Anda di halaman 1dari 80

PENGGUNAAN GREEN MATERIAL

PADA FAÇADE BANGUNAN PUBLIK

Oleh:
Nabila Irzanti
1915012010

Laporan Seminar Arsitektur

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA ARSITEKTUR

Pada

Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN S1 ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
ABSTRAK
ABSTRAK

PENGGUNAAN GREEN MATERIAL


PADA FAÇADE BANGUNAN PUBLIK

Isu pemanasan global menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup


Republik Indonesia, yaitu meningkatnya emisi gas karbondioksida (CO2),
chlorofluorocarbon (CFC) dan metana di atmosfer yang berdampak pada rusaknya
lapisan ozon atau biasa disebut bahan perusak ozon (BPO). Sistem eksploitasi
sumber daya alam juga mengambil peran dalam meningkatnya pemanasan global.
Pemilihan material pada pembangunan gedung yaitu dengan menggunakan green
material dapat menghasilkan bangunan yang ramah lingkungan, khususnya
pemanfaatan material ekologis.
Objek yang akan dibahas adalah bangunan publik dan bagaimana penerapan
konsep green material pada bagunan tersebut khususnya pada bagian façade.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis. Penerapan penelitian kualitatif pada tulisan ini
adalah untuk mendeskripsikan bangunan yang menggunakan konsep green
material. Dari penelitian ini juga akan di ketahui bentuk implementasi konsep green
material terhadap desain dan fungsi penerapannya pada sebuah bangunan.
Pendekatan green material membantu dalam mencapai tujuan mencegah
pemanasan global, yaitu dengan meminimalisir limbah konstruksi, memanfaatkan
material sisa atau bekas, pemilihan material yang tidak berdampak buruk pada
lingkungan, serta menekan biaya produksi konstruksi.

Kata kunci : Green material, façade, bangunan publik


LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR

Judul Seminar Arsitektur : PENERAPAN GREEN MATERIAL PADA


FAÇADE BANGUNAN PUBLIK

Nama Mahasiswa : Nabila Irzanti

Nomor Pokok Mahasiswa : 1915012010

Program Studi : S1 Arsitektur

Jurusan : Arsitektur

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI
Dosen Pembimbing, Dosen Penguji,

Nugroho Ifadianto, S.T., M.Sc. Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T.
NIP. 198310 091019031002 NIP.197603022008121002

MENGETAHUI
Ketua Program Studi S1 Arsitektur,

Ir. Agung Cahyo Nugroho,S.T., M.T.


NIP. 197603022008121002
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR

1. Tim Penguji
Pembimbing : Nugroho Ifadianto, S.T., M.Sc. .....…...
NIP. 198310 091019031002

Penguji : Ir. Agung Cahyo Nugroho,S.T., M.T. ….……


NIP. 197603022008121002

2. Dekan Fakultas Teknik

Dr. Eng Helmy Fitriawan, S.T., M.Sc.


NIP.197509282001121002

Tanggal Lulus Ujian :


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nabila Irzanti


NPM : 1915012010
Judul : Penggunaan Green Material pada Façade Bangunan Publik

Menyatakan bahwa, Laporan Seminar Arsitektur ini dibuat sendiri oleh


penulis dan bukan hasil plagiat sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat 2
Peraturan Akademik Universitas Lampung dengan Surat Keputusan Rektor
Nomor 6 Tahun 2016.

Yang membuat pernyataan,

NABILA IRZANTI
NPM. 1915012010
RIWAYAT HIDUP

Nama penulis laporan seminar arsitektur ini adalah Nabila Irzanti. Penulis lahir
di Bandar Lampung, 13 November 2000. Penulis merupakan anak kedua dari
pasangan Zagli Mirwan (Alm) dan Irmawati. Pendidikan yang telah ditempuh
penulis adalah sebagai berikut :

1. Penulis menempuh Pendidikan di SDS AL-Kautsar Bandar Lampung dan


SDIT Al-Furqon Palembang, lulus pada tahun 2013
2. Melanjutkan di SMP Negeri 9 Palembang, lulus pada tahun 2016
3. Melanjutkan di SMA Negeri 6 Palembang, lulus pada tahun 2019

Pada tahun 2019 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi S1 Arsitektur,
Fakultas Teknik Universitas Lampung. Penulis melaksanakan penelitian pada tahun
2022 sebagai salah satu syarat mata kuliah seminar arsitektur.
PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan hidayahnya sehingga hamba masih diberi kekuatan untuk
menyelesaikan laporan ini.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta sahabatnya, semoga kita tetap istiqamah menjalankan
sunnahnya serta mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir kelak
amiin yaa rabbal a’lamiin.

Laporan ini saya persembahkan kepada

Ibunda, Ayahanda, serta Kakak Tercinta

Yang tidak lelah mendoakan, menyayangi, menyemangati, serta berkorban


dengan sepenuh hati unruk kesuksesan saya di dunia dan akhirat. Serta saya
persembahkan untuk dosen pembimbing dan rekan-rekan mahasisa arsitektur
UNILA dan tidak lupa almamater tercinta.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena atas
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan laporan seminar arsitektur ini dengan
judul “Penggunaan Green Material pada Façade Bangunan Publik” adalah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana arsitektur Univeristas Lampung.

Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari peranan dan bantuan dari
berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih pada :
1. Dr. Eng. Helmy Fitriawan, S.T., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik,
Universitas Lampung
2. Bapak Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik
Arsitektur sekaligus Ketua Program Studi S1 Arsitektur, Universitas
Lampung
3. Bapak Nugroho Ifadianto, S.T, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Seminar
Arsitektur atas bimbingan dan arahannya selama penulis menyusun laporan
Seminar Arsitektur ini
4. Bapak Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji pada
Seminar Arsitektur atas kritik dan saran yang membangun
5. Bapak MM. Hizbullah Sesunan, S.T., M.T. selaku Dosen Koordinator
Seminar Arsitektur atas bimbingannya dan arahannya dalam penyusunan
Seminar Arsitektur
6. Kedua orang tua penulis, Zagli Mirwan (Alm) dan Irmawati, serta Kakak
penulis Fadhillah Irzanti yang penulis sayangi dan cintai. Terima kasih atas
segala kasih sayang dan pengorbanan yang selalu tercurah.
7. Teman-teman Arsitektur angkatan 19 terutama kepada Sarah Fitriyah,
Cristiana, Nuriyah Azmi, Aditya Pratiwi, Amrina Rosyada yang selalu
menemani dan menyemangati.

ii
8. Semua pihak yang terlibat dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih atas kepeduliaan dan dukungan yang diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan seminar arsitektur ini masih
jauh dari kata sempurna, akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin Yaa Robbal’alamiin.

Bandar Lampung, 2023


Penulis

NABILA IRZANTI
NPM. 1915012010

iii
DAFTAR ISI

PERSEMBAHAN .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah .................................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 3
1.6. Sistematika Penulisan............................................................................................. 3
1.7. Kerangka Berpikir .................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................. 6


2.1. Kajian Tema ........................................................................................................... 6
2.1.1. Definisi Green Material .............................................................................. 6
2.1.2. Faktor dan Strategi dalam Memilih Material Bangunan ............................. 7
2.1.3. Kriteria Green Material menurut Green Building Council Indonesia
(GBCI) 8
2.1.4. Kriteria Green Material menurut Kebijakan Pemerintahan...................... 10
2.1.5. Contoh Green Material ............................................................................. 12
2.2. Kajian Objek ........................................................................................................ 15
2.2.1. Definisi Bangunan Publik ......................................................................... 15
2.2.2. Bagian-Bagian Bangunan Publik .............................................................. 18
2.2.3. Façade Bangunan ..................................................................................... 19
2.2.4. Komponen Façade Bangunan ................................................................... 19
2.2.5. Elemen Konfigurasi Façade ..................................................................... 21
2.3. Kajian Preseden.................................................................................................... 22
2.3.1. Microlibrary Bima, Bandung .................................................................... 22
2.3.2. Talaga Sampireun Pavilions, Bekasi ......................................................... 24
2.3.3. Gereja Oikumene, Kalimantan .................................................................. 25
2.3.4. GMT Institute Property, Jakarta................................................................ 27
2.3.5. Tanatap Ring Garden Coffee Shop, Jakarta............................................... 28

iv
2.3.6. School of Alfa Omega, Tangerang............................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 31


3.1. Pendekatan Penelitian .......................................................................................... 31
3.2. Sumber Data ......................................................................................................... 32
3.3. Jenis Penelitian ..................................................................................................... 32
3.4. Waktu Pengumpulan Data.................................................................................... 32
3.5. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 32
3.6. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 33

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................... 34


4.1. Integrasi Bangunan Publik dengan Penerapan Konsep Green Material .............. 34
4.2. Keluaran Hasil Studi Preseden Bangunan Publik dengan pendekatan konsep
Green Material.............................................................................................................. 34
4.3. Komparasi Studi Preseden Bangunan Publik yang menerapkan Pendekatan
Konsep Green Material ................................................................................................ 40
4.3.1. Efisiensi Sumber Daya .............................................................................. 40
4.3.2. Kualitas Udara dalam Ruangan................................................................. 45
4.3.3. Efisiensi Energi ......................................................................................... 50
4.3.4. Ketersediaan dan Biaya Material .............................................................. 56
4.4. Kriteria Prinsip Perancangan Bangunan dengan Green Material Secara
Kuantitatif ..................................................................................................................... 60

BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 63


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 64

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kayu................................................................................................ 12
Gambar 2. 2 Beton Hijau ..................................................................................... 13
Gambar 2. 3 Bambu ............................................................................................. 13
Gambar 2. 4 Ijuk .................................................................................................. 14
Gambar 2. 5 Batang Jerami ................................................................................. 14
Gambar 2. 6 Ashcrete .......................................................................................... 15
Gambar 2. 7 Bima Microlibrary, Bandung .......................................................... 22
Gambar 2. 8 Talaga Sampireun Pavillions, Bekasi ............................................. 24
Gambar 2. 9 Gereja Oikumene, Kalimantan ....................................................... 25
Gambar 2. 10 GMT Institute Property Jakarta .................................................... 27
Gambar 2. 10 Tanatap Ring Grarden Coffee Shop, Jakarta ................................ 28
Gambar 2. 10 School of Alpha Omega, Tangerang ............................................ 29

Gambar 4. 1 Material ember eskrim bekas .......................................................... 41


Gambar 4. 2 Material kayu kelapa sulawesi ........................................................ 41
Gambar 4. 3 Material Kayu sisa industri ............................................................. 42
Gambar 4. 4 Material Bata, Beton, & Besi ekspos .............................................. 43
Gambar 4. 5 Material glassblock ......................................................................... 44
Gambar 4. 6 Material Bambu .............................................................................. 44
Gambar 4. 7 Lubang Ventilasi Alami dari Celah Ember Eskrim Bekas ............. 46
Gambar 4. 8 Susunan Bambu sebagai Sirkulasi Udara ....................................... 47
Gambar 4. 9 Gereja Oikumene ............................................................................ 47
Gambar 4. 10 Susunan Bata sebagai sirkulasi alami ........................................... 48
Gambar 4. 11 Glassblock .................................................................................... 49
Gambar 4. 12 Sistem ikat pada sambungan bambu ............................................. 49
Gambar 4. 13 Cahaya alami dati lubang ember eskrim ....................................... 51
Gambar 4. 14 Aliran udara dari bambu pada façade bangunan........................... 52
Gambar 4. 15 Jack Roof untuk Sistem ventilasi silang ....................................... 53
Gambar 4. 16 Lubang pada susnan bata sebagai cahaya alami ........................... 54

vi
Gambar 4. 17 Glassblock menyalurkan cahaya matahari.................................... 54
Gambar 4. 18 Aliran udara dari langit-langit terbuka ......................................... 55
Gambar 4. 19 Penggunaan material bekas .......................................................... 57
Gambar 4. 20 Penggunaan kayu lokal ................................................................. 57
Gambar 4. 21 Penggunaan kayu bekas ................................................................ 58
Gambar 4. 22 Penggunaan material ekspos tanpa finishing ................................ 59
Gambar 4. 23 Penggunaan glassblock ................................................................. 59
Gambar 4. 23 Penggunaan bambu ....................................................................... 60

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tabel GREENSHIP, Material Resource and Cycle (MRC) .................. 9


Tabel 4. 1 Kriteria material dari aspek pembanding green material .................... 35
Tabel 4. 2 Tabel Komparasi Studi Preseden ........................................................ 37
Tabel 4. 3 Tabel facad bangunan publik yang menggunakan green material ...... 38
Tabel 4. 4 Komparasi aspek efisiensi energi ........................................................ 40
Tabel 4. 5 Komparasi aspek kualitas udara dalam ruangan ................................. 45
Tabel 4. 6 Komparasi aspek efisiensi energi ........................................................ 50
Tabel 4. 7 Komparasi aspek ketersediaan dan biaya material .............................. 56

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Isu global warming merupakan isu yang sedang marak
diperbincangkan oleh masyarakat dunia. Hal ini berkaitan dengan data dari
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, yaitu meningkatnya
emisi gas karbondioksida (CO2), chlorofluorocarbon (CFC) dan metana di
atmosfer yang berdampak pada rusaknya lapisan ozon atau biasa disebut
bahan perusak ozon (BPO). Sistem eksploitasi sumber daya alam juga
mengambil peran dalam meningkatnya pemanasan global. Salah satu cara
untuk mengurangi dampak global warming adalah dengan melakukan
konservasi energi, termasuk dalam sektor bangunan.
Menurut Berge (2009), sektor industri bangunan merupakan sektor
konsumsi sumber daya alam dunia kedua terbesar setelah sektor industri
makanan. Oleh karena itu pelaku industri bangunan mengambil peran sangat
penting untuk dapat mengurangi dampak lingkungan yang menyebabkan
pemanasan global.
Green Building merupakan salah satu konsep yang muncul dalam
mendukung pembangunan rendah karbon yakni melalui kebijakan dan
program peningkatan efisiensi energi, air dan material bangunan serta
peningkatan penggunaan teknologi rendah karbon. Salah satu aspek yang
dilihat adalah penggunaan material, sehingga material memegang peranan
penting terkait dengan tujuan hemat energi dan ramah lingkungan. Pemilihan
material bangunan yang tepat yaitu dengan menggunakan green material atau
material ramah lingkungan dapat menghasilkan bangunan yang berkualitas
sekaligus ramah lingkungan, khususnya pemanfaatan material ekologis.
Material bangunan berkontribusi besar dalam dunia konstruksi.
Material pada pembangunan konstruksi berkontribusi sebesar 40-60% dari
seluruh biaya konstruksi. Pada proses berjalannya konstruksi pasti akan
2

menimbulkan limbah konstruksi akibat material sisa. Sumbangan yang


diberikan oleh limbah konstruksi berpengaruh pada pemanasan global dan
perubahan iklim dunia dalam bentuk emisi gas kaca (Brook, K.A. et.al.,
1994).
Pemilihan material yang ramah lingkungan sangat sangat penting
karena menurut Working Group on Sustainable Construction (WGSC) pada
tahun 2004, menetapkan bahwa 50% dari energi dan bahan-bahan yang
diproduksi dari sumber daya bumi digunakan oleh sektor bangunan di dunia
(Ayalp, 2012).
Keuntungan dari penggunaan green material selain efisiensi energi
juga berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna bangunan. Maka dari itu
penulisan laporan ini akan memperhatikan penerapan green material dengan
cara mengkomparasi atau membandingkan penerapan tersebut pada
bangunan public khususnya pada bagian façade. Hal ini dilakukan agar dapat
mengetahui aspek apa saja yang perlu diperhatikan dan bagaimana konsep
green material diterapkan dalam bangunan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konsep Green Material?
2. Bagaimana penerapan konsep Green Material pada facade bangunan
publik?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu kosnep Green Material.
2. Untuk mengetahui penerapan konsep Green Material pada façade
bangunan publik.
3

1.4. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah membahas mengenai
semua data dan teori pendukung, mengkomparasi terkait penerapan konsep
Green Material pada facade bangunan publik. Bangunan Publik yang diteliti
dibatasi menjadi bangunan publik low rise (bangunan rendah) dengan
maksimal ketinggian 4 lantai.

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
2.2.1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan
terkait penerapan konsep Green Material pada façade bangunan publik.
2.2.2. Bagi pembaca, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan
gambaran tentang penerapan konsep Green Material pada façade
bangunan publik.

1.6. Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah pemahaman, laporan seminar arsitektur ini
disusun dengan susunan yang sistematis, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penilitian, sistematika penulisan, kerangka berfikir.

BAB II TINJAUAN TEORI


Menguraikan pembahasan mengenai tinjauan tentang konsep Green Material,
pengertian bangunan publik, pengertian façade, serta studi preseden bangunan
publik yang menerapkan pendekatan konsep Green Material.

BAB III METODE PENELITIAN


Menguraikan mengenai metode penelitian, waktu penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
4

BAB IV PEMBAHASAN
Menguraikan hasil terkait komparasi penerapan konsep Green Material pada
façade bangunan publik. Hasil analisis studi kasus, serta keluaran hasil seluruh
analisis.

BAB V KESIMPULAN
Menguraikan tentang kesimpulan setelah melakukan penelitian tentang
komparasi penerapan konsep Green Material pada façade bangunan publik.
5

1.7. Kerangka Berpikir

Latar Belakang
1. Peninngkatan isu global warming dan eksploitasi sumber daya alam
2. Penerapan konsep green material merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi isu yang ada dan meningkatkan efisiensi energi serta kenyaman
pengguna bangunan

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep Green Material?
2. Bagaimana penerapan konsep Green Material pada facade bangunan publik?

Solusi
Dalam menanggapi isu global warming yang ada maka perlu pembangunan rendah
karbon yakni salah satu aspeknya adalah penggunaan material, sehingga material
memegang peranan penting terkait dengan tujuan hemat energi dan ramah
lingkungan.

“Penerapan Green Material pada Teknik Pengumpulan Data:


Façade Bangunan Publik” Studi Literatur & Studi Preseden

Olah Data dan Analisis

Hasil
Komparasi penerapan Green Material dikarenakan material memegang peranan
penting terkait dengan tujuan hemat energi dan ramah lingkungan. Pemilihan
material bangunan yang tepat yaitu dengan menggunakan green material dapat
menghasilkan bangunan yang berkualitas sekaligus ramah lingkungan, khususnya
pemanfaatan material ekologis atau material yang ramah lingkungan.
6

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Kajian Tema


2.1.1. Definisi Green Material
Menurut Pile dalam Maximilian (2013) material mempunyai
dua kriteria yaitu aspek fungsional dan visual. Aspek fungsional
material berdasarkan karakter dan kekuatannya sebagai elemen
pembentuk ruang, mempunyai kemampuan insulasi termal dan bunyi
untuk kenyamanan lingkungan. Aspek visual material adalah estetika
yang berperan sebagai pembentuk suasana ruang yang ingin
ditampilkan.
Peneliti senior United State Green Building Council
(USGBC), Martin Mulvihill menyatakan bahwa bahan kimia yang
digunakan dari sumber bahan baku ke bangunan, dan melalui
dekomisioning, haruslah aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Selain itu, material harus berasal dari bahan yang dapat
digunakan kembali atau terbarukan, dibuat secara aman dan efisien
tanpa menciptakan polusi atau limbah yang berbahaya. Pendapat
Mulvihill yang terakhir ini biasanya kita kenal dengan istilah green
material.
Sedangkan menurut Wulfram I. Ervianto (2013), material
ekologis atau ramah lingkungan yaitu material yang bersumber dari
alam dan tidak mengandung zat-zat yang mengganggu kesehatan,
misalnya batu alam, kayu, bambu, tanah liat. Selain itu, menurut Frick
& Suskiyatno (2007) bahan bangunan dapat diklasifikasikan
brrdasarkan aspek penggolongan ramah lingkungannya, seperti bahan
bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regenerative), bahan
bangunan alam yang dapat digunakan kembali (recycling), bahan
bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana,
bahan bangunan alam yang mengalami beberapa tingkat perubahan
7

transformasi, serta bahan bangunan komposit.


Green Material memiliki arti yang lebih luas dari sekedar
material ramah lingkungan. Pengertian material ramah lingkungan
sendiri pada umumnya menyangkut dari sisi produk material itu
sendiri, yaitu material yang pada saat digunakan dan dibuang tidak
memiliki potensi merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan.
Sedangkan Green Material memiliki pengertian lebih besar selain
hanya dari sisi produk materialnya saja tetapi juga meninjau
keberlanjutan dari sumber material, proses produksi, proses distribusi,
dan proses pemasangan. Serta dapat mendukung penghematan energi
(energi listrik dan air), meningkatkan kesehatan serta kenyamanan dan
efisiensi manajemen perawatan bangunan.

2.1.2. Faktor dan Strategi dalam Memilih Material Bangunan


Kebutuhan akan pembangunan properti yang semakin
meningkat mendorong pihak industri material bangunan untuk
menghasilkan inovasi produk material bangunan yang ramah
lingkungan sehingga dapat bersaing di pasar industri. Pemilihan
dalam produk material menjadi aspek yang sangat penting dalam
mewujudkan konsep Green Building. Menurut Siagian (2005)
terdapat beberapa faktor dan strategi yang harus dipertimbangkan
dalam memilih material bangunan :
a. Bangunan yang dirancang dapat dipakai kembali dan
memperhatikan sampah/buangan bangunan pada saat
pemakaian.
b. Bahan bangunna tersebut dapat dipakai Kembali (didaur ulang)
c. Keaslian material
d. Energi yang diwujudkan (embodied energy)
e. Produksi material
f. Dampak dari material
g. Material yang mengandung racun
8

h. Efisiensi ventilasi
i. Teknik konstruksi yang digunakan
j. Memprioritaskan material alami
k. Mempertimbangkan durabilitas dan umur dari produk

2.1.3. Kriteria Green Material menurut Green Building Council


Indonesia (GBCI)

GBCI merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan


sertifikasi bangunan hijau di Indonesia. Sistem sertifikasi ini
merupakan penilaian rating suatu bangunan dalam upayanya
menerapkan bangunan ramah lingkungan. Sistem rating ini disebut
dengan GREENSHIP. Penilaian GREENSHIP terbagi menjadi enam
kategori, yaitu:
a. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD)
b. Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency &
Refrigerant/EER)
c. Konservasi Air (Water Conservation/WAC)
d. Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC)
e. Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health &
Comfort/IHC)
f. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment
Management)
Masing-masing aspek terdiri atas beberapa rating yang
mengandung kredit yang masing-masing memiliki muatan nilai
tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian. Poin Nilai
memuat standar-standar baku dan rekomendasi untuk pencapaian
standar tersebut. Salah satu aspek penilaian dari GREENSHIP adalah
Material Resource and Cycle (MRC), yaitu menempati sebanyak 14
poin atau 14% dari nilai maksimum. Kategori ini dibagi lagi menjadi
1 (satu) kriteria prasarat dan 6 (enam) kriteria penilaian, yaitu:
9

Tabel 1. Tabel GREENSHIP, Material Resource and Cycle (MRC)


Material Resource and Cycle
MRC P Fundamental Refrigerant
Tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai
refrigerant dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran,
dikarenakan CFC dan halon berpotensi merusak lapisan ozon.
MRC 1 Building and Material Reuse
Penggunaan material bekas baik dari bangunan lama maupun
tempat lain diharapkan setara atau minimal 10% dari total biaya
material. Material bekas tersebut dapat berupa bahan struktur
utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen dan dinding.
MRC 2 Environmentally Processed Product
Material yang digunakan untuk bangunan setidaknya harus
memiliki sertifikat SML, hasil proses daur ulang serta bahan baku
utamanya berasal dari sumber daya terbarukan dengan masa
pemulihan yang cepat.
MRC 3 Non ODS Usage
Penggunaan bahan yang tidak mengandung Bahan Perusak Ozon
(BPO). Refrigeran yang digunakan pada seluruh sistem pendingin
Gedung harus memiliki nilai potensi perusakan ozon sama dengan
nol atau tidak merusak sama sekali.
MRC 4 Certified Wood
Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai
dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur
angkutan kayu olahan/FAKO, sertifikat perusahaan, dan lain-lain)
dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya
total material kayu
MRC 5 Prefab Material
Desain yang menggunakan material modular atau pra fabrikasi
minimal sebesar 30% dari total biaya material. Diharapkan dengan
adanya kriteria MRC 5 ini bisa meningkatkan efisiensi dalam
penggunaan material serta mengurangi sampah konstruksi dalam
perancangan dan pembangunan bangunan baru.
MRC 6 Regional Material
Penggunaan material yang lokasi asal bahan baku utama dan
pabrikasinya berada dalam radius 1000 km dari lokasi proyek
minimal 50% dari total biaya material. Selain itu, material yang
berasal dari wilayah Indonesia minimal 80% dari total biaya
material. Dengan begitu, jejak karbon dari moda transportasi untuk
distribusi pada bangunan baru tersebut dapat dikurangi.

Dari tabel tersebut penilaian GREENSHIP secara keseluruhan


mengaplikasikan penggunaan material ramah lingkungan untuk green
building, terlihat bahwa kriteria material memiliki peran dan
kontribusi dalam terwujudnya konsep green building.
10

2.1.4. Kriteria Green Material menurut Kebijakan Pemerintahan

Terkait dengan pembangunan ramah lingkungan atau juga bisa


disebut bangunan hijau / Green Building, terdapat dua kebijakan
pemerintah yang memuat kriteria dari sebuah bangunan agar dapat
disebut banguan ramah lingkungan/green building yaitu dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Rancangan
Peraturan Menteri (Rapermen) Pekerjaan Umum.
Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8
Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah
Lingkungan. Bab II pasal 4, bangunan dapat dikategorikan sebagai
bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria antara lain :
a. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan
b. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana untuk konservasi sumber
daya air dalam bangunan gedung
c. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana konservasi dan
diversifikasi energi
d. Menggunakan bahan yang bukan perusak ozon dalam bangunan
gedung
e. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana pengelolaan air limbah
domestic pada bangunan gedung
f. Terdapat fasilitas pemilah sampah
g. Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan
h. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana pengelolaan tapak
berkelanjutan
i. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana untuk mengantisipasi
bencana

Dari Peraturan Menteri ini dapat dilihat bahwa aspek material


memiliki peran yang utama dalam menentukan kriteria sebuah
bangunan ramah lingkungan. Sub kriteria dari penggunaan material
adalah penggunaan material bangunan yang bersifat eco-label dan
11

merupakan material bangunan lokal. Dalam Rancangan Peraturan


Menteri (Rapermen) Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Teknis
Bangunan Hijau, kriteria bangunan hijau dibedakan menjadi dua,
yaitu: Pertama, kriteria pembangunan yang mencakup aspek
perencanaan dan pelaksanaan. Kedua, kriteria pemanfaatan yang
mencakup aspek pemeliharaan, aspek perawatan, dan aspek
pemeriksaan berkala. Kriteria spesifik dari tahap pelaksanaan adalah:
a. Manajemen efisiensi energi
b. Manajemen efisiensi air
c. Manajemen penggunaan material
d. Manajemen pelaksanaan konstruksi.

Pada aspek penggunaan material, dapat dibagi lagi menjadi


beberapa kriteria material dalam bangunan ramah lingkungan, yaitu:
• Menggunakan material secara efisien dan cermat untuk
mengurangi sisa bahan tak terpakai (zero waste, zero defect,
dan sistem pracetak)
• Menggunakan material yang bahan baku dan proses
produksinya ramah lingkungan.
• Menyiapkan area pemilahan dan menyelenggarakan
manajemen sampah untuk tempat material sisa pelaksanaan
proyek sebelum digunakan kembali dan/atau didaur ulang.
• Mengutamakan penggunaan material lokal hasil olahan yang
mudah diperoleh di sekitar kawasan proyek.
• Menggunakan pemasok bahan konstruksi yang bersedia
membawa/mengambil kembali kemasan pembungkus, pallet,
dan material yang tidak terpakai atau material sisa yang
ditimbulkan oleh produk yang disediakannya.
• Melakukan penjadwalan pengadaan material secara akurat
untuk mengurangi penyimpanan.
• Mendorong penggunaan kembali material untuk kantor
12

proyek, bedeng pekerja konstruksi, dan gudang.


• Mendorong penggunaan kembali alat bantu konstruksi seperti
cetakan beton, perancah, dan alat bantu lainnya

Dari kedua kebijakan pemerintah yang berlaku, dapat


dilihat bahwa terdapat beberapa kriteria penting dalam
mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan, salah satunya
adalah dengan memperhatikan aspek material bangunan yang
menjadi dasar awal dalam suatu pembangunan.

2.1.5. Contoh Green Material

Berdasarkan definisi dan kriteria dari Kebijakan Pemerintah serta


Green Building Council Indonesia (GBCI), berikut merupakan contoh
material yang dapat didefinisikan sebagai green material.
a. Kayu
Kayu adalah bagian keras tumbuhan yang digolongkan kepada
pohon dan semak belukar. Kayu mudah didapatkan dan umur
pemakaiannya kurang lebih 50 tahun. Kayu dapat diolah
kembali menjadi aksesoris interior maupun pupuk alami
tanaman.

Gambar 2.1 Kayu


Sumber : student-activity.binus.ac.id

b. Green Concrete/Beton Hijau


Beton yang menggunakan lebih sedikit energi dalam
produksinya dan menghasilkan lebih sedikit CO2. Bahan
utamanya yaitu semenyang terdiri dari batu kapur dan
13

mengurangi SDA (batu, kapur, serpih, tanah liat, dan pasir


sungai alami). Beton hijau dapat dicampur dan digunakan
kembali.

Gambar 2.2 Beton Hijau


Sumber : student-activity.binus.ac.id

c. Bambu
Bambu adalah tanaman yang beruas dan berongga di bagian
batangnya yang merupakan tanaman anggota jenis rerumputan
atau rumput-rumputan. Bambu mudah untuk didapatkan dan
umur pemakaiannya cukup panjang, yaitu kurang lebih 40
tahun melalui proses pengawetan terlebih dahulu. Bambu
menjadi salah satu pengganti material kayu yang sudah
digunakan di beberapa negara. Meskipun material bambu
memiliki bobot ringan namun bisa menahan beban berat serta
ramah lingkungan.

Gambar 2.3 Bambu


Sumber : student-activity.binus.ac.id

d. Ijuk
Ijuk adalah serabut hitam dan keras yang berfungsi melindungi
pangkal pelepah daun aren. Pohon enau menghasilkan ijuk
yang dapat digunakan sebagai bahan penutup atap pada
bangunan, umur pemakaian ijuk tersebut cukup panjang
14

kurang lebih sampai 40 tahun masa pemakaiannya.

Gambar 2.4 Ijuk


Sumber : student-activity.binus.ac.id

e. Batang Jerami
Jerami menjadi pilihan sebagai material alami yang
digunakan untuk hunian tradisional. Batang jerami banyak
diaplikasikan sebagai pengganti dinding bata, kayu, atau
gypsum karena mampu menghasilkan insulasi yang baik saat
disusun dengan benar. Dikenal dengan harga murah dan
mudah ditemukan, jerami juga memiliki manfaat baik sebagai
penyejuk ruangan serta peredam suara.

Gambar 2.5 Batang Jerami


Sumber : verticalblinds.co.id

f. Ashcrete
Ashcrete merupakan bahan bangunan pengganti semen yang
ramah lingkungan. Bahan ini berasal dari produk sampingan
pembakaran batu bara. Daya rekatnya lebih kuat dari beberapa
bahan lainnya, sehingga membuat bangunan menjadi tahan
lama dan kokoh.
15

Gambar 2.6 Ashcrete


Sumber : rumah.com

2.2. Kajian Objek


2.2.1. Definisi Bangunan Publik
Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan atau
diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di
atas, atau di dalamtanah dan atau perairan secara tetap yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya (Kepmen
no.10/KPTS/2000).
Berdasarkan definisi bangunan di atas, maka bangunan dibagi
menjadi beberapa kelas bangunan sesuai dengan peruntukan atau
penggunaan bangunan sebagai berikut:
a. Kelas 1 : Bangunan hunian biasa.
b. Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit
hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal
terpisah.
c. Kelas 3 : Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2.
d. Kelas 4 : Bangunan Hunian Campuran, adalah tempat tinggal
yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9.
e. Kelas 5 : Bangunan Kantor, adalah bangunan gedung yang
dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional,
pengurusan administrasi, atau usaha komersial.
f. Kelas 6 : Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau
bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan
16

barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan


langsung kepada masyarakat, termasuk:
1. ruang makan, kafe, restoran.
2. ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian
dari suatu hotel atau motel.
3. tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum.
4. pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.
g. Kelas 7 : Bangunan Penyimpanan/Gudang, adalah bangunan
gedung yang dipergunakan untuk penyimpanan, termasuk:
1. tempat parkir umum.
2. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk
dijual atau cuci gudang.
h. Kelas 8 : Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik, adalah
bangunan Gedung laboratorium dan bangunan yang
dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi,
perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau
pembersihan barang-barang produksi dalam rangka
perdagangan atau penjualan.
i. Kelas 9 : Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang
dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum,
yaitu:
1. Kelas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk
bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa
laboratorium.
2. Kelas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja,
laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah
lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya
atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari
bangunan yang merupakan kelas lain.
j. Kelas 10 : adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian:
17

2.2.1. Kelas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan


garasi pribadi, carport, atau sejenisnya.
2.2.2. Kelas 10b : struktur yang berupa pagar, tonggak,
antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri
bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
k. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan secara
khusus, bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak
termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s.d. 10 tersebut.
l. Bangunan yang penggunaannya insidentil, bagian bangunan
yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak
mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya,
dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan
utamanya.
m. Klasifikasi jamak, bangunan dengan klasifikasi jamak adalah
bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan
secara terpisah.

Bangunan Publik dan Fasilitas umum identik dengan pusat


pelayanan masyarakat, baik yang berkaitan dengan kebutuhan
pemerintahan, perekonomian, keamanan ataupun kebutuhan
kebutuhan yang lain. Bangunan publik merupakan bangunan yang
diperuntukkan bukan untuk kepentingan rumah tinggal pribadi.
Menurut klasifikasi pembagian kelas bangunan diatas, yang termasuk
kategori bangunan publik yaitu pada kelas 5 – 10.
Menurut Pasal R.123-2 Peraturan Konstruksi dan Perumahan,
“Bangunan publik adalah semua ruangan dan tempat berlindung di
mana orang diizinkan masuk, baik secara bebas atau membayar, atau
dimana diadakan rapat terbuka untuk semua yang datang atau
undangan, baik membayar atau tidak. Jadi yang termasuk bangunan
publik adalah ruang pesta, sekolah, toko, hotel, fasilitas olahraga,
rumah sakit, tempat ibadah, dan lain-lain.
18

2.2.2. Bagian-Bagian Bangunan Publik

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam


bangunan publik, antara lain :
a. Sign system
System tanda yang dimunculkan pada bangunan publik harus
dapat dibaca oleh target audiencenya dengan jelas. Sign system
sendiri terdiri dari berbagai hal antara lain, wayfinding, traffic
sign, signboard dan bentuk sign lain yang diterapkan pada
interiornya. Sign system akan memudahkan pengguna dalam
memanfaatkan fasilitas yang ada pada bangunan tersebut. Sign
system merupakan graphic design yang diterapkan pada interior,
hal-hal yang muncul dalam sign system antara lain pictogram
(tanda yang harus memiliki keterbacaan secara umum, mudah
dilihat, sederhana, konsisten, dan mudah digunakan), lettering,
dan warna yang aman dan memiliki karakter.
b. Ergonomi
Factor ergonomi meliputi factor keamanan, kenyamanan dan
keindahan. Kesemuanya harus disesuaikan dengan pengguna
ruang tersebut serta fungsi dari ruang tersebut. Factor keamanan
meliputi keamanan saat menggunakan fasilitas yang ada dan
factor kemungkinan jika terjadi emergency. Kelayakan ergonomi
diterapkan dalam semua elemen ruang baik persoalan bentuk,
bahan, konstruksi, dan warna.
c. Akesabilitas
Aksesabilitas merupakan kemudahan dalam mengakses bagi
beragam kondisi pengguna terutama bagi handicap atau
penyandang cacat. Bangunan umum atau publik merupakan
bangunan yang diperuntukkan untuk siapapun tanpa deskriminasi
terlebih lagi bagi difabel, untuk itu faktur aksesabilitas harus
sangat diperhatikan kalayakannya, jangan sampai difabel
mengalami kesulitan dalam menggunakan fasilitas umum tersebut
19

dengan mandiri. Interior ruang harus memperhitungkan faktor


ergonomi untuk difabel.

2.2.3. Façade Bangunan


Façade diambil dari Bahasa Italia facciata atau facia. Faccia
berasal dari Bahasa latin facies, yang selanjutnya berkembang
menjadi face (Bahasa Inggris yang berarti wajah), sehingga façade
dapat diartikan sebagai wajah luar atau dinding sebuah bangunan.
Façade merupakan elemen penting yang menampilkan kekayaan
pengalaman visual bagi mengamat (Moughtin, 1992). Bagian yang
dianalisis pada sebuah façade terbagi dalam tiga bagian utama yaitu
bidang dasar, bidang lantai utama, dan bdang atap. Bidang dasar
merupakan bagian bangunan yang bertemu dengan tanah. Bidang
lantai utama merupakan pertemuan tampak yang di dalamnya terdapat
bagian padat (solid) dan bagian terbuka (void) yang terwujud dalam
bukaan pintu dan jendela. Komponen ini yang akan diangkat untuk
mengerti pola khusus suatu façade.
Fasade merupakan elemen estetis dari sebuah bangunan
yang sekaligus juga sebagai identitas karya arsitektur yang dijadikan
sebagai point of interest dan dapat merepresentasikan karakteristik
estetika fasade serta keunikan gaya arsitektur.

2.2.4. Komponen Façade Bangunan


Fasade adalah representasi atau ekspresi dari berbagai aspek
yang muncul dan dapat diamati secara visual. Dalam konteks
arsitektur kota, fasade bangunan tidak hanya bersifat dua dimensi saja
akan tetapi bersifat tiga dimensi yang dapat merepresentasikan
masing-masing bangunan tersebut dalam kepentingan publik (kota)
atau sebaliknya. Untuk itu komponen fasade bangunan yang diamati
meliputi:
A. Gerbang dan Pintu Masuk (Entrance)
Saat memasuki sebuah bangunan dari arah jalan, seseorang
20

melewati berbagai gradasi dari sesuatu yang disebut “publik”.


Posisi jalan masuk dan makna arsitektonis yang dimilikinya
menunjukan peran dan fungsi bangunan tersebut. Pintu masuk
menjadi tanda transisi dari bagian publik (eksterior) ke bagian
privat (interior). Pintu masuk adalah elemen pernyataan diri dari
penghuni bangunan.
B. Zona Lantai Dasar
Zona lantai dasar merupakan elemen urban terpenting dari fasade.
Alas dari sebuah bangunan, yaitu lantai dasarnya, merupakan
elemen perkotaan terpenting dari suatu fasade. Karena berkaitan
dengan transisi ke tanah, sehingga pemakaian material untuk zona
ini harus lebih tahan lama dibandingkan dengan zona lainnya.
C. Jendela dan pintu masuk ke bangunan
Jendela dan pintu dilihat sebagai unit spasial yang bebas. Elemen
ini memungkinkan pemandangan kehidupan urban yang lebih
baik, yaitu adanya bukaan dari dalam bangunan ke luar bangunan.
D. Pagar Pembatas (Railing)
Suatu pagar pembatas (railling) dibutuhkan ketika terdapat bahaya
dalam penggunaan ruangan. Pagar pembatas juga merupakan
pembatas fisik yang digunakan jika ada kesepakatan-kesepakatan
sosial mengenai penggunaan ruang.
E. Atap dan Akhiran Bangunan
Ada 2 macam tipe atap: yaitu tipe atap mendatar dan atap (face
style) yang lebih sering dijumpai yaitu tipe atap menggunung
(alpine style). Atap adalah bagian atas dari bangunan. Akhiran
atap dalam konteks fasade di sini dilihat sebagai batas bangunan
dengan langit. Garis langit (skyline) yang dibentuk oleh deretan
fasade dan sosok bangunannya.
F. Tanda (signs) dan Ornamen
Tanda-tanda (signs) adalah segala sesuatu yang dipasang oleh
pemilik toko, perusahaan, kantor, bank, restoutan dan lain-lain
21

pada tampak muka bangunannya, dapat berupa papan informasi,


iklan dan reklame. Tanda-tanda ini dapat dibuat menyatu dengan
bangunan, dapat juga dibuat terpisah dari bangunan. Sedangkan
ornamen merupakan kelengkapan visual sebagai unsur estetika
pada fasade bangunan. Ornamentasi pada fasad bangunan fungsi
komersial, selain sebagai unsur dekoratif bangunan juga
meruapakan daya tarik atau iklan yang ditujukan untuk menarik
perhatian orang.

2.2.5. Elemen Konfigurasi Façade


Penampilan dan citra sebuah bangunan sangat dipengaruhi
oleh berbagai elemen pembentuk karakter bangunan, karena dari
komposisi dan konfigurasi elemen – elemen pembentuk karaktek
bangunan tersebut akan dihasilkan sebuah citra tertentu. Elemen
konfigurasi fasa yang dapat membentuk citra sebuah bangunan
adalah:
1. Elemen bukaan ruang ; bisa berupa pintu, jendela, BV, dan
elemen bukaan estetika.
2. Bidang penyusun fasad; jika fasad berupa bidang solid ( massif
) akan memberi kesan tertutup, namun jika dominan
transparan ( void ) akan memberi kesan terbuka dan ramah.
3. Aplikasi material fasad yang dominan; misalnya jika dominan
kaca atau kayu akan berkesan hangat dan akrab.
4. Jenis dan metode finishing fasad; fasad akan diberi finishing
dengan beton eksposes, batu alam atau dengan cat akan
memberi kesan berbeda. finishing cat akan memberi kesan
lebih hangat dari beton ekspos.
5. Teknik pengolahan warna; warna merupakan salah satu
elemen yang sangat berperan untuk menciptakan kesan dan
persepsi lagi pengamat ( orang yang melihatnya ).
Kesatuan dari elemen – elemen konfigurasi fasad pembentuk
22

citra merupakan hal yang penting diperhatikan dalam merancang


dseain untuk memperoleh hasil yang maksimal dan fungsional.

2.3. Kajian Preseden


2.3.1. Microlibrary Bima, Bandung

Gambar 2.7 Bima Microlibrary, Bandung


Sumber : archdaily.com

Arsitek SHAU Indonesia


Luas Area 160 m²
Lokasi Jalan Bima, Arjuna, Cicendo, Kota
Bandung, Jawa Barat
Tahun Pembangunan 2014-2016

Perpustakaan ini berada di lingkungan kecil perkampungan


dekat bandara di Kota Bandung. Perpustakaan ini dibangun dengan
latar belakang minat terhadap buku dan membaca yang terus
menurun dalam beberapa tahun tetakhir, serta angka buta huruf dan
angka putus sekolah di Indonesia yang tinggi. Tujuan pembangunan
yaitu untuk menghidupkan kembali minat terhadap buku dengan
menyediakan tempat khusus untuk membaca dan belajar,
23

ketersediaan buku, media, dan fasilitas lainnya. Microlibrary Bima


menjadi identitas dan kebanggaan bagi masyarakat di sekitar
lingkungan tersebut. Kegiatan pengajaran di perpustakaan ini
didukung oleh Dompet Dhuafa dan Yayasan Diaspora Indonesia.
Bangunani ini mendaparkan penghargaan Aga Khan Award pada
tahun 2019.
Microlibrary Bima didesain sebagai perpustakaan yang
ramah lingkungan. Bima Microlibrary dibangun dengan luas 70 m2,
dengan memanfaatkan lahan terbuka milik Pemerintah daerah
sebagai tempat berkumpul dan bersosialisasi masyarakat setempat.
Terdiri dari 2 lantai, lantai 1 ruang interaksi, rekreasi, dan lainnya,
sedangkan lantai 2 sebagai ruang baca. Fasad bangunan ini
menggunakan 2000 ember es krim, disusun membentuk kode biner
yang tersemat pesan dari Walikota Bandung, Ridwan Kamil, yaitu
buku adalah jendela dunia. Penyusunan ember ini diartikan sebagai
nol (ember terbuka) dan satu (ember tertutup). Pesan ini dapat dibaca
dari kiri atas (menghadap depan) dan berputar ke bawah di sekeliling
perimeter berulang kali. Fasad ember bekas ini bukan hanya
memberikan pesan, namun juga menghasilkan suasana cahaya dan
sirkulasi yang baik di dalam ruangannya. Tidak ada jendela yang
bisa dibuka tutup karena lubang udara melewati lubang-lubang yang
ada di ember platik.
24

2.3.2. Talaga Sampireun Pavilions, Bekasi

Gambar 2.8 Talaga Sampireun Pavilions, Bekasi


Sumber : archdaily.com

Arsitek Seniman Ruang


Luas Area 800 m²
Lokasi Jl. KH. Noer Ali Jl. Raya Kalimalang,
Jakasampurna, Kec. Bekasi Barat,
Kota Bekasi, Jawa Barat
Tahun Pembangunan 2021

Talaga Sampireun bertujuan untuk menawarkan pengalaman


bersantap alam terbuka dengan citra baru kehidupan pedesaan
Indonesia, namun tetap mempertahankan nilai-nilai
tradisionalnya. Proyek itu di Bekasi kota yang memiliki populasi
padat penduduk keluarga dan pekerja industri. Arahan singkatnya
adalah mengubah 10.000 m2 tanah kosong menjadi banyak
bangunan terpisah seperti pintu masuk, ruang makan utama, ruang
makan VIP, Saung, dapur, toilet, dan lanskap yang terdiri dari
tanaman hijau, danau buatan, taman pertanian, dan taman bermain.
Dirancang oleh Seniman Ruang, Talaga Sampireun Bekasi
mengubah lahan gersang seluas 10.000 meter persegi menjadi
25

gabungan lanskap, danau buatan, dan berbagai bangunan terpisah


dan berkelanjutan.
Anggaran yang ketat menjadi tantangan yang membuat
semua bahan dipilih dengan hati-hati agar tetap dapat menghadirkan
keabadian dalam desain. Proyek ini menggabungkan material
struktural lokal yang ramah lingkungan bersama dengan struktur
baja modern. Kayu kelapa Sulawesi yang tidak umum digunakan di
tempat asalnya dan dijual dengan harga yang sangat murah, banyak
digunakan sebagai struktur, lantai, dan dinding saung. Selain
terjangkau, kaku, mudah tumbuh, dan mudah diakses, mereka juga
menua dengan indah - semakin tua kayunya, semakin besar serat
kayunya, dan semakin eksotis jadinya. Lantai ditinggikan untuk
menghindari rayap dan langit-langit terbuka untuk konstruksi sirap
kayu ekspres dan meminimalkan anggaran, apalagi pendinginan
pasif dicapai dengan membiarkan aliran udara di bawah dan di atas
bangunan.

2.3.3. Gereja Oikumene, Kalimantan

Gambar 2.9 Gereja Oikumene, Kalimantan


Sumber : archdaily.com
26

Arsitek Arsitek Interior TSDS


Luas Area 277 m²
Lokasi Sajau, Tanjung Palas Timur Bulungan
Regency, Kalimantan Utara 77215
Tahun Pembangunan 2018

Arsitektur kerap menjadi titik persimpangan antara seni atau


desain, penjagaan lingkungan, serta bentuk representasi budaya.
Salah satu contohnya adalah Gereja Oikumene yang dibangun di
Sajau, Kalimantan Utara, oleh perusahaan arsitektur TSDS Interior
Architects yang berlokasi di Tangerang, Banten. Dibangun sebagai
tempat peribadatan pekerja industri perhutanan, gereja ini juga
merupakan bentuk CSR atau corporate social responsibility dari
PT. KMS. Gereja Oikumene Sajau berada di perbukitan perkebunan
sawit dan karet di Sajau, Kalimantan Utara. Tapak gereja ini berada
di level tanah paling tinggi di perbukitan tersebut.
Gereja Oikumene ini hanya dibangun menggunakan satu
jenis materi, yaitu kayu dari perusahaan tersebut yang tak dapat
dijual akibat tidak lolos tahapan quality control. Kayu-kayu
bersumber lokal seperti Bangkirai, Kapur, dan Meranti yang
digunakan dalam struktur gereja ini pun merupakan solusi untuk
mengurangi limbah kayu dengan menggunakannya kembali.
Pemilihan untuk hanya menggunakan kayu pun merupakan sebuah
upaya untuk merepresentasikan kultur lokal, yaitu dengan desain
yang menyerupai struktur rumah adat Betang. Meski berlokasi di
daerah yang beriklim cukup panas, struktur tersebut pun juga
mengeksplorasi penggunaan sistem cross-ventilation dengan
adanya raised roof.
27

2.3.4. GMT Institute Property, Jakarta

Gambar 2.10 GMT Institute Property, Jakarta


Sumber : archdaily.com

Arsitek PHL Architect


Luas Area 490 m²
Lokasi Jl. Kendal No.1, RT.10/RW.6,
Dukuh Atas, Menteng, Kec.
Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 10310
Tahun Pembangunan -

Proyek ini terdiri dari ruang kantor dan kelas pelatihan


termasuk kafetaria kecil untuk institut manajemen properti yang
memiliki area situs kecil. Itu terletak di sudut jalan sempit yang
menghadap ke rel kereta api di depannya.
Penampilan bangunan ini menjadi daya tarik yang unik
dibandingkan dengan sekitarnya dimana proyek ini terletak di
deretan lurus setinggi dua atau tiga lantai seperti gedung di
Menteng, Jakarta . Keunikan tersebut berasal dari material fasad
(bata ekspos dan beton, besi berkarat); yang tersusun dalam pola-
pola tertentu untuk memberi tekstur pada 'kulit'
28

bangunan. Komposisi material yang berbeda-beda memberikan


tekstur pada selubung bangunan. Ide utamanya adalah membiarkan
bangunan mengekspos material lokalnya tanpa banyak finishing
sambil mencoba mengadaptasi beberapa isu keberlanjutan dalam
strategi desain dan pemilihan material. Begitu juga dengan
interiornya, ide yang sama diterapkan pada partisi dan furniture yang
menggunakan bahan utama kayu karet olahan alami dan ramah
lingkungan.

2.3.5. Tanatap Ring Garden Coffee Shop, Jakarta

Gambar 2.11 Tanatap Ring Garden Coffee Shop, ,Jakarta


Sumber : archdaily.com

Arsitek RAD+ar
Luas Area 750 m²
Lokasi Jl. Jalur 20 No.Blok 30/19,
RT.8/RW.10, Meruya Utara, Kec.
Kembangan, Kota Jakarta Barat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11620
Tahun Pembangunan 2021

Ruang kreatif untuk mengakomodasi kegiatan berkumpul


dan berkolaborasi merupakan salah satu ide yang disematkan atas
29

lahirnya Tanatap Coffee di bilangan Jakarta Barat. Coffee shop ini


berlokasi di lantai dasar dari biro arsitektur RAD+ar yang menjadi
ekstensi visual dalam menghadirkan konsep bangunan
yang sustainable sekaligus memiliki fungsi yang optimal. Fungsi
tersebut ditujukan demi mengakomodasi aktivitas sehari-hari dari
karyawan yang bekerja dan para pengunjung kafe yang
menginginkan suasana berbeda.
Tanatap Coffee mengusung konsep outdoor bergaya
tropical, menggabungkan arsitektur modern minimalis dan unsur
alami berupa pepohonan hijau. Kafe ini juga mempunya dekorasi
yang artistik.
Glassblock dipilih sebagai bahan utama envelope bangunan,
karena mengaburkan definisi apakah ini dianggap sebagai bangunan
/ taman atau tidak secara metaforis, melindungi privasi pelanggan di
dalam, sambil menawarkan banyak cahaya alami dari
dalam. Struktur dinding terintegrasi di dalam balok kaca untuk
memastikan bobotnya yang ringan, memberikan sensasi material
yang sangat berat mengambang di atas taman dan perlahan-lahan
tersebar bersama pengalaman di dalamnya.

2.3.6. School of Alfa Omega, Tangerang

Gambar 2.12 School of Alpha Omega, Tangerang


Sumber : archdaily.com
30

Arsitek Realrich Architecture Workshop


Luas Area 3000 m²
Lokasi Jl. Raya Belimbing No.88, Babakan
Asem, Kec. Kosambi, Kabupaten
Tangerang, Banten 15212
Tahun Pembangunan 2017

RAW Architecture telah mendesain atap zigzag dari bambu


jerami untuk sebuah sekolah di Indonesia, yang ditinggikan di atas
panggung untuk mengatasi lahan berawa di kota Tangerang. Praktik
yang berbasis di Jakarta ini membangun Sekolah Alfa Omega
dengan 300 siswa, yang telah lama meraih Dezeen Award, di lokasi
yang menantang ini hanya dalam waktu enam bulan.
Alfa Omega School merupakan sekolah non-formal yang
terletak di area persawahan di Tangerang, Jawa Barat. Secara fisik,
bangunan dengan tipologi edukasional ini mengadaptasi arsitektur
vernakular nusantara yang dikombinasikan dengan style
modern yang lebih dinamis. Bentuk yang dinamis diaplikasikan
melalui dominasi struktur bambu, ‘dancing wall’ dengan material
bata, serta ‘dancing roof’ dengan nipah sebagai material penutup
atap. Hal-hal ini sekaligus mematahkan stereotip bangunan sekolah
dengan sistem grid yang memiliki kesan formal.
Sekolah yang didesain oleh Realrich Architecture Workshop
(RAW) ini merespon potensi lingkungan dan tapak dengan
menghadirkan fitur pencahayaan dan penghawaan alami yang
optimal. Selain itu, proyek Alfa Omega School juga mengangkat
spirit lokalitas melalui pemilihan material dan skill ketukangan
setempat.
31

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian


Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Secara umum, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif
dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek)
lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Deskripsi lain menurut
(Departemen Pendidikan Sejarah UPI, 2014), Metode penelitian kualitatif
adalah pendekatan yang temuan-temuan penelitiannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk perhitungan lainnya, prosedur ini menghasilkan
temuan-temuan yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan
menggunakan beragam sarana.
Metode penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendapat gambaran
utuh mengenai sesuatu hal menurut sudut pandang manusia yang meneliti.
Adapun penerapan penelitian kualitatif pada tulisan ini adalah untuk
mendeskripsikan bangunan yang menggunakan konsep green material. Dari
penelitian ini juga akan di ketahui bentuk implementasi konsep green material
terhadap desain dan fungsi penerapannya pada sebuah bangunan.
Penelitian ini berawal dari data-data yang diambil dari internet sebagai
bahan referensi, yaitu terhadap bangunan publik yang menerapkan konsep
green material untuk di telaah dan untuk mengumpulkan data-data terkait
sebagai bahan pembelajaran, selain itu data-data dan teori-teori yang telah
didapat dijadikan sebagai bahan penjelas. Menurut beberapa pendapat para
ahli, secara garis besar langkah-langkah penelitian kualitatif meliputi tiga
tahap, disebutkan sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah sebagai fokus penelitian.
b. Mengumpulkan data di lapangan.
c. Menganalisis data.
d. Merumuskan hasil studi.
e. Menyusun rekomendasi untuk pembuatan keputusan.
32

3.2. Sumber Data


Menurut Sari dalam Usman dan Akbar (2006), sumber data terdiri atas
data primer dan sekunder. Namun penelitian yang dilakukan penulis hanya
menggunakan data sekunder. Maka data yang didapat penulis berasal dari
pihak lain atau didapat secara tidak langsung. Data sekunder dapat diperoleh
dari jurnal, buku, majalah, artikel, laman dan lain sebagainya. Adapun data
sekunder berfungsi untuk melengkapi dan mendukung penelitian ini.

3.3. Jenis Penelitian


Adapun jenis penelitian yang digunakan yaitu pengembangan. Menurut
Sugiyono (2009) jenis penelitian pengembangan adalah kegiatan riset dasar
yang bertujuan mendapatkan informasi untuk dikembangkan. Dari hasil
pengembangan nantinya akan dikaji kembali terkait keefektifan topik atau tema
yang diteliti.

3.4. Waktu Pengumpulan Data


Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih 5 bulan yang
dimulai dari bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Februari 2023.

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan sehingga dapat mencapai tujuan penelitian. Pada penelitian ini data
yang diperoleh dari berbagai sumber yang dikumpul secara terus-menerus
hingga data yang terkumpul mencukupi. Adapun teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Pengumpulan data dari hasil pencarian data-data dari berbagai sumber
tertulis, baik berupa buku, majalah, artikel, jurnal, laman, atau dokumen
lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, sehingga informasi
yang didapat dapat melengkapi dan mendukung penelitian ini.
33

2. Studi Preseden atau Studi Kasus


Pengumpulan data dengan mengidentifikasi karakteristik dari bangunan
serupa yang sudah ada terkait penerapan konsep green material yang
diterapkan pada bangunan.

3.6. Teknik Analisis Data


Menurut Sugiyono (2009) analisis data merupakan proses mencari dan
menyusun data yang diperoleh dengan cara mengoordinasikan data ke dalam
kategori dan menjabarkan ke dalam unit-unit lalu melakukan senitesa,
menentukan bagian yang penting dan dipelajari lebih lanjut yang kemudian
dilanjutkan oleh kesimpulan sehingga hasil dari penelitian mudah dimengerti
oleh penulis maupun orang lain. Berikut adalah langkah-langkah peniliti
dengan menggunkan analisis kualitatif, sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data dari berbagai studi
literatur yang sebelumnya telah dilakukan proses pemilihan, pemusatan
perhatian yang berkaitan dengan penelitian.
2. Reduksi data
Pada tahap ini data-data yang telah terkumpul akan di analisis yang
bertujuan untuk memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan dan
meniadakan yang tidak perlu lalu data akan dikelompokkanan untuk dapat
memudahkan dalam penarikan kesimpulan.
3. Analisis data
Pada tahap ini data yang telah di reduksi akan dianalisis agar data dapat
menjadi lebih sederhana dan mudah ditafsirkan.
4. Penarikan kesimpulan
Berupa penyajian data dalam bentuk penarikan kesimpulan dari data yang
telah dianalisis. Penyajian data merupakan suatu bentuk cara yang utama
dalam pengerjaan analisis kualitatif yang valid.
34

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Integrasi Bangunan Publik dengan Penerapan Konsep Green Material

Bangunan publik berkaitan dengan penggunanya yaitu masyarakat


umum. Bangunan publik dapat diakses oleh siapa pun, dari seluruh lapisan
masyarakat sehingga memiliki jumlah pengguna yang tinggi. Dengan
tingginya kebutuhan akan bangunan publik maka semakin tinggi pula tingkat
pembangunan untuk bangunan publik itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan isu
meningkatnya potensi pemanasan global di bumi.

Isu pemanasan global menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup


Republik Indonesia, yaitu meningkatnya emisi gas karbondioksida (CO2),
chlorofluorocarbon (CFC) dan metana di atmosfer yang berdampak pada
rusaknya lapisan ozon atau biasa disebut bahan perusak ozon (BPO). Sistem
eksploitasi sumber daya alam juga mengambil peran dalam meningkatnya
pemanasan global. Pemilihan material pada pembangunan gedung yaitu
dengan menggunakan green material dapat menghasilkan bangunan yang
ramah lingkungan, khususnya pemanfaatan material ekologis.

Pendekatan green material membantu dalam mencapai tujuan


mencegah pemanasan global, yaitu dengan meminimalisir limbah konstruksi,
memanfaatkan material sisa atau bekas, pemilihan material yang tidak
berdampak buruk pada lingkungan, serta menekan biaya produksi konstruksi.

4.2. Keluaran Hasil Studi Preseden Bangunan Publik dengan pendekatan


konsep Green Material

Berdasarkan tujuan dari green material pada sebuah bangunan, maka


akan diambil beberapa aspek dari material yang dapat memenuhi kualifikasi
green material dengan dilakukannya perbandingan antar beberapa bangunan
35

yang telah mengaplikasikan green material pada bagian façade bangunannya.


Aspek-aspek yang akan dijadikan bahan perbandingan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Efisiensi sumber daya
2. Kualitas udara dalam bangunan
3. Efisiensi energi
4. Ketersediaan dan Biaya Material

Tabel 4.1. Kirteria material dari aspek pembanding green material


No Aspek Kriteria Material
1 Efisiensi Sumber Daya a. Alami, berlimpah, dan atau terbarukan,
material didapatkan dari sumber yang dikelola
secara lestari dan sebaiknya memiliki
sertifikasi
b. Proses produksi yang efisien sumber daya,
material diproduksi dengan proses hemat
sumber daya seperti mengurangi konsumsi
energi, meminimalisir limbah, dan
mengurangi gas rumah kaca.
c. Diperbarui atau diproduksi ulang, termasuk
penggunaan bahan dari sisa pembuangan atau
renovasi.
d. Dapat digunakan kembali atau daur ulang,
material yang dipilih dapat dengan mudah
dibongkar dan digunakan kembali atau didaur
ulang pada akhir masa pakainya
e. Awet, material yang tahan lama/berumur
panjang
2 Kualitas Udara dalam a. Rendah/Tidak beracun, material yang tidak
Ruangan memiliki kandungan karsinogen (penyebab
36

kanker), racun, atau menyebabkan iritasi,


material telah melalui tes pengujian dari
produsen
b. Meminimalisir kandungan emisi kimia,
c. Tahan kelembaban atau dapat menghambat
pertumbuhan komtaminan biologis dalam
bangunan
d. Dipelihara secara sehat, bahan, komponen dan
sistem hanya memerlukan metode
pembersihan sederhana, tidak beracun.
3 Efisiensi Energi Material yang dapat membantu mengurangi
konsumsi energi pada bangunan.
4 Ketersediaan dan a. Keterjangkauan berkaitan dengan biaya
Biaya Material konstruksi pembangunan dan pemeliharaan.
b. Tersedia secara lokal, material diperoleh secara
lokal atau regional sehingga menghemat energi
dan sumber daya dalam transpportasi ke lokasi
proyek.
Sumber : Olah Data Pribadi

Kajian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bentuk implementasi berdasarkan


aspek-aspek green material yang diterapkan pada bangunan publik.
Bangunan publik yang diamati dan dianalisis dibatasi pada bangunan publik low
rise dengan ketinggian maksimal 5 lantai. Bangunan ini dipilih berdasarkan
penggunaan material khususnya pada bagian fasad.
37
38

Adapun penerapan konsep green material ini difokuskan pada bagian fasad
bangunan, berikut ini hasil komparasi antara penggunaan green material pada tiap
bangunan yang akan diteliti.

Tabel 4.3 Komparasi facad bangunan publik yang menggunakan green material
1. Microlibrary Bima, Bandung

2. Talaga Sampireun Pavillions, Bekasi


39

3. Gereja Oikumene, Kalimantan Utara

4. GMT Institute Property, Jakarta

5. Tanatap Ring Garden Coffee Shop, Jakarta


40

6. School of Alpha Omega, Tangerang

Sumber : Olah Data Pribadi


4.3. Komparasi Studi Preseden Bangunan Publik yang menerapkan
Pendekatan Konsep Green Material
4.3.1. Efisiensi Sumber Daya
Tabel 4.4 Komparasi aspek efisiensi sumber daya
Microlibrary Bima, Microlibrary Bima didesain sebagai
Bandung perpustakaan yang ramah lingkungan.
Material ramah lingkungan yang diterapkan
pada fasad bangunan Microlibrary Bima
berasal dari 2000 ember es krim plastik.
Ember es krim bekas ini disusun di antara
rusuk baja vertical yang membentang dari
lantai atap dan condong kearah luar agar
menghindari air hujan. Pemasangan ember-
ember ini dikerjakan oleh pengrajin lokal
dengan alat punch out/cutting senditi agar
lebih cepat. Pemanfaatan tersebut termasuk
dalam penerapan daur ulang sampah untuk
mengurangi limbah plastik.
41

Gambar 4.1. Material ember eksrim bekas


Sumber : archdaily.com
Talaga Sampireun Penggunaan material kayu kelapa Sulawesi
Pavilions, Bekasi yang tidak umum digunakan di tempat
asalnya dan dijual dengan harga yang
sangat murah. Selain terjangkau, kaku,
mudah tumbuh, dan mudah diakses, mereka
juga menua dengan indah - semakin tua
kayunya, semakin besar serat kayunya, dan
semakin eksotis jadinya.
Selain kayu, terdapat juga penggunaan
bambu pada beberapa bagian banguann dan
penggunaan bata di bagian pagar depan.
Proyek ini menggabungkan material
struktural lokal yang ramah lingkungan
bersama dengan struktur baja modern.

Gambar 4.2. Material Kayu Kelapa Sulawesi


Sumber : archdaily.com
42

Gereja Oikumene, Gereja Oikumene hanya dibangun


Kalimantan Utara menggunakan satu jenis material, yaitu
kayu dari perusahaan PT. KMS yang tak
dapat dijual akibat tidak lolos
tahapan quality control. Jenis kayu utama
yang digunakan adalah kayu Bengkirai,
kayu Kapur, dan Kayu Meranti. Kayu-kayu
ini merupakan sisa dari industri kayu
sebagai respon arsitek terhadap
pemberdayaan lingkungan.

Pemilihan untuk hanya menggunakan kayu


pun merupakan sebuah upaya untuk
merepresentasikan kultur lokal, yaitu
dengan desain yang menyerupai struktur
rumah adat Betang.

Gambar 4.3. Material Kayu Sisa Industri


Sumber : archdaily.com
GMT Institute Penggunaan material ekspose (Bata,
Property, Jakarta beton, dan besi) yang disusun dalam pola
pola tertentu untuk memberi tekstur pada
kulit bangunan. Ide utamanya adalah
membiarkan bangunan mengekspos
material lokalnya tanpa banyak finishing
43

sambil mencoba mengadaptasi beberapa isu


keberlanjutan dalam strategi desain dan
pemilihan material. Begitu juga dengan
interiornya, ide yang sama diterapkan pada
partisi dan furniture yang menggunakan
bahan utama kayu karet olahan alami dan
ramah lingkungan.

Gambar 4.4. Material Bata, Beton, & Besi Ekspos)


Sumber : archdaily.com
Tanatap Ring Garden Penggunaan Glassblock sebagai bahan
Coffee Shop, Jakarta utama selimut bangunan. Glassblock dipilih
sebagai bahan utama envelope bangunan,
melindungi privasi pelanggan di dalam,
sambil menawarkan banyak cahaya alami
dari luar.
Konsep desain sustainable juga
diperlihatkan melalui material beton yang
mengelilingi bangunan.
44

Gambar 4.5. Material Glassblock


Sumber : archdaily.com
School Of Alpha Penggunaan material organik yaitu bambu,
Omega, Tangerang daun nipah, dan batu bata.
Dominasi struktur bambu, ‘dancing wall’
dengan material bata, serta ‘dancing roof’
dengan nipah sebagai material penutup
atap.
Bambu dipilih karena bahannya fleksibel,
membuthkan sedikit perawatan, dan selalu
tersedia di sekitar area tersebut.
Ketersediaan ini juga berkaitan dengan
material batu bata pada daerah tersebut.

Gambar 4.6. Material Bambu


Sumber : archdaily.com
Hasil Aspek efisiensi sumber daya yang
diterapkan papda keenam preseden diatas
45

didominasi dengan penggunaan material


alami dan material daur ulang. Material
alami dapat dijumpai pada façade bangunan
Talaga Sampireun Pavilions (Kayu Lokal),
Gereja Oikumene (Kayu Bekas), GMT
Institute Property (Bata Ekspos), School of
Alpha Omega (Bambu). Sedangkan
penggunaan material daur ulang dapat
ditemukan pada façade bangunan
Microlibrary Bima (Ember eskrim bekas).
Salah satu bangunan tidak memenuhi
kriteria efisiensi sumber daya yaitu
bangunan Tanatap Ring Garden Coffee
Shop yang menggunakan material utama
glassblock.
Sumber : Olah Data Pribadi

4.3.2. Kualitas Udara dalam Ruangan

Tabel 4.5 Komparasi kualitas udara dalam ruangan


Microlibrary Bima, Ember eksrim bekas yang digunakan pada
Bandung façade bangunan ini disusun dengan
menggunakan baja sebagai struktur
penopangnya, ember plastic dibolongi
menggunakan alat punchout lalu lalu
disambungkan ke struktur baja dengan
menggunakan baut.
Material ini tahan kelembaban sehingga
menghambat pertumbuhan kontaminan
biologis seperti lumut.
Perawatan material ini juga sederhana dan
tidak memerlukan bahan beracun untuk
46

pembersihannya.

Gambar 4.7. Lubang Ventilasi Alami dari Celah


Ember Eskrim Bekas
Sumber : archdaily.com
Talaga Sampireun Sebagian besar dari bangunan ini
Pavilions, Bekasi menggunakan material dari alam yaitu kayu
dan bambu, sehingga tidak
mengkontaminasi udara di dalam
bangunan. Material alami tidak beracun
dan tidak memiliki kandungan karsinogen
yang berbahaya bagi kesehatan.
Semua bangunan dirancang untuk
memungkinkan ventilasi silang alami.
Kayu dan bambu yang digunakan pada
bangunan ini tidak menggunakan
sambungan berbahaya seperti lem,
melainkan menggunakan paku.
47

Gambar 4.8. Susunan bambu sebagai sirkulasi udara


Sumber : archdaily.com
Gereja Oikumene, Perancangan ini menggunakan pendekatan
Kalimantan Utara Single Materiality, yaitu menggunakan satu
material dan dalam proyek ini kayu dipilih
sebagai materialnya. Pendekatan ini
merupakan ide tim untuk mendesain dengan
menggunakan material lokal yang ramah
lingkungan, tidak berbahaya bagi
lingkungan serta kesehatan.
Kayunya juga dicampur dengan kayu jenis
RC, yang perlu disortir berdasarkan kualitas
dan kemungkinan penggunaannya.
Proses fabrikasi kayu memakan waktu
cukup lama karena diolah secara alami,
presisi ukuran dan MC (kadar air) sangat
penting, prosesnya bolak-balik tergantung
kondisi kayu.

Gambar 4.9. Gereja Oikumene


Sumber : archdaily.com
48

GMT Institute Penggunaan material batu bata ekspose


Property, Jakarta tanpa finishing memberikan dampak pada
kualitas udara di dalam bangunan ini. Selain
karena susunannya yang memungkinkan
sirkulasi udara menjadi lancar, penggunaan
material tanpa finishing juga dinilai
berdampak pula pada kesehatan pengguna
bangunannya. Proses finishing yang
biasanya menggunakan cat dan
mengandung bahan kimia dapat berbahaya
bagi kesehatan.

Gambar 4.10. Susunan bata sebagai sirkulasi alami


Sumber : archdaily.com
Tanatap Ring Garden Material glassblock tidak memiliki
Coffee Shop, Jakarta kandungan karsinogen (penyebab kanker),
Tahan kelembaban atau dapat menghambat
pertumbuhan komtaminan biologis dalam
bangunan, serta dipelihara secara sehat,
bahan, komponen dan sistem hanya
memerlukan metode pembersihan
sederhana, tidak beracun.
49

Gambar 4.11. Glassblock


Sumber : archdaily.com
School Of Alpha Penggunaan bambu pada Sebagian besar
Omega, Tangerang bangunan berdampak pada kualitas udara
dan kesehatan penggunanya. Hal ini
dikarenakan material alami seperti bambu
tidak memerlukan proses kimia saat propses
fabrikasi dan pemasangan, dan minim
menghasilkan emisi kimia.
Selain itu proses pemasangan dan
penyambungan material bambu pada
bangunan ini juga menggunakan sistem
tradisional yaitu dengan sistem ikat.

Gambar 4.12 . Sistem ikat pada sambungan bambu


Sumber : archdaily.com

Hasil Dari keenam preseden, disimpulkan bahwa


aspek kualitas udara dalam ruang
dipengaruhi dari bahan material itu sendiri
50

yang memenuhi kriteria seperti tidak


beracun, tidak memiliki kandungan
karsinogen, tidak berbahaya bagi kesehatan
pengguna bangunannya. Seluruh preseden
sudah mencappai aspek tersebut.
Sumber : Olah Data Pribadi
4.3.3. Efisiensi Energi

Tabel 4.6 Komparasi aspek efisiensi energi


Microlibrary Bima, Perpustakaan dirancang untuk iklim tropis,
Bandung dengan penekanan pada sunshading dan
sirkulasi udara. Selain colokan listrik, lampu
LED dan Wi-Fi, bangunan ini tidak
bergantung pada teknologi canggih.

Materialnya menggunakan ember eskrim


bekas yang terdapat bagian tertutup dan
terbuka (dibolongi), hal ini menjadi
sirkulasi dan ventilasi alami sehingga udara
dapat masuk dan ruangan tidak pengap
walaupun tidak ada jendela.
Bahan fasad hemat biaya yang dapat
menaungi interior, membiarkan sinar
matahari lewat, dan memungkinkan
ventilasi silang bersumber dari lingkungan
sekitar sehinggga iklim dalam ruangannya
nyaman tanpa menggunakan AC. Tidak ada
pipa ledeng atau akses lift. Ember
dimiringkan ke arah luar untuk menahan air
hujan.
51

Penggunaan material bekas ini dapat


dimanfaatkan menjadi pencahayaan alami
di siang hari sehingga tidak memerlukan
banyak penggunaan lampu.
Efisiensi energi juga dinilai dari proses
pemasangan material yang mudah dan tidak
memakan banyak biaya serta energi.

Gambar 4.13 Cahaya alami dari lbang ember eskrim


Sumber : archdaily.com

Talaga Sampireun Semua bangunan dirancang untuk


Pavilions, Bekasi memungkinkan ventilasi silang alami yang
meminimalkan ketergantungan pada AC,
dan bentangan atap yang luas, terinspirasi
dari bentuk daun pohon pisang, menaungi
ruangan dari panas dan hujan lebat tropis.
52

Bambu-bambu pada bagian pintu masuk


juga dipasang dengan ketinggian yang
berbeda sehingga menciptakan ruang untuk
aliran udara.

Susunan Kayu pada bagian lantai


ditinggikan untuk menghindari rayap dan
langit-langit terbuka untuk konstruksi sirap
kayu ekspres dan meminimalkan anggaran,
apalagi pendinginan pasif dicapai dengan
membiarkan aliran udara di bawah dan di
atas bangunan.

Gambar 4.14 Aliran udara dari bambu pada fasad


bangunan
Sumber : archdaily.com

Gereja Oikumene, Karena cuaca buruk di Kalimantan (suhu


Kalimantan Utara panas tinggi di siang hari), sangat penting
53

untuk menjaga ruang di dalam tetap nyaman


untuk melakukan aktivitas tanpa AC.
Bangunan ini didesain memiliki lapisan
terluar dengan material yang sama yaitu
kayu, yang disusun berjarak untuk
memungkinkan aliran udara masuk.
Hal ini berpengaruh pada udara di dalam
ruangan dikarenakan panas matahari tidak
langsung masuk melainkan di filter terlebih
dahulu di lapsan luar tadi.
Desain bangunan juga menyesuaikan situasi
dengan menggunakan jack roof untuk
mengaktifkan sistem ventilasi silang.

Gambar 4.15 Jack roof untuk system ventilasi silang


Sumber : archdaily.com
54

GMT Institute Pencahayaan dan penghawaan alami dapat


Property, Jakarta masuk ke ruangan secara bebas sehingga
tidak dibutuhkan AC. Cahaya yang
menerobos melalui lubang-lubang pada
dinding bata menciptakan pola-pola yang
menciptakan nuansa ruang yang sangat
unik.

Gambar 4.16 Lubang pada susunan bata sebagai


cahaya alami
Sumber : archdaily.com
Tanatap Ring Garden Penggunaan glassblock berperan untuk
Coffee Shop, Jakarta menghadirkan pencahayaan natural yang
optimal di dalam ruangan.

Gambar 4.17 Glassblock menyalurkan cahaya


matahari
Sumber : archdaily.com
55

School Of Alpha Material utama yang digunakan pada


Omega, Tangerang bangunan ini memiliki tingkat konduktivitas
termal yang rendah, yaitu bambu, bata, dan
daun nipah.
Sekolah dirancang sebagai bangunan
pendingin pasif, yang sangat mengandalkan
ventilasi udara silang alami dalam
konstruksinya. Langit-langit terbuka yang
tinggi dirancang sebagai jalur udara, diikuti
oleh batu bata solid-void berpori di setiap
sisi dinding ruang kelas. Dengan begitu,
aliran udara interior tersirkulasi secara
optimal tanpa perlu menggunakan AC.

Gambar 4.18 Aliran udara daru langit-langit terbuka


Sumber : archdaily.com
Hasil Poin efisiensi energi pada seluruh preseden
berfokus pada usaha meminimalisir
penggunaan listrik yaitu AC dan lampu.
sehingga menghemat penggunaan listrik
yang juga akan berdampak pada
pengurangan emisi karbon dari pembangkit
listrik
Sumber : Olah Data Pribadi
56

4.3.4. Ketersediaan dan Biaya Material

Tabel 4.7 Komparasi aspek ketersediaan dan biaya material


Microlibrary Bima, Menggunakan barang bekas yang
Bandung dikumpulkan di sekitar lokasi bangunan
sehingga biaya yang keluar sangat minim.
Pemanfaatan tersebut termasuk dalam
penerapan daur ulang sampah untuk
mengurangi limbah ambal .
Penggunaan ember es krim membantu
menghemat ongkos kerja dibandingkan
penggunaan limbah daur ulang seperti
kaleng dikarenakan ember es krim lebih
stabil saat proses pemotongan. Selain itu,
ember es krim yang digunakan pada fasad
bangunan tidak mengalami perubahan
bentuk yang signifikan dari bentuk aslinya.
Sehingga proses kerja daur ulang ember es
krim termasuk dalam proses yang ramah
lingkungan dan lebih hemat. Proses
kerjanya tidak memerlukan sumber daya
yang besar seperti yang biasanya diperlukan
dalam proses daur ulang limbah ambal ,
seperti mesin pencacah ambal , mesin
ekstrusi, mesin cetak, mesin injeksi, dan
lain-lain.
Pemasangan ember-ember ini dikerjakan
oleh pengjarin lokal dengan alat punch
out/cutting senditi agar lebih cepat dan
lebih murah.
57

Gambar 4.19 Penggunaan Material bekas


Sumber : archdaily.com

Talaga Sampireun Salah satu tantangan perancang adalah


Pavilions, Bekasi budget yang terbatas untuk memilih
material yang kokoh dan dapat bertahan
lama. Dipilih lah Kayu kelapa Sulawesi
yang tidak umum digunakan di tempat
asalnya dan dijual dengan harga yang
sangat murah.
Kayu ini banyak digunakan sebagai
struktur, lantai, dan dinding saung.
Selain terjangkau, kaku, mudah tumbuh,
dan mudah diakses, mereka juga menua
dengan indah – semakin tua kayunya,
semakin besar serat kayunya, dan semakin
eksotis jadinya.

Gambar 4.20 Penggunaan kayu lokal


Sumber : archdaily.com
58

Gereja Oikumene, Gereja Oikumene ini hanya dibangun


Kalimantan Utara menggunakan satu jenis materi, yaitu kayu
dari perusahaan tersebut yang tak dapat
dijual akibat tidak lolos tahapan quality
control.
Kayu-kayu bersumber lokal seperti
Bangkirai, Kapur, dan Meranti yang
digunakan dalam struktur gereja ini pun
merupakan solusi untuk mengurangi limbah
kayu dengan menggunakannya kembali
sehingga menekan biaya produksi
bangunan.
Kayu-kayu ini merupakan sisa dari industri
kayu sebagai respon arsitek terhadap
pemberdayaan lingkungan.

Gambar 4.21 Penggunaan kayu bekas


Sumber : archdaily.com
GMT Institute Ide utamanya adalah membiarkan
Property, Jakarta bangunan mengekspos material lokalnya
tanpa banyak finishing ambal mencoba
mengadaptasi beberapa isu keberlanjutan
dalam strategi desain dan pemilihan
59

material. Meminimalisir proses finishing


tentunya menekan biaya pembangunan
Gedung tersebut.

Gambar 4.22 Penggunaan material ekspos tanpa


finishing
Sumber : archdaily.com
Tanatap Ring Garden Penggunaan glassblock dinilai lebih
Coffee Shop, Jakarta terjangkau daripada menggunakan jendela
kaca besar dengan fungsi yang sala yaitu
mengalirkan cahaya matahari dari luar ke
dalam bangunan.

Gambar 4.23 Penggunaan glassblock


Sumber : archdaily.com
School Of Alpha Bambu dipilih karena bahannya fleksibel,
Omega, Tangerang membuthkan sedikit perawatan, dan selalu
60

tersedia di sekitar area tersebut.


Ketersediaan ini juga berkaitan dengan
material batu bata dan beton pada daerah
tersebut. Pada proses pembangunan sekolah
ini juga mempekerjakan pengrajin lokal
sehingga dapat menekan biaya produksi.

Gambar 4.24 Penggunaan bambu


Sumber : archdaily.com

Hasil Hasil perbandingan dari keenam preseden


adalah seluruhnya menggunakan material
yang mudah diakses, harga terjangkau, dan
tahan lama. Hal ini dikarenakan
materialnya berasal dari barang bekas,
material lokal dan material alami yang tentu
saja harganya jauh lebih terjangkau.

Sumber : Olah Data Pribadi

4.4. Kriteria Prinsip Perancangan Bangunan dengan Green Material Secara


Kuantitatif

4.4.1. Efisiensi Sumber Daya


• Menggunakan kembali material bekas, baik dari bangunan lama
maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon,
61

lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 10% dan 20 %


dari total biaya material
• Menggunakan material yang memiliki sertifikat sistem
manajemen lingkungan pada proses produksinya minimal
bernilai 30% dari total biaya material.
• Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang
minimal bernilai 5% dari total biaya material
• Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari
sumber daya (SD) terbarukan dengan masa panen jangka pendek
• Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal
sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti
faktur angkutan kayu olahan / FAKO, sertifikat perusahaan, dan
lain-lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar
100% biaya total material kayu
• Sebesar 30% penggunaan bahan material kayu yang sudah
bersertifikat legal
• Desain yang menggunakan material modular atau pra fabrikasi
sebesar 30% dari total biaya material

4.4.2. Kualitas Udara dalam Bangunan


• Tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai
refrigerant dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran,
dikarenakan CFC dan halon berpotensi merusak lapisan ozon.
• Penggunaan bahan yang tidak mengandung Bahan Perusak
Ozon (BPO). Refrigeran yang digunakan pada seluruh sistem
pendingin Gedung harus memiliki nilai potensi perusakan ozon
sama dengan nol atau tidak merusak sama sekali.
• Rendah/Tidak beracun, material yang tidak memiliki kandungan
karsinogen (penyebab kanker), racun, atau menyebabkan iritasi,
material telah melalui tes pengujian dari produsen
62

4.4.3. Efisiensi Energi


• mengurangi ketergantungan gedung terhadap penggunaan alat
mekanik dan elektrik seperti sistem AC dan penerangan buatan,
sehingga menghemat penggunaan listrik yang juga akan berdampak
pada pengurangan emisi karbon dari pembangkit listrik yang
umumnya masih menggunakan batubara.
• memenuhi penggunaan cahaya alami secara optimal, minimal 30%
dari luas ruang aktif mendapatkan intensitas cahaya alami sebesar
300 lux.

4.4.4. Ketersediaan dan Biaya Material


• Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan
pabrikasinya berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek
minimal bernilai 50% dari total biaya material
• Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan
pabrikasinya berada dalam wilayah Republik Indonesia bernilai
minimal 80% dari total biaya material
63

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan dari hasil kajian konsep Green Material pada fasade bangunan publik adalah
sebagai berikut :
1. Green Material merupakan material yang memperhatikan sisi produk
material, sekaliguas meninjau keberlanjutan dari sumber material, proses
produksi, proses distribusi, dan proses pemasangan. Serta dapat mendukung
penghematan energi (energi listrik dan air), meningkatkan kesehatan serta
kenyamanan dan efisiensi manajemen perawatan bangunan.
2. Penerapan green material pada façade bangunan publik didominasi pada
bagian badan bangunan (body), dibandingkan pada bagian atap dan bagian
dasar. Hal ini dikarenakan penggunaan material pada bagian dasar dan atap
bangunan menyesuaikan kondisi lokasi dan kondisi sekitar sehingga tidak
semua bagian façade dapat menggunakan green material.
3. 4 Faktor yang harus diperhatikan dalam merancang sebuah bangunan publik
dengan menerapkn konsep green material, sehingga bangunan yang tercipta
berjalan dengan tingkat efektifitas yang baik apabila memenuhi:
a. Efisiensi Sumber Daya
b. Kualitas udara dalam ruang
c. Efisiensi energi
d. Ketersediaan dan Biaya Material
4. Berdasarkan penjabaran dari ke-empat aspek variabel aspek green material
pada bangunan public yaitu Microlibrary Bima, Talaga Sampireun, Gereja
Oikumene, GMT Institute Property, Tanatap Rung Garden Coffee Shop,
dan School of Alpha Omega, keenam bangunan menggunakan
implementasi desain yang berbeda beda, namun tetap memenuhi keempat
aspek yang dijadikan pembanding. Dari semua implementasi green material
yang di gunakan, semua digunakan untuk satu tujuan, yaitu memaksimalkan
efesiensi penggunaan material pada suatu bangunan, menghemat
penggunaan energi, serta mengurangi biaya produksi maupun perawatan.
64

DAFTAR PUSTAKA

Agung Prabowo Sulistiawan, Arif Abdur Rahman, Gildan Kantona Hamdani,


Gieztha Saniy Faisal, Arie Ilham Agustian. 2018. Penerapan Green Material
dalam Mewujudkan Konsep Green Building Pada Bangunan Kafe. ARCADE
Jurnal Arsitektur Institut Teknologi Nasional Bandung Vol 2 No 3.

Archdaily. Bima Microlibrary / SHAU Indonesia. Diakses pada 22 Desember 2022


melalui https://www.archdaily.com/790591/bima-microlibrary-shau-
bandung

Archdaily. GMT Institute Of Property Management/PHL Architect. Diakses pada


22 Desemebr 2022 melalui https://www.archdaily.com/198582/gmt-institute-
of-property-management-phl-architects

Archdaily. Oikumene Church/TSDS Interior Architect. Diakses pada 22 Desember


2022 melalui https://www.archdaily.com/940494/oikumene-church-tsds-
interior-architect?ad_source=search&ad_medium=projects_tab

Archdaily. Publichood Roastery Pejaten / Arti Design Studio. Diakses pada 22


Desember melalui https://www.archdaily.com/986346/publichood-roastery-
pejaten-arti-design-studio

Archdaily. School of Alfa Omega / Realrich Architecture Workshop. Diakses pada


22 Desember 2022 melalui https://www.archdaily.com/873535/school-of-
alfa-omega-raw-architecture

Archdaily. Talaga Sampireun Pavilions/Seniman Ruang. Diakses pada 22


Desember 2022 melalui https://www.archdaily.com/979698/talaga-
sampireun-pavilions-seniman-ruang
65

Archdaily. Tanatap Ring Garden Coffee Shop/RAD+ar (Reasearch Artistic Design


+ Architecture). Diakses pada 22 Desember 2022 melalui
https://www.archdaily.com/976333/tanatap-ring-garden-coffee-shop-rad-
plus-ar-research-artistic-design-plus-architecture

Augustinus Madyana Putra. 2011. Karakteristik Façade Bangunan Dalem di Sisi


Utara Jalan Mondorakan, Kota Gede, Yogyakarta. Jurnal Arsitektur
KOmposisi Volume 9 Nomor 2.

Chandra Hanindita Pradana, Dwi Siswi Hariyani. 2021. Penerapan Material yang
Ramah Lingkungan pada Bangunan di Indonesia. Temu Ilmiah Ikatan
Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 9, C 015-018.

Christa Bella, Tessa Eka Darmayanti. 2022. Penerapan Material Ramah


Lingkungan pada Microlibrary Bima Kota Bandung. Waca Cipta Ruang :
Jurnal Ilmiah Desain Interior Volume 8 Nomor 1.

Dewi Rachmaniatus Syahriyah. 2017. Penerapan Aspek Green Material Pada


Kriteria Bangunan Rumah Lingkungan di Indonesia. Jurnal Lingkungan
Binaan Indonesia 6 (2), 95-100.

Eni Puji Astuti. Handout Mata Kuliah Desain Interior II. Universitas Negeri
Yogyakarta.

FuturArc. 2016. Microlibrary – Taman Bima. Diakses pada 22 Desember 2022


melalui https://www.futurarc.com/project/microlibrary-taman-bima/

Ichsan Ramadh. 2021. Ruang Kreatif Bernuansa Alam di Jakarta Barat. alaCASA,
Diakses pada 22 Desmber 2022 melalui
https://alacasa.id/article/read/4/2021/4411/ruang-kreatif-bernuansa-alam-di-
jakarta-barat
66

Jon Astbury. 2019. Zigzag attached bamboo roofs shade classroom of school in
Indonesia. Dezeen. Diakses pada 22 Desember 2022 melalui
https://www.dezeen.com/2019/08/28/alfa-omega-school-raw-architecture-
tangerang-city-indonesia/

Muhadi, 2008. Pencegahan Resiko Kebakaran Gedung : eran dan Tindakan Pusat
Layanan Kebkaran dan Pertolongan Departemen Rhone. Thesis Program
Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas
Diponegoro.

R. Aj. Dewi Sekar Noorzanah, Sangayu Ketut Laksemi Nilotama, Krishna Hutama.
2022. Semiotika pada Microlibrary Bima Bandung. Jurnal Seni & Reka
Rancang Volume 4 No.2.

Sarah Mineko Ichioka. 2019. Taman Bima Microlibrary. Site Review Report.
Diakses pada 22 Desember 2022 melalui https://s3.us-east-
1.amazonaws.com/media.archnet.org/system/publications/contents/14044/or
iginal/DTP106428.pdf?1586875302

Tiara I. W. Primadani, Dwinita Larasati, Budi Isdianto. 2019. Kajian Strategi


Aplikasi Material Kayu Bekas pada Elemen Desain Interior Restoran di
Bandung. Jurnal Desain Interior Vol.4, No.1.

Whiteboard Journal. 2020. Uniknya Gereja Okumene, Arsitektur sebagai


Persimpangan Kultur dan Penjagaan Lingkungan. Diakses pada 22 Desember
2022 melalui https://www.whiteboardjournal.com/ideas/design/uniknya-
gereja-oikumene-arsitektur-sebagai-persimpangan-kultur-dan-penjagaan-
lingkungan/

Anda mungkin juga menyukai