Anda di halaman 1dari 20

PPOK EKSASERBASI AKUT DENGAN PNEUMONIA:

LAPORAN KASUS
Acute Exacerbation Of COPD With Pneumonia: A Case Report

Diyanah ‘Ulwan, Dewi Nanseti, *Nia Marina Pramesti


Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Koresponden : Diyanah ‘Ulwan. diyanahulwn@gmail.com

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan
diobati, ditandai dengan terbatasnya aliran udara persisten dan umumnya progresif, terkait
dengan respons peradangan kronis yang berlebihan pada saluran nafas dan parenkim paru akibat
gas atau partikel berbahaya. Eksaserbasi dan komorbiditas berkontribusi pada keparahan
penyakit. Karakteristik resistensi aliran udara pada PPOK disebabkan oleh kombinasi antara
obstruksi saluran napas (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang
bervariasi pada setiap individu, karena peradangan kronis menyebabkan hilangnya alveoli dan
hubungan antara saluran napas kecil serta penurunan elastisitas pengembangan paru. Pada
pasien PPOK, pneumonia adalah salah satu infeksi yang paling umum. Pneumonia ditandai
dengan adanya infiltrat pada gambaran radiologi dada disertai penyakit akut yang terkait dengan
satu atau lebih tanda dan gejala, seperti batuk dengan atau tanpa dahak, nyeri dada pleuritik,
dispnea, demam atau hipotermia, perubahan suara nafas pada auskultasi dan leukositosis. Dalam
kasus ini, kami melaporkan seorang pasien pria berusia 76 tahun dengan keluhan sesak napas,
demam, dan batuk. Yang didiagnosis sebagai eksaserbasi akut PPOK dengan pneumonia. Pasien
mendapatkan berbagai jenis terapi saat dirawat di rumah sakit dan memberikan respon klinis
yang baik.

Kata Kunci: PPOK. Pneumonia

ABSTRACT

Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a preventable and treatable lung disease,


characterized by limited persistent and generally progressive air flow, associated with an
excessive chronic inflammatory response to the airways and pulmonary parenchyma due to
harmful gas or particles. Exacerbations and comorbidities contribute to the severity of the disease.
Characteristics of airflow resistance in COPD are caused by a combination of small airway
obstruction (obstruction of bronchiolitis) and parenchymal damage (emphysema) that varies in
each individual, due to chronic inflammation that causes loss of alveoli and small airway
connections and decreased pulmonary recoil elasticity. In COPD patients, pneumonia is one of the
most common infections. Pneumonia is defined as the presence of infiltrates on chest radiographs
with acute illness associated with one or more signs and symptoms, such as a new cough with or
without phlegm production, pleuritic chest pain, dyspnea, fever or hypothermia, changes in breath
sounds on auscultation or leukocytosis. In this case we report a 76-year-old male patient with
complaints of shortness of breath, fever, and cough. Who were diagnosed as acute exacerbation of
COPD with pneumonia. Patients get various types of therapy while being hospitalized and provide
a good clinical response.

Keywords: COPD, Pneumonia

743
PENDAHULUAN maka risiko untuk timbulnya PPOK

PPOK biasanya disebabkan oleh semakin meningkat. Selain sering

paparan signifikan terhadap partikel dialami oleh perokok berat,

atau gas berbahaya, hambatan jalan prevalensi PPOK juga tinggi pada

napas yang disebabkan oleh daerah yang memiliki tingkat polusi

obstruksi saluan napas kecil yang tinggi (Antariksa, et al., 2011).

(obstruksi bronkhiolitis) dan Prevalensi PPOK berbeda-beda pada

kerusakan parenkim paru (emfisema) setiap negara. Prevalensi PPOK per

(Kristiningrum, 2019). Penyakit paru tahun di Jepang sebesar 0,2%

obstruktif kronik (PPOK) merupakan sementara di Amerika Serikat

salah satu penyakit yang memiliki sebesar 37% (Heyes, et al., 2012).

angka kematian dan kesakitan yang PPOK di negara-negara Asia

tinggi di dunia, dan juga berkaitan Tenggara diperkirakan 6,3% dengan

erat dengan beban sosial dan prevalensi tertinggi terdapat di

ekonomi di masyarakat (Decreamer, Vietnam (6,7%) dan China (6,5%)

et al., 2015). Penyakit ini lebih (Oemiati, 2013). Sementara di

sering dialami laki-laki dibandingkan Indonesia, menurut data dari Riset

perempuan dan kebanyakan Kesehatan Dasar tahun 2013 rerata

penderita PPOK berusia diatas 40 batang rokok yang dihisap perhari

tahun. Penyakit PPOK memiliki penduduk Indonesia adalah 12,3

hubungan yang berbanding lurus batang, yaitu setara dengan satu

dengan rokok, semakin banyak dan bungkus rokok. Hal ini

semakin lama rokok yang dihisap menggambarkan risiko yang sangat

744
tinggi bagi penduduk Indonesia kendaraan bermotor serta asap yang

untuk mengalami penyakit PPOK. ditimbulkan industri.

Dari hasil riset tersebut didapatkan Risiko kegagalan pengobatan

prevalensi PPOK di Indonesia adalah lebih rendah pada pasien PPOK

3,7%, dengan prevalensi tertinggi eksaserbasi akut yang diobati dengan

terdapat di Nusa Tenggara Timur antibiotik (Rothberg, 2010). Namun,

(10%) (Trihino, 2013). tidak semua PPOK eksaserbasi perlu

Pada tahun 2020 diperkirakan diterapi dengan menggunakan

PPOK akan menjadi penyakit 3 besar antibiotik karena pemicu terjadinya

penyebab kematian tertinggi (GOLD, eksaserbasi akut tidak hanya

2017). Di Indonesia angka kejadian disebabkan oleh bakteri, tetapi ada

dari beberapa sampel cukup tinggi juga yang disebabkan oleh non

gangguan struktural pada parenkim bakteri. Sehingga antibiotik harus

paru yaitu di daerah DKI Jakarta digunakan dengan bijak karena dapat

2,7%, Jawa Barat 4,0%, Jawa menyebabkan resisten (Bathoorn, et

Tengah 3,4%, DI Yogyakarta 3,1%, al., 2017). Menurut penelitian Ram

Jawa Timur 3,6% dan Bali 3,6% et al., (2009) Penggunaan antibiotik

(Kemenkes, 2013). Angka dari (terlepas dari jenisnya) mengurangi

penderita PPOK ini diperkirakan risiko kematian pasien sebesar 77%

akan terus bertambah dikarenakan dan 53% pasien dengan risiko tidak

semakin tingginya perokok di menanggapi intervensi antibiotik.

Indonesia dan udara yang tidak Penelitian tersebut mendukung

bersih akibat dari penggunaan penggunaan antibiotik (terlepas dari

745
jenisnya) untuk pasien dengan PPOK pertumbuhan kuman atau bakteri

eksaserbasi dengan tingkat dengan toksisitas yang relatif kecil

keparahan sedang dengan batuk dan (Tjay & Rahardja, 2007). Pemberian

dahak yang meningkat. Pasien antibiotika yang tidak tepat pada

dengan risiko tidak menanggapi pasien PPOK eksaserbasi akan

intervensi dari penggunaan antibiotik meningkatkan risiko kegagalan

dengan persentase sebesar 53% terapi, lamanya tinggal di rumah

membuktikan bahwa penyebab sakit serta meningkatkan risiko

PPOK eksaserbasi akut tidak hanya kematian (Barbara et al., 2012).

disebabkan oleh bakteri tetapi dapat Pneumonia adalah salah satu infeksi

juga disebabkan oleh infeksi virus yang paling sering membutuhkan

atau bahkan tanpa infeksi. rawat inap di negara maju (Mandell,

Terapi antibiotika untuk pasien et al., 2007). Pada pasien PPOK,

PPOK eksaserbasi akut diberikan Pneumonia adalah salah satu infeksi

jika mengalami minimal dua dari tiga yang paling umum (Holguin, et al.,

gejala, yaitu peningkatan dyspnea, 2005). Pasien dengan PPOK

peningkatan volume sputum dan memiliki gangguan struktural pada

meningkatnya purulence sputum parenkim paru (Hogg, 2004) dan

(perubahan warna sputum) (Dipiro et sering menerima pengobatan

al, 2008). Antibiotik merupakan zat- antibiotik dan steroid oral atau

zat kimia yang dihasilkan oleh fungi inhalasi. Selain itu, PPOK ditandai

atau bakteri dan berkhasiat dengan peradangan kronis pada

mematikan atau menghambat saluran napas (Barnes, et al., 2003)

746
dan telah disarankan bahwa pasien 2. Anamnesis

dapat menunjukkan perubahan dalam 2.a. Keluhan Utama

Sesak napas (+)


respon imun lokal dan sistemik
2.b. Riwayat Penyakit Sekarang
mereka (Crisafulli, et al., 2013).
Pasien laki-laki Tn. KK
METODE
usia 76 tahun datang ke IGD
Data didapatkan dari salah satu
RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
pasien bangsal paru (bangsal gladiol)
pada tanggal 16 Juli 2019 pukul
RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo.
15.53 dengan keluhan utama
Diagnosis PPOK dan pneumonia sesak napas sejak pagi hari
pada pasien ditegakkan berdasarkan sebelum masuk rumah sakit

anamnesis, pemeriksaan fisik dan (SMRS). Keluhan lain yang

pemeriksaan penunjang. dirasakan adalah demam sejak

HASIL 1 hari SMRS, batuk tidak

1. Identitas Pasien berdahak ± 1 minggu SMRS,

tidak ada mual dan muntah,


Nama : Tn. KK
BAK dan BAB lancar, makan
Jenis Kelamin : Laki-laki
dan minum berkurang. Pasien
Usia : 76 tahun
tidak merasa pusing maupun
Diagnosis : PPOK
nyeri kepala.
Eksaserbasi Akut
Sehari-hari pasien
dengan
bekerja serabutan sebagai
Pneumonia petani dan tukang kayu. Proses

Waktu Pemeriksaan : Tanggal memasak dirumah

16 Juli 2019 Pukul 15.53 menggunakan kayu bakar.

747
Pasien merupakan perokok  Riwayat hipertensi :

aktif dan memiliki riwayat disangkal

penyakit diabetes melitus dan  Riwayat asma : disangkal

hipertensi. Pasien memiliki 2.e. Riwayat Kesehatan

riwayat mondok di RS karena Lingkungan

sesak napas yang berat Di rumah pasien untuk


2.c. Riwayat Penyakit Dahulu proses kebutuhan memasak
 Riwayat pengobatan dengan
menggunakan kayu bakar
OAT : disangkal
sehingga banyak asap.
 Riwayat TB Paru :
3. Pemeriksaan Fisik
disangkal
3.a. Status Generalis
 Riwayat asma : disangkal
 Keadaan Umum : Tampak
 Riwayat alergi : disangkal
sakit merasa sesak napas
 Riwayat DM : (+)
dan batuk
 Riwayat hipertensi : (+)
 Kesadaran : Compos mentis
 Riwayat penyakit jantung :
3.b. Tanda-Tanda Vital
disangkal
 Tekanan Darah : 130/80
 Riwayat trauma : disangkal
mmHg
 Riwayat mondok di RS :
 Nadi : 120 x/menit
(+)
 Frekuensi napas : 32
2.d. Riwayat Penyakit Keluarga
x/menit
 Riwayat pengobatan dengan
 SpO2 : 95%
 OAT : disangkal
 Suhu : 38.5oC
 Riwayat asma : disangkal
3.c. Kepala
 Riwayat DM : disangkal

748
 Bentuk kepala : o Kanan bawah :

normocephal SIC IV para

 Konjungtiva : tidak anemis sternalis dekstra

 Sklera : tidak ikterik o Kiri atas : SIC II

 Telinga : tampak normal para sternalis

 Mulut : tampak normal sinistra

3.d. Leher o Kiri bawah : SIC

 Pembesaran KGB : (-) V linea mid

clavicularis
 JVP meningkat : (-)
sinsitra
3.e. Thoraks

 Cor  Auskultasi : bunyi

jantung I dan II dalam


 Inspeksi : Ictus cordis
batas normal, reguler,
tidak tampak, tidak
tidak terdapat bising
terlihat massa dan
dan gallop.
tanda jejas
 Pulmo
 Palpasi : Ictus cordis

teraba kuat angkat di  Auskultasi :

SIC V linea mid o Suada Dasar

clavicularis sinsitra Vesikuler (SDV) :

(+/+)
 Perkusi :
o Rhonki : (+/+)
o Kanan atas : SIC II
o Wheezing : (+/+)
parasternalis
3.f. Abdomen
dekstra

749
 Inspeksi : bentuk abdomen Neutrofil 84,2%
Limfosit 9,1%
normal, tidak asites dan Eosinofil 0,8%
sikatrik

 Auskultasi : bising usus  Pemeriksaan Kimia

dalam batas normal Klinik

 Palpasi : tampak supel, tidak GDS 105 mg/dL


Ureum 44,5 mg/dL
nyeri tekan, hepar dan lien Kreatinin 1,28 mg/dL
SGOT 24,3 U/L
tidak teraba SGPT 15 U/L

 Perkusi : timpani di seluruh

lapang abdomen
 Pemeriksaan Elektrolit
3.g. Ekstremitas
Natrium 132,6 mmol/L
 Ekstremitas atas : tidak
 Pemeriksaan
tampak clubbing finger,
Seroimunologi
tidak ada edema, akral
- HbsAg rapid : Non
hangat
reaktif
 Ekstremitas bawah :tidak
- HIV : Non
tampak edema, akral hangat
reaktif
4. Pemeriksaan Penunjang
4.c. Pemeriksaan Spirometri
4.a. Pemeriksaan EKG
Pada pasien ini dengan
Gambaran Atrial Fibrilation (+)
diagnosis PPOK karena
4.b. Pemeriksaan Laboratorium
adanya keterbatasan aliran
 Darah Lengkap
udara yang masuk dalam
Leukosit 17,8 x
103/uL saluran napas agar ditindak
Hemoglobin 15,5 g/dL
Hematokrit 45,5% lanjuti dilakukan spirometri
Trombosit 241 x 103/uL

750
guna mengetahui fungsi thoraks PA untuk

parunya dengan interpretasi menyingkirkan penyakit

nilai VEP1/KVP <70% paru lainnya yang juga

dikatakan obstruksi. dapat menyebabkan keluhan

4.d. Pemeriksaan Mikrobiologi sesak dan batuk seperti

Pemeriksaan mikrobiologi infeksi paru. Dari foto

TCM dengan sputum rontgen thoraks PA pada

menunjukan hasil non pasien ini didapatkan

detected. gambaran infiltrat pada

4.e. Pemeriksaan Kultur kedua lapang paru kiri dan


Resistensi
kanan (bronkopneumonia
Kultur resistensi obat
bilateral) dengan suspek
quinolone pada pasien ini
awal edema pulmo dan
menunjukan hasil negatif (-)
kardiomegali.
4.f. Pemeriksaan Rontgen
5. Follow-up
Thoraks PA
Berdasarkan gejala,

pemeriksaan fisik dan penunjang

pasien didiagnosis dengan

PPOK eksaserbasi akut dengan

pneumonia dan Cor Pulmonale

Chronicum Decompensata

Pada pasien ini dilakukan (COPD) dengan heart failure.

pemeriksaan foto rontgen Terapi yang diberikan saat

751
pasien berada di IGD adalah O2 100/60 mmHg, nadi 80 x/menit,

3 lpm menggunakan nasal kanul respiratory rate 22 x/menit, suhu

dan nebu (Ventolin dan 36,5oC dan SpO2 95%.

Pulmicort), kemudian setelah Pemeriksaan fisik thoraks secara

dilakukan observasi keluhan auskultasi terdengar suara dasar

pasien tidak membaik. Pasien vesikuler (+/+), ronki (+/+),

dipindahkan ke bangsal untuk wheezing (+/+). Pasien

menjalani rawat inap dan direncanakan terapi konsultasi

mendapatkan terapi infus dengan spesialis jantung dan

Asering 20 tpm, inj. Ceftazidim pembuluh darah, kemudian

1 gr/12 jam, inj. Fluimucyl 1 diberikan terapi infus NaCl 0,9%

amp/8 jam, inj. Metil + 1 amp Aminophilin 20 tpm,

Prednisolon 62,5 mg/8 jam, inj. Ceftazidime 2 gr/8 jam, Metil

Antalgin 1 amp/8 jam, inj. Prednisolon 62,5 mg/8 jam,

Omeprazol 1 amp/24 jam dan Omeprazol 1 amp/12 jam,

nebu (Ventolin dan Pulmicort)/8 furosemid 1 amp/24 jam,

jam. Combivent + Pulmicort nebu/8

Hari kedua observasi pada jam, Salbutamol 3 x 2 mg,

tanggal 17 Juli 2019, pasien (Codein 10 mg, Ambroxol 1 tab,

mengeluh sesak napas dan batuk Glyceryl Guaiacolate 100 mg,

tidak berdahak. Keadaan umum Loratadin 1/2 tab) kaps 3 x 1,

pasien tampak sakit, kesadaran Sucralfat syr 3 x cth 1.

kompos mentis, tekanan darah

752
Hari ketiga observasi pada pasien merasa sesak napas

tanggal 18 Juli 2019, pasien berkurang, batuk (+), perut

merasa sesak napas berkurang, sudah tidak sakit, tidak ada mual

batuk (+), dahak belum keluar, dan muntah, BAK dan BAB

perut terasa sakit, BAK dan lancar. Keadaan umum pasien

BAB lancar. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos

pasien sedang, kesadaran mentis, tekanan darah 110/80

kompos mentis, tekanan darah mmHg, nadi 84 x/menit,

110/70 mmHg, nadi 83 x/menit, respiratory rate 21 x/menit, suhu

respiratory rate 18 x/menit, suhu 36,3oC dan SpO2 98%.

36,5oC dan SpO2 96%. Pemeriksaan fisik thoraks secara

Pemeriksaan fisik thoraks secara auskultasi terdengar suara dasar

auskultasi terdengar suara dasar vesikuler (+/+), ronki (-/-),

vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-). Pasien

wheezing (-/-). Terapi diperbolehkan pulang dan

dilanjutkan seperti hari kedua diberikan terapi Furosemid 20

dan ditambah dengan Retaphyl mg, Spironolakton 25 mg,

SR 1 x 300 mg, inj. Furosemid 1 Digoxin 0,25 mg, Miniaspi 80

amp/12 jam, Spironolakton 25 mg, Candesartan 8 mg,

mg, Digoxin 0,25 mg, Miniaspi Cefixime 100 mg, (Aminophilin

1 x 80 mg. 100 mg + Salbutamol 2 mg),

Hari keempat observasi (Codein 10 mg, Ambroxol 1 tab,

pada tanggal 19 Juli 2019, Glyceryl Guaiacolate 100 mg,

753
Loratadin 1/2 tab) caps 3 x 1, lingkungan (Perhimpunan Dokter

Omeprazol 40 mg 1 x 1, Paru Indonesia, 2011).

Sucralfat syr 3 x cth 1, Metil Untuk menegakkan diagnosis

Prednisolon 4 mg. PPOK dan menentukan prognosis

PEMBAHASAN serta terapinya, PPOK terbagi

PPOK adalah penyakit paru berdasarkan penilaian gejala dan

kronik yang ditandai oleh hambatan penilaian spirometri. Penilaian gejala

aliran udara di saluran napas yang dapat menggunakan modalitas

bersifat progresif non reversibel atau penilaian dari mMRC (Modified

reversibel parsial, terdiri dari British Medical Research Council)

bronkhitis kronik dan emfisema atau dan CAT (COPD Assessment Test)

gabung keduanya (PDPI, 2003). ataupun CCQ (COPD Control

Menurut Global Initiative for Questionnaire). Penilaiam gejala

Chronic Obstructive Lung Disease menggunakan modalitas penilaian

(GOLD) PPOK adalah penyakit dari Mmrc terbagi menjadi empat

dengan karakteristik keterbatasan tingkatan, yaitu :

saluran napas yang tidak sepenuhnya  mMRC Grade 0 : bila sesak timbul

reversibel. Eksaserbasi merupakan ketika terdapat aktivitas yang

amplifikasi lebih lanjut dari respon melibatkan sternum

 mMRC Grade 1 : sedikit sesak saat


inflamasi dalam saluran napas pasien
dalam keadaan cemas atau berjalan
PPOK, dapat dipicu oleh infeksi
dan mendaki
bakteri atau virus atau oleh polusi
 mMRC Grade 3 : berhenti untuk

bernapas setelah berjalan sejauh

754
100 meter atau berjalan selama  <10 : Ringan. Pada kondisi ini

beberapa menit pasien menjalni aktivitas harian

 mMRC Grade 4 : terlalu sesak dengan baik yang terkadang kondisi

untuk keluar dari rumah atau PPOK membuat keterbatasan untuk

merasa sesak ketika beraktivitas melakukan aktivitas biasa

ringan  10-20 : Sedang. PPOK

CAT bukan alat untuk mengganggu aktivitas sehari-hari

mengukur fungsi paru, namun untuk pasien, hampir setiap hari pasien

menilai kondisi pasien jangka mengeluhkan batuk berdahak dan

terdapat satu kali serangan dalam


panjang dan evaluasi terapi pada
setahun
pasien rawat jalan. CAT merupakan
 >20 : Berat. PPOK membuat pasien
tes yang digunakan untuk menilai
menghentikan aktivitas hariannya,
gejala PPOK yang memiliki skor 0-5
sesak akan berkurang jika pasien
terdiri dari komponen pertanyaan
berbicara
mengenai gejala batuk, terdapat
Sedangkan untuk penilaian
dahak atau tidak, sesak, sesak yang
spirometri, PPOK dapat dinilai
memberat ketika naik tangga,
menurut derajat ringan beratnya
keterbatasan aktivitas fisik,
keterbatasan aliran udara post
keyakinan untuk meninggalkan
bronkodilator FEV1, yaitu :
rumah, tidur nyenyak di malam hari
 GOLD 1 (Ringan), bila FEV1 ≥
dan memiliki energi yang cukup 80%
dengan interpretasi skor CAT yaitu :  GOLD 2 (Sedang), bila 50%

 Skor 5 : pasien dalam kondisi ≤FEV1<80%

normal

755
 GOLD 3 (Berat), bila 30% pernapasan > 20% baseline, atau

≤FEV1<50% frekuensi nadi > 20% baseline.

 GOLD 4 (Sangat berat), bila Faktor risiko dapat dibagi

FEV1<30% menjadi faktor host dan faktor

Klasifikasi PPOK eksaserbasi lingkungan. Interaksi antara risiko ini

akut dibagi menjadi 3 bagian, yaitu mengarah pada ekspresi penyakit.

(Perhimpunan Dokter Paru Faktor host, seperti predisposisi

Indonesia, 2011): genetik (α1-antitrypsin),


- Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki keterlambatan tekanan udara, dan
3 gejala yaitu, sesak bertambah,
gangguan paru mungkin tidak dapat
produksi sputum meningkat,
dimodifikasi namun penting untuk
perubahan warna sputum (sputum
mengidentifikasi pasien yang
menjadi purulen).
berisiko tinggi terkena penyakit ini.
- Tipe II (eksaserbasi sedang),
Faktor lingkungan, seperti asap
memiliki 2 dari 3 gejala eksaserbasi
rokok, polusi udara, debu dan bahan
yaitu sesak bertambah, produksi

sputum meningkat, perubahan kimia kerja, merupakan faktor yang

warna sputum (sputum menjadi dapat dihindari, sehingga

purulent). mengurangi risiko perkembangan

- Tipe III (eksaserbasi ringan), penyakit. Paparan lingkungan yang


memiliki 1 gejala ditambah infeksi terkait dengan PPOK adalah partikel
saluran napas atas lebih dari 5 hari,
yang dihirup oleh individu dan
demam tanpa sebab lain,
mengakibatkan peradangan serta
peningkatan batuk, peningkatan
cedera sel. Paparan beberapa racun
mengi atau peningkatan frekuensi

756
lingkungan meningkatkan risiko hipotensi, pernapasan tidak teratur,

PPOK (Dipiro et al, 2008). miosis, dan ketidaksadaran.

Gejala Klinis dari PPOK Penyebab paling umum dari

eksaserbasi akut adalah kegagalan pernafasan akut adalah

memburuknya pernapasan, eksaserbasi akut bronkitis dengan

peningkatan jumlah sputum dan peningkatan volume sputum dan

peningkatan purulen dahak. viskositas. Hal ini memperburuk

Manifestasi klinis tambahan dari penyumbatan dan selanjutnya

kegagalan pernapasan termasuk mengganggu ventilasi alveolar,

kegelisahan, kebingungan, sehingga memperburuk hipoksemia

takikardia, diaforesis, sianosis, dan hiperkapnia (Barbara et al,

hipotensi, pernapasan tidak teratur, 2012).

miosis, dan ketidaksadaran (Dipiro,

et al,. 2008).

Diagnosis kegagalan

pernafasan akut didasarkan pada

penurunan akut PaO2 10-15 mmHg

atau peningkatan akut pada PaCO2 (MacNee, 2006)

yang menurunkan pH serum menjadi Patogenesis PPOK yaitu

kurang dari atau sama dengan 7,3, terjadi inflamasi saluran nafas akibat

manifestasi akut meliputi iritasi kronik dari zat berbahaya

kegelisahan, kebingungan, termasuk asap rokok, dalam hal ini

takikardia, diaforesis, sianosis, dapat terjadi pada perokok aktif atau

757
perokok pasif. Namun terdapat pernafasan, parenkim paru dan

sebagian orang yang tanpa merokok vaskular paru. Oleh sebab itu, akan

bisa terjadi PPOK, hal tersebut terjadi hipersekresi mukus, destruksi

kemungkinan karena faktor genetik. dinding alveoli dan terjadi jaringan

Inflamasi saluran nafas sampai ke fibrosis.

paru diperberat oleh adanya stress Ada tiga kelas

oksidatif dan tidak seimbangnya medikamentosa yang paling sering

protease antiprotease sehingga terjadi digunakan untuk PPOK eksaserbasi

perubahan patologis pada sel saluran akut yaitu bronkodilator,

pernafasan. kortikosteroid dan antibiotik.

Bronkodilator kerja cepat dengan

atau tanpa antikolinergik kerja

pendek direkomendasikan untuk

eksaserbasi. Golongan obat

metilxhantin intravena dapat

digunakan sebagai terapi kedua


(MacNee, 2006)
seperti aminofilin atau teofilin yang
Sel inflamasi PPOK ditandai
digunakan bila bronkodilator kerja
dengan adanya peningkatan jumlah
cepat tidak memberikan respon.
sel CD8+ (sitotoksik) limfosit Tc1
Kortikosteroid dapat mempercepat
dan stress oksidan. Sel neutrofil dan
waktu penyembuhan saat eksaserbasi
makrofag kemudian mengeluarkan
akut, dapat meningkatkan fungsi
mediator inflamasi dan enzim yang
paru (FEV1) dan memperbaiki
berinteraksi dengan sel saluran

758
hipoksemia arteri (PaO2), berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

mengurangi resiko kekambuhan, fisik dan pemeriksaan penunjang.

kegagalan terapi dan memperpendek Pada PPOK diperlukan penilaian

masa perawatan di rumah sakit. spirometri pada pasien untuk menilai

Antibiotik diberikan pada pasien fungsi parunya sehingga

PPOK dan Pneumonia jika terdapat memudahkan untuk menentukan

dua atau tiga gejala kardinal yaitu prognosis dan terapinya.

sesak nafas, produksi sputum dan Sedangkan pada pneumonia

sputum berwarna purulen.\ dapat dilakukan pemeriksaan sputum

KESIMPULAN TCM untuk menyingkirkan diagnosis

PPOK merupakan penyakit lain dan kultur resistensi obat untuk

yang cukup sering terjadi pada mengetahui terapi antibiotik yang

kelompok pasien perokok aktif dan tepat. Pendekatan diagnostik yang

terpapar zat polutan. Jumlah perokok tepat, tatalaksana yang tepat dan

aktif di Indonesia sangat banyak, hal program rehabilitasi yang teratur

ini mengakibatkan resiko untuk sangat membantu untuk prognosis

terkena PPOK sangat tinggi. yang lebih baik pada kasus seperti

Makalah laporan kasus ini ini.

menjabarkan mengenai pendekatan PERSANTUNAN

diagnostik dan penatalaksanaan pada Puji syukur kami ucapkan

kasus PPOK eksaserbasi akut dengan kepada Tuhan Yang Maha

pneumonia. Diagnosis PPOK dan Memudahkan yang telah

pneumonia dapat ditegakkan memberikan jalan kepada kami serta

759
melancarkan dalam pengerjaan prevalence study. The Lancet 370:
741–750.
laporan kasus ini yang berjudul Calbo E, Valdes E, Ochoa de
Echaguen A, Fleites A, Molinos
PPOK Eksaserbasi Akut dengan L, et al. (2009). Bacteraemic
pneumococcal pneumonia in
Pneumonia. Terkhusus untuk COPD patients: better outcomes
than expected. Eur J Clin
pembimbing kami, dr. Nia Marina Microbiol Infect Dis 28: 971–976.
Chapman KR, Mannino DM,
Pramesti, Sp. P. M. Kes, kami Soriano JB, Vermeire PA, Buist
AS, et al. (2006) Epidemiology
ucapkan terima kasih atas and costs of chronic obstructive
pulmonary disease. Eur Respir J
bimbingan. 27: 188–207.
Crisafulli E, Menendez R, Huerta A,
DAFTAR PUSTAKA Martinez R, Montull B, et al.
(2013). Systemic inflammatory
Antariksa B, Djajalaksana S, pattern of patients with
Pradjnaparamita, Riyadi J, Yunus community-acquired pneumonia
F, Suradi. Diagnosis dan with and without COPD. Chest
penatalaksanaan penyakit paru 143: 1009–1017.
obstruktif kronik. 2011. Decreamer M, Vestbo J, Bourbeau J,
Barbara G.W., Dipiro J.T., Terry Celli B. Global strategy for the
L.S., Cecily V.D., 2012, diagnosis, management, and
Pharmacotherapy handbook, The prevention of chronic obstructive
Mc Graw Hill, New York. pulmonary disease. Glob Initiat
Barnes PJ, Shapiro SD, Pauwels RA Chronic Obstr Lung Dis. 2015.
(2003) Chronic obstructive Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells,
pulmonary disease: molecular and B.G., & Scwinghammer, T.L.
cellular mechanisms. Eur Respir J 2008. Pharmacoteraphy
22: 672–688. Handbook Seventh Edition. USA
Bathoorn, E., Groenhof, F., Hendrix, : McGraw-Hill Company.
R., van der Molen, T., Sinha, B., Global Initiative for Chronic
Kerstjens, H. a M., Kocks, J. W. Obstructive Lung Disease
H., 2017, Real-life data on (GOLD) (2019). Global Strategy
antibiotic prescription and sputum for the Diagnosis, Management
culture diagnostics in acute and Prevention of COPD.
exacerbations of COPD in Heyes A, Lanza L, Becker K.
primary care, International Epidemiology of chronic
Journal of COPD, 12, 285–290. obstructive pulmonary disease : a
Buist AS, McBurnie MA, Vollmer literature review. Int J COPD.
WM, Gillespie S, Burney P, et al. 2012;7:457- 94.
(2007). International variation in Hogg JC (2004). Pathophysiology of
the prevalence of COPD (The airflow limitation in chronic
BOLD Study): a population-based

760
obstructive pulmonary disease. Lima-Alvarez J (2005). Prognosis
Lancet 364: 709–721. in patients with pneumonia and
Holguin F, Folch E, Redd SC, chronic obstructive pulmonary
Mannino DM (2005) Comorbidity disease. Arch Bronconeumol 41:
and mortality in COPD-related 607–611.
hospitalizations in the United Molinos L, Clemente MG, Miranda
States, 1979 to 2001. Chest 128: B, Alvarez C, del Busto B, et al.
2005–2011. (2009). Community-acquired
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan pneumonia in patients with and
Dasar; RISKESDAS. Jakarta: without chronic obstructive
Balitbang Kemenkes RI. pulmonary disease. J Infect 58:
Liapikou A, Polverino E, Ewig S, 417–424.
Cilloniz C, Marcos MA, et al. Mullerova H, Chigbo C, Hagan GW,
(2012) Severity and outcomes of Woodhead MA, Miravitlles M, et
hospitalised community-acquired al. (2012). The natural history of
pneumonia in COPD patients. Eur community-acquired pneumonia
Respir J 39: 855–861. in COPD patients: a population
Lopez AD, Shibuya K, Rao C, database analysis. Respir Med
Mathers CD, Hansell AL, et al. 106: 1124–1133.
(2006) Chronic obstructive Oemiati R. Kajian epidemiologis
pulmonary disease: current penyakit paru. Media Litbangkes.
burden and future projections. Eur 2013;23(2):82-8.
Respir J 27: 397–412. PDPI, 2011. PPOK (Penyakit Paru
Mandell LA, Wunderink RG, Obstruktif Kronik), Diagnosis dan
Anzueto A, Bartlett JG, Campbell Penatalaksanaan. Revisi pertama.
GD, et al. (2007) Infectious Jakarta : PDPI.
Diseases Society of Pifarre R, Falguera M, Vicente-de-
America/American Thoracic Vera C, Nogues A (2007).
Society consensus guidelines on Characteristics of community-
the management of community- acquired pneumonia in patients
acquired pneumonia in adults. with chronic obstructive
Clin Infect Dis 44 Suppl 2: S27– pulmonary disease. Respir Med
72. 101: 2139–2144.
Mathers CD, Loncar D (2006) Ram, F. S. F., Rodriguez-Roisin, R.,
Projections of global mortality & Granados-Navarrete, a E. Al.,
and burden of disease from 2002 2009, Antibiotics for
to 2030. PLoS Med 3: e442. exacerbations of chronic
Menezes AM, Perez-Padilla R, obstructive pulmonary disease
Jardim JR, Muino A, Lopez MV, (Review), The Cochrane
et al. (2005) Chronic obstructive Collaboration, (1), 1–52.
pulmonary disease in five Latin Rello J, Rodriguez A, Torres A, Roig
American cities (the PLATINO J, Sole-Violan J, et al. (2006).
study): a prevalence study. Lancet Implications of COPD in patients
366: 1875–1881. admitted to the intensive care unit
Merino-Sanchez M, Alfageme- by community-acquired
Michavila I, Reyes-Nunez N,

761
pneumonia. Eur Respir J 27:
1210–1216.
Restrepo MI, Mortensen EM, Pugh
JA, Anzueto A (2006). COPD is
associated with increased
mortality in patients with
community-acquired pneumonia.
Eur Respir J 28: 346–351.
Rothberg, M. B., 2010, Antibiotic
Therapy and Treatment Failure in
Patients Hospitalized for Acute
Exacerbations of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease,
Jama, 303(20), 2035.
Sellares J, Lopez-Giraldo A, Lucena
C, Cilloniz C, Amaro R, et al.
(2013). Influence of previous use
of inhaled corticoids on the
development of pleural effusion in
community-acquired pneumonia.
Am J Respir Crit Care Med 187:
1241–1248.
Snijders D, van der Eerden M, de
Graaff C, Boersma W (2010). The
influence of COPD on mortality
and severity scoring in
community-acquired pneumonia.
Respiration 79: 46–53.
Tjay, H.T., dan Rahardja, K., 2009,
Obat-obat Penting Khasiat
Penggunaan dan Efek Efek
Sampingnya Edisi VI, Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Trihino. Riset kesehatan dasar.
Badan Penelit dan Pengemb
Kesehat Kementrian Kesehat RI.
2013;(1-268).

762

Anda mungkin juga menyukai