َأ
ِ َان ِإلَى يَوْ ِم ال ِّدي
ْن ٍ سلَّ َم وَ عَ لَى آ ِل ِه وَ صْ حَ ِاب ِه وَ مَنْ ت َِب َع ُه ْم بِِإ ْحس
َ َهلل عَ لَ ْي ِه و
ُ سلِّ ْم عَ لَى ن َِبيِّنَا وَ رَ سُوْ ِلنَا مُحَ َّم ٍد صَ لَّى ا
َ ََاللَّ ُه َّم صَ ِّل و
ْ يَا َأيُّ َها الَّذِينَ َآ َمنُوا اتَّقُوا اللَّ َه حَ َّق تُقَا ِت ِه وَ اَل تَمُوتُنَّ ِإاَّل وَ َأ ْنتُ ْم ُم
َس ِلمُون
يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأعْ مَالَ ُك ْم وَ يَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم وَ مَنْ ي ُِط ِع اللَّ َه وَ رَ سُولَ ُه َف َق ْد َفازَ َفوْ زً ا، س ِديدًا
َ يَا َأيُّ َها الَّذِينَ َآ َمنُوا اتَّقُوا اللَّ َه وَ ُقولُوا َقوْ اًل
عَ ِظيمًا
َأمَّا بَ ْع ُد
ستَ ْعمَرَ ُك ْم ِفي َها َفٱسْ تَ ْغفِرُ و ُه ثُ َّم ِ ْشَأ ُكم ِّمنَ ٱَأْلر
ْ ض وَ ٱ َ ُوا ٱللَّ َه مَا لَ ُكم ِّمنْ ِإ ٰلَ ٍه َغ ْي ُر ُهۥ ۖ ُهوَ َأن ٰ وَ ِإلَىٰ ثَمُو َد َأخَ ا ُه ْم
۟ صَ ِل ًحا ۚ َقا َل ٰيَ َقوْ ِم ٱعْ بُد
ٌتُوب ُٓو ۟ا ِإلَ ْي ِه ۚ ِإنَّ رَ بِّى َق ِريبٌ ُّم ِجيب
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”.
Dari ayat ini kita bisa mengetahui bahwa Islam menganjurkan untuk bekerja dan
memperhatikan masalah bekerja. Allah Ta’ala memuliakan siapa saja yang bekerja.
Hal ini terlihat jelas saat Allah menjadikan bekerja itu sebagai salah satu bagian dari
risalah yang Allah bebankan kepada manusia yaitu risalah untuk memakmurkan dan
menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut.
Bila Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja maka, demikian pula sebaliknya, Islam
memerangi sifat malas bekerja dan menggantungkan masalah rezeki kepada orang lain.
Hal ini dalam rangka untuk menjamin adanya kehidupan yang mulia dan tidak
membutuhkan kepada orang lain.
Para Nabi Pun juga Bekerja
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Salah satu manifestasi terbesar yang menunjukkan perhatian Islam terhadap persoalan
bekerja adalah bahwa Nabi ﷺsetelah berhijrah ke Madinah dan beliau sudah merasa
tenang dengan stabilitas urusan negara di sana, beliau mengarahkan perhatiannya ke
masalah pemanfaatan tanah dan menganjurkan para sahabat untuk bekerja di
dalamnya.
Bahkan Rasulullah ﷺmenganjurkan banyak umat Islam agar tidak membatasi diri pada
satu pekerjaan tertentu; Karena semua pekerjaan adalah keharusan bagi umat ini dan
mereka saling melengkapi. Rasulullah ﷺjuga memperhatikan memuliakan para
pengrajin.
Para nabi ‘alaihimus salam dahulu juga memiliki memiliki profesi dan pekerjaan yang
mereka lakukan karena mereka menjadi contoh bagi orang lain dalam mengambil sebab
atau melakukan ikhtiar dan berusaha mencari rezeki.
Dahulu Nabi Adam ‘alaihissalam bekerja di sawah, dan Nabi Nuh ‘alaihissalam bekerja di
penggembalaan domba, selain pekerjaannya di pertukangan.
Adapun Nabi Yusuf ‘alaihissalam bekerja sebagai pelayan di rumah raja Mesir, lalu beliau
menjadi menteri.
Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. [Yusuf: 55]
Nabi Shalih dan Nabi Syu’aib ‘alahimassalam keduanya bekerja dalam perdagangan.
Nabi Musa ‘alaihissalam menggembalakan domba.
Nabi Daud ‘alaihissalam adalah pembuat baju besi. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. [Jumat: 10]
Ini penjelasan dari Allah bahwa seorang Muslim itu mesti menyeimbangkan urusan
agama dan dunianya.
Allah Ta’ala mewajibkannya shalat namun setelah shalat Allah memperbolehkan untuk
pergi bekerja berusaha mendapatkan rezeki tanpa melupakan berdzikir kepada Allah.
Dengan demikian dia senantiasa terus merasa diawasi oleh Alla Ta’ala saat sedang
bekerja.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. [Al-Baqarah: 267]
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menganjurkan orang-orang beriman untuk bersedekah dari
harta yang dihasilkan oleh mereka melalui pekerjaan yang mereka lakukan dengan tetap
memperhatikan agar pekerjaan itu halal dan baik.
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari memakan makanan hasil
kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud ‘Alaihissalam dahulu makan
dari hasil kerja tangannya sendiri.” [Hadits riwayat Al-Bukhari di dalam Shahihnya (2072)
dari sahabat Al-Miqdam bin Ma’di Karib radhiyallahu ‘anhu]
Dari sini bisa diambil pelajaran bahwa bekerja itu akan memelihara diri seseorang dari
meminta kepada orang lain dan memberikan manfaat kepada mereka.
Bekerja juga menjadikan seseorang tersibukkan dari hal-hal yang diharamkan dan
perbuatan sia-sia. Dan teladan dalam hal itu adalah Nabi Dawud ‘alaihisaalam yang
dahulu bekerja membuat perisai.”
ي رَ ُجاًل َأعْ طَا ُه اللَّ ُه عَ َّز وَ جَ َّل مِنْ َفضْ ِل ِه َفيَسْ َألَ ُه
َ ْسيْ ِبيَ ِد ِه َأِلنْ يَْأ ُخ َذ َأحَ ُد ُك ْم حَ ْبلَ ُه َفي َْح ِت ِطبَ عَ لَى ظ َ ْه ِر ِه خَ ْي ٌر لَ ُه مِنْ َأنْ يَْأ ِت ِ وَ الَّ ِذيْ نَف
َأعْ طَا ُه َأوْ َمنَ َع ُه
“Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, salah seorang dari kalian mengambil talinya
lalu memikul kayu bakar di atas punggungnya lebih baik daripada mendatangi seseorang
yang diberi kelebihan rezeki oleh Allah ‘Azza wa Jalla untuk meminta kepadanya lalu
orang itu memberi atau menolaknya.” [Hadits riwayat An-Nasa’i (2588) dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu.
Semakin mandiri seseorang dalam memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya maka
semakin baik untuk kesehatan jiwanya dan kemuliaan dirinya.
Tidak ada sesuatu yang lebih memberatkan dalam jiwa seseorang setelah dosa yang
dilakukannya melebihi merasa butuh kepada orang lain dan meminta sesuatu
kepadanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
هللا تعالى يُحِبُّ إذا ع ِم َل أحدُك ْم عماًل أنْ يُت ِقنَ ُه
َ َّإن
“Sesungguhnya Allah Ta’ala suka apabila salah seorang dari kalian melakukan suatu
pekerjaan dia melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik mungkin.” [ Hadits riwayat
Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam Al-Ausath no. 897 dan Imam Al-Baihaqi dalam Syu’abul
Iman, no. 5312.]
Kata Itqan secara bahasa berarti menyempurnakan atau mengerjakan dengan
sempurna.
لَر ُِز ْقتُ ْم َكمَا، َلوْ َأنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْم تَوَ َّكلُونَ عَ لَى اللَّ ِه حَ َّق تَوَ ُّك ِل ِه:سلَّ َم
َ َ َقا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و:َ َقال،ب
ِ ْن الخَ طَّا
ِ عنْ ُعمَرَ ب
َ
وشعيب األرنؤوط، وَ ت ُروح ِبطانًا وصححه األلباني، تغدُو ِخمَاصً ا، يُرْ زَ ُق الط َّ ْي ُر.
ُ َ ْ َ
“Siapa pun dari kalian jangan pernah malas dari mencari rezeki karena sudah berdoa,”Ya
Allah berilah hamba rezeki.” Sementara dia telah mengetahui bahwa langit tidak akan
menurunkan hujan emas dan perak.”
َ ب ْال َم ِع ْي
ش ِة ِ َب ُذنُوْ بًا اَل يُ َك ِّف ُر َها ِإاَّل ال َه ُّم فِيْ طَل
ِ ِْإنَّ مِنَ ال ُّذنُو
Sesungguhnya ada dosa-dosa yang tidak terhapus kecuali oleh rasa resah dalam
mencari penghidupan.”
Hal ini selaras dengan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah ﷺdalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa musibah apa pun
yang menimpa seorang Muslim berupa kelelahan, keresahan, sakit atau duri yang
menusuknya kecuali itu akan menjadi penghapus bagi dosa-dosa yang dia lakukan.
Tentu saja dosa-dosa yang gugur karena lelah dan resah dalam mencari nafkah itu
bukan dosa-dosa besar namun dosa-dosa kecil. Sebab para ulama telah menegaskan
bahwa dosa-dosa besar itu hanya bisa terhapus dengan taubat.
َ وَ تَ َقبَّ َل ِمنِّيْ وَ ِم ْن ُك ْم ِتالَوَ تَ ُه ِإنَّ ُه ُهو,َات وَ ال ِّذ ْك ِر ا ْلحَ ِكي ِْم ِ آن ا ْلع
ِ وَ َن َف َعنِيْ وَ ِإيَّا ُك ْم ِبمَا ِف ْي ِه مِنَ اآلي,َظي ِْم ِ ْهللا لِيْ وَ لَ ُك ْم ِفي ا ْلقُر ُ َبَارَ ك
ِإنَّ ُه ُهوَ ا ْل َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم،ُستَغْ ِف ُروْ ه
ْ َظ ْي َم لِيْ وَ لَ ُك ْم َفا
ِ هللا ا ْلع
َ ستَ ْغ ِف ُر َأ
ْ ُقوْ ُل َقوْ لِيْ َه َذا وَ ا.س ِم ْي ُع ا ْل َع ِل ْي ُم
َّ ال
Khutbah Kedua
ْ َأ.اجا وَ َقمَرً ا ُم ِنيْرً ا
ش َه ُد َانْ الَ ِإلَ َه ً َسمَا ِء بُرُ وْ ًجا وَ جَ َع َل ِف ْي َها ِسر َّ تَبَارَ كَ الَّ ِذيْ جَ َع َل ِفي ال،َصيْرً ا ِ َا ْلحَ مْ ُد ِللَّ ِه الَّ ِذيْ َكانَ ِب ِعبَا ِد ِه خَ ِبيْرً ا ب
ً ََاعيَا ِإلَى ا ْلحَ قِّ بِِإ ْذ ِن ِه وَ ِسر
اجا ُم ِنيْرً ا ْ هللا وَأ
ِ وَ د،ش َه ُد َانَّ مُحَ َّمدًا عَ ْب ُد ُه وُرَ سُولُ ُه الَّ ِذيْ بَ َعثَ ُه ِبا ْلحَ قِّ ب َِشيْرً ا وَ نَ ِذيْرً ا ُ َِّإال.
َأمَّا بَ ْع ُد.ْن
ِ َان ِإلَى يَوْ ِم ال ِّدي
َأ
ٍ ي ْال َك ِري ِْم وَ عَ لَى آ ِل ِه وَ صْ حَ ِاب ِه وَ مَنْ ت َِب َع ُه ْم بِِإ ْحس
ِّ سلِّ ْم عَ لَى َه َذا الن َِّب
َ َاللَّ ُه َّم صَ ِّل و
سالَ َم صفُوْ َف ُه ْم ،وَ َأ ْجمِعْ َك ِل َمتَ ُه ْم عَ لَى الحَ قِّ ،وَ ا ْك ِسرْ َ
شوْ َك َة الظَّا ِلمِينَ ،وَ ا ْكتُ ِ
ب ال َّ س ِل ِميْنَ ،وَ وَ ِّح ِد اللَّ ُه َّم ُ اللَّ ُه َّم َأ ِع َّز اِإل ْ
سالَ َم وَ ا ْل ُم ْ
وَ اَألمْ نَ ِل ِعبادِكَ َأ ْج َمعِينَ
رَ بَّنَا ال ت ُِز ْغ ُقلُوْ بَنَا بَعْ َد ِإ ْذ َه َد ْيتَنَا ،وَ َهبْ لَنَا مِنْ لَ ُد ْنكَ رَ ْح َم ًةِ ،إنَّكَ َأنْتَ الوَ َّهابُ
Ibadallah