan oleh R.D. Barr, J.L. Barth
baru terjadi didalam pertemuan HISPIPSI & S.S. Shermis (1977:59 dan 1978:3) sebagai
tahun 1998, dengan diterimanya position traditions atau definite positions.
paper tentang definisi Pendidikan IPS Lebih lanjut NCSS (2010) menyatakan
sebagai ”penyederhanaan ilmu-ilmu sosial sebagai berikut:
untuk tujuan pendidikan” (Winataputra,
By making civic competence a central aim, NCSS
2001); sebuah definisi yang sama dengan has long recognized the importance of educating
rumusannya E.B. Wesley (1942 dan 1946). students who are committed to the ideas and values
Paradigma sebagai “komitmen bersama of democracy […], and requires the abilities to use
komunitas profesional”, menurut Thomas knowledge about one’s community, nation, and
world; apply inquiry processes; and employ skills of
S. Kuhn (1970), selain menyediakan sebuah
data collection and analysis, collaboration, decision-
meta-sistem, sebuah transformasi konseptual making, and problem-solving. Young people who are
tentang berbagai aspek epistemologis, juga knowledgeable, skillful, and committed to democracy
merupakan parameter untuk menetapkan are necessary to sustaining and improving our
apa ontologi dari sebuah disiplin ilmu; democratic as way of life, and participating as
members of a global community (NCSS, 2010:2).
memberikan kerangka konseptual bersama
kepada komunitas keilmuan untuk Mengenai kelima kompetensi
menetapkan fakta-fakta ilmiah atau “apa kewarganegaraan, menurut R.D. Barr, J.L.
yang dianggap nyata dan benar” sebagai Barth & S.S. Shermis (1977 dan 1978); J.
materi subjek ilmiah untuk riset atau Zevin (1992); NCSS (1994 dan 2010); P.H.
scientific subject matter for research (Kuhn, Martorella (1996); dan D. Lee (2000), dapat
1970:179-180). dijelaskan sebagai berikut:
Paradigma memang menyediakan Pertama, committed to the ideas and values of
bagi komunitas ilmuwan atau profesional democracy are socially transmitted. Kompetensi
“kotak-kotak konseptual bagi alam atau ini memuat atribut atau karakteristik
realitas secara arbitrer” (Kuhn, 1970:5); dan kualitas kewarganegaraan dari paradigma
untuk “memilih secara teratur masalah- atau tradisi “transmisi kewarganegaraan”,
masalah yang dapat dipecahkan dengan yang mencakup kemampuan
teknik-teknik koseptual dan instrumental mentransmisikan sistem kepercayaan,
yang erat, dengan yang sudah ada” (Kuhn, keyakinan agama, cita-cita politik, nilai,
1970:95). Sebuah paradigma juga adalah “a pranata, tradisi, perilaku, praktik, dan
fundamental image of the subject matter within pandangan hidup kewarganegaraan dalam
a science; it serves to define what should be konteks keberagaman sosial, budaya,
studied” (Ritzer, 1975:157). ekonomi, agama, dan politik dalam
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 119
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
120 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei 2015
Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu, bidang material (subject matter) adalah benda atau
kajian, profesi, dan program pendidikan hal yang menjadi objek studi atau kajian
yang “multi-paradigma” (multiple paradigms). spesifik yang disepakati sebagai bukti atau
Kelima tradisi atau paradigma Pendidikan fakta ilmiah, yang ditetapkan atas dasar
IPS tersebut merupakan sebuah konsensus visi masing-masing tradisi atau paradigma
bersama dan mengikat komitmen-komitmen (Maritain, 2005).
profesional setiap anggota komunitas ilmiah Objek studi dapat berupa sesuatu yang
di dalam melaksanakan penelitian. nyata adanya (a thing) secara empiris, seperti
Mengenai “paradigma” ini, sekali lagi, objek-objek fisikal, fakta-fakta, dan proses-
ditegaskan oleh Thomas S. Kuhn (1970) proses yang teramati (Conrbleth, 1991:266);
bahwa bila paradigma yang digunakan atau, menurut Durkheim, sebagai sesuatu
untuk memandang alam telah ditemukan, yang dianggap nyata adanya (consider a
tidak ada yang namanya penelitian tanpa thing) secara interpretif-fenomenologis-kritis,
berbasis paradigma. Menolak suatu atau bersifat intra-subjektif, yang adanya
paradigma, tanpa sekaligus menggantinya didalam kesadaran manusia (dalam Ritzer,
dengan paradigma lain, berarti menolak 1975:17). Kedua objek studi tersebut integral
ilmu itu sendiri (Kuhn, 1970:79). didalam situasi dan konteks pendidikan.
Objek formal Pendidikan IPS adalah
ONTOLOGI PENDIDIKAN IPS manusia, masyarakat, institusi, situasi
SEBAGAI PENDIDIKAN pendidikan, dan konteks pendidikan
KEWARGANEGARAAN (Cornbleth, 1991); khususnya tentang
Kelima paradigma di atas digunakan proses-proses sosial yang terjadi didalam
sebagai model teoretik untuk encompasses hubungan manusia dengan lingkungan
the entire field, atau sebagai a criterion for dan fenomena sosialnya (Wesley, 1942 dan
selecting content bagi Pendidikan IPS (Ilmu 1946; Wesley & Wronski, 1950; dan Jantz
Pengetahuan Sosial) sebagai disiplin ilmu & Klawitter, 1985). Secara spesifik, J. Katz
(Barr, Barth & Shermis, 1977:57). Paradigma (1954) mengistilahkannya sebagai “objek-
sebagai model teoretik juga digunakan objek sosial”, atau social objects, berupa
oleh G. Ritzer (1975) untuk mengkaji dan kepercayaan, nilai, sikap, kondisi, relasi-relasi,
mengklasifikasikan bidang-bidang kajian dan proses dalam setiap tindakan atau aktivitas
sosiologi sebagai a fundamental image of manusia sebagai human beings atas dasar visi,
subject matter within a science. Menurutnya, kreativitas, atau imajinasinya dalam konteks
different images of subject matter are the sosial tertentu, yaitu: konteks waktu, peristiwa/
key paradigmatic splits in sociology (Ritzer, kejadian, perubahan, dan semacamnya atau
1975:157). Dalam konteks ini, R.D. Barr, “sejarah”; interaksinya dengan lingkungan
J.L. Barth & S.S. Shermis (1977 dan 1978) atau “geografi”; perdagangan dan aktivitas
juga menggunakannya untuk mengkaji perdagangan atau “ekonomi”; dan aktivitas
sejarah perkembangan pemikiran IPS dan pemerintahan, politik, dan semacamnya atau
membangun hipotesisnya tentang “tiga “civics” (Katz, 1954).
tradisi Pendidikan IPS” (Barr, Barth & Sedangkan objek-objek materialnya
Shermis, 1977 dan 1978). terdiri dari: (1) objek teoretis-konseptual;
Ontologi keilmuan memuat objek-objek dan (2) objek praktis-instrumental.
studi (formal dan material) yang telah Karakteristik masing-masing objek studi
disepakati komunitas profesional sebagai tersebut sangat beragam; dan, karenanya,
objek studi. Objek formal memuat proposisi- memerlukan berbagai pendekatan penelitian
proposisi, pernyataan-pernyataan universal kuantitatif dan kualitatif, seperti: empiris-
tentang peristiwa/kejadian, fakta-fakta, analitis, historis, filosofis, linguistik,
konsep-konsep, klas-klas, atau properti- etnografis, antropologis, kritis, dan/atau
properti yang disepakati oleh komunitas simbolis-fenomenologis, grounded theory,
profesional tentang objek-objek studi dan lain-lain (Stanley, 1985a; Cherryholmes,
suatu disiplin ilmu (Mulligan, 2006). Objek 1991; Fullinwider, 1991; dan White, 1991).
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 121
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
122 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei 2015
rentang waktu sekitar 40 tahun, sebagai sebagai “alat analisis” tentang tradisi atau
bidang ilmu dan profesi baru, juga karena paradigma didalam Pendidikan IPS (Stanley,
dalam pendefinisian Pendidikan IPS ada 1985b).
“pertarungan besar” yang menyejarah Kedua, Objek Praktis-Instrumental.
berbagai gagasan, ideologi politik, dan Objek praktis-instrumental adalah
filosofi pendidikan dari para pendukungnya, objek-objek studi terkait dengan situasi,
sehingga konsensus akademik di kalangan konteks, dan praktik Pendidikan IPS (Ilmu
profesional sulit dicapai. “Scholarly definitions Pengetahuan Sosial) sebagai program
of the Social Studies have been characterized by pendidikan di sekolah. Dari sejumlah
conflict rather than consensus” (Barr, Barth eksemplar hasil penelitian, objek-objek
& Shermis, 1977:1). H.W. Hertzberg (1981) studi Pendidikan IPS memiliki cakupan
juga mengklaim bahwa “the definition of the yang sangat luas, tumpang-tindih, dan
appropriate education of citizens has been one lintas-disiplin—psikologi, sosiologi, sejarah,
of the most vexing questions in Social Studies ekonomi, politik, etnografi, antropologi,
history” (Hertzberg, 1981:172). Karena itu, pendidikan umum, dan lain-lain.
sangat beralasan jika J.L. Nelson (2001) Objek kajian juga mencakup tentang
berpendapat bahwa “examining the definition kurikulum: konten, sekuensi, model/
of Social Studies and issues that surround it is pendekatan, standar; pembelajaran: proses,
fundamental to understanding the field and its konteks, media, model/metode, tipologi;
scholarship” (Nelson, 2001:5). serta asesmen dan evaluasi: model/tipe,
Dengan menggunakan pendekatan atau konten (Todorov & Brousseau, 1998;
model konseptual yang berbeda, karya- dan Alleman & Brophy, 1999); pendidik:
karya mereka mampu menganalisis dan identitas/karakteristik psikologis, sosial,
mendeskripsikan evolusi sosio-historis moral, etnis; kompetensi: konsepsi, persepsi,
gagasan atau pemikiran di kalangan dan keyakinan diri; gaya: sistem pendidikan
komunitas profesional Pendidikan IPS. (Shaver ed., 1991); peserta didik: identitas/
Karya-karya mereka juga menghasilkan karakteristik psikologis, sosial, moral, etnis,
eksemplar-eksemplar penting, yang dan budaya; kompetensi: konsepsi, persepsi,
menyediakan “model-model konseptual” keyakinan diri, dan bakat (Shaver ed.,
tentang perkembangan tradisi atau 1991); manajemen: organisasi kelas, sekolah,
paradigma Pendidikan IPS sebagai dan pendidikan; masyarakat: interaksi dan
pendidikan kewarganegaraan. partisipasi (Stanley, 1985b; Shaver ed., 1991;
Diantara eksemplar-eksemplar kajian ini, Evans, 2004; dan Bassey & Okon, 2012); serta
karya R.D. Barr, J.L. Barth & S.S. Shermis bahan ajar: buku teks, bahan ajar pendukung,
(1977 dan 1978) tentang tiga konstruksi dissident literature, media cetak dan
tradisi atau paradigma Pendidikan IPS, elektronik (Nelson, 1980; Back & McKeown,
yang mereka sebut sebagai “a historical 1991; Spaline, 1991; dan Saglam, 2011).
definition of the Social Studies” (Barr, Barth Objek studi strategis Pendidikan IPS
& Shermis, 1978:67), diakui oleh banyak lainnya adalah komunitas profesional, yang
pakar Pendidikan IPS sebagai model secara ontologis merupakan bidang kajian
konseptual yang paling banyak memperoleh “sociology of the scientific community” (Kuhn,
persetujuan luas dan berpengaruh besar 1970:vii). Dalam kajian Pendidikan IPS,
di kalangan komunitas profesional objek studi ini sangat krusial, mengingat
Pendidikan IPS. Karya R.D. Barr, J.L. eksistensi, peran, dan tanggung jawab
Barth & S.S. Shermis (1977 dan 1978) ini, mereka sebagai institusi sosial yang
dengan segala kontroversinya, juga diakui bertanggung jawab dalam mengkaji,
sebagai sebuah karya kontemporer yang menetapkan, dan mengembangkan systemic
paling sering disebut atau dikutip, karena body of knowledge disiplin Pendidikan IPS
didasarkan pada analisis yang cermat atas (Somantri, 2001).
dokumen-dokumen yang terentang selama Komunitas profesional adalah pilar utama
hampir satu abad, sehingga bisa digunakan dalam memberikan “signifikansi sosiologis”
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 123
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
124 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei 2015
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 125
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
126 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei 2015
dan informasi yang relevan dengan isu- dan kritisisme sosial dalam Pendidikan IPS.
isu publik dalam kehidupan sosial dan Aspek-aspek pendidikan spesifik, sebagai
politik, seperti pengetahuan tentang cita-cita social concerns Pendidikan IPS, terhadap
demokrasi, ketidakadilan, dan masalah- berbagai isu dan masalah kontemporer,
masalah kritis lainnya dalam kehidupan seperti pendidikan berpikir, pendidikan
demokrasi (Parker, 1991 dan 2008). nilai-moral, pendidikan lingkungan hidup
Konten paradigma partisipasi dan atau ekologi, pendidikan karier, pendidikan
kritisisme sosial dalam Pendidikan IPS terkait dengan hukum atau law-related
juga meliputi persistent and contemporary education, pendidikan multikultural, dan
issues dalam kehidupan masyarakat, seperti pendidikan global (Banks, 1984; Cornbleth,
masalah-masalah ekologi, konflik nilai, ras, 1985; Jantz & Klawitter, 1985; Banks, 1991;
kelompok etnis, pendidikan konsumen, dan Jarolimek & Parker, 1993) juga menjadi
pendidikan karier, worldmindedness, konten paradigma partisipasi dan kritisisme
keadilan sosial, kebebasan berbicara dan sosial dalam Pendidikan IPS.
berserikat, perdamaian dunia, dan lain-lain Mengenai Konten Paradigma
(Schuncke, 1988; dan Zevin, 1992); isu dan Pengembangan Personal. Konten
masalah terkait dengan etnisitas dan multi- kurikulum, menurut paradigma ini,
kultur, seperti kesederajatan, kesamaan, terdiri dari objek-objek material berupa
demokrasi, dan keadilan sosial bagi pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan
setiap warga dengan segala keberagaman yang most worth bagi perkembangan
budayanya (Banks, 1990, 1991, dan 1995); mental peserta didik sebagai pribadi,
current events/affairs and issues didalam atau memenuhi “an earnest interest in
kehidupan keseharian komunitas yang addressing the nature, needs of individuals”
diberitakan secara reguler, okasional atau (Saxe, 1991:10). Konten juga harus mampu
sesekali didalam media cetak dan/atau mengembangkan konsep-diri positif dan
elektronik, seperti pendidikan seks dan rasa kemaslahatan-diri yang kuat pada diri
karier (Nelson, 1980; Parker & Jarolimek peserta didik (Martorella, 1996); karena
1984; Michaelis, 1985; dan Passe, 1988); serta individu adalah pribadi mandiri dengan
isu-isu atau masalah-masalah kontroversial, segala keunikannya — nilai, budaya,
seperti konflik-konflik di lingkungan psikologis, sosiologis, dan lain-lain — dan
keluarga, sekolah, komunitas, nasional, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan
internasional, termasuk kebijakan publik didalam Pendidikan IPS untuk menyiapkan
yang kontroversial (Martorella, 1996; dan mereka menjalani kehidupannya didalam
Hahn, 1991). masyarakat plural (Ritter et al., 2011).
Peran-peran sosial individu sebagai Konten kurikulum, sebagai objek
warga negara dalam berbagai realitas, isu studi paradigma ini, diantaranya adalah
dan/atau masalah didalam kehidupan isu-isu sosial, nilai-nilai keadilan, dan
komunitas, seperti peran-peran sosial kesederajatan bagi setiap individu (Vinson
sebagai warga negara, pekerja, konsumen, & Ross, 2001); perilaku-perilaku manusia
anggota keluarga, teman, pribadi, dan dan proses-proses sosial terkait dengan
anggota kelompok sosial (Superka & Hawke, pembentukan dan perkembangan identitas
1982); serta peran-peran sosial dalam individu; prinsip-prinsip etika sebagai
memelihara unsur-unsur kemakmuran dasar bagi tindakan individu; interaksi
dalam kehidupan community-civics, seperti individu dengan individu lain, lingkungan,
kesehatan, perlindungan atas hidup kelompok-kelompok, pranata-pranata
dan harta benda, rekreasi, pendidikan, kemasyarakatan, dan pengaruhnya
keindahan sipil, kemakmuran, komunikasi, terhadap perkembangan individu; serta
transportasi, migrasi, yayasan-yayasan, dan isu-isu tentang keunikan identitas personal,
perbaikan sosial dalam konteks komunitas keterkaitannya dengan identitas-identitas
lokal (Reuben, 1997; dan Dunn, 2004 dan personal lain dalam berbagai konteks relasi
2007) menjadi konten paradigma partisipasi sosial (NCSS, 2010).
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 127
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
128 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei 2015
“A Conceptual Framework for Social Studies in Elementary School. New York: Mc Millan
Curriculum and Instruction” dalam Social Publishing Co, Ltd., 9th edition.
Education, 41, hlm.201-205. Katz, J. (1954). “The Social Objects in the Social
Cherryholmes, C.H. (1991). “Critical Research Social Studies” dalam The School Review, 62(1), hlm.34-39.
Studies Education” dalam J.P. Shaver [ed]. Kuhn, Thomas S. (1970). The Structure of Scientific
Handbook of Research on Social Studies Teaching Revolutions. London: The University of Chicago
and Learning. New York: Macmillan Publishing Press, Ltd., 2nd edition enlarged.
Company, hlm.41-55. Lee, D. (2000). “Transformative Citizenship: A
Cornbleth, C. (1985). “Critical Thinking and Cognitive Redefinition of Citizenship in a Multicultural
Processes” dalam W.B. Stanley [ed]. Review of Society” dalam The SNU Journal of Education
Research in Social Studies Education, 1976-1983. New Research, 10(6), hlm.1-17.
York: NCSS [National Council for Social Studies], Lybarger, M. (1983). “Origins of the Modern Social
hlm.11-64. Studies, 1900-1916” dalam History of Education
Cornbleth, C. (1991). “Research on Context, Research Quarterly, 23(4), hlm.455-468.
in Context” dalam J.P. Shaver [ed]. Handbook of Lybarger, M. (1991). “The Historiography of Social
Research on Social Studies Teaching and Learning. Studies” dalam J.P. Shaver [ed]. Handbook of
New York: Macmillan Publishing Company, Research on Social Studies Teaching and Learning.
hlm.265-275. New York: Macmillan, hlm.345-356.
Dunn, A.W. (2004). “Community Civics and Rural Maritain, J. (2005). An Introduction to Philosophy. USA
Life” dalam The Project Gutenberg Literary Archive [United States of America]: Rowman & Littlefield
Foundation. Tersedia juga online di: http://www. Publisher, Inc.
gutenberg.org/ebooks/5088 [diakses di Surabaya, Martorella, P.H. (1985). Elementary Social Studies:
Indonesia: 16 Mei 2014]. Developing Reflective, Competent, and Concerned
Dunn, A.W. (2007). Community Civics for City Schools. Citizens. Boston-Toronto: Little, Brown &
Boston, New York etc.: D.C. Heath & Co. Tersedia Company.
juga online di: http://www.arcliive.org/details/ Martorella, P.H. (1996). Teaching Social Studies in Middle
community.civics.OOfieliala [diakses di Surabaya, and Secondary Schools. New York: Merrill.
Indonesia: 16 Mei 2014]. Massialas, B.G. & C.C. Benjamin. (1966). Inquiry in
Engle, S.H. (1977). “Comments of Shirley Engle” dalam Social Studies. New York: McGraw-Hill Book
R.D. Barr, J.L. Barth, & S.S. Shermis [eds]. Defining Company.
the Social Studies. Virginia: NCSS [National Council Michaelis, J.U. (1985). Social Studies for Children.
for the Social Studies], hlm.103-104. Englewood Cliffs: Prentice-Hall.
Evans, R.W. (2004). The Social Studies Wars: What Mulligan, K. (2006). “Facts, Formal Objects, and
Should We Teach the Children? USA [United States of Ontology” dalam A. Bottani & R. Davies
America]: Teachers College, Columbia University. [eds]. Modes of Existence: Papers in Ontology and
Fullinwider, R.K. (1991). “Philosophical Inquiry and Philosophical Logic. USA [United States of America]:
Social Studies” dalam J.P. Shaver [ed]. Handbook Ontos Verlag, hlm.31-46.
of Research on Social Studies Teaching and Learning. NCSS [National Council for Social Studies]. (1994).
New York: Macmillan Publishing Company, Expectations of Excellence: Curriculum Standards for
hlm.16-26. Social Studies. Washington: National Council for
Goodman, J. & S. Adler. (1985). “Becoming an Social Studies.
Elementary Social Studies Teacher” dalam Theory NCSS [National Council for Social Studies]. (2010).
and Research in Education, 13, hlm.21-42. National Curriculum Standards for Social Studies: A
Hahn, C.L. (1991). “Controversial Issues in Social Framework for Teaching, Learning, and Assessment.
Studies” dalam J.P. Shaver [ed]. Handbook of Silver Spring, MD: National Council for Social
Research on Social Studies Teaching and Learning. Studies.
New York: Macmillan Publishing Company, Nelson, J.L. (1980). “Dissident Literature and Social
hlm.460-482. Education” dalam ERIC Clearinghouse, Document
Hertzberg, H.W. (1981). Social Studies Reform, 1880- No.ED 049 082-SO 000 551.
1980. Boulder, CO: Social Studies Education Nelson, J.L. (2001). “Defining Social Studies” dalam
Consortium. W.B. Stanley [ed]. Critical Issues in Social Studies
Hunt, M.P. & L.E. Metcalf. (1966). Teaching High School Research for the 21st Century. USA [United States of
Social Studies: Problems in Reflective Thinking and America]: Information Age Publishing, hlm.15-38.
Social Understanding. New York: Harper & Brothers Oliver, D. & J. Shaver. (1966). Teaching Public Issues in
Publisher. High School. Boston: Houghton-Mifflin Co.
Jantz, R.K. & K. Klawitter. (1985). ”Early Childhood/ Parker, W.C. (1991). “Achieving Thinking and
Elementary Social Studies: A Review of Recent Decision-Making Objectives in Social Studies”
Research” dalam W.B. Stanley [ed]. Review of dalam J.P. Shaver [ed]. Handbook of Research on
Research in Social Studies Eucation, 1976-1983. New Social Studies Teaching and Learning. New York:
York: NCSS [National Council for Social Studies], Macmillan, hlm.345-356.
hlm.65-122. Parker, W.C. (2008). “Knowing and Doing in
Jarolimek, J. & W.C. Parker. (1993). Social Studies Democratic Citizenship Education” dalam L.S.
© 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia 129
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com
MOHAMMAD IMAM FARISI,
Ontologi Pendidikan IPS
Levstik & C.A. Tyson [eds]. Handbook of Research of Research on Social Studies Teaching and Learning.
in Social Studies Education. NewYork: Routledge, New York: Macmillan Publishing Company,
hlm.65-80. hlm.300-309.
Parker, W. & J. Jarolimek. (1984). “Citizenship and the Stanley, W.B. (1985a). “Research in Social Education:
Critical Role of the Social Studies” dalam NCSS Issues and Approaches” dalam W.B. Stanley [ed].
Bulletin, 72. Washington: NCSS [National Council for Review of Research in Social Studies Education, 1976-
Social Studies]. 1983. Boulder, Colorado, Washington, DC: ERIC,
Passe, J. (1988). “The Role of Internal Factors in the NCSS & SSEC, hlm.1-8.
Teaching of Current Events” dalam Theory and Stanley, W.B. (1985b). “New Research in Social Studies
Research in Social Education, XVI(1), Winter, hlm.83-89. Foundation” dalam W.B. Stanley [ed]. Review of
Reuben, J.A. (1997). “Beyond Politics: Community Research in Social Studies Education, 1976-1983.
Civics and the Redefinition of Citizenship in Boulder, Colorado, Washington, DC: ERIC, NCSS
the Progressive Era” dalam History of Education
& SSEC, hlm.309-400.
Quarterly, 37(4), hlm.399-420.
Superka, D.P. & S.D. Hawke. (1982). ”Social Roles:
Ritter, J.K. et al. (2011). “Reifying the Ontology of
A Focus for Social Studies in the 1980s” dalam
Individualism at the Expense of Democracy: An
I. Morrisett [ed]. Social Studies in the 1980s.
Examination of University Supervisors’ Written
Feedback to Student Teachers” dalam Teacher Alexandria, VA: Association for Supervision and
Education Quarterly, 38(1), hlm.29-46. Curriculum Development, hlm.119-130.
Ritzer, G. (1975). “Sociology: A Multiple Paradigm Todorov, K.R. & B. Brousseau. (1998). Authentic
Science” dalam The American Sociologist, 10, Assessment of Social Studies. USA [United States of
hlm.156-167. America]: The State Administrative Board, State of
Ross, E. Wayne. (2006). “The Struggle for the Social Michigan.
Studies Curriculum” dalam E. Wayne Rose [ed]. Vinson, K.V. & E.W. Ross. (2001). “In Search of the
The Social Studies Curriculum: Purposes, Problems, Social Studies Curriculum: Standardization,
and Possibilities. New York, Albany: SUNY [State Diversity, and a Conflict of Appearances” dalam
University of New York] Press, 3rd edition. W.B. Stanley [ed]. Critical Issues in Social Studies
Saglam, H.I. (2011). “An Investigation on Teaching Research for the 21st Century. USA [United States of
Materials Used in Social Studies Lesson” dalam America]: Information Age Publishing, hlm.39-72.
TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Wallen, N.E. & J.R. Fraenkel. (1988). ”An Analysis of
Technology, 10(1), hlm.36-44. Social Studies Research Over an Eight Year Period”
Sanusi, A. (1998). Pendidikan Alternatif: Menyentuh Aras dalam Theory and Research in Social Education,
Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan. XVI(1), hlm.1-22.
Bandung: PPs IKIP [Program Pascasarjana, Institut Wesley, E.B. (1942). Teaching the Social Studies. Boston:
Keguruan dan Ilmu Pendidikan] Bandung dan D.C. Heath and Company, 2nd edition.
Grafindo Media Pratama, editor D. Supriadi & R. Wesley, E.B. (1946). Teaching Social Studies in Elementary
Mulyana. Schools. Boston: D.C. Heath and Company.
Saxe, D.W. (1991). Social Studies in Schools: A History of Wesley, E.B. & Stanley P. Wronski. (1950). Teaching
the Early Years. New York: SUNY [State University Social Studies in High Schools. Boston: D.C. Heath
of New York] Press. and Company, 3rd edition.
Schuncke, G.M. (1988). Elementary Social Studies:
White, J.J. (1991). “What Works for Teacher: A
Knowing, Doing, Caring. New York, Toronto:
Review of Ethnographic Research Studies as
Macmillan Publishing Company & Collier
They Inform Issues on Social Studies Education”
Macmillan Publishers.
dalam W.B. Stanley [ed]. Review of Research in Social
Shaver, J.P. [ed]. (1991). Handbook of Research on
Social Studies Teaching and Learning. New York: Studies Education, 1976-1983. Boulder, Colorado,
Macmillan Publishing Company. Washington, DC: ERIC, NCSS & SSEC, hlm.215-308.
Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Winataputra, U.S. (2001). “Jatidiri Pendidikan
Pendidikan IPS. Bandung: PPs-FPIPS UPI Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik
[Program Pascasarjana – Fakultas Pedidikan Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual
Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan dalam Konteks Pendidikan IPS”. Disertasi Doktor
Indonesia] dan PT Remadja Rosda Karya, editor Tidak Diterbitkan. Bandung: PPs-UPI [Program
Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana. Pascasarjana – Universitas Pendidikan Indonesia].
Spaline, J.E. (1991). “The Mass Media as an Influence Zevin, J. (1992). Social Studies for the Twenty-First
on Social Studies” dalam J.P. Shaver [ed]. Handbook Century. New York & London: Longman.
130 © 2015 by Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia
ISSN 1979-0112 and website: www.sosiohumanika-jpssk.com