Anda di halaman 1dari 5

1.

Persebaran Bangsa Proto Melayu


( Melayu Tua )
 Bangsa Melayu Tua ini memasuki wilayah Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM. Mereka
masuk melalui dua rute: jalan barat dan jalan timur. Jalan barat adalah melalui Semenanjung
Melayu kemudian terus ke Sumatera dan selanjutnya menyebar ke seluruh Indonesia. Sementara
jalan timur adalah melalui Kepulauan Filipina terus ke Sulawesi dan kemudian tersebar ke seluruh
Indonesia. Para ahli memperkirakan bahwa bangsa Melayu Tua ini peradabannya satu tingkat lebih
tinggi dibandingkan dengan manusia purba yang ada di Indonesia. Orang-orang Melayu Tua ini
berkebudayaan Batu Muda (Neolitikum). Benda-benda buatan mereka masih menggunakan batu
namun telah sangat halus. Kebudayaan kapak persegi dibawa bangsa Proto Melayu melalui jalan
barat, sedangkan kebudayaan kapak lonjong melalui jalan timur. Sebagian dari mereka ada yang
bercampur dengan ras kulit hitam.
 
 Pada perkembangan selanjutnya, mereka terdesak ke arah timur karena kedatangan bangsa Melayu
Muda. Keturunan Proto Melayu ini sampai kini masih berdiam di Indonesia bagian timur, seperti di
Dayak, Toraja, Mentawai, Nias, dan Papua. Sementara itu, bangsa kulit hitam (Ras Negrito) yang
tidak mau bercampur dengan bangsa Proto Melayu lalu berpindah ke pedalaman atau pulau
terpencil agar terhindar dari pertemuan dengan suku atau bangsa lain yang mereka anggap sebagai
“peganggu”. Keturunan mereka hingga kini masih dapat dilihat meski populasinya sedikit, antara
lain orang Sakai di Siak, orang Kubu di Palembang, dan orang Semang di Malaka.
2. Persebaran Bangsa Deutro Melayu
( Melayu Muda )
 Bangsa Melayu Muda memasuki kawasan Indonesia sekitar 500 SM secara bergelombang.
Mereka masuk melalui jalur barat, yaitu melalui daerah Semenanjung Melayu terus ke
Sumatera dan tersebar ke wilayah Indonesia yang lain. Kebudayaan mereka lebih maju
daripada bangsa Proto Melayu. Mereka telah pandai membuat benda-benda logam
(perunggu). Kepandaian ini lalu berkembang menjadi membuat besi. Kebudayaan Melayu
Muda ini sering disebut kebudayaan Dong Son. Nama Dong Son ini disesuaikan dengan
nama daerah di sekitar Teluk Tonkin (Vietnam) yang banyak ditemukan benda-benda
peninggalan dari logam. Daerah Dong Son ini ditafsir sebagai tempat asal bangsa Melayu
Muda sebelum pergi menuju Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan perunggu yang ditemukan di
Indonesia di antaranya adalah kapak corong (kapak sepatu), nekara, dan bejana perunggu.
 
 Benda-benda logam ini umumnya terbuat dari tuangan (cetakan). Keturunan bangsa Deutro
Melayu ini selanjutnya berkembang menjadi suku-suku tersendiri, misalnya Melayu, Jawa,
Sunda, Bugis, Minang, dan lain-lain. Kern menyimpulkan hasil penelitian bahasa yang
tersebar di Nusantara adalah serumpun karena berasal dari bahasa Austronesia Perbedaan
bahasa yang terjadi di daerah-daerah Nusantara seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura, Aceh,
Batak, Minangkabau, dan lain-lainnya, merupakan akibat dari keadaan alam Indonesia
sendiri yang dipisahkan oleh laut dan selat. 
( Lanjutan )
 Di samping dipisahkan oleh selat dan samudera, perbedaan bahasa pun disebabkan karena
setiap pulau di Indonesia memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda. Semula bahasa
bangsa Deutro Melayu ini sama, namun setelah menetap di tempat masing-masing mereka
pun mengembangkan bahasa tersendiri. Kosakata yang dulu dipakai dan masih diingat tetap
digunakan, sedangkan untuk menamai benda-benda yang baru dilihat di tempat tinggal yang
baru (Indonesia) mereka membuat kata-kata mereka sendiri. Jadi, jangan heran, bila ada
sejumlah kata yang terkadang sama bunyinya di antara dua suku namun memiliki arti yang
berbeda sama sekali, tak ada hubungan. Ada pula kata yang memiliki arti yang masih
berhubungan meski tak identik, seperti kata “awak”. Kata awak bagi orang Minang berarti
“saya”, sedangkan menurut orang Sunda berarti “badan”.

 Selanjutnya, bangsa Melayu Muda inilah yang berhasil mengembangkan peradaban dan
kebudayaan yang lebih maju daripada bangsa Proto Melayu dan bangsa Negrito yang
menjadi penduduk di pedalaman. Hingga sekarang keturunan bangsa Proto Melayu dan
Negrito masih bermasyarakat secara sederhana, mengikuti pola moyang mereka, dan kurang
bersentuhan dengan budaya luar seperti India, Islam, dan Eropa. Sedangkan bangsa Deutero
Melayu mampu berasimilasi dengan kebudayaan Hindu- Budha, Islam, dan Barat.

Anda mungkin juga menyukai