Anda di halaman 1dari 5

Bangsa Indonesia termasuk ras Mongoloid terutama Malayan Mongoloid.

Ras
Mongoloid mempunyai 3 subras yaitu:
1. Asiatik Mongoloid (Cina,Jepang,Korea)
2. Malayan Mongoloid (Melayu)
3. American Mongoloid (Suku Indian)

Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Sebelum bangsa Melayu Austronesia masuk ke Indonesia, wilayah Indonesia sudah


ada suku Weddid dan Negrito. Kedua suku tersebut berasal dari daerah Tonkin.
Dari Tonkin kemudian menyebar ke Hindia Belanda, Indonesia, hingga pulau-pulau
di Samudera Pasifik.

Suku Bangsa Melayu yang terdapat di Indonesia dalam proses menetapnya


dibedakan menjadi dua yaitu
1. Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)
2. Bangsa Melayu Muda (Deutro
Melayu)

Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu)


Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu) adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang
kali pertama di Indonesia sekitar 2000 tahun SM. Kedatangan bangsa Austronesia
dari daratan Yunan menuju Indonesia menempuh dua jalur berikut:
1. Jalur Utara dan Timur
2. Jalur Barat dan Selatan

1. Jalur Utara dan Timur


- Melalui Teluk Tonkin menuju Taiwan (Formosa), Filipina, Sulawesi, dan Maluku
dengan membawa kebudayaan kapak lonjong.
- Persebaran periode Proto Melayu ini membawa kebudayaan batu
baru/Neolithikum.

2. Jalur Barat dan Selatan


- Melalui Semenanjung Malaka, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Nusa
Tenggara dengan membawa kebudayaan kapak persegi.
- Persebaran periode Deutro Melayu ini mebawa kebudayaan logam.

Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu)


Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu) adalah rumpun bangsa Austronesia yang
datang di Indonesia pada gelombang kedua terjadi pada sekitar 500 tahun SM.
Bangsa Melayu Muda datang ke Indonesia melalui jalur barat, yakni berangkat dari
Yunan, Teluk Tonkin, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaka, dan kemudian
menyeberangi Selat Malaka hingga sampai di Kepulauan Indonesia.

Penyebaran manusia purba di Indonesia tidak berlangsung dalam satu tahap.


Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan, kedatangan manusia purba di
indonesia berlangsung tiga tahap yaitu zaman mesolithikum, zaman neolithikum,
dan zaman perundagian.

Zaman mesolithikum
Terjadi gelombang masuk manusia purba melonosoid dan daerah teluk tonkin,
vietnam, melalui jalur fhilipina, malaysia dan indonesia. Sisa keturunan bangsa
melonosoid yang masih ditemukan, antara lain orang sakai di siak, orang aeta di
filipina, orang semang di malaysia, dan orang papua melonosoid di indonesia

Zaman neolithikum (200 SM)


Terjadi perpindahan manusia purba dari rumpun bangsa melayu tua (proto melayu)
dari daerah yunan, china, melalui jalur semenanjung malaya, indonesia, filipina, dan
formosa. Kebudayaan neolithikum, khususnya jenis kebudayaan kapak persegi dan
kapak lonjong.

Zaman perundagian
Terjadi perpindahan manusia purba dari rumpun bangsa melayu muda ( deutero
melayu ) dari daerah teluk tonkin, vietnam ke daerah daerah di sebelah selatan
vietnam, termasuk indonesia.
Bangsa ini merupakan pendukung kebudayaan perunggu, terutama kapak corong
nekara , moko, bejana perunggu, dan arca perunggu. Kebudayaannya sering
disebut kebudayaan Don son karena berasal dari donson teluk tonkin)

Asal usul nenek moyang bangsa indonesia (Proto-Melayu, Deutro Melayu, dan
Melanesoid). Penduduk asli kepulauan Indonesia menurut Sarasin bersaudara adalah ras
berkulit gelap dan bertubuh kecil. Mulanya mereka tinggal di Asi bagian tenggara. Namun,
ketika zaman es mencair dan air laut naik hingga terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa
sehingga memisahkan penggunungan vulkanik kepulauan Indonesia dari daratan utama.
Setelah itu, beberapa penduduk asli kepulauan Indonesia tersisa dan menetap di daerah-
daerah pedalaman, sedangkan daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Oleh Sarasin,
penduduk asli tersebut disebut sebagai suku bangsa Vedda. Ras yang masuk dalam kelompok
tersebut, seperti suku bangsa Hieng di Kamboja, suku bangsa Miaotse Yao-Jen di Cina, dan
suku bangsa Senoi di Semenanjung Malaya.
Para pendatang berikutnya membawa budaya baru yaitu budaya neolitik. Jumlah mereka
jauh lebih banyak daripada penduduk asli. Para pendatang tersebut datang dalam dua tahap.
Oleh Sarasin para pendatang tersebut disebut sbagai Proto-Melayu dan Deutro Melayu.
Kedatangan Proto-Melayu dan Deutro Melayu terpisah dan diperkirakan lebih dari 2000
tahun yang lalu.

Proto-Melayu, Deutro Melayu, dan Melanesoid


 Proto-Melayu

Diperkirakan Proto-Melayu datang dari Cina bagian selatan. Proto-Melayu tersebut


diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar
sampai ke pulau-pulau paling timur di Pasifik. Ras Melayu tersebut mempunyai ciri-ciri
rambut lurus, kulit kuning kecokelat-cokelatan, dan bermata sipit. Dari Cina bagian selatan
(Yunan), Proto-Melayu berimigrasi ke Indocina dan ke Siam, kemudian ke kepulauan
Indonesia. Mula-mula Proto-Melayu tersebut menempati pantai-pantai Sumatra Utara,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Di Kepulauan Indonesia, Proto-Melayu membawa
peradaban batu.
Pada waktu datang para imigran baru (Deutro Melayu atau ras Melayu Muda), Proto-
Melayu berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat baru ke hutan-hutan untuk
tempat hunian. Kedatangan Proto-Melayu terisolasi dari dunia luar dan peradaban mereka
memudar. Setelah itu, antara penduduk asli dan Proto-Melayu melebur dan mereka kemudian
menjadi suku bangsa Batak, suku bangsa Dayak, suku bangsa Toraja, suku bangsa Alas, dan
suku bangsa Gayo.
Adanya kehidupan ras Proto-Melayu yang terisolasi menyababkan ras Proto-Melayu
sedikit mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu maupun kebudayaan Islam di kemudian
hari. Kelak para ras Proto-Melayu mendapat pengaruh Kristen sejak mereka mengenal para
penginjil yang masuk ke wilayah mereka untuk memperkenalkan agama Kristen dan
peradaban baru.
Adanya persebaran suku bangsa Dayak hingga ke Filipina Selatan, Serawak, dan Malaka
menunjukkan rute perpindahan mereka dari kepulauan Indonesia. Sementara suku bangsa
Batak yang mengambil rute ke barat menyusuri pantai-pantai Burma dan Malaka Barat. Ada
beberapa kesamaan bahasa yang digunakan oleh suku bangsa Karen di Burma yang banyak
mengandung kemiripan dengan bahasa batak.

 Deutro Melayu

Deutro Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina bagian selatan. Di kepulauan
Indonesia, Deutro Melayu membawa budaya baru berupa perkakas dan senjata besi
(kebudayaan Dongson). Deutro Melayu sering disebut dengan orang-orang Dongson. Bila
dibandingkan dengan ras Proto-Melayu, peradaban Deutro Melayu lebih tinggi. Deutro
Melayu membuat perkakas dari perunggu. Peradaban Deutro Melayu ditandai dengan
keahlian mereka mengerjakan logam dengan sempurna.
Perpindahan Deutro Melayu ke kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran
alat-alat yang ditinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia. Alat yang mereka tinggalkan
berupa kapak persegi panjang. Peradaban tersebut dapat dijumpai di Malaka, Sumatra,
Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam bidang pengolahan tanah, Deutro Melayu mempunyai kemampuan membuat
irigasi di tanah-tanah pertanian. Sebelum mereka membuat irigasi, mereka terlebih dahulu
membabat hutan. Selain itu, ras Deutro Melayu juga mempunyai peradaban pelayaran yang
lebih maju bila dibandingkan dengan pendahulunya. Hal tersebut karena petualangan yang
dilakukan Deutro Melayu sebagai pelaut dan dibantu dengan penguasaan mereka terhadap
ilmu perbintangan.
Perpindahan yang dilakukan Deutro Melayu ada juga yang menggunakan jalur pelayaran
laut. Sebagin dari ras Deutro Melayu ada yang mencapai kepulauan Jepang, bahkan ada yang
hingga ke Madagaskar. Kedatangan ras Deutro Melayu semakin lama semakin banyak di
kepulauan Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, Proto-Melayu dan Deutro Melayu
membaur dan kemudian menjadi penduduk di kepulauan Indonesia. Proto Melayu meliputi
penduduk di Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara serta Toraja di Sulawesi. Semua
penduduk di kepulauan Indonesia, kecuali penduduk papua dan yang tinggal di sekitar pulau-
pulau Papua adalah ras Deutro Melayu.

 Melanesoid

Selain Proto-Melayu dan Deutro Melayu, di Indonesia juga ada ras lain yaitu ras
Melanesoid. Ras Melanesoid tersebar di Lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah
Timur Irian dan Benua Australia. Ras Melanesoid di kepulauan Indonesia tinggal di Papua.
Suku bangsa Melanesoid menurut Daldjoeni sekitar 70% menetap di Papua dan yang 30%
tinggal di beberapa kepulauan di sekitar Papua dan Papua Nugini. Pada awalnya, kedatangan
bangsa Melanesoid di Papua berawal ketika zaman es berakhir (tahun 70000 SM). Ketika itu
kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga mencapai kedinginan
maksimal dan air laut menjadi beku, maka permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m
dibandingkan dengan permukaan saat ini. Pada saat tersebut muncul pulau-pulau baru.
Adanya pulau-pulau baru tersebut memudahkan makhluk hidup berpindah dari Asia menuju
ke kawasan Oseania.
Bangsa Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga sampai ke Papua dan
kemudian ke Benua Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang
terhubungkan dengan Papua. Pada waktu itu, bangsa Melanesoid mencapai 100 jiwa yang
meliputi wilayah Papua dan Australia. Pada waktu masa es berakhir dan air laut mulai naik
lagi pada tahun 5000 SM, kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah seperti yang kita
lihat saat ini. Adapun asal mula bangsa Melanesoid adalah Proto Melanesoid. Proto
Melanesoid tersebut adalah manusia Wajak yang tersebar ke timur dan menduduki Papua,
sebelum zaman es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada waktu
itu. Manusia Wajak di Papua hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara
sungai. Manusia Wajak tersebut hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu
tumbuh-tumbuhan serta akar-akaran, serta berburu di hutan belukar. Tempat tinggalnya
berupa perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahan-bahan yang ringan.
Sebenarnya rumah tersebut hanya kemah atau tadah angina yang sering menempel pada
dinding gua yang besar. Kemah atau tadah angina tersebut hanya digunakan sebagai tempat
untuk tidur dan untuk berlindung, sedangkan untuk aktivitas yang lain dilakukan di luar
rumah.

Setelah itu, bangsa Proto Melanesoid terdesak oleh bangsa Melayu. Bangsa Proto
Melanesoid yang belum sempat mencapai kepulauan Papua melakukan pencampuran dengan
bangsa Melayu. Pencampuran kedua bangsa tersebut menghasilkan keturunan Melanesoid-
Melayu yang saat ini merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Sebelum kedatangan kelompok-


kelompok Melayu tua dan muda, negeri kita sudah terlebih dulu kemasukkan orang-
orang Negrito dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang Spanyol karena
yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-jenis Negro. Sejauh mana
kelompok Negrito itu bertalian darah dengan jenis-
jenis Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia (Pasifik), demikian pula
bagaimana sejarah perpindahan mereka, belum banyak diketahui dengan pasti.

Kelompok Weddid terdiri atas orang-


orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti
berang; kulit mereka coklat tua dan tinggi rata-rata lelakinya 155 cm. Weddid artinya
jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di pulau Ceylon (Srilanka). Persebaran orang-
orang Weddid di Nusantara cukup luas, misalnya di Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak
(Sakai) dan di Sulawesi pojok tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna)Periode migrasi itu
berlangsung berabad-abad, kemungkinan
mereka berasal dalam satu kelompok ras yang sama dan dengan budaya yang sama p
ula. Mereka itulah nenek moyang orang Indonesia saat ini.
Sekitar 170 bahasa yang digunakan di Kepulauan Indonesia adalah bahasa Austronesia
(Melayu-Polinesia).

Bahasa itu kemudian


dikelompokkan menjadi dua oleh Sarasin, yaitu Bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di
pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Kelompok kedua adalah bahasa Batak,
Melayu standar, Jawa, dan
Bali. Kelompok bahasa kedua itu mempunyai hubungan dengan bahasa Malagi di Mad
agaskar dan Tagalog di Luzon. Persebaran geografis kedua bahasa itu menunjukkan ba
hwa penggunanya adalah pelaut-
pelaut pada masa dahulu yang sudah mempunyai peradaban lebih maju. Di samping
bahasa-bahasa itu, juga terdapat bahasa Halmahera Utara dan Papua yang digunakan di
pedalaman Papua dan bagian utara Pulau Halmahera.

Referensi; Bernard H.M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia

Anda mungkin juga menyukai