Anda di halaman 1dari 6

Pergerakkan Migrasi Bangsa – Bangsa Ke Nusantara

A. Melayu Tua
Di wilayah Indonesia sendiri sebelum kedatangan rumpun Austronesia yang
termasuk di dalamnya Proto-Melayu dan Deutero-Melayu, sudah ada yang menempati
wilayah Indonesia, mereka adalah ras Negrito yang termasuk ras Vedda yang tinggal di
dalam goa-goa untuk berlindung dari bahaya alam maupun dari serangan hewan buas
dan mereka hidup secara berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang
lainnya. Mereka ini dipercaya sebagai ras pertama yang mendiami wilayah Indonesia
saat itu dan mulailah rumpun baru imigran yang datang ke wilayah Indonesia yaitu
rumpun Austronesia.
Rumpun Austronesia datang ke wilayah Indonesia disebabkan karena adanya
tekanan demografis yang terjadi di sana berupa kepadatan atau terjadinya kelahiran
maupun kematian penduduk bahkan migrasi dan penyelerasan sosio-kultural.
Alasanalasan bagi ekspansi kelompok Austronesia karena perpaduan tekanan demografis
dan
penyelarasan sosio-kultural (Michel, Paul Munoz. 2009: 28). Proto-Melayu adalah
bagian dari rumpun Austronesia yang menyebar ke wilayah Indonesia. Rumpun
Austronesia awalnya berasal dari Cina lalu bermigrasi melalui jalur darat ke Indo-Cina
bahkan kemudian ke Semenanjung Malaya. Dari Semenanjung Malaya, para penutur
Austronesia lalu menyebar lewat jalur laut ke kepulauan Indonesia dan selanjutnya ke
timur menuju Melanesia dan Polinesia (Daud Aris Tanudirjo, 2011: 253).
Mereka yang bermukim di kepulauan Indonesia dan Pasifik juga dikenal sebagai
Malayu-Polinesia (Michel Paul Munoz. 2009: 28). Sehingga menurut Michael dalam
bukunya menegaskan bahwa wilayah pasifik termasuk rumpun Melayu-Polinesia.
Rumpun Austronesia yang diyakini sebagai induk dari rumpun Proto-Melayu dan
Deutero-Melayu ini kemudian menyebar ke wilayah Indonesia dengan beberapa
gelombang kedatangannya. Diawali dengan kedatangan Proto-Melayu dan selanjutnya
dalam gelombang kedua Deutero-Melayu datang ke wilayah Indonesia dengan
mendesak Proto-Melayu untuk tinggal di pedalaman dan membawa mereka ke wilayah
timur Indonesia. Tidak heran bahwa Proto-Melayu ini terdesak oleh Deutero-Melayu ke
pedalaman Indonesia karena kedatangan Deutero-Melayu termasuk sebuah gelombang
kedatanganya yang begitu besar.
Proto-Melayu diyakini adalah nenek moyang mungkin dari semua orang yang
kini dianggap masuk kelompok Melayu Polinesia yang tersebar mulai dari negara
Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di Pasifik, mereka diperkirakan
berimigrasi ke Kepulauan Indonesia dari Cina bagian selatan. Di Cina tempat tinggal
asli mereka diperkirakan berada di wilayah yang secara kasar termasuk dalam provinsi
Yunan sekarang. Dari situ mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam lalu kemudian ke
kepulauan Indonesia. Kedatangan mereka tampaknya bersamaan dengan munculnya
perkakas neolitik pertama di Indonesia dan dengan demikian dapat ditentukan pada
sekitar 3.000 SM (Bernard Vlekke H.M. 2010: 10).
Bangsa Melayu Tua (Proto-Melayu) berhasil berlayar dan menetap di Indonesia
melalui dua jalur yaitu: Jalan barat dari daerah Yunan (Cina Selatan) berpindah melalui
Selat Malaka (Malaysia) kemudian masuk ke Pulau Sumatra dan masuk ke Pulau Jawa.
Sedangkan Jalan utara (timur) yaitu dari Yunan (Cina Selatan) berpindah melalui
Formosa (Taiwan) kemudian masuk ke Filipina dilanjutkan penyeberang ke Pulau
Sulawesi dan masuk ke Pulau Papua. Ini dibuktikan dengan penemuan bukti
kebudayaan neolitikum telah berlaku dengan hampir semua peralatan mereka terbuat
dari batu yang sudah dihaluskan

B. Melayu Muda
Proto-Melayu yang telah menyingkir ke daerah pedalaman Indonesia,
diakibatkan karena kedatangan Deutero-Melayu. Deutero-Melayu membawa budaya
yang lebih maju dibandingkan dengan budaya Proto-Melayu. Kedatangan
DeuteroMelayu ke wilayah Indonesia tidak lepas dengan mereka mendesak Proto-Melayu
yang
ada di wilayah Indonesia. Menurut teori Sarasin, keturunan Proto-Melayu pada
gilirannya terdesak ke pedalaman oleh datangnya imigrasi baru, Deutero-Melayu yang
juga berasal dari daerah Indocina bagian Utara dan wilayah sekitarnya. Deutero-Melayu
diidentifikasikan dengan orang yang memperkenalkan perkakas dan senjata besi ke
dunia kepulauan Indonesia. Studi mengenai perkembangan peradaban di Indocina
tampaknya menunjukkan suatu tanggal bagi peristiwa itu, imigrasi itu terjadi antara 300
dan 200 SM (Bernard Vlekke H.M. 2010: 10).
Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan, diketahui bahwa Bangsa
Deutero-Melayu masuk ke wilayah Indonesia melalui jalur Barat, di mana rute yang
mereka tempuh dari Yunan (Teluk Tonkin), Vietnam, Malaysia, hingga akhirnya tiba di
Indonesia dan mereka menyebar ke wilayah-wilayah yang ada di Indonesia. Rumpun
Deutero-Melayu secara tidak langsung menjalin hubungan dengan Proto-Melayu,
walaupun banyak dari Proto-Melayu sudah menyingkir kepedalaman wilayah Indonesia.
Mengakibatkan rumpun Deutero-Melayu menguasai wilayah Indonesia dan menyebar
secara merata.
Masyarakat Deutero-Melayu membawa kebudayaan perunggu, yang dikenal
dengan sebutan Kebudayaan Dong Son. Dong Son adalah tempat asal kebudayaan
perunggu di Asia Tenggara, artefak perunggu yang ditemukan di Indonesia serupa
dengan artefak perunggu di Dong Son. Deutero-Melayu sudah berhasil membuat
barang-barang dari perunggu yang sampai saat ini banyak kita jumpai di beberapa
daerah di Indonesia dan masih berbentuk walaupun di beberapa bagian telah mengalami
kerusakan yang diakibatkan oleh alam maupun tindakan dari tangan manusia yang tidak
bertanggung jawab.
Saat ini untuk membedakan antara Proto-Melayu dan mana yang Deutero
Melayu mengalami kesulitan dikarenakan di antara mereka berdua sudah berbaur
dengan bebas. Keturunan Deutero-Melayu dapat kita temukan berada di hampir wilayah
Indonesia kecuali Gayo dan Alas di Sumatra dan Toraja di Sulawes serta papua yang
termasuk Proto-Melayu. Dengan sendirian Proto-Melayu dan Deutero-Melayu berbaur
dengan bebas, yang menjelaskan kesulitan membedakan kedua kelompok rasial itu
diantara orang Indonesia. Proto-Melayu dianggap mencakup Gayo dan Alas di Sumatra
bagian utara dan Toraja di Sulawesi.
Hampir semua orang lain di Indonesia, kecuali orang Papua dan pulau-pulau di
sekitarnya, dimasukkan dalam kelas Deutero-Melayu (Bernard Vlekke H.M. 2010: 10).
Ciri-ciri Deutero-Melayu mereka berasal dari Indocina Utara yang masuk ke wilayah
Indonesia tahun 300-200 SM. Keturunan bangsa Proto-Melayu hingga saat ini bisa kita
jumpai, yaitu Suku Melayu, Makassar, Jawa, Sunda, Bugis, dan Minang. Ciri fisik
merek memiliki kulit antara kuning langsat dan coklat hitam, bentuk rambut antara lurus
dan keriting.

C. Bangsa Melanosoid
Ras Melanesoid ini tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah timur
yaitu Irian dan benua Australia. Di kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua,
bersama dengan Papua Nugini, Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, mereka
merupakan rumpun Melanesoid. Seperti dikatakan Daldjoeni, suku Melanesoid sekitar
70% menetap di Papua sedangkan 30% mendiami beberapa kepulauan di sekitar Papua
dan Papua Nugini. Awalnya, kedatangan Melanesoid di Papua berawal saat zaman es
terakhir atau pada tahun 70.000 SM. Pada saat itu kepulauan Indonesia belum
berpenghuni. Ketika suhu turun hingga kedinginan maksimal dan air laut menjadi beku.
Permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m dibandingkan permukaan saat ini. Pada saat
itulah muncul pulau-pulau baru. Adanya pulau-pulau itu memudahkan makhluk hidup
berpindah dari Asia menuju kawasan Oseania.

Suku Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua kemudian ke Benua


Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang berhubungan dengan Papua.
Suku Melanesoid saat itu hingga mencapai 100 ribu jiwa meliputi wilayah Papua dan
Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan paleotikum. Asal mula bangsa
Melanesia yaitu Proto Melanesia yang merupakan penduduk pribumi di Jawa. Mereka
ialah manusia wajak yang tersebar pada bagian timur dan menduduki Papua sebelum
zaman es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada saat itu. Di
Papua manusia wajak hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara
sungai.

Mereka hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan. Tempat
tinggal mereka berupa perkampungan yang terbuat dari bahan-bahan yang ringan.
Rumah-rumah itu sebenarnya hanya berupa kemah atau tadah angin yang sering didirikan
menempel pada dinding gua yang besar. Kemah-kemah dan tadah angin itu hanya
digunakan sebagai tempat untuk tidur dan berlindung sedangkan aktivitas lainnya
dilakukan di rumah. Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu.
Mereka yang belum sempat mencapai kepulauan Papua akhirnya melakukan
percampuran dengan ras baru tersebut. Percampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid
menghasilkan keturunan Melanesoid Melayu. Saat ini mereka merupakan penduduk Nusa
Tenggara Timur dan Maluku.

D. Bangsa Negrito Dan Wedid


Sebelum kedatangan kelompok Melayu tua dan muda, orang-orang Negrito dan Weddid
sudah masuk terlebih dahulu ke Indonesia. Negrito merupakan sebutan yang diberikan
oleh orang-orang Spanyol karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan
jenis-jenis Negro. Sejauh mana kelompok Negrito ini bertalian darah dengan jenis-jenis
Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia, demikian pula bagaimana
sejarah perpindahan mereka juga belum banyak diketahui dengan pasti. Kelompok
Weddid ini terdiri oleh orang-orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang
dalam sehingga nampak seperti berang. Kulit mereka coklat tua dan tinggi untuk laki-
lakinya rata-rata 155 cm. Weddid berarti jenis Wedda (bangsa yang terdapat di pulau
Ceylon- Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Indonesia cukup luas misalnya di
Palembang dan Jambi (Kubu), Siak, dan Sulawesi tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna).

Periode imigrasi berlangsung berabad-abad. Terdapat kemungkinan mereka berasal


dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan budaya yang sama pula. Mereka itulah
nenek moyang orang Indonesia saat ini.

Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia adalah bahasa Austronesia
yaitu Melayu-Polinesia. Bahasa tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi dua oleh
Sarasin yaitu bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan
Sulawesi.

Kelompok kedua adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa dan Bali. Kelompok ini
memiliki hubungan dengan bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon.
Persebaran geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya adalah pelaut-
pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai peradaban lebih maju.

Di samping bahasa-bahasa itu, ada juga bahasa Halmahera Utara dan Papua yang
digunakan di pedalaman Papua dan pulau Halmahera bagian utara.

Teori Nenek Moyang Bangsa Indonesia


1. Drs. Moh Ali
Menurut Drs. Moh Ali, bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan-Cina. Pendapat ini
dipengaruhi oleh pendapat Mens yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari
daerah Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa lebih kuat sehingga mereka pindah ke
selatan termasuk Indonesia.

Moh Ali mengatakan bahwa leluhur orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar
yang terletak di daratan Asia dan mereka berdatangan secara bergelombang. Gelombang
pertama berlangsung dari 3000 hingga 1500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua
terjadi pada 1500 hingga 500 SM (Deutero Melayu).

Untuk gelombang pertama dan kedua ini dapat dibedakan melalui bentuk perahu yang
digunakan. Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum dengan jenis
perahu bercadik satu, sedangkan gelombang kedua menggunakan perahu bercadik dua.

2. Prof. Mohammad Yamin


Prof. Mohammad Yamin mengatakan bahwa orang Indonesia adalah asli berasal dari
wilayah Indonesia sendiri. Moh Yamin meyakini bahwa ada sebagian bangsa atau suku di
luar negeri yang berasal dari Indonesia.

Mohammad Yamin mengatakan bahwa temuan fosil dan artefak lebih banyak dan
lengkap di Indonesia daripada daerah lain di Asia, seperti temuan fosil Homo atau
Pithecanthropus Soloensis dan Wajakensis yang tidak ditemukan di daerah Asia lain
termasuk Asia Tenggara.

3. Willem Smith
Menurut pandangan Willem Smith, asal-usul bangsa Indonesia melalui penggunaan
bahasa oleh orang-orang Indonesia. Willem Smith mengkategorikan bangsa-bangsa di
Asia atas dasar bahasa yang dipakai yakni bangsa yang berbahasa Togon, bangsa yang
berbahasa Jerman dan bangsa yang berbahasa Austria.

Kemudian bahasa Austria dibagi menjadi dua yaitu bangsa yang menggunakan bahasa
Austro Asia dan bangsa yang menggunakan bahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang
berbahasa Austronesia ini mendiami wilayah Indonesia (Melanesia dan Polinesia).

Dalam teori Out of Afrika dan Out of Taiwan menerangkan tentang asal usul nenek
moyang Indonesia yang terlihat bahwa betapa eratnya keterkaitan dinamika sejarah
Melanesia dengan bumi nusantara. Kata Melanesia diperkenalkan pertama kali oleh
Dumot d’urville seorang penjelajah berkebangsaan Prancis untuk menyebut wilayah etnik
penduduk yang berkulit hitam dan berambut keriting di kawasan Pasifik.

Menurut Harry Truman pada sekitar 60000 tahun yang lalu terdapat sekelompok orang
yang dengan semangat keberaniannya melintasi selat-selat dan laut hingga mencapai
kepulauan Indonesia.

Mereka adalah Homo Sapiens yang dalam buku literatur disebut sebagai manusia modern
awal. Ketika berangkat dari tanah asalnya yaitu Afrika, mereka tidak memiliki tujuan.
Teori ini menurut para ahli disebut teori Pout of Africa. Dalam pemikiran mereka yang
ada hanyalah bagaimana mereka dapat menemukan ladang kehidupan baru yang lebih
menjanjikan.
Mereka beruntung dalam pengembaraannya dapat mengatasi segala rintangan alam, dari
generasi ke generasi mereka mencapai wilayah-wilayah penghidupan yang baru dalam
asal-usul dan persebaran nenek moyang bangsa Indonesia.

Di tempat baru, mereka mengeksplorasi sumber daya lingkungan yang tersedia untuk
mempertahankan hidup. Mereka meramu dari berbagai buah-buahan, umbi-umbian yang
ada di wilayah tersebut. Hewan-hewan juga diburu oleh mereka untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Untuk keperluan itu maka dibuatlah peralatan dari batu dan bahan
organik seperti dari kayu dan bambu.

Dalam mempelajari ilmu sejarah, konsep utama dari ilmu tersebut adalah manusia yang
dijelaskan pada buku Manusia dan Sejarah.

Daftar Pustaka

https://www.gramedia.com/literasi/asal-usul-persebaran-nenek-moyang-di-indonesia/
#3_Melanesoid
Aris, Daud Tanudirjo. 2011. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve. Cecep, R Eka Permana. 2012. “Tinggalan Budaya Proto-Melayu dan Deutero-Melayu di
Indonesia dan Malaysia dan Dampaknya pada Penguatan Kebudayaan Melayu Kini” dalam
Seminar Antarabangsa Perantauan Sumatera-Semanjung Malaysia, Sabah dan Sarawak di
Universiti Sains Malaysia. Coedes, George. 2010. Asia Tenggara Masa Hindu-Budha. Jakarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Gede, I Pitana. 2011. Austonesia Melanesia di
Nusantara: Mengungkap Asal-usul dan Jati Diri Temuan Arkeologis. Yogyakarta: Ombak
Heekeren, H.R. Van. 1958. The Bronze-Iron Age of Indonesia. s-Gravenhage: KITLV,
Verhandelingen.
file:///C:/Users/Adhi%20Guno/Downloads/667-6033-1-PB.pdf
olume 3 Nomor 1, Juni 2019, hal. 11-22 11 PROSES MASUK DAN PERSEBARAN
PENINGGALAN KEBUDAYAAN PROTO-DEUTERO MELAYU DI INDONESIA 1Johan
Setiawan, 2Wahyu Ida Permatasari
https://fisip.ui.ac.id/kuliah-umum-prof-james-fox-bahas-migrasi-austronesia-dan-pengaruhnya/

Anda mungkin juga menyukai