Anda di halaman 1dari 6

MATERI OTONOMI DAERAH KELOMPOK 4

A. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Otonomi daerah secara sempit diartikan sebagai 'mandiri', sedangkan dalam
arti yang luas adalah "berdaya"

Jadi otonomi daerah yang dimaksud disini adalah pemberian kewenangan pemerintahan kepada
pemerintah daerah untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan
daerahnya.

B. Latar Belakang Konsep Otonomi Daerah

latar belakang yang mendorong pemerintah pusat mengambil kebijakan otonomi daerah

Mengatasi krisis 1997

Salah satu yang melatarbelakangi pelaksanaan otonomi daerah adalah krisis moneter 1997. Pada 2 Juli
1997, terjadi krisis keuangan Asia yang juga dirasakan oleh Indonesia. Padahal, pada akhir 1996, kondisi
keuangan di Tanah Air sangat baik, di mana hampir seluruh indikator ekonomi terpenuhi, mulai dari
pertumbuhan ekonomi, inflasi yang terkendali, investasi lancar, ekspor berkembang, dan cadangan
devisa meningkat.

Namun, memasuki 1997, kondisi ekonomi di Indonesia mulai mengalami krisis, terutama disebabkan
oleh inflasi. Krisis 1997 disebabkan oleh Thailand, yang kala itu memiliki utang luar negeri sangat besar,
sehingga menyebabkan mata uang Baht anjlok.

Untuk mengatasi hal itu, pemerintah Thailand berusaha mempertahankan pematokan mata uang lewat
intervensi membeli Baht. Akan tetapi, usahanya ini gagal.

Krisis Thailand pun berdampak hingga ke negara lain, termasuk Indonesia. Bahkan, Indonesia menjadi
negara yang paling terkena imbasnya, karena tidak hanya berdampak pada sistem ekonomi saja,
melainkan juga politik dan sosial. Sewaktu harga rupiah turun, diputuskan melakukan float freely
(diambangkan bebas) pada Agustus 1997. Berawal dari situ, depresiasi mulai terjadi. Pada 1 Januari
1998, nilai nominal rupiah hanya 30 persen dari yang dicapai tahun 1997.

Perusahaan swasta di Indonesia, yang sebelumnya mendapat pinjaman jangka pendek dari luar negeri,
juga tidak lagi dilindungi oleh nilai tukar. Ditambah lagi, perusahaan-perusahaan di Indonesia tetap
berlomba membeli dollar, sehingga tekanan rupiah semakin terlihat dan utang semakin banyak.
Kekacauan pada saat itu berusaha diatasi oleh Dana Moneter Internasional (IMF), tetapi tidak
membuahkan hasil yang signifikan.
Daerah ingin memimpin sendiri

Krisis moneter yang belum membaik ditambah beberapa sebab lainnya berujung pada turunnya
Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada 1998.Setelah itu, muncul sejumlah
permasalahan mengenai sistem ketatanegaraan dan tuntutan daerah yang telah memberi banyak
kontribusi bagi pemerintah pusat. Pihak daerah merasa bahwa sudah seharusnya mereka memimpin
daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan dari orang lain.

Sebagai respons, pemerintah pun melaksanakan otonomi daerah, di mana pemerintah pusat memberi
wewenangnya kepada daerah untuk mengatur urusan-urusan mereka. Daerah yang diberi kewenangan
untuk mengatur urusannya sendiri disebut daerah otonom.

Itulah yang melatarbelakangi lahirnya UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, menggantikan
UU No 22 Tahun 1999.

Sedangkan untuk mengatur keuangan di daerah, pemerintah mengeluarkan UU No 33 Tahun 2004


tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

C. Tujuan Otonomi Daerah

Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

Tujuan pelaksanaan otonomi daerah dapat pula diperhatikan dari beberapa hal:

1. Dari segi politik, penyelenggaraan otonomi daerah dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan di pusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta
dalam pemerintahan, dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.

2. Dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang
efisien.

3 Dari segi sosial budaya, penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus
kepada daerah.

4. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi daerah perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi
dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.

D. Prinsip-prinsip Pemberian Otonomi Daerah


Berikut ini merupakan 5 prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.

1. Prinsip Otonomi yang Seluas-Luasnya

Prinsip otonomi daerah yang pertama adalah prinsip otonomi yang seluas-luasnya. Maksudnya daerah
otonom diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang
menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang pemerintahan daerah.

2. Prinsip Otonomi yang Nyata

Prinsip otonomi daerah yang kedua adalah prinsip otonomi yang nyata. Prinsip ini menentukan
kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan pada
tugas, wewenang, dan juga kewajiban yang telah ada secara nyata.

3. Prinsip Otonomi yang Bertanggungjawab

Selanjutnya ada prinsip otonomi yang bertanggungjawab. Maksud dalam prinsip ini adalah otonomi
daerah dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dan sesuai dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi daerah pada awalnya.

4. Prinsip Otonomi yang Dinamis

Pelaksanaan otonomi daerah juga memegang prinisp otonomi yang dinamis. Maksud dari prinsip ini
adalah bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidak bersifat tetap, tetapi bersifat dinamis yang berarti
nantinya dapat berubah-ubah tergantung hal-hal yang mungkin terjadi.

5. Prinsip Otonomi yang Serasi

Prinsip otonomi daerah yang terakhir adalah prinsip otonomi yang serasi. Yang dimaksud dari prinsip ini
adalah bahwa pelaksanaan pembangunan yang terkait dengan otonomi daerah tetap dijaga
keseimbangan antara daerah dengan pemerintah daerah lainnya.

E. Asas dan Landasan Otonomi Daerah

Asas-asas untuk menyelenggarakan otonomi daerah pada dasarnya ada tiga, yaitu:

1. Asas desentralisasi.

Asas ini bermakna adanya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah
otonomi berdasarkan struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. Asas dekonsentrasi.
Asas ini bermakna adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepadagubernur sebagai
representasinya di tingkat daerah.

3. Asas tugas pembantuan.

Asas ini bermakna bahwa terdapat sebuah penugasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada
suatu daerah otonomi dan oleh kepala daerah kepada kepala desa dalam rangka melaksanakan tugas
tertentu yang disertai adanya ketentuan tentang pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber daya
manusia.

Dasar hukum atau landasan otonomi daerah

Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai beberapa dasar hukum, yaitu:

1. Pasal 18 ayat (1) sampai (7), Pasal 18A ayat (1) dan (2), serta Pasal 18B ayat (1) dan (2) Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,


Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.

3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan


Otonomi Daerah.

4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

5. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, dan

6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang merevisi Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

F. Pembagian Urusan Pemerintahan

Menurut UU nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, urusan pemerintahan dapat dibagi ke
dalam urusan pemerintah pusat, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten
kota.

1. Urusan Pemerintah Pusat meliputi enam bidang, yaitu:

A. Politik Luar Negeri

B. Pertahanan

C. Keamanan
D. Yustisia

E. Moneter dan Fiskal Nasional

F. Agama

2. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi, meliputi 16 bidang, yaltu (1)
Perencanaan dan pengendalian pembangunan, (2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
rang. (3) Penyelenggaraan, ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat, (5) Penyediaan sarana dan
prasarana umum, (6) Penanganan bidang kesehatan. (7) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi
sumberdaya manusia potensial, (8) Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota, (9)
Penanganan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten kota, (10) Fasliltas pengembangan koperasi usaha
kecil dan menengah, termasuk lintas kabupaten/kota, (11) Pengendalian lingkungan hidup, (12)
Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota, (13) Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil,
(14) Pelayanan administrasi umum, (15) Pelanyanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota, (16) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota; (17) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

3. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, meliputi 15 bidang,
yaitu, (1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan, (2) Perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang, (3) Penyelenggaraan, ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat; (4)
Penyediaan sarana den prasarana umum, (5) Penanganan bidang pendidikan, (6) Penanggulangan
masalah social, (7) Penanganan bidang ketenagakerjaan, (8) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha
kecil dan menengah, (9) Pengendalian lingkungan hidup, (10) Pelayanan pertahanan, (11) Pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil, (12) Pelayanan administrasi umum pemerintahan, (13) Pelanyanan
administrasi penanaman modal, (14) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang dapat dilaksanakan
oleh kabupaten/kota; (15) Urusan wajib lainnya yang diarnanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.

G. Permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah

(1) Masyarakat kurang mengerti dan memahami arti pentingnya otonomi daerah;

(2) Masyarakat kurang diberi kesempatan untuk turut serta dalam pelaksanaan otonomi daerah,

(3) Masyarakat sudah apatis terhadap pemerintah,

(4) Sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintah daerah keberadaannya perlu ditingkatkan
sehingga menjadi tenaga berkualitas;

(5) Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) belum bisa diberantas secara menyeluruh

(6) Masih rendahnya sikap jujur dan adil dalam menjalankan roda pemerintahan;
(7) Masih kurangnya keterbukaan (transparansi) dan pertanggungjawaban aparatur pemerintah
terhadap rakyat:

(8) Masih rendahnya etos kerja aparatur pemerintah daerah.

Anda mungkin juga menyukai