Pengembangan kurikulum merupakan perubahan dan perbaikan pada kurikulum yang meliputi tahap
permulaan, penerapan dan tahap evaluasi.
Tahapan-tahapan pengembangan kurikulum adalah sebagi berikut :
1. Tahap perencanaan. Langkah awal dalam pengembangan kurikulum ini diisi dengan tahapan berpikir,
pengambilan keputusan dan pengambilan langkah tindakan.
2. Tahap penerapan. Tahapan ini merupakan pelaksanaan atau tindakan, yakni mengenai bagaimana
kurikulum itu harus disampaikan kepada sasaran atau siswa.
3. Tahap evaluasi. Langkah akhir dalam pengembangan kurikulum ini mengandung pelaksanaan berupa
menilai dan melihat keberhasilan pengembangan kurikukum terhadap siswa. Atas hasil penilaian dan
pengamatan itulah diputuskan perlu atau tidaknya melakukan revisi.
Landasan Filosofis Berfikir filsafat berarti berpikir secara menyeluruh, sistematis, logis dan radikal.
Berfikir menyeluruh mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan melainkan juga
suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Sistematis berarti
filsafat menggunakan berfikir secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada.
Landasan Psikologis Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu,
yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku-
perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang
tidak tampak, perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi
antar individu, interaksi ini membutuhkan saling pengertian dan pemahaman sehingga psikologi secara
umum sangat membantu. adanya keunikan dan perbedaan yang sangat mendasar antara masing-masing
individu dalam hal bakat, minat maupun potensi juga juga memerlukan pemahaman psikologis.
Landasan Sosial Budaya Peserta didik berasal dari masyarakat dan merupakan bagian dari masyarakat,
karena itu pendidikan diadakan untuk mempersiapkan peserta didik terjun dalam lingkungan
masyarakat. Dengan demikan maka penyusunan kurikulum hendaknya senantiasa mencerminkan
kebutuhan masyarakat, dimana salah satu ciri dari masyarakat adalah senantiasa berkembang dan
mengalami perubahan, sehingga kurikulum dalam pendidikan pun senantiasa mengalami
perkembangan.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini
sangat pesat, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi. Apabila tidak mampu mengikuti laju
perkembangan dan teknologi maka seseorang dianggap “ketinggalan zaman.” Karena itu menjadi sangat
penting bagi kurikulum untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
mampu memberi bekal bagi peserta didik untuk menyongsong masa depan.
Landasan Empirik Pendidikan yang berjalan saai ini didorong oleh kepentingan untuk menjawab
berbagai masalah, diantaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat yang
memunculkan tuntutan baru dalam berbagai aspek kehidupan seperti diterapkannya system demokrasi,
desentralisasi, keadilan yang masuk dalam system pendidikan.
Landasan Yuridis Adapun landasan kurikulum dari tahun 1994 sampai kurikulum 2013 yaitu: 1. UUD
1945 dan perubahannya Bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31. 2. UU No. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993.
4. TAP MPR No. IV/MPR/1999 GBHN 5. UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah 6. PP No. 25
tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. 7. UU
No. 20 tahun 2003 tentak Sisdiknas. 8. PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. 9.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tentang pelaksanaan Standar Isi dan No. 23 tentang
Standar Kompetensi Lulusan 10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tentang pelaksanaan
Standar Isi Jenjang SD/MI. 11. PP Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
Pendidikan Tingkat Sekolah Dasar. 12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 tahun
2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan. 13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64
tahun 2013 tentang Standar Isi. 14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 tahun 2013
tentang Standar Proses. 15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 tahun 2013 tentang
Standar Penilaian. 16. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 67 tentang Kompetensi Dasar
dan Struktur Kurikulum SD/MI.
Model adalah pola-pola penting yang berguna sebagai pedoman untuk melakukan suatu tindakan.
Model dapat ditemukan dalam hampir setiap bentuk kegiatan pendidikan, seperti model pengajaran,
model adtninistrasi, model evaluasi, model supervisi dan model lainnya. Dengan menggunakan model
pada perkembangan kurikulum dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
1. The Administrative Model Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan
paling banyak dikenal. Diberi nama model administrative atau line staff karena inisiatif dan gagasan
pengembangan datang dari para administrator pendidikan 6 dan menggunakan prosedur administrasi.
Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala
kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum.
2. The Grass Roots Model Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau
sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam system pengolahan
pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dala
system pendidikan yang disentralisasi.
3. Beauchamp’s System Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang
ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
4. The Demonstration Model Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah.
Model ini diperkasai oleh sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan
perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah,
suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin
mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum yangs sering mendapat
tantangan dari pihak-pihak tertentu.
5. Taba’s Inverted Model Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan
secara deduktif, dengan urutan: 1) Penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar. 2) Meumuskan desain
kurikulum yang bersifat menyeluruh di dasarkan atas komitmen-komitmen tertentu. 3) Menyusun unit-
unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh. 4) Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi.
Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas-kreativitas guru-
guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inverse atau arah terbalik dari model tradisional.
6. Roger’s Interpersonal Relation Model Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan (ia ahli
psikologi atau psikoterapi) tetapi konsep-konsepnya tenteng psikoterapi khususnya bagaimana
membimbing individu juga diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum.
Memang iya banyak mengemukakan konsepnya 12 tentang perkembangan dan perubahan individu.
Menurut When Crosby (1970: 388) perubahan kurikulum adalah perubahan individu.
7. The Systematic Action-Research Model Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa
perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang 14
melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur system sekolah, pola hubungan pribadi dan
kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga
hal itu: hubungan insan, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan
professional.
8. Emerging Technical Models Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai
efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan modelmodel kurikulum. Tumbuh
kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya: 1) The Behavioral
Analysis Model The Beehavioral Analysis model, menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan.
Suatu perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang
tersusun 15 secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur
mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks. 2) The System Analysis Model The System
Analysis Model berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan
spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun
instrument untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi
tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat,
membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan. 3) The Computer based
model The Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit
kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru
diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan
pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam
computer.
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu sistem
kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem
kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya
dalam sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru
bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak dikatakan baik apabila didalamnya terdapat
komponen yang tidak lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak sempurna.
Komponen-komponen kurikulum
1. Tujuan Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan
sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal
pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan isntitusional merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga
pendidikan. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu program studi. Tujuan
instruksional merupakan target yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran. Tujuan ini dirinci
lagi menjadi tujuan instruksional khusus dan umum yang merupakan tujuan pokok bahasan.
Tujuan pendidikan nasional yang berjangka panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum,
sedangkan tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan yang
bersifat khusus.
2. Bahan Ajar siswa belajar dalam bentuk bentuk interaksi dengan lingkungannya. Tugas utama
seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut untuk mendorong siswa melakukan
interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan. Untuk mencapai
tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-
topik dan sub-subtopik tertentu. Tiap topik atau subtopik mengandung ide-ide pokok yang
relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Topik atau subtopik tersebut tersusun dalam
sekuens tertentu yang membentuk sekuens bahan ajar.
3. Strategi Mengajar ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntree
(1974: 93-97) membagi strategi mengajar itu atas Exposition Discovery Learning dan Groups -
Individual Learning. Ausubel dan Robinson (1969: 43-45) membaginya atas strategi Reception
Learning - Discovery Learning dan Rote Learning -Meaningful Learning.
4. Media Mengajar
Rowntree (1974: 104-113) mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan disebut
Modes, yaitu :
Interaksi Insani
Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih. Interaksi insani dapat
berlangsung melalui komunikasi verbal atau nonverbal. Komunikasi yang bersifat verbal
memegang peranan penting terutama dalam perkembangan segi kognitif siswa. Untuk
pengembangan segi afektif, bentuk komunikasi nonverbal seperti perilaku, penampilan fisik,
roman muka, gerak-gerik, sikap dan lain-lain. Intensitas interaksi insani dalam metode ceramah
lebih rendah dibandingkan dengan metode diskusi, permaian, simulasi, sosiodrama dan lain-lain.
Realita
Realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang, binatang, benda, peristiwa dan
sebagainya yang diamati siswa. Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang-
orang, sednagkan dalam realita orang-orang tersebut hanya menjadi objek pengamatan, objek
studi siswa.
Pictorial
Media ini menunjukkan penyajian berbagai bentuk gambar dan diagram nyata ataupun simbol,
bergerak atau tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset, disket dan media lainnya. Media pictorial
mempunyai banyak keuntungan karena hamper semua bentuk, ukuran, kecepatan, benda,
makhluk dan peristiwa dapat disajikan dalam media ini.
Simbol tertulis
Simbol tertulis merupakan media penyajian informasi yang paling umum tetapi tetap efektif. Ada
beberapa macam bentuk media simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket progam
belajar, modul dan majalah. Penulisan symbol tertulis biasanya dilengkapi dengan media
pictorial.
Rekaman suara
Rekaman suara dapat disajikan secara tersendiri atau digabung dengan media pictorial.
Penggunaan rekaman suara tanpa gambar dalam pengajaran bahasa cukup efektif.
5. Evaluasi Pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
Evaluasi hasil belajar-mengajar
Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-
tujuan belajar dalam jangka waktu yang relative pendek. Tujuan utama dari evaluasi formatif
digunakan untuk menilai penguasaan siswa setelah selesai mempelajari satu pokok bahasan.
Hasil evaluasi ini terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan
membantu mengatasi kesulitan belajar siswa.
Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan yang lebih luas,
sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau
selama jenjang pendidikan. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, evaluasi sumatif
dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa serta menilai efektivitas program secara
menyeluruh.
Untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan yang telah ditentukan atau bahan
yang telah diajarkan ada dua macam norma yang digunakan, yaitu norm referenced dan criterion
referenced (Chauhan, 1979: 170-177, Grondlund (1976: 18-19), Thorndike, 1976:654). Dalam
criterion referenced penguasaan siswa yang diukur dengan suatu tes hasil belajar dibandingkan
dengan suatu kriteria tertentu. Dengan demikian, criterion referenced memiliki suatu kriteria
standar. Sedangkan norm referenced tidak ada kriteria sebagai standar, penguasaan siswa
dibandingkan dengan tingkat penguasaan kawan-kawannya satu kelompok. Dengan demikian
norma yang digunakan adalah norma kelompok yang lebih bersifat relatif. Dalam implementasi
kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, criterion referenced digunakan pada evaluasi formatif,
sedangkan norm referenced digunakan pada evaluasi sumatif.
Evaluasi pelaksanaan mengajar
Stufflebeam dan kawan-kawan (1977: 234) mengutip model evaluasi dari EPIC, bahwa dalam
program mengajar komponen-komponen yang dievaluasi meliputi: komponen tingkah laku yang
mencakup aspek (subkomponen) kognitif, afektif dan psikomotor: komponen mengajar
mencakup subkomponen isi, metode, organisasi, fasilitas dan biaya; dan komponen populasi
yang mencakup siswa, guru, administrator, spesialis pendidikan, keluarga dan masyarakat.
Untuk mengevaluasi komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan hanya digunakan tes
tetapi juga digunakan bentuk-bentuk nontes, seperti observasi, studi dokumentari, analisis hasil
pekerjaan, angket dan checklist. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru atau oleh pihak yang
berwenang seperti Kepala Sekolah dan Pengawas, tim evaluasi Kanwil atau Pusat.
6. Penyempurnaan Pengajaran
Sesuai dengan komponen-komponen yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen mengajar
mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen mendapat prioritas lebih dulu
atau mendapatkan penyempurnaan lebih banyak, dilihat dari peranannya dan tingkat
kelemahannya (Rowntree, 1974: 150-151). Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secara
langsung begitu didapatkan suatu informasi umpan balik atau ditangguhkan sampai jangka waktu
tertentu bergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan penyempurnaan.
Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin
dibutuhkan bantuan atau saran orang lain baik sesame personalia sekolah atau ahli pendidikan
dari luar sekolah. Penyempurnaan juga bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-
bagian tertentu. Semua hal tersebut bergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
Keterkaitan antara komponen satu dengan lainnya
Keterkaitan antara komponen-komponen kurikulum tersebut ialah program kurikulum berisi
jenis-jenis mata pelajaran yang diajarkan dan berisi program dari masing-masing mata pelajaran
yang berupa uraian dalam bentuk pokok bahasan yang dilengkapi dengan mengacu kepada
tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam mata pelajaran yang bersangkutan. Isi dari program-
program kurikulum ini disesuaikan dengan tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai malalui
sekolah tersebut baik secara keseluruhan maupun dalam mata pelajaran. Untuk mewujudkan
tujuan-tijuan tersebut digunakan strategi pelaksanaan suatu kutikulum yang tergambar dari cara
yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran, cara dalam menilai dan cara dalam mengatur
kegiatan sekolah secara keseluruhan. Jadi untuk mencapai tujuan pendidikan komponen-
komponen kurikulum ini saling berkaitan membentuk sebuah sitem yang utuh.
1.Landasan Filosofis Landasan filosofis didasarkan pada landasan filosofi pendidikan yang mana berbasis
pada nilainilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat serta kurikulum
berorientasi pada pengembangan kompetensi. Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum
menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses
pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat
dan lingkungan alam disekitarnya.
2.Landasan Teoritis Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar”
(standard-based education) dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum).
Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga
negara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, standar sarana pra sarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar
penilaian.
Perkembangan kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia akan senantiasa berubah mengikuti
perkembangan zaman yang ada. Ditambah, dengan setiap pergantian menteri pendidikan juga akan
mewarnai perkembangan kurikulum yang ada. Yang dimana dengan perkembangan kurikulum tersebut
memunculkan karakteristik kurikulum yang berbeda pula dari sebelumnya. Adapun mengenai Kurikulum
2103 juga memiliki karakteristik, diantaranya : Mengembangkan sikap spritual dan sosial, rasa ingin
tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik secara seimbang.
Didalam kurikulum 2013 terdapat beberapa perubahan yang menjadi ciri kurikulum 2103 yaitu Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi dan Standar Penilaian. Empat standar tersebut
kemudian dijabarkan menjadi tujuh elemen, yaitu : Kompetensi lulusan, yakni adanya peningkatan dan
keseimbangan soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Kedudukan mata pelajaran (ISI), kompetensi yang sebelumnya merupakan turunan dari
mata pelajaran berubah mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi.
Kompetensi Inti
Kompetensi Inti Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) merupakan tingkat kemampuan
untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dimiliki seorang peserta didik SMA/MA
pada setiap tingkat kelas. Kompetensi Inti dirancang untuk setiap kelas. Melalui kompetensi inti,
sinkronisasi horisontal berbagai kompetensi dasar antarmata pelajaran pada kelas yang sama dapat
dijaga. Selain itu sinkronisasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada mata pelajaran yang sama pada
kelas yang berbeda dapat dijaga pula. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) atau kurikulum 2006 merupakan sebuah kurikulum
operasional pendidikan yang disusun oleh, dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di
Indonesia. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh
setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan(BSNP).
a. Adanya kenyataan rendahnya kualitas pendidikan kita, baik dilihat dari sudut proses maupun hasil
belajar
b. Selama ini kurikulum yang bersifat sentralistis cenderung mengabaikan potensi dan kebutuhan
daerah yang berbeda
c. Selama ini peran sekolah dan masyarakat dalam perkembangan kurikulum bersifat pasif
2. Landasan Yuridis
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia N0. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Karakteristik KTSP
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat
mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga
kependidikan, serta sistem penilaian.
a. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan
kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan
c. Menggunakan berbagai sumber belajar d. Kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis, dan
menyenangkan
e. Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi
kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa, dan kondisi daerah masing-masing
f. Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan pemahaman yang akan
membentuk kompetensi peserta didik.
g. Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan unia
kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
a. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakkan satuan pendidikan
yang ada
b. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan
KTSP
c. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya,
penyusunannya, maupun prakteknya di lapangan
d. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang
pendapatan para guru.
Sejarah Perubahan Kurikulum Berstandar Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Standar
Kompetensi (KTSP).
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi yang harus
dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat
secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh
keputusan/Peraturan Mentri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum
sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam pelajaran
dan durasi tiap jam pelajarannya.
Pengertian KTSP
KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi dan karakteristik sekolah/ daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah
mengembangkan kurikumum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar
kurukulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertugas di bidang pendidikan.
Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk mendirikan dan memberdayakan satuan
pendidikan melalui pemberikan kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam
pengembangan kurikulum.
Prinsip-prinsip KTSP
1. Berpusat pada potensi,perkembangan, kebutuhsn, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Releven dengan kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat .
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
a. Landasan Hukum KTSP
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
1. Kelebihan KTSP
Dalam pembelajaran adanya komunikasi dua arah antara guru dan siswa.
Pembelajaran berpusat pada siswa.
Penggunaan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar yang bervariasi.
seorang guru benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntut
kekereatifitasan.
2. Kekurangan KTSP
Minimnya sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung pendidikan dan terutama
sekali kesiapan guru dan sekolah untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri.