Anda di halaman 1dari 24

BAHAN DISKUSI

PERKEMBANGAN KINERJA
PROVINSI BANTEN
2012
SERI ANALISA PEREKONOMIAN DAERAH

Perkembangan Indikator Utama


Pertumbuhan Ekonomi
Pengangguran
Kemiskinan
Analisa Kinerja Pembangunan kabupaten/Kota
Analisa Permasalahan Daerah
Tingginya Ketergantungan terhadap Sektor
Pertanian
Kurangnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi
yang Berkelanjutan
Rendahnya Kualitas Lapang Kerja
Terbatasnya Jumlah dan Mutu Infrastrukur
Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Terbatasnya Mobilisasi Tabungan
Masyarakat
Rendahnya Kualitas Belanja
Prospek Tahun 2013
Rekomendasi kebijakan

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 1
A. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

(1) Pertumbuhan Ekonomi


Perekonomian Provinsi Banten selama periode 2005-2010 memiliki kinerja yang
hampir sama dengan perekonomian nasional, kecuali pada tahun 2008.
Pertumbuhan ekonomi rata-rata selama periode tersebut sebesar 8,4 persen per
tahun. Laju pertumbuhan ekonomi ini jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional (PDRB 33 provinsi) sebesar 5,6 persen per tahun pada periode yang sama.
Kontribusi PDRB Provinsi Banten dalam pembentukan output nasional menurun dari
3,17 persen pada tahun 2005 menjadi 2,91 persen pada tahun 2009. Dari perspektif
wilayah, kontribusi PDRB Banten terhadap output wilayah Jawa sebesar 5 persen.
Dari sisi besarnya, perekonomian Banten menduduki posisi terendah kedua setelah
DI Yogyakarta.

Dengan laju pertumbuhan ekonomi daerah yang hampir sama dengan laju
pertumbuhan nasional, Provinsi Banten belum mampu menutup kesenjangan
pendapatan perkapita dari rata-rata pendapatan perkapita nasional. Secara per
kapita laju pertumbuhannya masih di bawah nasional. Hal ini karena laju
pertumbuhan penduduk Banten yang relatif pesat. Pada kurun 2000-2010 populasi
Banten bertumbuh dengan kecepatan rata-rata 2,8 persen per tahun, lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk nasional sebesar 1,49 persen per
tahun pada periode yang sama. Secara per Rasio PDRB per kapita antara Banten
dan nasional mengalami penurunan dari 76,6 persen menjadi 56,1 persen selama
periode 2004-2009. Hal ini berarti secara per kapita, perekonomian Banten
bertumbuh relatif lambat dibandingkan rata-rata provinsi lain. Di tingkat wilayah
Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 2
Jawa, PDRB perkapita Banten berada pada posisi terendah ketiga setelah DI
Yogyakarta dan Jawa Tengah.

(1) Pengurangan Pengangguran


Dari segi kualitas, pertumbuhan ekonomi rata-rata yang relatif tinggi selama
enam tahun terakhir belum berhasil menekan tingkat pengangguran secara berarti.
Tingkat pengangguran terbuka hanya berkurang sebesar 0,1 persen antara 2005
dan 2010. Pada tahun 2006 tingkat pengangguran daerah sempat meningkat relatif
tajam sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal ini
mengindikasikan industri penyedia lapangan kerja di Banten sangat sensitif terhadap
gejolak harga BBM. Perbandingan secara nasional menunjukkan bahwa tingkat
pengangguran di Banten jauh lebih tinggi dibandingkan nasional. Tantangan yang
harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi
yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti industri pengolahan, pertanian
perdagangan, jasa. Tantangan lainnya adalah mengembangkan usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor informal.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 3


(3) Pengurangan Kemiskinan

Walaupun tingkat pengangguran relatif tinggi dan tidak menunjukkan penurunan


yang signifikan, tingkat kemiskinan daerah berhasil ditekan dan lebih rendah
dibandingkan nasional, terutama di perkotaan. Hal ini mengindikasikan tenaga kerja
yang ada merupakan tenaga kerja yang berkualitas. Selama periode 2004-2011,
persentase penduduk miskin menurun dari 8,58 persen menjadi 6,32 persen.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 4


B. ANALISA KINERJA PEMBANGUNAN KABUPATEN/KOTA

Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas seringkali dipahami sebagai peningkatan


nilai tambah yang diikuti oleh, pengurangan kemiskinan peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), dan perluasan lapangan kerja.

(1) Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Gambar 1 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Banten menurut


rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan selama tahun 2005-
2010 dengan penjelasan sebagai berikut.
Pertama, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon termasuk daerah dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat mendorong
pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Tantangan yang
harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 5


Gambar 1. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Rata-rata
Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2005-2010

40.00

KABUPATEN/KOTA KUADRAN

Serang
Pandeglang II
20.00
Lebak II
Rata-rata pengurangan kemiskinan 05-10

Tangerang I
Pandeglang Tangerang
Serang II
Lebak
Kota Cilegon
0.00

Kota Tangerang IV
Kota Cilegon I
Kota Tangerang
Kota Serang

-20.00 Kota Tangerang Selatan Kota Serang IV


Kota Tangerang Selatan III

-40.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi 05-10

Kedua, Kabupaten Pandeglang, Lebak dan Serang yang terletak di kwadran II


termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi
pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor). Tantangan yang
harus diatasi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi
kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi
yang punya potensi berkembang seperti industri manufaktur, pertanian, serta
perdagangan dan jasa.
Ketiga, Kota Tengerang Selatan yang terletak di kwadaran III dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi
(low growth, less pro-poor). Kinerja pembangunan daerah tersebut menegaskan
bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan
pembangunan ekonomi melalui peningkatan produkvititas sektor atau kegiatan
ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar dari golongan
miskin. Selain itu, pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan.
Keempat, Kota Tangerang dan Kota Serang terletak di kwadran IV dengan rata-rata
pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-
rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka
kemiskinan secara nyata. Upaya yang harus dilakukan pemerintah daerah adalah
memningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program
penanggulangan kemiskinan.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 6


(2) Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM

Distribusi kabupaten/kota di Provinsi Banten menurut rata-rata pertumbuhan


ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2005-2010 adalah sebagai berikut (lihat
Gambar 2).

Gambar 2. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Rata-rata Peningkatan IPM


Tahun 2005-201
0.60

Serang
Kota Serang
KABUPATEN/KOTA KUADRAN
Pandeglang III
0.50
Lebak III
Rata-rata peningkatan IPM 05-10

Tangerang I
Serang II
Tangerang

0.40 Kota Tangerang IV


Kota Cilegon IV

Kota Cilegon
Kota Serang I

0.30 Lebak
Pandeglang
Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang

4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi 05-10

Pertama, Kabupaten Tangerang dan Kota Serang yang terletak pada Kuadran I
dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata
provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan
peningkatan IPM (pro-growth, pro-human development). Dengan kinerja yang baik
ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum
pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan
sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang
pendidikan dan kesehatan.
Kedua, Kabupaten Serang yang terletak di kwadran II termasuk kategori daerah
dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas
rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa
berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan
publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong
percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai
tambah sektor dan kegiatan ekonomi seperti Industri manufaktur, pertanian,
perdagangan, dan jasa.
Ketiga, Kabupaten Pandeglang dan Serang terletak di kwadaran III dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 7


growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah
daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu,
pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk
memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai
tambah sektor dan kegiatan utama daerah.
Keempat, Kota Tangerang dan Kota Cilegon terletak di kwadran IV dengan rata-rata
pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-
growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah
menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu
pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.

(3) Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran

Persebaran kabupaten/kota di Provinsi Banten menurut rata-rata pertumbuhan


ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2010 adalah sebagai
berikut (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Rata-rata Pengurangan


Jumlah Pengangguran Tahun 2008-2010
30000.00

Tangerang KABUPATEN/KOTA KUADRA


N
20000.00
Pandeglang III
Lebak III
Pengurangan Pengangguran 08-10

10000.00
Tangerang I
Serang Kota Tangerang

Serang II
0.00
Kota Cilegon
Kota Tangerang I
Pandeglang

-10000.00
Lebak
Kota Cilegon III
Kota Serang IV
-20000.00 Kota Tangerang Selatan
Kota Serang

-30000.00

4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi 08-10

Pertama, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang termasuk daerah dengan rata-
rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata
provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong
perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh
pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga
kerja seperti industri manufaktur, pertanian, perdagangan dan jasa.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 8


Kedua, Kabupaten Serang yang terletak di kwadran II termasuk kategori daerah
dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan pengangguran
di atas rata-rata (low growth, pro-job). Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan
lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah.
Ketiga, Kabupaten Pandeglang, Lebak, dan Kota Cilegon yang terletak di kwadaran
III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di
bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa
pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau
kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar.
Keempat, Kota Serang yang terletak di kwadran IV dengan rata-rata pertumbuhan
tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata (high-
growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran.
Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan
kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti industri
pengolahan, pertanian perdagangan, jasa. Tantangan lainnya adalah
mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu
menyerap tenaga kerja di sektor informal.

C. ANALISIS PENYEBAB PERMASALAHAN PEMBANGUNAN


Untuk membedah lebih dalam capaian dan permasalahan daerah dalam ketiga
indikator utama di atas, pada bagian berikut ditelusuri faktor-faktor yang menjadi
penyebab atau penghambat perekonomian daerah bertumbuh lebih pesat dan
berkualitas. Metode yang digunakan mengadopsi pendekatan diagnosis
pertumbuhan, namun dengan beberapa penyesuaian sesuai dengan ketersediaan
data, dengan menelusuri sumber-sumber dan determinan pertumbuhan ekonomi
daerah. Dua kabupaten di Banten termasuk dalam kategori daerah tertinggal, yakni
Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. Beberapa pertanyaan utama yang
ingin dijawab adalah:
i. Apa yang menghambat perekonomian Banten bertumbuh lebih pesat?
ii. Apa yang menyebabkan tingkat pengangguran masih tinggi dan lambat
laju penurunannya?
iii. Bagaimana prospek pertumbuhan ekonomi daerah hingga 2014?

(1) Tingginya Ketergantungan terhadap Sektor Pertanian

Industri pengolahan memberi sumbangan terbesar dalam pembentukan total Produk


Domestik Regional Bruto (PDRB) Banten. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel
dan restoran merupakan sumber pertumbuhan terbesar. Namun demikian sektor-

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 9


sektor yang bertumbuh paling pesat adalah pertambangan, keuangan, diikuti
angkutan dan telekomunikasi, serta konstruksi.

Tabel 1. Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha (2009)


Distribusi Persentase (%) Laju Sumber
No. Lapangan Usaha PDRB ADHK Pertumbuhan Pertumbuhan
PDRB ADHB
2000 (%/thn)
1. Pertanian 8.42 7.83 4.31 0.339
2. Pertambangan 0.13 0.13 13.95 0.016
3. Industri Pengolahan 43.17 45.41 1.50 0.701
4. Listrik, Gas, Air Minum 3.96 4.06 4.16 0.170
5. Konstruksi 3.50 3.06 9.66 0.282
6. Perdagangan, Hotel, 20.79 21.00 6.51 1.344
Restauran
7. Angkutan, Telekomunikasi 9.96 9.55 10.91 0.983
8. Keuangan 4.10 3.92 13.36 0.484
9. Jasa-jasa 5.96 5.05 7.59 0.373
100.0 100.0 4.69 4.69
Sumber: BPS

Jika ditelusuri lebih jauh, sektor-sektor basis daerah antara lain sektor listrik dan
gas, industri pengolahan khususnya industri tanpa migas (tekstil, barang kulit dan
alas kaki, barang kayu, kertas, pupuk, logam dasar besi dan baja), angkutan, pos
dan telekomunikasi, serta perdagangan dan restoran. Kesemua sektor ini memiliki
nilai Location Quotient (LQ) di atas satu yang mengindikasikan keunggulan
komparatif daerah dibandingkan daerah-daerah lain.

Tabel 2. Nilai Location Quotient (LQ) Sektor Tradable Banten


LAPANGAN USAHA 2005 2006 2007 2008 2009
1. PERTANIAN 0.55 0.53 0.53 0.52 0.52
a. Tanaman Bahan Makanan 0.73 0.68 0.69 0.67 0.65
b. Tanaman Perkebunan 0.19 0.20 0.17 0.18 0.18
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.87 0.84 0.83 0.82 0.82
d. Kehutanan 0.05 0.05 0.06 0.06 0.05
e. Perikanan 0.39 0.41 0.45 0.46 0.51
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02
a. Minyak dan Gas Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Pertambangan tanpa Migas 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
c. Penggalian 0.10 0.10 0.10 0.12 0.14
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.95 1.96 1.92 1.87 1.88
a. Industri Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1. Pengilangan Minyak Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2. Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Industri Tanpa Migas 2.21 2.20 2.13 2.06 2.07
1. Makanan, Minuman dan Tembakau 0.47 0.63 0.63 0.68 0.78
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 3.94 3.69 3.40 3.16 3.13
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 1.36 1.55 1.41 1.58 1.68

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 10


LAPANGAN USAHA 2005 2006 2007 2008 2009
4. Kertas dan Barang Cetakan 1.62 1.56 1.52 1.36 1.51
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 6.81 7.02 6.65 7.12 7.06
6. Semen & Brg. Galian bukan logam 1.04 1.05 0.92 0.91 0.90
7. Logam Dasar Besi & Baja 8.50 8.25 6.78 6.98 6.60
8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 0.94 0.62 0.62 0.55 0.55
9. Barang lainnya 0.55 0.52 0.53 0.51 0.55
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 3.83 3.67 3.57 3.62 3.50
a. Listrik 4.15 3.96 3.59 3.37 3.31
b. Gas 4.25 4.19 5.86 7.24 6.29
c. Air Bersih 0.70 0.63 0.71 0.75 0.75
5. BANGUNAN 0.51 0.50 0.52 0.52 0.53
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 0.95 0.95 0.98 1.02 1.02
a. Perdagangan Besar & Eceran 0.97 0.96 1.00 1.04 1.04
b. Hotel 0.17 0.15 0.17 0.18 0.18
c. Restoran 1.08 1.08 1.05 1.07 1.12
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1.38 1.38 1.33 1.30 1.31
a. Pengangkutan 1.65 1.66 1.61 1.62 1.64
1. Angkutan Rel 0.59 0.63 0.67 0.64 0.75
2. Angkutan Jalan Raya 1.32 1.32 1.28 1.33 1.37
3. Angkutan Laut 1.28 1.29 1.31 1.18 1.01
4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 1.30 1.25 1.17 1.17 1.34
5. Angkutan Udara 3.82 3.78 3.50 3.39 3.55
6. Jasa Penunjang Angkutan 1.46 1.47 1.53 1.55 1.42
b. Komunikasi 0.65 0.72 0.72 0.69 0.71
1. Pos dan Telekomunikasi 0.68 1.34 1.91 1.92 1.93
2. Jasa Penunjang Komunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 0.35 0.36 0.38 0.41 0.45
a. Bank 0.22 0.24 0.25 0.28 0.32
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0.21 0.23 0.24 0.24 0.22
c. Jasa Penunjang Keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
d. Sewa Bangunan 0.69 0.69 0.74 0.83 0.90
e. Jasa Perusahaan 0.23 0.22 0.21 0.21 0.27
9. JASA-JASA 0.49 0.50 0.52 0.54 0.55
a. Pemerintahan Umum 0.41 0.41 0.42 0.45 0.47
1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 0.55 0.52 0.61 0.78 0.81
2. Jasa Pemerintah lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Swasta 0.61 0.63 0.65 0.67 0.66
1. Sosial Kemasyarakatan 0.59 0.59 0.61 0.65 0.69
2. Hiburan & Rekreasi 0.28 0.28 0.26 0.25 0.27
3. Perorangan & Rumahtangga 0.66 0.69 0.71 0.73 0.71

Catatan: LQ dihitung dengan menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 11


Sejalan dengan kontributor terbesar dalam pembentukan nilai PDRB Wilayah, sektor-
sektor yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar adalah sektor perdagangan
(24,6 persen), jasa (20,4 persen), pertanian (18,8 persen), dan industri pengolahan
(18,1 persen). Selama periode 2005-2010, sektor industri pengolahan dan jasa
mampu menyerap tenaga kerja lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya (lihat
Tabel 3). Pertumbuhan sektor industri pengolahan memiliki arti yang sangat
strategis bagi perekonomian daerah dalam dua hal. Pertama, permintaan terhadap
produk manufaktur relatif lebih elastis terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat dibanding permintaan terhadap komoditas pertanian primer.
Kecenderungan meningkatnya pendapatan masyarakat dan bertambahnya proporsi
kelas menengah diperkirakan akan disertai dengan meningkatnya permintaan
barang-barang konsumsi yang dihasilkan dari sektor industri. Kedua, sektor industri
pengolahan memiliki kelebihan dibanding sektor-sektor lain dalam penciptaan nilai
tambah, dan dampak berganda bagi pengembangan sektor-sektor lain melalui kaitan
ke depan (sektor pengguna) dan ke belakang (sektor penyedia input), serta
penciptaan lapangan kerja.

Tabel 3. Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan


2005-2010
No. Lapangan Pekerjaan 2005 2010 Perubahan

1 Pertanian 923908 717535 -206,373


2 Pertambangan 15867 20897 5,030
3 Industri Pengolahan 633158 863269 230,111
4 Listrik, Gas, Air 7925 12334 4,409
5 Bangunan 101632 153951 52,319
6 Perdagangan, Hotel, Restoran 822400 984513 162,113
7 Angkutan & Telekomunikasi 347048 354674 7,626
8 Keuangan 63996 105460 41,464
9 Jasa-Jasa 398902 602082 203,180
Total 3,314,836 3814715 499,879
Sumber: Sakernas Februari 2005 dan 2010, diolah

(2) Kurangnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan

Dari sisi penggunaan (pengeluaran), pendorong utama pertumbuhan ekonomi


daerah selama periode 2006-2009 adalah konsumsi rumah tangga, impor dan
ekspor. Sementara itu, pangsa investasi (Pembentukan Modal tetap Bruto) yang
sangat penting bagi pertumbuhan daerah relatif tinggi, yaitu sekitar 31,7 persen. Hal
ini menunjukkan Banten sebagai daerah industri sehingga peran ekspor relatif tinggi.
Sementara itu, peran impor yang tinggi dapat bernilai positif jika lebih banyak
digunakan untuk investasi. Investasi berperan meningkatkan stok kapital di daerah

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 12


yang digunakan untuk berproduksi. Tingkat investasi yang rendah akan diikuti oleh
terbatasnya kemampuan daerah untuk memacu peningkatan produksi. Pada tahun
2009, ekspor dan impor masih tetap merupakan sumber utama pertumbuhan
daerah.
Ada dua hal yang bisa dipetik sebagai pelajaran. Pertama, pertumbuhan yang
terlalu bertumpu pada ekspor sangat rentan terhadap gejolak ekonomi dunia.
Kontraksi sektor-sektor yang berorientasi ekspor berpotensi diikuti pengurangan
tenaga kerja yang dapat berakibat pada meningkatnya pengangguran di daerah.
Kedua, pertumbuhan yang terlalu bertumpu pada konsumsi masyarakat memiliki
batas dan tidak berkelanjutan. Dalam jangka menengah kondisi ini akan
mengurangi potensi tabungan masyarakat. Padahal tabungan sangat penting bagi
perekonomian karena dapat menjadi sumber investasi sektor produktif melalui
intermediasi perbankan. Oleh karena itu, tantangan yang harus diatasi adalah
mendorong terciptanya keseimbangan sumber-sumber pertumbuhan khususnya
dengan meningkatkan peran investasi (pembentukan modal tetap bruto) dalam
perekonomian daerah. Sebagai perbandingan, pangsa investasi dalam
perekonomian nasional selama periode pertumbuhan tinggi (1985-1995) mencapai
30 persen lebih, sementara porsi investasi di China saat ini lebih dari 40 persen.

Tabel 4. PDRB Menurut Penggunaan: Struktur dan Sumber Pertumbuhan (2009)


Distribusi Persentase (%) Laju Sumber
No. Lapangan Usaha PDRB ADHK Pertumbuhan Pertumbuhan
PDRB ADHB
2000 (%/thn)
1. Konsumsi Rumah Tangga 58.8 61.0 0.49 0.31
2. Konsumsi Lembaga Nirlaba 0.7 0.7 0 0
3. Konsumsi Pemerintah 4.8 4.9 10.77 0.50
4. PMTB 31.7 24.5 1.87 0.47
5. Perubahan Stok 4.2 3.3 -14.78 -0.59
6. Ekspor 55.7 71.1 19.71 12.25
7. Impor 55.8 65.4 13.86 8.33
100.0 100.0 4.65 4.60

Mengingat pentingnya investasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah, hal yang perlu
ditingkatkan adalah iklim usaha di daerah. Iklim usaha yang kondusif bagi investasi
terbentuk dari kualitas regulasi yang konsisten, perpajakan yang transparan dan
tidak tumpang tindih, pelayanan perijinan yang efisien, dan kelembagaan
penyelesaian konflik yang efektif. Langkah penting dalam perbaikan pelayanan
perijinan adalah pelaksanaan dan penerapan Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) secara sungguh-sungguh dan konsisten. Dalam hal ini, semua
kabupaten/kota di Banten secara formal telah memiliki badan/kantor yang
menyelenggarakan PTSP. Ukuran keberhasilan pelaksanaan PTSP tersebut adalah
peningkatan efisiensi perijinan yang harus tercermin dari menurunnya biaya dan
waktu yang diperlukan oleh para pelaku usaha.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 13


(3) Rendahnya Kualitas Lapangan Kerja

Salah satu penyebab dari rendahnya PDRB/kapita dan masih tingginya kemiskinan
daerah adalah rendahnya kualitas lapangan kerja yang tersedia. Hal ini bisa
ditelusuri dari besarnya jumlah pekerja bebas di sektor pertanian, pekerja bebas di
sektor non-pertanian, dan pekerja tidak dibayar. Mereka ini terhitung bekerja
namun menghadapi ketidakpastian yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap
sedikit saja guncangan ekonomi yang terjadi. Perkembangan tingkat pekerja yang
kurang berkualitas di Banten persentasenya sedikit meningkat dari tahun 2007 ke
2011, yaitu dari sebesar 19,23 persen pada tahun 2007 menjadi sebesar 19,92
persen pada tahun 2011. Persentase ini masih lebih rendah dibandingkan rata-rata
nasional sebesar 27,60 persen pada tahun 2011. Dibandingkan wilayah lainnya di
Jawa, jumlah pengangguran kurang berkualitas di Banten menempati posisi kedua
terendah setelah DKI Jakarta.

(4) Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah


Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan prasarana perhubungan yang baik
khususnya mempelancar lalu lintas penduduk dan distribusi barang. Salah satu
prasarana utama adalah jalan. Ketersediaan jaringan jalan di Banten sesungguhnya
cukup baik diukur dari kerapatan jalan (panjang jalan per kilometer persegi) lebih
baik dari rata-rata nasional. Kondisi prasarana jalan di Banten juga relatif baik
dibanding Negara-negara ASEAN.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 14


Tabel 5. Kerapatan Jalan di Banten dibandingkan Negara-Negara Asia (2006)
PDB Per Panjang
Luas Area Kerapatan
No. Negara Kapita dlm Jalan
(km persegi) Jalan
USD (2006) (km)
1 Singapore 33,019.49 3,165 690 458.70
2 Japan 34,147.83 1,177,278 364,500 322.98
3 Bangladesh 434.84 239,226 130,170 183.78
4 Sri Lanka 1,409.00 97,286 62,710 155.14
5 India 857.21 3,851,440 2,973,190 129.54
6 Korea, Rep. 19,706.68 97,252 96,880 100.38
7 Vietnam 731.38 215,628 310,070 69.54
8 Philippines 1,402.85 200,037 298,170 67.09
9 Banten 1,433.29 4,856 9,662.92 50.25
10 Pakistan 789.41 254,410 770,880 33.00
11 Malaysia 5,887.37 71,814 328,550 21.86
12 Indonesia 1,585.65 368,360 1,811,570 20.33
13 China 2,069.34 1,809,829 9,327,480 19.40
14 Lao PDR 598.69 32,620 230,800 14.13
15 Thailand 3,078.18 57,403 510,890 11.24
16 Cambodia 538.21 12,323 176,520 6.98

Tingkat kerapatan jalan di Banten secara internasional juga masih lebih baik
dibanding kondisi di negara-negara dengan tingkat pendapatan setara. Dengan
memperhatikan pola hubungan antara pendapatan per kapita dan kerapatan jalan
wilayah untuk 146 negara, posisi Banten menunjukkan adanya hubungan yang
positif antara PDB per kapita dan tingkat kerapatan jalan (lihat Gambar 6). Kondisi
ini menunjukkan bahwa pendapatan per kapita semakin tinggi diikuti dengan
semakin tingginya kerapatan jalan. Negara-negara yang posisinya terletak di bawah
kurva linier berarti mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Dengan kata lain,
panjang jalan kurang dari yang seharusnya dimiliki suatu negara sesuai dengan
tingkat pendapatannya. Posisi Banten dalam diagram ini berada di atas kurva. Hal ini
berarti bahwa secara kuantitas kerapatan jalan di Banten di atas rata-rata tingkat
kerapatan jalan negara-negara dengan tingkat pendapatan yang sama.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 15


Dari segi kualitas, kondisi jalan di Provinsi Banten relatif memuaskan karena sekitar
76% sudah beraspal. Namun hanya 23 persen jalan negara dalam kondisi baik,
sisanya dalam kondisi sedang dan rusak. Demikian pula kondisi jalan provinsi dan
kabupaten, masing-masing hanya 51 persen dan 48 persen dalam kondisi baik.
Tingginya tingkat kerusakan jalan ini tentu menjadi penghambat peningkatan
produktivitas sektor pertanian dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi
pengembangan industri lokal.

Tabel 6. Jalan Menurut Jenis Permukaan, 2008


JENIS PERMUKAAN JALAN
PROVINSI Aspal Kerikil Tanah Lainnya Total
Km % Km % Km % Km % Km %
Banten 3707 76 635 13 513 11 1 0 4856 100
Jawa 88.658 82 10.953 10 6.410 6 2.454 2 108.475 100
INDONESIA 258.743 59 72.934 17 91.444 21 14.638 3 437.759 100

Infrastruktur lain yang juga sangat penting bagi perekonomian wilayah adalah
kelistrikan. Dengan membandingkan kondisi di 33 provinsi, konsumsi listrik
perkapita di Banten berada di atas rata-rata nasional dan merupakan yang tertinggi
ketiga di wilayah Jawa setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Dengan menggunakan
perbandingan internasional, konsumsi listrik di Banten lebih tinggi dibanding negara
dengan pendapatan per kapita setara.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 16


(5) Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dalam mendukung
percepatan pertumbuhan dan perluasan pembangunan ekonomi daerah. Semakin
tinggi kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 17


kerja, dan semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci
pertumbuhan secara berkelanjutan. Salah satu faktor yang mungkin menghambat
pertumbuhan Banten adalah kualitas sumber daya manusianya yang relatif rendah.
Indeks Pembangunan Manusia Banten pada tahun 2008 berada pada peringkat ke-
23 dari 33 provinsi, dan berada di bawah rata-rata nasional. Ketertinggalan Banten
terutama adalah pada indikator angka harapan hidup. Pada tahun 2008, angka
harapan hidup di Banten sebesar 64,6 tahun, lebih rendah dari rata-rata nasional
sebesar 69 tahun dan berada pada peringkat 31 dari 33 provinsi. Hal ini
menyiratkan persoalan kesehatan di daerah.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Banten juga terlihat lebih jelas dari
struktur angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Proporsi
angkatan kerja dengan ijasah minimal SMA (SMU, SMK, Diploma, Universitas)
meningkat dari 31 persen pada tahun 2006 menjadi 41 persen pada tahun 2011.
Perbaikan struktur angkatan kerja ini perlu terus didorong untuk mendukung
transformasi ekonomi daerah berbasis agroindustri.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 18


Tabel 7. Kualitas Angkatan Kerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan
No Pendidikan Tinggi yang
2006 2011 Perubahan
. Ditamatkan
1 ≤ SD 1,920,939 2,139,498 218,559
2 SMTP 757,548 927,983 170,435
3 SMTA Umum 616,997 977,136 360,139
4 SMTA Kejuruan 347,802 556,783 208,981
5 Diploma I/II/III/Akademi 110,368 194,354 83,986
6 Universitas 144,212 368,927 224,715
total 3,897,866 5,164,681 1,266,815
Sumber: Sakernas Februari 2006 dan 2011, diolah

(6) Terbatasnya Mobilitas Tabungan Masyarakat

Tabungan masyarakat yang dihimpun bank umum dan BPR di Provinsi Banten
ternyata lebih rendah dibanding pinjaman yang dikucurkan. Kondisi ini
mengindikasikan terbatasnya dana perbankan di daerah yang bisa dikonversi
menjadi investasi bagi kegiatan produktif. Rasio antara pinjaman dan simpanan
masyarakat di Bank Umum dan BPR semakin meningkat dari 1,23 pada tahun 2005
menjadi 1,30 pada tahun 2009. Hal ini berarti bahwa kegiatan investasi di Provinsi
Banten ditentukan oleh suntikan dana dari luar. Dengan kata lain, pembangunan di
Banten dibiayai oleh tabungan masyarakat luar daerah.

Tabel 8. Posisi Simpanan dan Pinjaman Bank Umum dan BPR, 2009 (milyar Rp)
Wilayah Posisi Simpanan di Posisi Pinjaman di Rasio Pinjaman Rasio PMTB
Bank Umum dan bank Umum dan terhadap terhadap
BPR (Milyar Rp) BPR (Milyar Rp) Simpanan Simpanan
Banten 38.645 50.182 1.30 1.09
Jawa 1.172.987 859.168 0.73 0.54
Nasional 1.612.580 1.246.077 0.77 0.67

Dalam jangka panjang terbatasnya sumber dana pinjaman ini akan berisiko
meningkatkan harga modal (cost of fund) di daerah. Dengan kondisi tiingginya
permintaan kredit, bank-bank umum mungkin menerapkan tingkat bunga kredit
yang sama antardaerah, namun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga-
lembaga keuangan non bank lainnya tentu akan meningkatkan imbal hasil (bunga)
pinjaman. Kenaikan bunga pinjaman akan memberatkan bagi pelaku usaha mikro,
kecil dan menengah. Tantangan yang harus diatasi oleh Pemeirntah Provinsi Banten
adalah mengembangkan kerjasama dengan perbankan dalam penjaminan kredit dan
mobilisasi tabungan masyarakat.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 19


(7) Rendahnya Kualitas Belanja Daerah

Meski secara umum porsi investasi pemerintah relatif kecil dibandingkan dengan
porsi investasi oleh swasta, namun perannya sangat penting dan tidak tergantikan.
Hal ini karena investasi pemerintah umumnya merupakan pembangunan dan
pemeliharaan prasarana publik yang bersifat non-excludable dan atau non-rivalry.
Pada sektor-sektor seperti ini swasta tidak tertarik untuk membangunnya. Peran
pemerintah semakin penting di daerah-daerah relatif tertinggal, di mana tingkat
investasi swasta masih rendah. Pada daerah-daerah ini investasi pemerintah
diharapkan dapat meningkatkan daya tarik daerah melalui pembangunan
infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik, irigasi, dan prasarana transportasi lainnya.
Tanpa itu, sulit diharapkan dunia usaha daerah dapat berkembang.
Terkait dengan hal ini komitmen pemerintah daerah dalam memprioritaskan
investasi publik masih rendah. Hal ini terlihat dari relatif rendahnya rasio belanja
modal pemerintah daerah terhadap total belanja (pemerintah kabupaten/kota dan
provinsi di Banten). Berdasarkan data total Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada tahun 2010, porsi belanja modal dalam
total belanja APBD di Banten hanya mencapai 17,55 persen. Angka ini adalah yang
tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta, tetapi masih dibawah rata-
rata nasional. Sebaliknya, porsi belanja pegawai mencapai 47,24 persen, terendah
kedua setelah DKI Jakarta di wilayah Jawa, namun masih berada di atas rata-rata
nasional.
Ke depan perlu didorong perbaikan komposisi belanja pemerintah daerah ini yang
lebih mengarah pada belanja modal. Belanja modal memiliki dampak langsung yang
relatif besar kepada perekonomian. Meskipun secara umum porsi investasi
pemerintah lebih kecil dibandingkan investasi swasta, namun perannya tidak
tergantikan dalam suatu perekonomian. Pembangunan prasarana publik seperti
jalan, saluran irigasi, dan jaringan listrik mutlak memerlukan peran pemerintah.
Peran investasi pemerintah ini dirasa semakin penting di daerah-daerah yang level
investasi swastanya relatif rendah. Investasi pemerintah dalam konteks ini adalah
sebagai perintis dan pembuka jalan bagi masuknya investasi swasta.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 20


D. PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2013
Prospek pertumbuhan daerah cukup baik bila dilihat dari beberapa modal
pembangunan yang dimiliki, di antaranya prospek integrasi ekonomi daerah ke
dalam pengembangan koridor ekonomi Jawa dalam MP3EI (Master Plan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Realisasi percepatan
pengembangan koridor ekonomi Jawa diperkirakan akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan. Manfaat dari proyek-proyek
infrastruktur utama di kota-kota pusat pertumbuhan diperkirakan tak hanya
memberi manfaat kota bersangkutan tetapi juga wilayah sekitarnya.

Koridor Jawa

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 21


Berdasarkan kinerja pembangunan selama ini dan modal pembangunan yang
dimiliki, prospek pembangunan Provinsi Banten tahun 2013 dalam mendukung
pencapaian target utama RPJMN 2010-2014 sebagai berikut:
(1) Sasaran PDRB/kapita pada tahun 2014 sebesar Rp 11,724 juta (Atas Dasar
Harga Konstan tahun 2000) diperkirakan dapat dicapai. Dengan asumsi laju
pertumbuhan PDRB sama dengan rata-rata laju pertumbuhan selama periode
2005-2010 sebesar 8,44 persen per tahun, dan laju pertumbuhan penduduk
Banten sama dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk Banten selama
periode 2000-2010 sebesar 2,8 persen per tahun, maka laju pertumbuhan
historis PDRB perkapita adalah sebesar 5,49 persen per tahun. Dengan basis
PDRB per kapita tahun 2009 sebesar Rp 7,363 juta (ADHK 2000), maka pada
tahun 2014 diperkirakan PDRB per kapita Provinsi Banten menjadi Rp 9,617
juta, lebih rendah dari sasaran Buku III RPJMN 2010-2014. Bahkan sasaran
RPJMN tersebut sudah akan tercapai pada tahun 2012.

(2) Buku III RPJMN 2010-2014 menetapkan target persentase kemiskinan Provinsi
Banten pada tahun 2014 sekitar 3,13-3,09 persen. Pada tahun 2011 persentase
penduduk miskin di Banten mencapai 6,32. Dalam upaya mencapai target
RPJMN tingkat kemiskinan harus dapat dikurangi paling sedikit 3,19 poin
persentase. Hal ini sangat berat mengingat selama periode 2006-2011 tingkat
kemiskinan hanya berkurang sebesar 3,47 poin atau secara rata-rata tingkat
kemiskinan menurun sebesar 0,69 poin. Dengan pola penurunan seperti ini,
maka pada tahun 2014 tingkat kemiskinan di Provinsi Banten diperkirakan
masih pada level 4,24 persen. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Banten

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 22


harus bekerja keras mengatasi kemiskinan agar target RPJMN 2010-2014 dapat
tercapai.
(3) Prospek pencapaian sasaran-sarasan utama pembangunan Provinsi Banten
akan sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan baik internal daerah Banten
maupun lingkungan eksternal. Realisasi MP3EI (Master Plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan dinamika eksternal
yang mendukung bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah. Sementara
itu, dampak krisis di Eropa dan pelambatan arus perdagangan global
merupakan ancaman eksternal yang bisa mengganggu kinerja perekonomian
daerah.

E. PENUTUP

(1) Isu Strategis Daerah


Dari hasil analisis dan informasi yang tersedia, dan memperhatikan kriteria isu
staretgis: (i) berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii)
merupakan akar permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan
dampak buruk berantai pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak
segera diperbaiki, maka isu-isu strategis Provinsi Banten adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan industri unggulan daerah
b. Pengembangan lapangan kerja berkualitas
c. Peningkatan investasi di daerah
d. Peningkatan kualitas infrastruktur jalan
e. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
f. Mobilisasi tabungan masyarakat dan fungsi intermediasi perbankan untuk
mendorong akses permodalan usaha
g. Peningkatan kualitas belanja modal pemerintah daerah

(2) Rekomendasi Kebijakan


Penanganan isu-isu strategis daerah diperkirakan akan dapat meningkatkan kinerja
perekonomian daerah secara keseluruhan. Oleh karena itu, kebijakan yang perlu
ditempuh dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Provinsi Banten
adalah sebagai berikut:
1. Pemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi khususnya dalam hal
akses permodalan dan penguasaan teknologi tepat guna;
2. Peningkatan jumlah produk industri pengolahan berkualitas ekspor;
3. Peningkatan kemudahan perijinan usaha;
4. Perbaikan kualitas jaringan jalan;
5. Peningkatan akses pendidikan khususnya pendidikan menengah (umum dan
kejuruan) dan kesehatan;

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 23


6. Peningkatan porsi belanja modal APBD yang diprioritaskan pada sektor
infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah;
7. Peningkatan koordinasi antara pemerintah daerah dan otoritas moneter di
tingkat wilayah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif: peningkatan
fungsi intermediasi perbankan di daerah, penjaminan kredit dan pengendalian
inflasi daerah.

Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten 2012 24

Anda mungkin juga menyukai