Anda di halaman 1dari 81

HUBUNGAN ANTARA IKLIM DAN ARSITEKTUR DI DALAM

PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

(Laporan Seminar Arsitektur)

Oleh
GERRY CAESAR AL-HAVIS
1915012019

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022

i
HUBUNGAN ANTARA IKLIM DAN ARSITEKTUR DI DALAM
PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Oleh
GERRY CAESAR AL-HAVIS
1915012019

Laporan Seminar Arsitektur

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA ARSITEKTUR

Pada
Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Lampung

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022

ii
ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA IKLIM DAN ARSITEKTUR DI DALAM PENDEKATAN


ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Oleh
Gerry Caesar Al-Havis (2023)

Iklim adalah segala aktivitas yang terjadi di atmosfer lapisan troposfer


berupa kondisi rata-rata cuaca dengan cakupan yang luas dan berlangsung dalam
waktu yang lama. Berbeda dengan cuaca yang memiliki cakupan lokal atau sempit
dan terjadi dalam waktu yang singkat. Iklim yang ada di bumi sangat memengaruhi
segala kenampakan yang ada, seperti ; cuaca, suhu, kelembaban udara, jenis tanah,
vegetasi, fauna, curah hujan, dan masih banyak lagi. Dengan persebaran iklim yang
bervariasi di bumi tentunya menghasilkan keanekaragaman di dalamnya termasuk
memengaruhi bentuk arsitektur yang memiliki ciri khas masing-masing.
Perbedaan kenampakan dari bangunan yang ada merupakan upaya yang dilakukan
untuk menyesuaikan dengan iklim yang ada di sekitarnya sehingga penghuni di
dalamnya dapat bertahan dari pengaruh iklim. Pendekatan arsitektur ini disebut
arsitektur bioklimatik.

Objek yang akan dibahas adalah arsitektur bangunan di setiap iklim


mengenai ciri dan karakteristiknya. Dengan menggunakan penelitian deskriptif
kualitatif dan metode qualitative review. Penelitian ini juga mengkaji dan
melakukan studi preseden mengenai bangunan dengan konsep arsitektur
bioklimatik, kemudian dijadikan sebagai studi banding guna menyempurnakan data
pada penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti respon bangunan
terhadap iklim yang beragam dari berbagai belahan bumi. Konsep arsitektur
bioklimatik mengharuskan sebuah bangunan memiliki kemampuan adaptasi
responsif terhadap iklim mulai dari, kenyamanan thermal, massa bentuk, material
bangunan, dan juga vegetasi yang ada. Hasil yang didapatkan adalah kesimpulan
mengenai hubungan antara klimatologi dengan arsitektur menggunakan
pendekatan arsitektur bioklimatik.

Kata kunci: Iklim, arsitektur, bioklimatik, adaptasi, klimatologi

iii
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR

Judul Seminar Arsitektur : HUBUNGAN ANTARA IKLIM DAN


ARSITEKTUR DI DALAM PENDEKATAN
ARSITEKTUR BIOKLIMATIK
Nama Mahasiswa : Gerry Caesar Al-Havis
Nomor Pokok Mahasiwa : 1915012019
Program Studi : S1 Arsitektur
Fakultas : Teknik
Universitas : Universitas Lampung

MENYETUJUI

Pembimbing Penguji

Nugroho Ifadianto, S.T., M.Sc. Yunita Kesuma, S.T., M.Sc


NIP. 198310092019031002 NIP. 198206242015042001

MEGETAHUI
Ketua Program Studi S1 Arsitektur

Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T


NIP 19760302 2006041002

iv
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR

1. Tim Penguji

Pembimbing : Nugroho Ifadianto, S.T., M.Sc.


NIP. 198310092019031002 ………………….

Penguji : Yunita Kesuma, S.T., M.Sc ………………….


NIP. 198206242015042001

2. Dekan Fakultas Teknik

Dr. Eng. Helmy Fitriawan, S.T., M.Sc.


NIP. 1975092820011210002

Tanggal Lulus Ujian :

v
RIWAYAT HIDUP

Penulis ini lahir di Tangerang pada tanggal 11 Juli 2001, anak tunggal dari
pasangan suami-istri Bapak Maryono dan Ibu Dasih.

Pendidikan yang telah ditempuh penuolis antara lain sebagai berikut :


1. Pendidikan di SDS Muhammadiyah 35 Solear, lulus pada tahun 2013
2. Pendidikan di SMPN 1 Cisoka, lulus pada tahun 2016
3. Pendidikan di MAN 1 Tangerang, lulus pada tahun 2019

Pada tahun 2019, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi
S1 Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Lampung. Pada tahun 2023, penulis
menyelesaikan Laporan Seminar Arsitektur yang berjudul “HUBUNGAN
ANTARA IKLIM DAN ARSITEKTUR DI DALAM PENDEKATAN
ARSITEKTUR BIOKLIMATIK.” Sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Pendidikan Sarjana Arsitektur (S.Ars) Program Studi Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Lampung.

vi
PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT


yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya yang begitu besar sehingga penulis
masih diberi kekuatan unutk menyelesaikan laporan ini.

Sholawat serta salam semoga tetap terurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta sahabat, semoga kita tetap istiqomah menjalankan sunnahnya serta mendapatkan
syafaatnya di yaumul akhir kelak, aamiin ya rabbal alamin.

Laporan ini saya persembahkan sebagai bukti kepada Universitas Lampung karena saya
telah mampu melaksanakan syarat akademik yang diwajibkan oleh Jurusan SI Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Lampung
Kedua orang tua yang selalu menyayangi, berkorban, menyemangati, dan mendoakan
dengan tulus demi keberhasilanku di dunia dan akhirat.

Dosen pembimbing, rekan mahasiswa Arsitektur Universitas Lampung serta Almamater


tercinta

vii
SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah


SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kerja praktik ini dengan judul “Hubungan Antara
Iklim dan Arsitektur di Dalam Pendekatan Arsitektur Bioklimatik” Laporan ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1)
Arsitektur di Universitas Lampung.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan,
dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:

1. Bapak Dr. Eng. Ir. Helmy Fitriawan, S.T., M.Sc. selaku Dekan Fakultas
Teknik,Universitas Lampung,
2. Bapak Agung Cahyo Nugroho, M.T., selaku ketua jurusan Teknik
Arsitektur sekaligus Ketua Program Studi S1 Arsitektur Universitas
Lampung,
3. Bapak MM Hizbullah Sesunan S.T., M.T. selaku kordinator Seminar
Arsitektur
4. Bapak Nugroho Ifadianto, S.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing
Seminar Arsitektur atas bimbingan dan arahannya selama penulis
menyelesaikan laporan Seminar Arsitektur ini.
5. Ibu Yunita Kesuma, S.T., M.Sc. selaku dosen Penguji Seminar
Arsitektur atas saran dan kritik yang membangundalam penyempurnaan
laporan Seminar Arsitektur ini.
6. Kedua orangtua penulis, Bapak Maryono dan Ibu Dasih yang telah
memberikan dukungan, doa dan restu.
7. Seluruh teman-teman seperjuangan S1 Arsitektur Angkatan 2019 Yang
selalu memberikan dukungan, kepedulian serta kebersamaan dengan
sangat baik dan tulus sejak memasuki perkuliahan hingga saat ini
8. Semua pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas doa motivasi dan dukungan yang diberikan kepada

viii
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini

Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga laporan yang sederhana ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung 2023

GERRY CAESAR AL-HAVIS


NPM. 1915012019

ix
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Gerry Caesar Al-Havis


NPM : 1915012019
Judul Seminar Arsitektur : HUBUNGAN ANTARA IKLIM DAN
ARSITEKTUR DI DALAM PENDEKATAN
ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Menyatakan bahwa, Laporan Kerja Praktik ini dibuat sendiri oleh penulis dan
bukan hasil plagiat sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat 2 Peraturan Akademik
Universitas Lampung dengan Surat Keputusan Rektor Nomor 6 Tahun 2016.

Yang Membuat Pernyataan

GERRY CAESAR AL-HAVIS


NPM. 1915012019

x
DAFTAR ISI

COVER JUDUL ................................................................................................................. i

ABSTRAK ........................................................................................................................ iii

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR ........................ iv

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN SEMINAR ARSITEKTUR .......................... v

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ........................................................................................................... vii

SANWACANA ............................................................................................................... viii

SURAT PERNYATAAN .................................................................................................. x

DAFTAR ISI..................................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah .............................................................................................. 2

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 2

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3

1.6 Batasan Masalah .................................................................................................... 3

1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 4

1.8 Kerangka Berfikir .................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 6

2.1 Tinjauan Iklim ........................................................................................................ 6

2.1.1 Pengertian Iklim ................................................................................................. 6

2.1.2 Unsur-Unsur Iklim ............................................................................................. 7

2.1.3 Klasifikasi Iklim............................................................................................... 11

xi
2.2 Tinjauan Arsitektur .............................................................................................. 18

2.3 Tinjauan Bioklimatik............................................................................................ 19

2.4 Tinjauan Arsitektur Bioklimatik......................................................................... 20

2.4.1 Pengertian Arsitektur Bioklimatik ................................................................... 20

2.4.2 Awal Mula Kemunculan Arsitektur Bioklimatik ............................................. 21

2.4.3 Karakteristik Arsitektur Bioklimatik................................................................ 23

2.4.4 Prinsip Arsitektur Bioklimatik ......................................................................... 25

2.5 Studi Kasus Arsitektur Bioklimatik .................................................................... 27

2.5.1 Arsitektur Bioklimatik Iklim A (Tropis) .......................................................... 28

2.5.2 Arsitektur Bioklimatik Iklim B (Subtropis/Kering) ......................................... 29

2.5.3 Arsitektur Bioklimatik Iklim C (Sedang) ......................................................... 30

2.5.4 Arsitektur Bioklimatik Iklim D (Mikrotermal Dingin) .................................... 31

2.5.5 Arsitektur Bioklimatik Iklim E (Kutub) ........................................................... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 34

3.1 Metode Penelitian.................................................................................................. 34

3.2 Jenis Penelitian ...................................................................................................... 34

3.3 Sumber Data .......................................................................................................... 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 35

3.4.1 Studi Literatur .................................................................................................. 35

3.4.2 Studi Kasus ...................................................................................................... 35

3.4.3 Asistensi dan Konsultasi .................................................................................. 35

3.5 Teknik Analisis Data............................................................................................. 36

3.6 Metode Pembahasan ............................................................................................. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 38

4.1 Tantangan Desain di Setiap Iklim ....................................................................... 38

4.1.1 Tantangan Desain di Iklim Tropis.................................................................... 38

4.1.2 Tantangan Desain di Iklim Subropis Kering .................................................... 38

4.1.3 Tantangan Desain di Iklim Sedang .................................................................. 38

xii
4.1.4 Tantangan Desain di Iklim Mikrotermal Dingin .............................................. 39

4.1.5 Tantangan Desain di Iklim Kutub .................................................................... 39

4.1.6 Perbandingan Tantangan Desain ...................................................................... 40

4.2 Strategi Desain Bioklimatik pada Studi Kasus Bangunan ................................ 41

4.2.1 Strategi Desain Bioklimatik Gedung Solaris ................................................... 41

4.2.2 Strategi Desain Bioklimatik National Commercial Bank Jeddah .................... 45

4.2.3 Strategi Desain Bioklimatik James & Mau Office ........................................... 48

4.2.4 Strategi Desain Bioklimatik Rumah Nenet ...................................................... 54

4.2.5 Strategi Desain Bioklimatik Igloo Inuit ........................................................... 57

4.3 Perbandingan Solusi Desain di Setiap Iklim ...................................................... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 62

5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 62

5.2 Saran ...................................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 64

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Diagram Definisi Iklim ................................................................................. 6


Gambar 2. 2 Peta Klasifikasi Matahari............................................................................ 12
Gambar 2. 3 Hutan Hujan Tropis .................................................................................... 12
Gambar 2. 4 Hutan 4 Musim ........................................................................................... 13
Gambar 2. 5 Hutan hujan iklim sedang ........................................................................... 14
Gambar 2. 6 Hutan Boreal ............................................................................................... 15
Gambar 2. 7 Bioma Tundra ............................................................................................. 16
Gambar 2. 8 Bioma Kutub .............................................................................................. 16
Gambar 2. 9 Peta Klasifikasi Iklim Köppen-Geiger........................................................ 17
Gambar 2. 10 Diagram Alur Arsitektur Arsitektur ......................................................... 19
Gambar 2. 11 Diagram Arsitektur Bioklimatik Sebagai Pendekatan Desain .................. 20
Gambar 2. 12 Sistem Penghawaan Pasif ........................................................................ 24
Gambar 2. 13 Sistem Passive Solar Heating ................................................................... 24
Gambar 2. 14 Prinsip Umum Arsitektur Bioklimatik...................................................... 25
Gambar 2. 15 Tujuan Umum Arsitektur Bioklimatik...................................................... 27
Gambar 2. 16 Gedung Solaris ......................................................................................... 28
Gambar 2. 17 The National Commercial Bank ............................................................... 29
Gambar 2. 18 The James & Mau Office.......................................................................... 30
Gambar 2. 19 Rumah Suku Nenet ................................................................................... 31
Gambar 2. 20 Igloo Inuit Eskimo .................................................................................... 32

Gambar 4. 1 Potongan Memanjang Gedung Solaris ....................................................... 41


Gambar 4. 2 Landscaping Ramp ..................................................................................... 41
Gambar 4. 3 Simulasi Pergerakan Udara dalam Bangunan............................................. 42
Gambar 4. 4 Grand Atrium Gedung Solaris .................................................................... 42
Gambar 4. 5 Ilustrasi Cross Ventilation pada Solaris...................................................... 43
Gambar 4. 6 Solar/Light Shaft ........................................................................................ 43
Gambar 4. 7 Ground Level Gedung Solaris .................................................................... 44
Gambar 4. 8 Perspektif Fasad dengan Sun-shading ........................................................ 44
Gambar 4. 9 Denah Lantai 1 (kiri) dan Denah Tipikal (Kanan)...................................... 45
Gambar 4. 10 Perspektif Eksterior National Commercial Bank ..................................... 46
Gambar 4. 11 Bukaan Besar Menghadap ke Dalam........................................................ 46
Gambar 4. 12 Diagram Skematik Courtyard ................................................................... 47

xiv
Gambar 4. 13 Rencana Tapak National Commercial Bank............................................. 47
Gambar 4. 14 Potongan Tower Bank .............................................................................. 48
Gambar 4. 15 Block Plan dari The James & Mau Office ................................................ 49
Gambar 4. 16 Suasana Eksterior dari The James & Mau Office ..................................... 50
Gambar 4. 17 Thermal Mass pada The James & Mau Office ......................................... 50
Gambar 4. 18 Ilustrasi Cavity Masonry Wall .................................................................. 51
Gambar 4. 19 Suasana Interior The James & Mau Office............................................... 51
Gambar 4. 20 Ilustrasi Direct Solar Gain ........................................................................ 52
Gambar 4. 21 Double Glazed Window ........................................................................... 52
Gambar 4. 22 Solar/Sun-Shading .................................................................................... 53
Gambar 4. 23 Denah Solar/Sun-Shading......................................................................... 54
Gambar 4. 24 Suasana Eksterior Rumah Nenet saat Musim Dingin ............................... 54
Gambar 4. 25 Proses Penyusunan Rangka Tiang ............................................................ 55
Gambar 4. 26 Suasana Rumah Nenet saat Musim Panas ................................................ 56
Gambar 4. 27 Suasana Interior Rumah Nenet ................................................................. 56
Gambar 4. 28 Ilustrasi Potongan Igloo ............................................................................ 57
Gambar 4. 29 Lengkung Catenary................................................................................... 57
Gambar 4. 30 Proses Pembuatan Igloo............................................................................ 58
Gambar 4. 31 Ilustrasi Terjadinya Konveksi Udara dalam Igloo .................................... 59
Gambar 4. 32 Suasana Interior Igloo ............................................................................... 60

xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perbandingan Iklin dengan Cuaca ..................................................................... 7
Tabel 2. 2 Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik ............................................................ 25

Tabel 4. 1 Perbandingan Tantangan Desain Tiap Iklim ................................................... 40


Tabel 4. 2 Perbandingan Solusi Desain Setiap Iklim ....................................................... 61

xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arsitektur tak hanya merupakan sebuah disiplin ilmu yang menciptakan
sebuah bangunan dengan langgam dan fungsi. Namun juga sebagai buah dari
budaya yang dikembangkan oleh masyarakat secara terus menerus, dengan tujuan
agar mampu menjawab kebutuhan manusia untuk bernaung, bertahan dari iklim dan
mengangkat taraf kehidupan menjadi lebih baik. hal ini sejalan dengan prinsip
klimatologi arsitektur. Faktor yang memengaruhi perkembangan arsitektur di suatu
wilayah yaitu posisi relatif terhadap garis peredaran matahari (sun path), altitude
atau ketinggian suatu tempat terhadap permukaan laut,, pergerakan angin, struktur
batuan dan tanah setempat, jenis vegetasi pada bioma, curah hujan, temperature
rata-rata, dan masih banyak lagi. (Lakitan 2002)
Pengaruh iklim terhadap arsitektur tentunya memiliki peran vital dalam
menentukan tentang bagaimana bangunan itu akan dibuat sesuai fungsinya.
Beberapa aspek yang dipengaruhi oleh iklim diantaranya adalah gubahan massa
bentuk bangunan, sistem struktur bangunan, sistem utilitas dan fisika bangunan,
dan pemilihan material yang digunakan pada bangunan. Dalam tahap perancangan
nya hal-hal diatas tentu menjadi variabel penting dalam desain guna meyelaraskan
bangunan dengan iklim dan kondisi lingkungan di sekitarnya, mengingat setiap
tempat dengan iklim berbeda maka memiliki tantangan lingkungan yang berbeda
pula. Dengan mengetahui perihal aspek-aspek tersebut kemudian membuat desain
yang sesuai dengan kondisi lingkungan, maka diharapkan akan tercipta sebuah
bangunan yang selaras dengan lingkungan dan tidak memberi dampak negatif
terhadap kelestarian lingkungan serta habitat eksisting setempat. Salah satu
pendekatan arsitektur yang mendukung segala perihal di atas yaitu pendekatan
arsitektur bioklimatik.
Masalah tentang arsitektur yang memperhatikan kehidupan biologis serta
iklim atau dikenal sebagai pendekatan arsitektur bioklimatik telah diidentifikasi
pertama kali oleh Olgyay pada tahun 1950-an dan sudah dikembangkan sebagai
salah satu proses dalam desain pada tahun 1960-an (Olgyay, 1963). Dalam proses
desain yang menggunakan pendekatan bioklimatik, ada beberapa disiplin ilmu yang

1
digabung menjadi satu kesatuan dalam desain yaitu ilmu fisiologi manusia,
klimatologi, dan fisika bangunan (szokolay, 2004) atas dasar tersebut arsitektur
bioklimatik dewasa ini telah dianggap sebagai syarat bagi sebuah bangunan untuk
memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan.
Semua pernyataan yang telah disampaikan di atas menunjukan bahwa
fenomena terkait perlu adanya pembahasan mengenai keterkaitan iklim terhadap
arsitektur menggunakan pendekatan bioklimatik. Dari tulisan ini diharapkan dapat
disusun berupa theoretical framework tentang iklim dan arsitektur berdasar pada
studi yang dilakukan.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan menjadi sebuah

permasalahan, antara lain :

1. Hubungan antara Iklim dan Arsitektur

2. Penyesuaian bangunan di berbagai iklim

3. Aplikaasi pendekatan arsitektur bioklimatik dalam desain arsitektur sebagai

syarat pembangunan berkelanjutan

1.3 Rumusan Masalah


1 Apa keterkaitan antara disiplin ilmu arsitektur dengan ilmu klimatologi?

2 Bagaimana karakteristik bangunan pada setiap iklim yang berbeda-beda?

3 Apa yang dimaksud dengan pendekatan arsitektur bioklimatik?

4 Bagaimana penerapan desain bioklimatik pada bangunan di setiap iklim

1.4 Tujuan Penelitian


1 Memenuhi salah satu mata kuiah seminar arsitektur dan sebagai salah satu

syarat akademik pada bidang studi S1 Arsitektur Fakultas Teknik

2
Universitas Lampung.

2 Untuk mengetahui keterkaitan keterkaitan antara disiplin ilmu arsitektur

dengan ilmu klimatologi.

3 Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik pendekatan arsitektur

bioklimatik

4 Untuk mengetahui karakteristik dan tipologi bangunan pada setiap iklim

yang berbeda-beda.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Memberikan informasi terkait penelitian yang dapat memberikan edukasi,

serta membuka wawasan mengenai keanekaragaman bentuk arsitektur di

dunia.

2 Mengetahui dan dapat mengidentifikasi jenis karakteristik arsitektur yang

ada berdasarkan tipologinya.

3 Memberi pemahaman dan menjadikan referensi dalam kegiatan

perancangan arsitektur yang sesuai dengan kondisi iklim dan lingkungan

yang ada.

4 Menjadi referensi literatur tentang bagaimana mendesain sebuah bangunan

yang dapat menyesuaikan lingkungan sekitar dengan pendekatan

bioklimatik, dan mewujudkan bangunan ramah lingkungan serta

berkelanjutan.

1.6 Batasan Masalah


Batasan dalam penelitian seminar arsitektur ini adalah menjelaskan

mengenai korelasi antara iklim dengan arsitektur menggunakan kacamata

3
arsitektur bioklimatik di berbagai iklim yang ada.

1.7 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan
Seminar Arsitektur ini terdiri dari 5 bab, sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan hal-hal yang melatar belakangi pemilihan judul,
permasalahan-permasalahan, tujuan, manfaat, lingkup pembahasan serta
kerangka berpikir dalam proses perumusan konsep penelitian
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menguraikan tinjauan pustaka mengenai klasifikasi iklim, unsur-unsur
iklim, pengertian arsitektur bioklimatik, karakteristik arsitektur bioklimatik,
prinsip arsitektur bioklimatik hubungan antara iklim dan arsitektur, studi
preseden bangunan bioklimatik.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Menguraikan Menjelaskan tentang metode dan langkah yang dilakukan oleh
penulis dalam mengumpulakn informasi atau data yang berhubungan
dengan penelitian dan dilakukan oleh penulis dalam laporan.
4. BAB IV PELAKSANAAN PEKERJAAN DAN PEMBAHASAN
Menguraikan hasil dan pembahasan mengenai hubungan antara pendekatan
konsep dengan bangunan, menguraikan bagimana pendekatan konsep akan
diterapkan pada bangunan, menguraikan hasil keluaran yang diinginkan,
serta memaparkan informasi tentang prinsip aplikasi pendekatan konsep
terhadap sebuah bangunan kemudian memaparkan korelasi disertai studi
komparasi dari tiap-tiap klasifikasi iklim
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Menguraikan tentang kesimpulan setelah penelitian mengenai korelasi
antara iklim dan arsitektur dengan pendekatan bioklimatik : bentuk,
material, kenyamanan thermal, dan vegetasi.

4
1.8 Kerangka Berfikir

LATAR BELAKANG
1. Adanya kebutuhan manusia mengenai kenyamanan tempat bernaung dengan arsitektur yang sesuai dengan
lingkungan
2. Maraknya terjadi perubahan iklim
3. Keterkaitan antara iklim dengan arsitektur
4. Pendekatan Arsitektur Bioklimatik

IDENTIFIKASI MASALAH

1 Hubungan antara Iklim dan Arsitektur


2 Penyesuaian bangunan di berbagai iklim
3 Aplikaasi pendekatan arsitektur bioklimatik dalam desain arsitektur

TUJUAN PENELITIAN

1 Memenuhi salah satu mata kuiah seminar arsitektur dan sebagai salah satu syarat akademik pada bidang studi
S1 Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Lampung.
2 Untuk mengetahui keterkaitan keterkaitan antara disiplin ilmu arsitektur dengan ilmu klimatologi.
3 Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik pendekatan arsitektur bioklimatik
4 Untuk mengetahui karakteristik dan tipologi bangunan pada setiap iklim yang berbeda-beda.

METODE PENELITIAN PENDEKATAN BIOKLIMATIK

Metode symtomatic. metode symtomatic adalah Bioklimatik adalah Ilmu yang mempelajari antara
hubungan iklim dan kehidupan terutama efek dari iklim
metode penelitian dengan menggunakan studi
pada kesehatan dan aktivitas sehari-hari. Ken Yeang (1994)
preseden terhadap prinsip yang sudah ada. Dan mengemukakan beberapa alasan kuat yang mengharuskan
menggunakan . Metode deskriptif adalah penerapan bioklimatik dalam desain, yakni : pemanfaatan
bertujuan untuk mendeskripsikan, menjelaskan energi yang lebih rendah dalam pengoperasian bangunan,
dan memvalidasi fenomena sosial yang menjadi keinginan untuk merasakan iklim eksternal yang khas dari
suatu tempat dan kepedulian terhadap lingkungan ekologis.
objek penelitian.

KORELASI ANTARA IKLIM DAN ARSITEKTUR DEGAN


PENDEKATAN BIOKLIMATIK : BENTUK, MATERIAL,
KENYAMANAN THERMAL, DAN VEGETASI.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Iklim


2.1.1 Pengertian Iklim
Iklim merupakan salah satu peristiwa alam berupa cuaca yang terjadi di wilayah
yang luas. Kenampakan alam yang terjadi tersebut merupakan sebuah sintesa atau
kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur dari cuaca dalam jangka waktu yang lama di
suatu wilayah. Sintesa dari setiap unsur pada cuaca tersebut diuraikan pula sebagai data
statistic yang didalamnya terdadpat rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi kejadian,
dan sebagainya. Waktu yang dibutuhkan untuk menentukan klasifikasi iklim dari suatu
wilayah minimal adalah 30 tahun dengan periodisasi penyelidikan setiap kurun waktu satu
tahun. Maka dari itu iklim sering disebut sebagai nilai statistic cuaca jangka Panjang di
suatu wilayah (Handoko, 1994).

Gambar 2. 1 Diagram Definisi Iklim


Sumber : Analisis Penulis
Perlu diperhatikan bahwasannya iklim berbeda dengan cuaca. Cuaca adalah
segala intensitas peristiwa alam yang terjadi di atmosfer lapisan troposfer dan
berdampak langsung terhadap kawasan yang ada di dalam jangkauan nya, cuaca
memiliki cakupan lokal atau sempit dan terjadi dalam waktu yang singkat.
Sedangakan Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca dalam suatu wilayah yang
luas dan berlangsung dalam waktu yang lama. Iklim yang ada di bumi sangat
memengaruhi segala kenampakan yang ada, seperti ; cuaca, suhu, kelembaban
udara, jenis tanah, vegetasi, fauna, presipitasi (curah hujan, salju,dll), dan masih

6
banyak lagi. Berikut ini merupakan tabel perbedaan iklim dengan cuaca.
Tabel 2. 1 Perbandingan Iklin dengan Cuaca
No.
Iklim Cuaca
1. Terjadi dalam kurun waktu yang lama, minimal Berlangsung dalam waktu yang singkat
30 tahun hingga jutaan tahun

2. Meliputi daerah yang luas Lokal dan meliputi wilayah yang sempit

3. Dapat berubah dalam waktu yang lama Dapat berubah dalam waktu yang singkat dapat
dalam menit maupun hari
4. Memengaruhi banyak aspek biosfer bumi Memengaruhi secara sementara dan sedikit

5. Dipengaruhi oleh : suhu, angin, kelembaban Dipengaruhi oleh : letak astronomis dan
udara, intensitas cahaya matahari, tekanan geografis (latittude). Elevasi (ketinggian),
udara, presipitasi (curah hujan). jajaran pegunungan, arus laut, siklon tekanan
angin.
Sumber : Analisis Penulis
Ilmu yang mempelajari tentang iklim disebut Klimatologi. Kata
Klimatologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu klima yang berarti kemiringan dan
logos yang berarti ilmu. Kemiringan di sini dimaksudkan sebagai letak lintang atau
latitude dari suatu lokasi di bumi. Jadi klimatologi adalah disiplin ilmu yang
menguraikan dan menjelaskan sifat, klasifikasi, dan keterkaitan iklim dengan segala
kenampakan yang ada di bumi. Termasuk keterkaitan nya dengan disiplin ilmu
arsitektur. Klimatologi memerlukan variabel dan interpretasi dari data-data yang
banyak sehingga dalam pendalaman ilmunya memerlukan statistik untuk dapat
mengambil kesimpulan dari setiap persoalan iklim yang dihadapi. Maka dari itu
banyak orang yang menyebut klimatologi sebagai ilmu meteorologi statistik
(Tjasyono, 2006).
2.1.2 Unsur-Unsur Iklim
2.1.2.1 Suhu / Temperatur
Suhu merupakan keadaan thermal udara di suatu tempat dalam waktu
tertentu yang diukur dengan parameter berupa derajat. Udara memiliki temperatur
merupakan reaksi dari aktivitas molekul dalam atmosfer. Alat untuk mengukur suhu
disebut dengan Thermometer. Skala yang dipakai dalam mengukur suhu udara
adalah Celcius (C), Farenheit (F), Kelvin (K), Reamur (R).
Perbedaan suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
• Intensitas cahaya matahari, semakin banyak dan semakin lama intensitas
cahaya yang diterima, maka suhu udara akan meningkat. Intensitas cahaya

7
ini dipengaruhi oleh sudut datang sinar matahari, semakin dekat dengan
garis khatulistiwa maka sudut matahari akan tegak lurus intensitas akan
semakin banyak. Sebaliknya semakin jauh suatu wilayah dari garis
khatulistiwa maka intensitas cahaya akan semakin sedikit. Faktor tersebut
menghasilkan klasifikasi iklim matahari.
• Ketinggian atau elevasi dari suatu wilayah juga dapat memengaruhi suhu
yang ada, semakin tinggi suatu tempat maka suhu akan semakin rendah.
Penurunan suhu ini hanya terjadi di troposfer yaitu lapisan terbawah
atmosfer. Setiap naik 100 m di maka suhu akan turun 0,5 ºC sampai dengan
0,6 ºC.
• Sifat permukaan bumi, (lautan/daratan), daratan akan lebih cepat menerima,
menyerap dan melepaskan panas, sedangkan lautan adalah sebaliknya.
2.1.2.2 Tekanan Udara
Atmosfer merupakan selubung gas yang menutupi bumi, sama halnya
dengan benda padat dan cair, gas juga memiliki kerapatan atau densitas dan juga
massa jenis. Hal ini lah yang menyebabkan udara di atmosfer dapat memiliki
tekanan terhadap permukaan bumi. Tekanan udara di bumi bervariasi dari yang
memiliki tekanan udara rendah atau biasa disebut wilayah minimum (-), sampai
dengan wilayah dengan tekanan udara tinggi (+). Semakin tinggi suatu wilayah dari
permukaan laut maka tekanan udara akan semakin rendah, karena lapisan udara
akan semakin berkurang. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara sebut
dengan barometer. Satuan yang digunakan yaitu milibar (mb), milimeter air raksa
(mmHg), dan juga skala atmosfer (atm).
2.1.2.3 Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan densitas uap air yang ada di dalam udara,
semakin banyak uap air maka udara akan nilai kelembaban udara akan semakin
tinggi. Kelembaban udara dapat berubah-ubah setiap waktu tergantung pada suhu
udara yang ada. Semakin tinggi suhu udara maka akan semakin banyak kandungan
uap air, kelembaban pun semakin tinggi. Sebaliknya jika suhu udara semakin
rendah maka kelembaban udara akan semakin rendah. Alat untuk mengukur
kelembaban udara disebut dengan hygrometer

8
2.1.2.4 Angin
Angin dalam definisi sederhana adalah aliran udara yang bergerak, udara
akan bergerak dari tempat yang memiliki tekanan udara tinggi menuju tempat yang
memiliki tekanan udara rendah. Hal tersebut didasari oleh hukum Buys Ballor yang
menyatakan bahwa "udara mengalir dari daerah bertekanan maksimum ke daerah
bertekanan minimum. Arah angin akan membelok ke kanan di belahan bumi utara,
serta membelok ke kiri di belahan bumi selatan". Alat yang berfungsi untuk
mengukur angin adalah anemometer, menggunakan satuan meter per menit.
Angin dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Klasifikasi ini bergantung dari asal
dan arah suatu angin berhembus.
a. Angin Darat dan Angin Laut
Kedua angin ini merupakan jenis angin yang paling sering dijumpai.
Khususnya untuk wilayah pesisir pantai. Angin darat adalah angin yang
bertiup dari daratan menuju lautan. Angin ini terjadi saat malam hari dan
biasanya dimanfaatkan oleh nelayan tradisional untuk berangkat berlayar
saat malam.
Angin laut adalah angin yang berhembus dari laut menuju daratan. Saat
matahari menyinari bumi, daratan akan lebih cepat menerima panas dari
matahari, berbeda dengan lautan yang relatif lebih lambat. Hal tersebut
mengakibatkan daratan menjadi daerah yang memiliki tekanan udara rendah
(minimum/-) dan lautan akan menjadi daerah dengan tekanan udara tinggi
(maksimum/+). Maka udara akan bergerak dari laut ke daratan.
b. Angin Lembah dan Angin Gunung
Kedua angin ini biasa terjadi di wilayah dekat pegunungan. Angin lembah
berlangsung dari pagi sampai menjelang sore, suhu udara di pegunungan
akan lebih cepat menerima panas dari matahari, hal ini menyebabkan suhu
di pegunungan akan lebih tinggi dari suhu lembah. Suhu yang lebih tinggi
di pegungungan akan berdampak pada tekanan udara yang lebih rendah,
berbanding terbalik dengan keadaan di lembah, sehingga angin akan
berhemus dari lembah menuju pegunungan.
Angin gunung adalah keadaan sebaliknya dari angin lembah. Pada sore hari
sampai malam hari di daerah lembah akan relative lebih panas dari

9
pegunungan. Hal tersebut mengakibatkan tekanan udara di lembah akan
lebih rendah dari udara di pegunungan, dan terjadilah hembusan angin dari
pegunungan menuju lembah.
c. Angin Fohn
Angin ini merupakan angin kering yang memiliki kemiripan dengan angin
gunung, yang membedakan kedua angin ini adalah sifat-sifat dari angin
Fohn. Angin ini juga disebut sebagai angin jatuh karena pergerakan nya
yang selalu menuju tempat yang lebih rendah.
Angin fohn yang bersifat kering dan panas adalah angin yang berhembus
dari daerah dengan temperatur lebih tinggi. Contohnya angin Kumbang
(Cirebon), angin Brubu (Makasar), angin Bahorok (Deli), dan angin
Wambrawu (Biak)
Angin fohn yang bersifat kering dan dingin merupakan angin yang
berhembus jatuh dari puncak pegunungan tinggi. Contohnya angin Bora di
Samudera Atlantik, angin Mistral di pantai selatan Perancis, dan angin
Sirocco di pantai Laut Adriatik.
2.1.2.5 Curah Hujan
Segala bentuk air baik cair maupun padat yang jatuh ke permukaan bumi
biasa disebut sebagai presipitasi. Proses ini dapat dijelaskan dalam siklus hidrologi.
Siklus hidrologi dimulai dari penyinaran matahari pada hidrosfer (permukaan air
bumi) yang mengakibatkan penguapan (evaporasi), uap air akan naik sampai
ketinggian tertentu dan mengalami pendinginan atau disebut sebagai kondensasi
dan membentuk butiran-butiran air di udara yang bias akita kenal sebagai awan.
Butiran air yang semakin banyak akan menyebabkan densitas awan semakin tinggi
dan pada akhirnya air akan jatuh sebagai hujan. Alat untuk mengukur air hujan
disebut fluviograph.
Curah hujan suatu wilayah akan langsung berdampak pada kesuburan tanah
dan jenis vegetasi yang tumbuh di Kawasan terseubut. Semakin tinggi curah hujan
maka tanah dan vegetasi yang ada akan cenderung lebih subur dibandingkan daerah
dengan curah hujan yang rendah.
2.1.2.6 Intensitas Cahaya Matahari
Letak astronomis dari suatu wilayah juga sangat memengaruhi iklim yang

10
ada. Posisi yang berpengaruh adalah berdasarkan garis lintang. Semakin dekat suatu
wilayah dari garis khatulistiwa maka intensitas cahaya akan semakin banyak dan
semakin lama. Sebaliknya jika letak suatu wilayah semakin jauh dengan garis
khatulistiwa dan cenderung lebih dekat dengan kutub bumi, maka intensitas cahaya
akan semakin sedikit dan singkat. Hal ini sejalan dengan kemiringan lintasan
matahari yang juga berbeda di setiap garis lintang.
Intensitas cahaya yang diterima akan berpengaruh terhadap tekanan udara
dan penguapan di suatu wilayah dan mengakibatkan adanya perbedaan iklim.
Klasifikasi iklim ini dikenal sebagai klasifikasi iklim matahari.

2.1.3 Klasifikasi Iklim


Semua unsur-unsur iklim yang sudah dijelaskan akan mengakibarkan
perbedaan karakteristik iklim di berbagai belahan bumi. Berikut ini adalah contoh
klasifikasi iklim.
2.1.3.1 Iklim Matahari
Iklim matahari adalah klasifikasi iklim yang didasarkan pada garis lintang
bumi. Perbedaan posisi lintang suatu wilayah akan berdampak pada perbedaan
intensitas cahaya matahari tahunan karena sudut arah datang cahaya matahari yang
berbeda. Semakin dekat suatu wilayah dari garis khatulistiwa maka intensitas
cahaya matahari tahunan akan semakin intensif karena sudut arah datang cahaya
cenderung tegak lurus, alhasil wilayah tersebut akan memiliki iklim hangat.
Sebaliknya jika suatu wilayah semakin jauh dari garis khatulistiwa, maka
intensitas cahaya matahari tahunan akan semakin sedikit karena sudut arah datang
cahaya matahari semakin mengecil, hal ini mengakibatkan wilayah tersebut
memiliki iklim dingin. Klasifikasi ini sejalan dengan gerak semu tahunan dari
matahari yang biasa digunakan untuk mengetahui musim tahunan di belahan bumi.

11
Gambar 2. 2 Peta Klasifikasi Matahari
Sumber : https://roboguru.ruangguru.com

Iklim matahari dibedakan menjadi 4 iklim. Berikut ini adalah klasifikasinya:


1. Iklim Tropis

Gambar 2. 3 Hutan Hujan Tropis


Sumber : https://www.balisafarimarinepark.com/tropical-rainforest-one-of-earths-large-
biome/
Iklim tropis berada di wilayah yang dilalui oleh garis khatulistiwa atau
terletak di antara garis lintang 23,5º LU sampai 23,5º LS. Iklim ini meliliki
rata-rata suhu tahunan di atas 18 ºC dan mendapatkan pasokan matahari
secara optimal sepanjang tahun. Wilayah yang beriklim tropis memiliki 2
musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Iklim tropis memiliki 4 jenis diantaranya : iklim hujan tropis, iklim muson

12
tropis, iklim sabana tropis, Ciri-ciri wilayah dengan iklim tropis adalah
sebagai berikut :
• Memiliki suhu relatif stabil dan tinggi. Pada umumnya berkisar
antara 20 ºC -30 ºC atau bahkan lebih dari 30 ºC di beberapa wilayah
• Memiliki curah hujan tinggi.
• Mendapat cahaya matahari optimal sepanjang tahun.
• Penguapan air laut cukup tinggi.
• Amplitudo suhu tahunan relatif kecil sehingga pergantian suhu tidak
tergolong ekstrem.
• Pada wilayah iklim tropis hujan (basah) Terdapat hutan hujan tropis
yang hijau sepanjang tahun dengan jenis vegetasi heterogen.
• Pada wilayah iklim tropis muson, terdapat hutan musim yang sangat
terpengaruh oleh dua musim yang ada.
• Pada wilayah iklim sabana tropis, terdapat banyak bioma sabana.
2. Iklim Subtropis

Gambar 2. 4 Hutan 4 Musim


Sumber : https://www.stateofthebirds.org/2016/habitats/temperate-forests/
Iklim subtropis adalah iklim yang berada di garis lintang 23,5º LU sampai
40º LU dan 23,5º LS sampai 40º LS. Iklim ini mengelilingi wilayah dengan
iklim tropis dan menjadi iklim peralihan antara iklim tropis dengan iklim
sedang. Wilayah dengan iklim subtropic memiliki 4 musim setiap tahunnya
yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin.
Ciri-ciri wilayah dengan iklim subtropis adalah sebagai berikut :

13
• Memiliki amplitudo suhu tahunan tinggi sehingga perubahan suhu
dan cuaca tergolong ekstrem.
• Waktu siang hari akan lebih lama saat musim panas dan relatif lebih
singkat saat musim dingin.
• Memiliki tekanan udara lebih tinggi dibandingkan dengan iklim
tropis.
• Kelembaban udara relatif lebih rendah.
• Memiliki curah hujan yang rata dengan nilai berkisar 750 mm
sampai 1000 mm per tahun.
• Memiliki vegetasi berdaun lebar dan hijau saat musim semi dan
musim panas. Serta berguguran saat musim gugur dan musim
dingin.
• Vegetasi hutan memiliki variasi yang sedikit.
3. Iklim Sedang

Gambar 2. 5 Hutan hujan iklim sedang


Sumber : https://www.konsepgeografi.net/2017/03/hutan-hujan.html
Iklim sedang berada di wilayah yang terletak di 40º LU sampai 66,5º LU
dan 40º LS sampai 66,5º LS. Sama halnya dengan wilayah iklim subtropik.,
wilayah dengan iklim sedang memiliki 4 musim setiap tahunnya. Yang
membedakan adalah jenis vegetasi dan sifat-sifat iklim yang berbeda. Iklim
sedang terbagi menjadi empat jenis yaitu : iklim laut pantai barat, iklim
stepa, iklim gurun dingin, dan iklim benua lembab.

14
Ciri-ciri wilayah dengan iklim sedang adalah sebagai berikut :
• Memiliki amplitudo suhu tahunan yang lebih besar dibandingkan
iklim tropis.
• Memiliki amplitudo suhu harian yang lebih kecil dibandingkan
iklim tropis.
• Tekanan udara dan arah angin sering mengalami perubahan yang
tidak menentu.
• Sering terjadi badai secara tiba-tiba dalam waktu yang tidak
menentu.
• Memiliki bioma hutan hujan iklim sedang dengan vegetasi daun
jarum atau biasa disebut tumbuhan konifera hutan ini memiliki
ragam vegetasi yang sedikit dan cenderung homogen.
4. Iklim Dingin
Iklim dingin berada di wilayah yang yang terletak di garis lintang 66,5º LU
sampai 90º LU (kutub utara) dan 66,5º LS sampai 90º LS (kutub selatan).
Iklim ini menutupi 20 % permukaan bumi. iklim ini memiliki musim panas
yang sejuk atau dingin dan musim dingin dengan suhu yang sangat dingin.
Iklim ini terdiri dari 3 jenis yaitu iklim taiga, iklim tundra, dan iklim kutub
• Iklim Taiga

Gambar 2. 6 Hutan Boreal


Sumber : https://factinformer.com/facts/124/about-taiga/

Iklim ini memiliki suhu yang sangat rendah ketika musim dingin.
wilayah dengan iklim taiga memiliki bioma dengan vegetasi hutan
konifera atau biasa disebut hutan boreal. Bioma ini merupakan

15
bioma terluas di muka bumi jika seluruhnya disatukan.
• Iklim Tundra

Gambar 2. 7 Bioma Tundra


Sumber : https://fanimal.online/the-tundra-ecosystem/
Iklim tundra memiliki suhu sangat dingin hingga berada di ambang
batas normal. Wilayah yang memiliki iklim tundra berisi daratan
dingin yang beku dan terdapat vegetasi berupa tumbuhan berusia
singkat seperti lumut dan rumput semak.
• Iklim Kutub

Gambar 2. 8 Bioma Kutub


Sumber : https://unsplash.com/
Wilayah dengan iklim kutub merupakan wilayah yang memiliki
suhu rendah yang sangat ekstrem. Iklim ini berada di kutub utara dan
juga kutub selatan (antartika). Iklim ini membuat wilayah yang
diliputinya memiliki lapisan es tebal dan salju abadi sepanjang tahun
sehingga tidak akan memungkinkan bagi tumbuhan untuk dapat
hidup di iklim ini.

16
2.1.3.2 Iklim Köppen
Klasifikasi iklim ini merupakan klasifikasi yang paling dikenal dan
digunakan secara internasiona; dalam menentukan iklim suatu wilayah sejak
publikasi pertamanya oleh klimatologis berdarah jerman-rusia Wladimir Köppen
pada tahun 1884 sampai perbaikan-perbaikan yang tertulis dalam buku Gruudis Der
Klimakunde (1931). Kemudian seorang ahli iklim jerman bernama Rudolf Geiger
bekerjasama untuk menyempurnakan observasinya, alhasil klasifikasi ini juga
sering disebut sebagai klasifikasi iklim Köppen – Geiger.

Gambar 2. 9 Peta Klasifikasi Iklim Köppen-Geiger


Sumber : M. C., Finlayson, B. L., and McMahon, T. A. (University of Melbourne).

Dasar klasifikasi ini adalah suhu dan hujan rata-rata bulanan maupun
tahunan yang dihubungkan dengan keadaan vegetasi alami berdasarkan peta
vegetasi De Candolle (1874). Berdasarkan variabel tersebut Köppen membagi iklim
dalam lima jenis iklim pokok. Masing masing iklim diberi symbol A, B, C, D, dan
E. pembagian dari iklim ini yaitu sebagai berikut :
1) Iklim A (Megathermal Tropis)
• Memiliki bioma hutan hujan tropis
• Suhu rata-rata bulanan tidak kurang dari 18ºC
• Curah hujan signifikan rata-rata lebih dari 70 cm/tahun
• Vegetasi yang tumbuh sangat beraneka ragam.

17
2) Iklim B (Kering)
• Memiliki Bioma gurun dan semiarid (steppa/padang rumput kering)
• Suhu rata-rata tahunan kisaran 20 ºC
• Curah hujan terendah kurang dari 25,4 cm/tahun
• Penguapan (evaporasi dan transpirasi) tinggi
3) Iklim C (Mesothermal Subtropis)
• Memiliki Bioma hutan musim
• Suhu rata-rata bulan terdingin antara 18 ºC – 0 ºC
• Memiliki setidaknya satu bulan dengan suhu rata-rata di atas 10 ºC
4) Iklim D (Mikrotermal Dingin)
• Memiliki Bioma hutan konifer atau tumbuhan berdaun jarum (taiga)
• Memiliki setidaknya satu bulan terdingin dengan suhu rata-rata di
bawah 10 ºC
• Memiliki setidaknya satu bulan terpanas dengan suhu rata-rata di atas
10 ºC
5) Iklim E (Kutub)
• Memiliki Bioma gurun es kutub (tundra)
• Suhu rata-rata dibawah 10 ºC sepanjang tahun
2.2 Tinjauan Arsitektur
Secara etimologi kata arsitektur berasal dari Bahasa Yunani yaitu
ἀρχιτέκτων : arkhitekton “arsitektur”. ἀρχι- “kepala” dan τέκτων
“pembangun”.Jadi arsitektur merupakan ilmu yang menjadi kepala atau pengarah
dari sebuah pembangunan. Sedangkan secara terminologi menurut KBBI arsitektur
adalah ‘seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan” atau
“metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan.
Para tokoh yang berpengaruh dalam sejarah arsitektur juga memberikan
pendapat tentang definisi arsitektur. Para tokoh tersebut diantaranya, Marcus Pollio
Vitruvius yang mendefinisikan arsitektur adalah sebuah karya rancang yang memiliki 3
aspek yaitu firmitas (kekuatan), venustas (keindahan), dan utilitas (kegunaan). Kemudian
seorang bapak pencetus gerakan modern bauhaus yaitu Walter Gropius mendefinisikan
arsitektur sebagai “ekspresi tertinggi seseorang yang mengandung unsur
semangat,kemanusiaan, kesetiaan, dan keyakinan”. Selanjutnya Francis DK Ching juga

18
memberikan pendapatnya yaitu “kegiatan menyusun suatu tautan yang menyatukan :
Ruang, bentuk, kiat, fungsi”. Dan tokoh selanjutnya merupakan tokoh arsitektur nasional
yaitu YB Mangunwijaya yang mendefinisikan arsitektur sebagai “Wastuwidya (ilmu
bangunan) yang mencakup : tata bumi, tata bangunan, dan tata lintas (sirkulasi).
Dari beberapa pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan tentang definisi
arsitektur yang dapat dilihat pada gambar 3.10 yang menunjukan diagram alur arsitektur.

Gambar 2. 10 Diagram Alur Arsitektur Arsitektur


Sumber : Analisis Penulis

Arsitektur lahir dari adanya kebutuhan manusia yang kemudian diatasi dengan kiat,
ekspresi, dan konsep dari sebuah rancangan bangunan yang didalamnya harus
memiliki 3 aspek yaitu firmitas, venustas, dan utilitas. Gagasan yang disusun
selanjutnya akan menciptakan ruang dan bentuk yang mana ini merupakan keluaran
dari kebutuhan manusia itu sendiri.
2.3 Tinjauan Bioklimatik
Bioklimatik berasal dari bahasa asing bioclimatology. Menurut Yeang
Kenneth, “ Bioclimatology is the study of the relationship between climate and life,
particulary the effect of climate on the health of activity of living things.”
Bioklimatik adalah Ilmu yang mempelajari hubungan antara iklim dan kehidupan,
terutama efek dari iklim pada kesehatan dan aktivitas sehari-hari.
Bioklimatik menurut kamus Oxford adalah iklim atau zona iklim yang
menjadi pertimbangan ataupun mendefinisikan hubungan antara organisme hidup
dan pola penyebarannya. Dari penjelasan tersebut menunjukan bahwa pendekatan
bioklimatik berusaha untuk menyelaraskan antara kehidupan organisme yang ada

19
dengan lingkungan dan iklim yang ditempatinya, agar terjadi keseimbangan antara
keduanya. Dari aktivitas organisme yang ada, disiplin ilmu arsitektur merupakan
salah satu yang paling memiliki andil dalam desain bioklimatik. Yaitu dalam desain
arsitektur bioklimatik.
2.4 Tinjauan Arsitektur Bioklimatik
2.4.1 Pengertian Arsitektur Bioklimatik
Arsitektur Bioklimatik merupakan cabang dari Arsitektur Ekologis
(lingkungan). Pada arsitektur lingkungan, strategi yang ditempuh dalam
pendekatannya adalah merancang sebuah bangunan yang dapat merespon terhadap
iklim pada tapak, baik dalam skala iklim makro maupun iklim mikro. Setelah
menyesuaikan iklim setempat, arsitektur lingkungan akan merespon iklim dengan
mencari kenyamanan thermal pengguna bangunan.

Gambar 2. 11 Diagram Arsitektur Bioklimatik Sebagai Pendekatan Desain


Sumber : Analisis Penulis Disarikan Dari Krisdianto, 2010; dan Mitja, 2019

Arsitektur bioklimatik adalah pendekatan gabungan dalam desain arsitektur


yang mengintegrasikan ilmu psikologi manusia, klimatologi dan integrasi ilmu
fisika bangunan pada arsitektur regional (Krisdianto, Abadi, & Ekomadyo. 2011)
tak lupa juga dengan teknologi arsitektur. Arsitektur bioklimatik

20
mempertimbangkan desain dari bangunan dan ruang, yang didasarkan iklim lokal
dan ditujukan untuk menghasilkan kenyamanan thermal bagi pengguna bangunan.
Pendekatan ini berusaha membuat iklim di luar bangunan agar dapat selaras dengan
iklim yang ada di dalam bangunan. Dalam artian arsitektur bioklimatik berperan
sebagai pengubah (transformer). Penggabungan dari semua ilmu tadi kemudian
akan menghasilkan sebuah desain arsitektural yang sehat, nyaman, dan efisien.
Kemudian bangunan akan menjadi hemat energi dan menjadi berkelanjutan.
Arsitektur bioklimatik menghadirkan solusi berupa solusi arsitektur pasif
dengan meminimalisir sedikit mungkin intervensi dari solusi aktif atau buatan
(mekanik) pada saat mendesain bangunan. Solusi pasif yang dihadirkan diantaranya
adalah passive cooling, passive lighting, passive ventilation. dan masih banyak
yang lainnya. Passive solution yang digunakan sebenarnya berasal dari adaptasi
arsitektur vernakular tiap daerah yang sudah menggunakan solusi pasif untuk dapat
bertahan dengan iklim dan lingkungan sejak dulu kala. Dari arsitektur vernakular
tersebut barulah diterapkan dengan modifikasi sesuai kebutuhan dan melahirkan
solusi pasif yang sesuai.

2.4.2 Awal Mula Kemunculan Arsitektur Bioklimatik


Awal mula gerakan arsitektur bioklimatik adalah ketika dunia kala itu
menghadapi tantangan global tentang permasalahan energi dan lingkungan setelah
beberapa dekade dari revolusi industri. Yang pertama kali menyinggung tentang
arsitektur yang berfokus pada keselarasan dengan alam adalah Frank Loyd Wright,
dengan karya-karya nya yang yang berusaha untuk menyelaraskan bangunan
dengan alam. Kemudian gagasan dari Frank Loyd Wright dilanjutkan oleh Oscar
Niemeyer dengan menggunakan paham keselarasan terhadap keadaan alami dari
alam, penguasaan secara fungsional, kematangan dalam pengolahan serta
pemilihan bentuk, struktur, dan bahan.
Kedua tokoh arsitek tersebut menjadi cikal bakal istilah arsitektur
bioklimatik muncul. Dan pada tahun 1963 seorang arsitek Bernama Viktor Olgyay
memperkenalkan pertamakali istilah arsitektur bioklimatik. Dan puncaknya pada
tahun 1990an arsitektur bioklimatik mulai dipakai untuk bangunan tinggi yang
dicetuskan pertamakali oleh arsitek terkenal asal Malaysia yaitu Kenneth Yeang.

21
Arsitektur ini muncul karena adanya tantangan bagi arsitek dalam membuat
sebuah bangunan yang juga harus memperhatikan lingkungan sekitar terutama
iklim untuk menciptakan kenyamanan bagi pengguna bangunan. Berikut ini adalah
tantangan desain yang menjadi faktor lahirnya arsitektur bioklimatik.
2.4.2.1 Krisis Energi
Selama puluhan tahun manusia telah menggunakan banyak energi yang
tidak terbarukan. Salah satu yang paling sering dipakai adalah energi berupa bahan
bakar fossil. Jenis energi ini merupakan energi tak terbarukan yang biasa digunakan
pada sektor industri, kendaraan bermotor, dan juga bangunan karya arsitektur.
2.4.2.2 Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca merupakan peristiwa dimana panas yang datang dari
matahari tidak mampu untuk dipantulkan kemali keluar bumi dikarenakan terhalang
oleh lapisan gas CO2 dari emisi bahan bakar dan aktivitas industri yang banyak
menghasilkan polusi ini.
2.4.2.3 Polusi Energi & Kesehatan Manusia
Polusi energi bisa datang dari berbagai sektor dalam kegiatan manusia
sehari-hari, polusi tersebut pada umumnya adalah polusi CO2 (carbon dioxide), CO
(carbon monoxide), dan CFC (cloroflouro carbon) kegiatan yang menghasilkan
emisi gas CO2 dan CO diantaranya, pemakaian kendaraan bermotor, aktivitas
manufaktur pada industri yang menggunakan bahan bakar fossil, pembangkit listrik
tenaga uap yang membutuhkan bahan bakar fossil untuk mengaktifkan pembangkit
listrik, dan masih banyak yang lainnya. Emisi berlebih dari kedua gas ini adalah
pemanasan global dari terjadinya efek rumah kaca. Kegiatan yang menghasilkan
polusi emisi CFC adalah pemakaian berlebih botol spray dengan gas dan juga
pemakaian air conditioner (AC) berlebihan. Dampak dari emisi CFC yang berlebih
adalah penipisan lapisan ozon.
2.4.2.4 Perubahan Iklim
Dampak akhir dari semua hal di atas jika tidak diatasi secepatnya adalah
terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim ini tidak bisa dianggap sepele karena
menyangkut terhadap semua sektor kegiatan global yang sangat sentral, dan jika
hal ini terjadi maka akan terjadi ketidakseimbangan antar wilayah yang akan
menyebabkan kerusakan pada bumi. Namun hal ini masih berusaha diatasi dengan

22
adanya peraturan emisi karbon dan juga peraturan kendaraan bermotor yang sudah
mulai dibatasi jenisnya.

2.4.3 Karakteristik Arsitektur Bioklimatik


Karakteristik utama yang harus ada di arsitektur bioklimatik adalah
mengambil sisi terbaik dari kondisi bioklimatik lokal pada tapak dan juga dengan
manfaat lingkungan yang sudah ada (eksisting) dari tapak yang akan dibangun
(Widera. 2015) karakter yang harus dihadirkan antara lain :
2.4.3.1 Occupant Satisfaction and Comfort
Kenyamanan pengguna bangunan merupakan salah satu elemen kunci dari
arsitektur bioklimatik. Kenyamanan yang dibutuhkan ada 3 aspek yaitu
kenyamanan thermal, kenyamanan visual, kenyamanan psikologis.
1) Kenyamanan Thermal, kenyamanan yang berasal dari kesesuaian suhu
tubuh dari pengguna bangunan dengan suhu iklim dalam bangunan yang
ditempati. Penyesuaian suhu yang baik akan menciptakan lingkungan
ruangan yang nyaman.
2) Kenyamanan Visual, kenyamanan yang berasal dari kepuasan indera
manusia tak hanya dari indera pengelihatan saja, tetapi keseluruhan panca
indera yang terpuaskan dengan desain bangunan.
3) Kenyamanan Psikologis, kenyamanan yang berasal dari suasana dan
penataan ruang serta tata letak furnitur yang efisien. Dan juga gabungan dari
2 aspek kenyamanan sebelumnya yang akan memberikan dampak
psikologis yang positif bagi pengguna bangunan.
2.4.3.2 Vernacular Passive Solution Analitycal Studies
Arsitektur vernakular yang sudah ada sejak dulu sudah menerapkan sistem
penyesuaian terhadap lingkungan sekitar. Dari hal ini maka sistem penyesuaian
lingkungan dan iklim yang ada kemudian diadaptasi dan diterapkan pada sistem di
arsitektur bioklimatik. Sistem yang diadaptasi yaitu sistem penghawaan dengan
passive solution dari iklim dab linkungan. Yaitu passive cooling dan passive
heating. Berikut ini adalah diagram contoh dari sistem passive cooling pada desain
bioklimatik.

23
Gambar 2. 12 Sistem Penghawaan Pasif
Sumber : Widera, 2015. P. 569

Ketiga sistem pendinginan pasif pada gambar 2.11 merupakan sistem solusi
pasif yang didasarkan pada penghawaan alami dengan memanfaatkan pergerakan
sirkulasi udara dan diterapkan di bagian yang berbeda.
1) Cross Ventilation, berdasarkan perbedaan tekanan udara pada bangunan,
dengan adanya 2 jalur bukan yang akan mengalirkan udara dengan baik
tanpa adanya udara yang terjebak.
2) Chimney Ventilation, penghawaan alami dengan memanfaatkan stack effect.
Yaitu tekanan udara rendah di bawah cerobong akan menghisap udara
dingin dari luar bangunan dan disalurkan ke atas cerobong sekaligus
membuang udara panas.
3) Wind Tower and Wind Catcher, berdasarkan sistem overpressure dan
underpressure. Sistem ini hamper sama dengan sistem cerobong, yang
membedakan adalah tower memiliki fungsi sebagai intake udara dan juga
sebagai exhaust udara.
Untuk contoh sistem passive heating pada desain bioklimatik adalah
menggunakan passive solar heating.

Gambar 2. 13 Sistem Passive Solar Heating


Sumber : https://thesolarlabs.com/ros/passive-solar-design/

24
Sistem ini menggunakan cahaya matahari dan thermal mass dalam ruangan
yang dapat mengabsorbsi panas. Dan penyaluran panas dalam ruangan terjadi
secara konveksi.

2.4.4 Prinsip Arsitektur Bioklimatik


Prinsip umum dari arsitektur bioklimatik adalah pengaruh matahari
terhadap iklim suatu daerah. Hal ini terkait dengan intensitas radiasi cahaya
matahari yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam klasifikasi iklim matahari.
Radiasi cahaya matahari adadlah penyebab semua karakteristik iklim tercipta dan
memengaruhi kehidupan manusia.

Gambar 2. 14 Prinsip Umum Arsitektur Bioklimatik


Sumber : Analisis Penulis Disarikan dari Lippsmeier, 1980; Szokolay, 19880; Koenigsberger et
all, 1973; Evan, 1980; Aronin, 1953; Givoni, 1998.

Berikut ini adalah tabel prinsip desain arsitektur bioklimatik pada setiap
iklim di muka bumi.
Tabel 2. 2 Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik
Sumber Referensi Pronsio Desaain Arsitektur Bioklimatik
1. Summer
a. Resist Heat Gain (menurunkan perolehan panas)
• Minimize conductive heatflow
Watson (1983) • Minimize infiltration
• Minimize solar gain
b. Promote Heat Loss (menaikan perolehan panas)
• Promote earth cooling
• Promote ventilation

25
Sumber Referensi Pronsio Desaain Arsitektur Bioklimatik
• Promote Radiant cooling
• Promote evaporative cooling
2. Winter
a. Promote Heat Gain
• Promote solar gain
b. Resist Heat Gain
• Minimize conductive heat flow
• Minimize external airflow
• Minimize infiltration
1. For Hot Dry Regions
a. Lowering the indoor temperature.
b. Natural ventilation.
c. Minimizing heat gain and loss when air conditioning is unavoidable.
d. Utilization of natural energy for hitting and cooling.
2. For Hot Humid Regions
a. Minimizing solar heating of the building.
Givoni (1998) b. Maximizing the rate of cooling in the evening.
c. Providing effective natural ventilation, even during rain.
d. Preventing rain penetration, even during rain.
e. Preventing entry of insects while the windows are open for ventilation
f. Providing spaces for semi outdoor activities and integral part of the
living space .
g. Minimize the risk from tropical storms. (in region subjected to
hurricanes or typhoons).
1. Penempatan core bukan hanya sebagai bagian struktur, namun juga dapat
berpengaruh terhadap kenyamanan thermal.
2. Menentukan orientasi bangunan untuk menciptakan konservasi energi
3. Penempatan bukaan jendela mempertimbaangkan fungsi ventilasi, asupan
cahaya, visualisasi, dan ekspresi bangunan.
4. Penggunaan balkon sebagai shading sinar matahari.
5. Membuat ruang tradisional di tengah dan sekeliling bangunan sebagai
ruang udara dan atrium.
Yeang (1994) 6. Desain pada dinding, penggunaan membrane yang mengubungkan
bangunan dengan lingkungan.
7. Hubungan terhadadp lanskap, lantai dasar bangunan tropis seharusnya
lebih terbuka dan menggunakan ventilassi alami
8. Menggunakan alat pembayang pasif sebagai esensi pembiasan sinar
matahari pada dinding yang menghadap matahari langsung.
9. Penyekat panas pada lantai, insolator panas yang baik pada kulit bangunan
dapat mengurangi pertukaran panas yang terik dengan udara dingin yang
berasal dari dalam bangunan.
Perancangan harus memperhitungkan kondisi iklim yang ekstrem. Kontrol
terhadap efek radiasi matahari yang intensif, angin kering yang membawa
debu, tingginya kelembaban, besarnya temperature harian pada bangunan.
Tropis Basah :
1. Penggunaan konstruksi ringan dan terbuka.
2. Penggunaan peneduhan dan permukaan yang dapat memantulkan
Lipsmeier (1980) cahaya.
3. Pembuatan ventilasi alamiah.
4. Segala jenis penyerap panas harus dihindarkan dan bidang dinding dapat
dibuka selebar mungkin untuk mendapatkan ventilasi silang yang
diperlukan.
5. Pemakaian dinding ringan dan tipis karena hanya berguna untuk
mencegah hujan dan angin.

26
Sumber Referensi Pronsio Desaain Arsitektur Bioklimatik
Tropis Basah :
1. Penggunaan konstruksi berat dan tertutup
2. Pemakaian dinding dengan sedikit lubang/ masif
Aronim (1953) 1. Control amount of radiation received from the sun.(sun radiation)
2. Respect to winds
Hot Arid Region :
1. High altitude and location with evaporative possibilities, cool air flow
effect, are advantageous.
2. A radiation absorbent surface and for its evaporative and shade giving
properties is needed.
3. High massive building are preferable.
4. Heat Loss, rather than gain, is the objective .
5. Avoid heat gain .
6. Shading devices exposed to wind convection .
Hot Humid Region :
Olgyay (1936) 1. Site selection and building should be shaded structures which encourage
cooling air movements, shade protection should be on all sun exposed
side.
2. Interior spaces must be shaded and well ventilated.
3. To avoid glare both inside and outside.
4. Cross ventilation is essential.
5. Stucture must be sheltered from sun and rain and hurricane.
6. Foundation must be proctected from moisture, mold, fungus, termites.
7. The structure must be protected againts fungus, mold and dampness
effects. A flow of breze is necessary to compensate for this. Structures
must be designed to withstand hurricane velocity winds.
1. Promotion Provide Space Cooling in Summer
Looman, R (2017) 2. Promotion Provide Space Heating in Winter
3. Prevention Heat Loss Limitation in Winter
Sumber: Disarikan dari Watson (1983); Aronin (1953); Yeang (1994); Givoni (1998); Lippsmeier
(1980); Olgyay (1963); Evan (1980); Looman (2017), Hyde (2000)

Gambar 2. 15 Tujuan Umum Arsitektur Bioklimatik


Sumber: Analisis Penulis Disarikan dari Larasati ZR & Mochtar, 2013

2.5 Studi Kasus Arsitektur Bioklimatik


Berikut ini merupakan studi kasus bangunan melalui kacamata bioklimatik
pada arsitektur di berbagai wilayah iklim. Studi kasus dibagi menjadi lima poin
berdasarkan jenis iklim sesuai dengan irisan dari dua klasifikasi iklim yang sudah

27
dijelaskan sebelumnya.

2.5.1 Arsitektur Bioklimatik Iklim A (Tropis)

Gambar 2. 16 Gedung Solaris


Sumber: https://www.worldconstructionnetwork.com/projects/solaris-fusionopolis/

Bangunan yang menjadi studi kasus pada iklim tropis adalah Gedung
Solaris yang terletak di Fusionopolis Hub North Business Park Singapura. Yaitu
area yang dirancang khusus untuk riset dan pengembangan teknologi, media, sains
fisika, dan industri rekayasa. Bangunan ini terdiri dari 15 lantai dengan konfigurasi
2 tower yang dihubungkan dengan atrium sentral yang memiliki sistem ventilasi
pasif.
Sistem ventilasi pasif pada atrium bangunan ini merupakan aplikasi desain
bioklimatik terhadap iklim tropis yang digunakan sang arsitek yaitu T.R. Hamzah
dan Ken Yeang dalam merancang bangunan ini. Serta memanfaatkan vegetasi alami
iklim tropis dengan membuat 8000 m² landscaping dengan rasio antara lanskap
terbangun dengan luas lahan yaitu 108%.

28
2.5.2 Arsitektur Bioklimatik Iklim B (Subtropis/Kering)

Gambar 2. 17 The National Commercial Bank


Sumber: https://www.som.com/projects/national-commercial-bank

Bangunan yang menjadi studi kasus pada iklim subtropis kering adalah The
National Commercial Bank, Jeddah Arab Saudi. Kawasan timur tengah memiliki
iklim subtropis kering dengan banyak dijumpai padang gurun yang memiliki
temperature tinggi. Tantangan iklim tersebut dapat ditanggapi dengan efisien oleh
arsitek SOM dengan membuat bangunan ini tahan terhadap iklim yang panas dan
kering.
Bangunan ini memiliki konfigurasi massa segitiga yang ditujukan untuk
mengurangi jumlah bidang permukaan eksterior seminimal mungkin agar radiasi
matahari yang diterima berkurang. Exterior bangunan merupakan dinding tebal
minim bukaan, desain ini dapat mengurangi radiasi panas matahari yang dapan
menjaga kenyamanan thermal di dalam bangunan, bukaan ditempatkan khusus di
setiap sisi yang memiliki ukuran lebar dan menjorok ke dalam untuk menghindari
paparan sinar matahari langsung, serta memiliki taman di dasar bukaan nya.
Penempatan bukaan disesuaikan dengan arah jatuh bayangan cahaya matahari agar
tidak terjadi overexposure yang menyebabkan kenaikan suhu ruangan.
Ventilasi pada bangunan menggunakan pendinginan pasif, yaitu terjadi saat
angin memasuki area courtyard di lantai dasar yang kemudian panas yang ada akan
naik menuju bukaan pada atap bangunan sehingga suhu ruangan akan menurun.

29
2.5.3 Arsitektur Bioklimatik Iklim C (Sedang)

Gambar 2. 18 The James & Mau Office


Sumber: https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and-
mau?ad_source=search&ad_medium=projects_tab

Bangunan yang menjadi studi kasus pada iklim sedang adalah bangunan
kantor The James & Mau Office, Polandia. Bangunan ini didirikan di tengah-tengah
Kawasan industri dengan dikelilingi bangunan manufaktur dan lahan parkir untuk
para pekerja. Kemudian bangunan ini berada tepat di zona hijau dari kawasan
industri tersebut. Alasan kantor ini dibangun di kawasan hijau industri adalah untuk
memanfaatkan barisan vegetasi yang ada dan menjadikannya sebagai penopang
psikologis pengguna bangunan agar dapat melupakan segala kegiatan manufaktur
di sekitarnya.
Kantor ini membagi kawasan hijau tersebut menjadi tiga bagian, yaitu utara
selatan, dan timur. Setiap sudut bangunan dibuat ekstensi dinding yang memanjang
dan tebal. Dinding ini berfungsi sebagai exterior enclosure buffer atau pembatas
antara kantor dengan industri. Pembatas ini menciptakan sebuah view dari dalam
bangunan ke lingkungan luar bahwa hanya terdapat zona hijau di luar bangunan
yang membuat pengguna melupakan semua kegiatan manufatur yang ada di luar.
Desain pasif bioklimatik yang digunakan pada bangunan ini adalah
“thermal buffer” yang ada pada lantai satu. Setiap bukaan jendela yang ada
menggunakan kaca double glazed yang dapat mengurangi intensitas panas cahaya
matahari yang masuk ke bangunan saat musim panas. Kemudian bukaan yang
mengarah ke arah timur dan barat dilengkapi dengan partisi sun shading yang
mengarahkan bukaan ke arah tenggara pada sisi timur bangunan, dan pada sisi barat
bangunan sun shading mengarahkan bukaan ke arah barat daya. Desain ini

30
menyesuaikan dengan arah datangnya matahari saat sedang musim dingin di derah
tersebut. Karena sudut jalur lintasan matahari akan cenderung kecil dan mengarah
ke selatan sehingga pasokan cahaya matahari saat musim dingin akan datang dari
arah tenggara dan terbenam di barat daya.
Lain halnya saat sedang musim panas, sunshading ini akan membatasi panas
matahari yang datang dan akan mendinginkan udara yang masuk ke bangunan
sehingga akan menjadi pendingin alami yang hemat energi. Partisi sun shading ini
akan memanas saat musim dingin dan mendingin saat musim panas untuk membuat
udara di luar bangunan disesuaikan dengan kenyamanan thermal yang ada di dalam
ruangan sebelum mulai memasuki bangunan.
2.5.4 Arsitektur Bioklimatik Iklim D (Mikrotermal Dingin)

Gambar 2. 19 Rumah Suku Nenet


Sumber: https://www.travelblog.org/Photos/6766937

Bangunan yang menjadi studi kasus pada iklim mikrotermal adalah


bangunan Rumah Suku Nenet. Suku Nenet merupakan suku yang berada di bagian
Arktik Russia. Suku ini bermukim secara nomaden, mereka akan menetap dengan
sementara di daerah tertentu selama 4 hari kemudian akan pindah untuk mencari
tempat lain. Hal tersebut dilakukan secara terus menerus setiap tahun, dan akan
Kembali ke tempat yang sama setiap tahun.
Suku Nenet menggunakan shelter sejenis tenda tradisional berbentuk
kerucut yang dapat dibongkar pasang. Tenda ini merupakan arsitektur vernakular
asli dari Suku Nenet. Tenda ini berdiri tegak dengan bantuan batang pohon spruce
atau pohon cemara yang disusun spiral, selubung tenda ini terbuat dari kulit rusa
yang dikeringkan dan dijahit untuk membentuk lembaran yang disesuaikan dengan

31
bentuk kerucut dari tenda. Di dalam tenda Terdapat sebuah tungku pemanas yang
digunakan untuk menghangatkan ruangan di dalam tenda sekaligus digunakan
untuk keperluan dapur Suku Nenet. Asap hasilpembakaran tungku pemanas akan
dikeluarkan melalui cerobong asap yang menjulang ke atas melalui bagian puncak
tengah dari tenda.
Respon pasif bioklimatik yang digunakan pada tenda ini adalah dengan
memanfaatkan kulit rusa dengan rambut tebal yang dijadikan selubung dari tenda.
Selubung tenda terdiri dari 2 lapis, lapisasn pertama terbuat dari ligament pada
tulang panggung rusa yang dikeringkan dan dijahit menjadi kain, lapisan kedua
terbuat dari kulit rusa dengan bagian rambut berada di luar tenda. Interior tenda
juga menggunakan berlapis-lapis kain sebagai insulasi. Respon aktif yang
digunakan pada tenda ini yaitu tungku pemanas di tengah ruangan tenda.
2.5.5 Arsitektur Bioklimatik Iklim E (Kutub)

Gambar 2. 20 Igloo Inuit Eskimo


Sumber: https://www.britannica.com/technology/igloo

Bangunan yang menjadi studi kasus pada iklim kutub adalah bangunan
Igloo. Iklim kutub yang membuat lahan disekitar tidak memiliki vegetasi membuat
orang lokal inuit harus menggunakan material yang tersedia di wilayahnya. Packed
snow atau salju padat adalah material utama dari Igloo. Alasan salju padat
digunakan dibandingkan es adalah karena bobotnya yang lebih ringan dan memiliki
udara yang terperangkap di dakamnya. Udara dan salju padat akan menjadi
penyerap panas yang buruk sehingga akan membuat ruang dalam igloo memiliki
suhu yang cukup untuk menunjang kehidupan dalam igloo.

32
Respon pasif bioklimatik pada igloo adalah kemuampuan dinding dalamnya
yang dapat memantulkan Kembali panas yang diterima seperti panas tubuh manusia
yang dilepaskan di sekitar tubuh manusia dan juga panas dari lentera. Panas ini akan
terus berada di dalam igloo sampai suhu dalam igloo menjadi lebih hangat 10º dari
suhu luar igloo.

33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Dalam penyusunan laporan ini, penulis menggunakan metode penelitian
untuk mempermudah penulis dalam mengumpulkan data, menganalisis dan
menelaah lebih dalam terhadap data-data yang didapat. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini merupakan metode yang
memanfaatkan data kualitatif yang kemudian dijabarkan secara deskriptif. Jenis
metode ini merupakan penggabungan dari metode penelitian deskriptif dan metode
kualitatif.
Menurut Nazir dalam bukunya Metode Penelitian, metode deskriptif adalah
metode mempelajari keadaan terkini dari kelompok manusia, subjek, seperangkat kondisi,
sistem pemikiran, atau bahkan suatu kelas peristiwa. Tujuan penelitian deskriptif adalah
untuk mendeskripsikan secara akurat suatu kelompok, mendeskripsikan mekanisme suatu
proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap secara verbal atau numerik,
memberikan informasi dasar tentang hubungan, membuat sekumpulan kategori dan
mengklasifikasikan topik penelitian.
Sugiyono (2015) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
dimana peneliti sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan gabungan,
analisis data bersifatinduktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.
3.2 Jenis Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih 5 bulan yang dimulai
dari bulan September 2022 sampai bulan januari 2023, dengan waktu penelitian
efektif kurang lebih selama satu bulan.
3.3 Sumber Data
Menurut Sari dalam Usman dan Akbra (2006), sumber data dalam sebuah
penelitian meliputi Data Primer dan Data Sekunder. Namun pada penelitian ini
penulis hanya menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data
tambahan yang dapat penulis peroleh melalui studi literatur yang ada. Proses ini

34
menuntut penulis untuk menganalisis data dari studi literatur dengan menyesuaikan
dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya. Sumber data yang dapat digunakan
adalah jurnal, prosiding konferensi, artikel, dll. Adapun data sekunder yang
digunakan adalah :
a. Kajian tentang Iklim
b. Kajian tentang arsitektur
c. Kajian tentang bioklimatik
d. Kajian tentang arsitektur bioklimatik
e. Kajian studi kasus bangunan arsitektur bioklimatik
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang didapatkan akan sangat membantu penulis dalam mengetahui
hasil penelitian tersebut. Dalam laporan penelitian ini data yang diperoleh berasal
dari berbagai macam sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang
bervariasi, dan dilakukan secara terus menerus sampai data yang terkumpul dapat
mencukupi dan sesuai dengan karakteristik data yang dibutuhkan. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :
3.4.1 Studi Literatur
Studi Literatur dilakukan dengan cara mencari data-data menggunakan
buku maupunjurnal-jurnal penelitian, artikel majalah mapun internet. Data yang
yang diperoleh dapat berupa teori, pendapat ahli, serta peraturan-peraturan maupun
Buku, artikel, jurnal dan majalah dapat berupa fisik mapun non fisik.
3.4.2 Studi Kasus
Menurut Surachmad (1982) studi kasus sebagai pendekatan penelitian yang
berfokus dan memperhatikan dengan seksama suatu kasus dengan intensif dan rinci
dengan penggalian informasi dan analisa secara mendalam. Menurut Kumar (1999)
menjabarkan studi kasus sebagai suatu metide pendekatan dan penelitian sosial
yang melakukan analisis suatu kasus dari individu dengan teliti dan lengkap guna
mendapatkan hasil analisis yang intensif. mapun internet. Data yang yang diperoleh
dapat berupa teori, pendapat ahli, serta peraturan-peraturan sehingga.Buku, artikel,
jurnal dan majalahdapat berupa fisik mapun non fisik.
3.4.3 Asistensi dan Konsultasi
Asistensi dan Konsultasi, yaitu mendapatkan pengarahan dan wawasan

35
dalam penulisan dengan Dosen Pembimbing Seminar Arsitektur. Asistensi
dilakukan secara berkala dan berprogress setiap kali dilakukan asistensi dan
konsultasi.
3.5 Teknik Analisis Data.
Menurut Miles dan Huberman (1992;16-19) mengemukakan anaisis data
kualitatif merupakan aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara teerus-menerus sampai jenuh. Adapun langkah-
langkah yang diiteempuh oleh peneliti menggunakan analisis kualitatif model
fenomenal dan studi kasus adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data sekunder yang berasal dari studi literature dan Studi
kasus atau studi preseden, sebagai data yang digunakan pada penelitian.
2. Melakukan reduksi data dari studi literature yang didapet diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data-data yang
tertulis. Selain itu reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengoorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
ditarik kesimpulan.
3. Penganalisisan data, apabila proses reduksi data telah selesai, maka proses
selanjutnya yaitu analisis data. Tujuan analisis data adalah untuk
menyederhanakan dan juga memudahkan data untuk ditafsirkan.
4. Penyajian data dilakukan guna penarikan kesimpulan dan menganalisis dari
seluruh informasi yang ada. Penyajian data lebih baik berupa suatu cara
utama bagi analisis kualitatif yang valid.
5. Tujuan dari penyajian data adalah untuk memudahkan dalam memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah dipahami tersebut.
6. Kesimpulan, langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah menarik
kesimpulan dan verifikasi. Simpulan tersebut merupakan pemaknaan
terhadap data yang telah dikumpulkan.

36
3.6 Metode Pembahasan
a. Metode Deskriptif
Metode deskriptif merupakan penjelasan suatu proses kegiatan yang
sedang berjalan. Metode ini berguna untuk menjelaskan proses pada
Pembangunan Apartemen dan Fasilitas Penunjang Vasaka Nines.
b. Metode Korelasional
Metode korelasional adalah suatu cara untuk menganalisa tentang
sesuatu dengan membandingkannya dengan sesuatu yang lain, namun
masih memiliki hubungan. Tujuan dari metode ini adalah untuk mencari
tahu perbedaan, kesesuaian pekerjaan, serta mengoreksi ataupun
menganalisa tentang metode yang ada dan membuatnya menjadi efektif.
c. Metode Komparatif
Metode ini adalah suatu metode yang membandingkan antara terapan
ilmu di lapangan dengan teori-teori yang didapat di lingkungan kampus,
dan internet.

37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tantangan Desain di Setiap Iklim


4.1.1 Tantangan Desain di Iklim Tropis
Iklim tropis berada dekat dengan garis ekuator (kathulistiwa) sehingga akan
banyak mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun dan menyebabkan berbagai
kenampakan alam yang ada. Berikut ini adalah tantangan desain yang ada di iklim
tropis :
a. Mendapatkan intensitas cahaya matahari konstan sepanjang tahun
b. Curah hujan cenderung tinggi
c. Kelembaban udara tinggi
d. Tanah cenderung gembur disebabkan oleh curah hujan yang tinggi
e. Pemilihan orientasi fasad bangunan berdasarkan jalur lintasan matahari.
f. Penghawaan ruangan juga harus diperhatikan.
4.1.2 Tantangan Desain di Iklim Subropis Kering
Iklim subtropis kering merupakan iklim yang memiliki bioma seperti gurun,
sabana, dan steppa. Pada iklim ini suhu sangat ekstrem dan berikut ini adalah
tantangan desain yang ada di iklim subtropis kering :
a. Suhu sangat tinggi dengan rata-rata suhu tahunan di atas 20º C.
b. Amplitudo suhu harian sangat tinggi, pada siang hari akan sangat panas dan
ketika malam hari suhu akan turun drastis.
c. Radiasi cahaya matahari terjadi secara intens dan menyebabkan kenaikan
suhu yang signifikan.
d. Keterbatasan varietas vegetasi pada bioma padang gurun dengan tumbuhan
xerofit.
e. Sumber air tanah yang sangat dalam.
4.1.3 Tantangan Desain di Iklim Sedang
Iklim sedang memiliki empat musim setiap tahunnya dengan karakteristik
musim yang berbeda-beda. empat musim ini yang sangat memengaruhi segala
aktivitas yang ada di daerah dengan iklim sedang. Berikut ini adalah tantangan
desain yang ada di iklim subtropis kering :

38
a. Memiliki empat musim yaitu musim semi, musim panas, musim gugur,
musim dingin.
b. Pada musim panas suhu cenderung tinggi dan vegetasi akan menjadi hijau
c. Pada musim gugur penurunan suhu mulai terjadi dan vegetasi akan mulai
menggugurkan daun nya.
d. Pada musim dingin suhu akan berada di titik terendah dan prepitasi akan
berbentuk kristal es atau yang biasa dikenal dengan salju,
e. Saat musim dingin sudut elevasi matahari semakin mengecil dan
mengakibatkan kurangnya intensitas cahaya matahari
f. Saat musim panas intensitas cahaya matahari cukup tinggi
g. Pemilihan orientasi bangunan harus sangat diperhatikan mengingat
terjadinya fenomena gerak semu tahunan matahari.
4.1.4 Tantangan Desain di Iklim Mikrotermal Dingin
Iklim mikrotermal merupakan iklim yang berada di daerah yang cenderung
lebih dekat dengan kutub, iklim ini memiliki setidaknya satu bulan dengan suhu
rata-rata di bawah 10º C dan satu bulan dengan suhu rata-rata di atas 10º C. berikut
ini tantangan desain yang dihadapi di iklim mikrotermal :
a. Akan dijumpai salju tebal saat musim dingin
b. Suhu terdingin rata-rata di bawah 10º C
c. Vegetasi homogen dengan tumbuhan konifer atau tumbuhan berdaun jarum
d. Penghangat akan menjadi hal penting guna mencapai kenyamanan thermal
e. Orientasi bangunan sangat diperhatikan mengingat siang akan terjadi lebih
lama dibanding malam hari karena sudut elevasi matahari sangat kecil.
Bahkan di beberapa tempat terjadi fenomena matahari malam.
4.1.5 Tantangan Desain di Iklim Kutub
Iklim kutub adalah iklim yang terjadi di wilayah yang berada di kutub.
Wilayah ini berada paling jauh dari garis kathulistiwa sehingga pasokan cahaya
matahari menjadi sangat sedikit. Berikut ini adalah tantangan desain yang ada di
iklim kutub :
a. Salju abadi di semua wilayah dengan iklim kutub.
b. Matahari akan muncul selama 6 bulan dan akan tenggelam selama 6 bulan
setiap tahunnya. Dan sering dijumpai fenomena matahari malam.

39
f. Suhu rata-rata tahunan konstan di bawah 10º C.
c. Tidak terdapat vegetasi tumbuhan berbatang kayu, melainkan hanya ada
bioma tundra dengan vegetasi semak dan lumut.
d. Perairan akan membeku sepanjang tahun.
4.1.6 Perbandingan Tantangan Desain
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dibuat komparasi tentang tantangan
yang harus dihadapi di setiap iklim dengan tabel berikut ini :

Tabel 4. 1 Perbandingan Tantangan Desain Tiap Iklim


Subtropis
Variablel Tropis Sedang Microtermal Kutub
Kering
18º C & > 10º C &
Suhu rata-rata > 18º C > 20º C < 10º C
> 0º C < 10º C
Kelembaban
Tinggi Sangat rendah Cukup tinggi Cukup tinggi Rendah
udara
Cukup tinggi
0,86 – 5 mm Salju tebal dan
1200 mm titik air saat
Presipitasi pertahun abadi di
pertahun musim panas, Salju abadi
(hujan) (sangat beberapa
(tinggi) salju saat
rendah) wilayah
musim dingin
Matahari akan
Cukup saat
Cukup saat muncul dan
Intens dan musim panas
Optimal musim panas tenggelam
Intensitas tinggi yang singkat
sepanjang dan sedikit masing-
cahaya matahari sepanjang dan sangat
tahun saat musim masing selama
tahun sedikit saat
dingin 6 bulan setiap
musim dingin
tahun
Tekanan udara Cukup Rendah Cukup tinggi Tinggi Sangat tinggi
Bioma hutan Bioma hutan
Bioma gurun
hujan yang gugur dengan Bioma hutan Bioma tundra
dan savannah
hijau dau hijau lebar taiga dengan dengan
Tumbuhan
Vegetasi sepanjang saat musim vegetasi konifer vegetasi
tumput kering
tahun dengan panas dan (tumbuhan semak dan
dan tanaman
vegetasi gugur saat berdaun jarum) lumut
xerofit
heterogen musim dingin
Meminimalisir Mengarah ke Mengarah ke
Sisi Panjang bukaan pada Bukaan selatan untuk selatan untuk
mengarah fasad dan diarahkan ke bumi utara dan bumi utara dan
Orientasi fasad
utara dan menggunakan arah datang mengarah ke mengarah ke
selatan shading matahari utara untuk utara untuk
control bumi selatan. bumi selatan.
Sumber: Analisis Penulis disarikan dari Larasati ZR & Mochtar, 2013

40
4.2 Strategi Desain Bioklimatik pada Studi Kasus Bangunan
4.2.1 Strategi Desain Bioklimatik Gedung Solaris

Gambar 4. 1 Potongan Memanjang Gedung Solaris


Sumber : Yeang, Kenneth dan Gelber, Mitch. 2010. An Echological Approach to Building Design :
Solaris.
Singapura merupakan negara yang memiliki iklim tropis, hal ini membuat
Hamzah dan Yeang diharuskan untuk merancang sebuah bangunan yang dapat
menyesuaikan dengan iklim dan lingkungan tropis dengan segala karakteristik yang
ada. Berikut ini adalah strategi desain bioklimatik pada Gedung Solaris.
4.2.1.1 Continous Perimeter Landscaping Ramp

Gambar 4. 2 Landscaping Ramp


Sumber : Yeang, Kenneth dan Gelber, Mitch. 2010. An Echological Approach to Building Design :
Solaris.
Area hijau memanjang dari One North Park sepanjang 15 Km diteruskan
dalam desain bangunan dengan adanya ramp yang tersusun dari lapisan roof
garden. Setiap roof garden dihubungkan oleh linear park dari ground level sampai
lantai tertinggi. Area hijau ini juga diteruskan ke dalam basement 1 bangunan yang

41
diberi nama eco-cell. Dengan adanya fitur roof garden ini membuat setiap lantai
bangunan memiliki filter udara alami menggunakan shade plants dan menambah
biodiversity dari vegetasi iklim tropis yang ada.
4.2.1.2 Naturally Ventilated and Daylight Grand Atrium

Gambar 4. 3 Simulasi Pergerakan Udara dalam Bangunan


Sumber : Yeang, Kenneth dan Gelber, Mitch. 2010. An Echological Approach to Building Design :
Solaris.
Pada Gedung Solaris yang terletak di Fusionopolis Hub North Business
Park ini Terdapat atrium yang menjadi communal space dari kedua massa tower
dan juga memiliki fungsi semacam sistem lorong udara yang berfungsi untuk
mengalirkan udara dingin masuk ke bangunan dari lantai dasar dan mengalirkan
udara panas ke luar bangunan menuju bukaan atap secara konveksi dan akan
menghasilkan cross ventilation dalam bangunan.

Gambar 4. 4 Grand Atrium Gedung Solaris


Sumber : https://www.worldarchitecturenews.com/article/1511432/spiralling-greater-heights

Udara dingin dan sejuk akan masuk dari lantai dasar melalui verandahway
pocket park dan mengalir masuk ke atrium. Udara residu dengan suhu yang lebih
tinggi akan tergantikan dan terdorong ke atas atrium sampai akhirnya keluar melalui

42
bukaan atap. Proses terjadinya konveksi udara sudah dilakukan menggunakan
computational fluid dynamics (CFD) atau perangkat lunak untuk melakukan
simulasi pergerakan fluida.
.
4.1.2.3 Solar/Light Shaft

Gambar 4. 5 Ilustrasi Cross Ventilation pada Solaris


Sumber : Yeang, Kenneth dan Gelber, Mitch. 2010. An Echological Approach to Building Design :
Solaris.
Gedung ini memiliki Shaft diagonal yang memotong menembus lantai atas
Tower A sampai lantai dasar. Shaft ini membuat cahaya matahari dapat masuk ke
interior bangunan dengan lebih merata. Sistem pencahayaan interior bangunan juga
sudah memakai sensor otomatis dengan memanfaatkan cahaya matahari yang
masuk melalui shaft. Sistem pengaturan cahaya interior yang otomatis juga dapat
mengurangi pemakaian energi berlebihan dari lampu. Di dalam shaft juga Terdapat
internal planted terraces yang berfungsi juga sebagai filter udara dalam bangunan
dan juga berguna untuk menambah kualitas view dari pedestrian di lantai dasar.
(Dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.3)

Gambar 4. 6 Solar/Light Shaft


Sumber : https://www.worldarchitecturenews.com/article/1511432/spiralling-greater-heights

Solar shaft juga berhubungan langsung dengan grand atrium pada bukaan

43
puncaknya, untuk mendukung terjadinya cross ventilation dalam bangunan. (Dapat
dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.3)
4.2.1.4 Semi Enclosure Pocket Park/Plaza

Gambar 4. 7 Ground Level Gedung Solaris


Sumber : Yeang, Kenneth dan Gelber, Mitch. 2010. An Echological Approach to Building Design :
Solaris.
Pada ground level terdapat pocket park yaitu taman semi tertutup dengan
akses bukaan dari keempat sisi bangunan, (gambar 4.7). Konfigurasi semi tertutup
dan memiliki bukaan di keempat sisi memungkinkan angin untuk masuk melalui
pocket park dan membawa udara segar dan akan diarahkan menuju atrium. Udara
segar ini akan menggantikan udara residu dalam bangunan dengan menekannya ke
atas bangunan melalui atrium dan keluar menuju bukaan atap, (gambar 4.3).
4.2.1.5 Extensive Sun Shading Louvres

Gambar 4. 8 Perspektif Fasad dengan Sun-shading


Sumber : Yeang, Kenneth dan Gelber, Mitch. 2010. An Echological Approach to Building Design :
Solaris.
Bangunan ini memiliki fasad yang didesain responsif terhadap iklim.
Bentukan dan konfigurasi fasad yang ada, muncul dari studi analisis jalur lintasan
matahari (sun-path). Pada iklim tropis yang tentunya berada di garis khatulistiwa,
matahari akan bergerak dari timur ke barat. Studi analisis ini menentukan tentang

44
bentuk, seberapa dalam partisi, dan juga posisi sunshading yang dibuat total
Panjang dari partisi sun-shading mencapai 10 km. Kaca yang digunakan juga
merupakan kaca double-glazed yang dapat mengurangi panas dalam ruangan. Di
sekeliling bangunan juga terdapat fitur sky terraces atau taman vertikal dengan
vegetasi hijau di sekeliling bangunan yang menciptakan kenyamanan microclimate
dan dengan desain fasad ini heat transfer di sekeliling bangunan dapat
diminimalisir.
4.2.1.6 Eco-cell
Eco-cell terletak di sebelah timur laut bangunan dimana ramp spiral bertemu
dengan lantai dasar. Fitur ini memungkinkan vegetasi, cahaya matahari, dan
ventilasi alami masuk ke dalam zona parkir pada basement bangunan. Lantai
terbawah dari fitur ini terdapat tangki penyimpanan air hujan beserta pompa dalam
sistem tadah hujan. (gambar 4.3).
4.2.1.7 Rain Water Harvesting/Recycling
Iklim tropis memiliki curah hujan yang sangat tinggi dan bangunan ini
memiliki area terbuka lanskap yang sangat luas mencapai 8000 m² dan
membutuhkan sistem irigasi yang baik untuk mengairinya. Maka dari itu dibuatlah
pengairan dengan cara sistem penampungan air hujan berskala besar. Lokasi
penampungan akhir yang berada di bawah eco-cell dapat menampung air hujan
sebanyak 700 m³. dengan sistem tadah hujan ini air hasil penampungan akan khusus
digunakan sebagai air untuk mengairi seluruh lanskap pada bangunan dan juga
sebagai pembantu siklus distribusi nutrisi tanah pada lanskap.
4.2.2 Strategi Desain Bioklimatik National Commercial Bank Jeddah
4.2.2.1 Windowless Thick Exterior Wall

Gambar 4. 9 Denah Lantai 1 (kiri) dan Denah Tipikal (Kanan)


Sumber : https://centerfordiagonality.org/national-commercial-bank-2/

45
Gedung dengan 27 lantai ini memiliki dinding eksterior tebal yang tidak
memiliki jendela, dalam artian tidak memiliki bukaan yang sejajar dengan sisi luar
fasad bangunan. Konfigurasi seperti ini memungkinkan bangunan untuk
menahanradiasi berlebih dari cahaya matahari di iklim kering Arab Saudi yang
sangat panas. Pemilihan finishing exterior dengan warna cerah putih gading juga
dapat membantu dalam memantulkan panas dari radiasi matahari.

Gambar 4. 10 Perspektif Eksterior National Commercial Bank


Sumber : https://www.alamy.com/the-national-commercial-bank-building-in-jeddah-saudi-arabia-
image1664140.html
4.2.2.2 Inward Oriented Natural Ventilation

Gambar 4. 11 Bukaan Besar Menghadap ke Dalam


Sumber : https://centerfordiagonality.org/national-commercial-bank-2/
Bukaan pada gedung ini didesain khusus menjorok ke dalam dengan
substraksi bentuk segitiga dan menghadap 60º satu sama lain. Desain ini akan
membuat sinar matahari tidak langsung mengenai bukaan dari gedung untuk
meminimalisir panas yang diterima dan juga sebagai corong udara untuk

46
memaksimalkan pasokan udara ke dalam bangunan. Bukaan ini juga terkoneksi satu
sama lain dengan bukaan di sisi lain bangunan secara vertikal dengan adanya
triangular shaft. Dan setiap bukaan dilengkapi dengan planted interior courtyard.
4.2.2.3 Planted Interior Courtyard

Gambar 4. 12 Diagram Skematik Courtyard


Sumber : https://centerfordiagonality.org/national-commercial-bank-2/
Setiap bukaan terdapat semacam courtyard yang ditanami vegetasi alami
lokal seperti palmae dan sebagainya. courtyard ini terdapat di tower bangunan
tepatnya di setiap lantai dasar bukaan lebar dan juga terdapat di podium yaitu di
tengah-tengah podium. Selain berfungsi sebagai pendongkrak kualitas udara yang
akan masuk ke dalam bangunan, fitur ini juga merupakan representasi dari
arsitektur islam tradisional. Courtyard ini juga dapat berfungsi sebagai communal
space untuk pengguna bangunan sebagaimana fungsi dari bangunan tradisional
islam yang memiliki ruang publik di tengah bangunannya.

Gambar 4. 13 Rencana Tapak National Commercial Bank


Sumber : https://centerfordiagonality.org/national-commercial-bank-2/

47
4.2.2.3 Interconnected Sun Shade Control

Gambar 4. 14 Potongan Tower Bank


Sumber : https://centerfordiagonality.org/national-commercial-bank-2/
Bukaan kolosal di sisi utara dan tenggara bangunan dihubungkan oleh
triangular shaft, semacam void segitiga yang menerus dari lantai dasar hingga ke
atap gedung. Terusan berfungsi untuk menghubungkan dan juga membuat shaft
udara dalam gedung yang dapat mengalirkan residu udara dari dalam gedung ke
luar bangunan. Selain itu konfigurasi penyusunan massa bentuk solid-void pada
bangunan membuat cahaya matahari tidak langsung mengenai bukaan dan massa di
sebelahnya (Gambar 4.14). Maka akan terjadi kontrol bayangan matahari yang
efisien dari bangunan tanpa bantuan solusi mekanikal pada fasad.

4.2.3 Strategi Desain Bioklimatik James & Mau Office


4.2.3.1 Orientation and Space Zoning
Berdasarkan hasil analisis terhadap site dan iklim setempat, Langkah desain
pasif yang pertama dilakukan adalah menentukan orientasi dari bangunan. Orientasi
bangunan merupakan studi paling krusial dan harus diperhatikan dalam merancang
sebuah bangunan, karena orientasi yang tepat dapat mengurangi konsumsi energi
dari penkondisian udara konvensional dan dapat meningkatkan strategi pasif
lainnya. Faktor yang berpengaruh yaitu sudut lintasan matahari, angin lokal, suhu

48
musiman dan tahunan dari site.
Pada bangunan ini orientasi bangunan dengan sisi memanjang menghadap
ke timur dan barat, untuk sisi memendek mengarah ke utara dan selatan. Pada sisi
timur dan barat bukaan ventilasi dilengkapi dengan sun shading yang mengarahkan
bukaan untuk dapat mengambil cahaya matahari dari arah tenggara dan barat daya.
Hal ini sejalan dengan fenomena gerak semu tahunan matahari yang memengaruhi
sudut lintasan matahari. Ketika musim panas dan musim dingin.

Gambar 4. 15 Block Plan dari The James & Mau Office


Sumber : https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and mau
Site bangunan ditandari dengan kotak biru (gambar 4. ) Menampilkan
orientasi bangunan memanjang dari utara ke selatan. Untuk strategi pasif space
zoning dapat dilihat dari konfigurasi ekstensi dinding tebal di setiap sudut
bangunan yang berfungsi sebagai pembatas site dari kawasan industri yang sibuk.
Dan untuk menanggulangi kualitas udara yang buruk masuk ke dalam bangunan, di
setiap sela dari ekstensi dinding ditanami oleh tumbuhan teduh yang dapat
memasok oksigen ke dalam bangunan.

49
Gambar 4. 16 Suasana Eksterior dari The James & Mau Office
Sumber : https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and mau
4.2.3.2 Building Massing and Thermal Mass
Bangunan ini memiliki massa bentuk balok dengan level of compactness
rendah. Semakin tinggi levelnya maka akan semakin sedikit terjadinya heat losses.
Dalam artian bangunan ini akan mampu mengeluarkan panas yang berlebih dengan
baik saat musim panas dengan didukung oleh double glazed façade dan juga
penambahan sun-shading.

Gambar 4. 17 Thermal Mass pada The James & Mau Office


Sumber : https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and mau
Untuk menyimpan panas saat musim dingin, dinding tebal dan bukaan dari
bangunan akan membantu pemanasan pasif dalam bangunan. thermal mass dari
bangunan terdapat di tepian interior di sekeliling bangunan dengan cara kerja
menangkap panas dari matahari dan menyimpan nya sebagai pemanas pasif untuk
ruangan dalam bangunan.
4.2.3.3 Thermal Insulation with Hollow/Cavity Masonry Wall
Pemilihan jenis material pada interior dan eksterior bangunan dapat
memengaruhi kualitas insulasi pada bangunan. maka haruslam memilih material
yang tepat dan sesuai dengan keadaan iklim ada pada lokasi site. Pada bangunan ini
sistem insulasi yang digunakan adalah insulasi dinding tebal berongga dengan
menggunakan finishing bata. Atau biasa disebut sebagai Hollow/Cavity Masonry
Wall

50
Gambar 4. 18 Ilustrasi Cavity Masonry Wall
Sumber : https://www.ursauk.com/cavity-masonry-wall
Detail Penampang dari cavity masonry wall yang dapat berfungsi ganda
sebagai penghangat pasif dan pendingin pasif karena dapat menyimpan energi
panas yang diterima saat terkena radiasi dari cahaya matahari.

Gambar 4. 19 Suasana Interior The James & Mau Office

Sumber : https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and mau


Pemilihan material bata pada interior juga dapat menambah kesan hangat di dalam
ruangan dan juga sebagai penguat tema arsitektur industrial pada bangunan.
4.2.3.4 Direct and Indirect Solar Gains
Solusi pemanas pasif yang paling efisien adalah dengan memanfaatkan
panas yang datang dari matahari. Penyediaan bukaan lebar pada sisi timur dan barat
bangunan didesain khusus untuk menangkap sinar matahari yang datang inilah yang
disebut sebagai direct solar gain. Untuk memperkuat efek pemanasan dari cahaya
matahari maka diperlukan thermal mass sebagai penyimpan energi panas dalam
bangunan, inilah yang disebut sebagai indirect solar gains.

51
Gambar 4. 20 Ilustrasi Direct Solar Gain
Sumber : https://www.mdpi.com/2075-5309/12/2/224
Untuk membatasi peningkatan suhu yang berlebih ketika musim panas, sun-
shading dan kaca double glazed menjadi solusi pasif yang diterapkan pada
bangunan ini.
4.2.3.5 Glazing
Setiap bukaan yang ada pada bangunan menggunakan double glazed
window dengan tujuan untuk memperkuat heat losses dengan cara menahan panas
dari cahaya matahari di sela-sela kedua kaca.

Gambar 4. 21 Double Glazed Window


Sumber : https://primalglassreplacement.com.au/blog/what-is-a-double-glazed-window/
Fitur ini juga dapat menyerap kebisingan dari luar bangunan dengan
menyerap hingga 10 db suara, mengingat bangunan berada di tengah-tengah area
industri yang sudah pasti memiliki kesibukan tinggi dan menghasilkan kebisingan
yang cukup tinggi.

52
4.2.3.6 Solar-Shading

Gambar 4. 22 Solar/Sun-Shading
Sumber : https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and mau
Fungsi solar-shading pada setiap bukaan di bangunan ini adalah untuk
menangkap panas saat musim dingin dan juga menghindari cahaya matahari masuk
secara langsung ketika musim panas. Konfigurasi dari solar-shading sudah
disesuaikan dengan analisis site dan iklim yang ada sehingga dapat menjadi solusi
pasif yang efektif dalam menyesuaikan keadaan bangunan dengan lingkungan.
Fitur ini berkaitan langsung dengan fenomena gerak semu tahunan matahari
yang terjadi di belahan bumi utara yaitu negara polandia. Saat musim dingin sudut
lintasan matahari akan mengecil dan cenderung berada di selatan sehingga bukaan
pada bangunan yang berada di sisi selatan akan diarahkan menuju tenggara,
sedangkan bukaan yang ada di sisi barat bangunan akan diarahkan ke barat daya.
Ketika musim dingin matahari berada cenderung tegak lurus dengan bumi sehingga
bayangan akan jatuh tepat di bawah. Ketika hal ini terjadi maka shading sangat
diperlukan untuk membatasi intensitas cahaya yang berlebih masuk ke dalam
bangunan.
Rotasi susunan dari sun-shading lah yang berpengaruh terhadap fitur
tersebut. Barisan sun-shading dibuat vertikal dengan rotasi terhadap sumbu x
sebesar 45º. Konfigurasi ini dapat menghalangi matahari ketika lintasan tegak lurus
di musim panas dengan memberi jalan masuk langsung untuk sudut lintasan yang
kecil saat musim dingin. Hal ini juga berlaku pada belahan bumi selatan yang
memiliki iklim sedang. Perbedaan signifikan dari belahan bumi dan selatan adalah
arah orientasi bangunan yang di balik (mirrored) berdasarkan ekuator. Sehingga
bukaan bangunan akan diarahkan ke barat laut dan timur laut.

53
Gambar 4. 23 Denah Solar/Sun-Shading
Sumber : https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and mau
4.2.4 Strategi Desain Bioklimatik Rumah Nenet
4.2.4.1 Wind Breaker Conical Shape

Gambar 4. 24 Suasana Eksterior Rumah Nenet saat Musim Dingin


Sumber http://artsection.org/nenet.html
Iklim mikrothermal berada dekat dengan kutub dan memiliki angin kencang
bersuhu rendah terlebih ketika terjadi hujan salju atau bahkan badai salju. Bioma
iklim mikrotermal masih memiliki tumbuhan berkayu yang dapat dimanfaatkan
untuk membuat tempat bernaung bagi penduduk setempat. Inilah yang
dimanfaatkan oleh Suku Nenet dengan membuat semacam tenda kerucut kokoh
yang berdiri ditopang oleh batang pohon cemara yang sudah dikuliti.
Bentuk kerucut dari rumah nenet merupakan bentuk ideal yang mudah
untuk disusun dan juga dibongkar, mengingat Suku Nenet adalah suku yang
nomaden. Hanya dengan menyusun nya satu persatu secara spiral maka struktur
tenda ini akan mampu menopang satu sama lain, atau biasa dikenal sebagai struktur
reciprocal. Selain itu bentuk kerucut juga mampu untuk menahan angin yang

54
datang dari berbagai arah dan memecahnya agar tenda ini dapat berdiri dengan
kokoh.
4.2.4.2 Integrated Centre Structure Fireplace
Bagian tengah dari struktur kerucut adalah sebuah tiang pipa logam yang
sekaligus berfungsi sebagai cerobong asap untuk tungku pemanas di dalam tenda.
Tungku ini berfungsi sebagai penjaga suhu dalam tenda sekaligus sebagai dapur
bagi penghuni tenda. Alas dari tungku ini menggunakan susunan papan tebal yang
kuat untuk menahan material logam dari tungku dan pipa cerobong. Komponen ini
merupakan komponen paling sakral yang ada pada tenda, karena tungku pemanas
ini merupakan penunjang kehidupan sehari-hari Suku Nenet

Gambar 4. 25 Proses Penyusunan Rangka Tiang


Sumber : https://youtu.be/8gI6q4R8ih4
Asap sisa pembakaran akan langsung diarahkan ke luar tenda melalui pipa
cerobong dan menjaga kualitas udara dalam tenda tetap bersih. Selain untuk
cerobong, pipa ini juga dapat menambah kekakuan dari rangka tenda.
4.2.4.3 Double-layered Envelope
Selubung dari tenda ini menggunakan dua lapis kulit hewan sebagai penutup
dari bagian dalam tenda. Lapisan pertama merupakan kulit rusa yang satukan
dengan cara dijahit. Lapisan ini merupakan lapisan tahan air yang dapat menjaga
kelembaban udara dalam tenda tetap kering. Lapisan kedua merupakan lapisan kulit
rusa berbulu tebal. Sisi berbulu mengadap ke luar tenda dan berfungsi sebagai
perangkap panas, sama halnya dengan fungsi furcoat pada pakaian Suku Nenet dan
juga oleh rusa itu sendiri. Fitur ini dapat menjaga suhu di dalam tenda tetap hangat.

55
Gambar 4. 26 Suasana Rumah Nenet saat Musim Panas
Sumber : https://www.survivalinternational.org/galleries/nenet
Kedua lapisan kulit ini diikat pada rangka dengan menggunakan tali pada
puncak tiang, kemudian ujung tali akan diikatkan pada dasar tiang. Cara ini
dilakukan untuk menjaga selubung kulit tetep menempel pada rangka. Ketika
musim dingin tiba, bagian luar dari dasar kerucut akan diurug dengan salju untuk
menambah kekokohan dari struktur bilamana terjadi badai yang hebat.
4.2.4.4 Multiple Fabric Insulation

Gambar 4. 27 Suasana Interior Rumah Nenet


Sumber : https://youtu.be/8gI6q4R8ih4
Untuk meningkatkan insulasi dalam tenda, dibuatlah semacam inner tent
atau tenda dalam ruangan yang dibuat dengan melapisi bagian dalam dari tenda
dengan kain berlapis dan membentuk sebuah ruang semu dalam tenda yang
difungsikan sebagai tempat tidur bagi penghuni tenda. Setiap rumah nenet berisi
dua keluarga yang merupakan dua saudari kandung dengan suami dan anak masing-
masing.

56
4.2.5 Strategi Desain Bioklimatik Igloo Inuit
4.2.5.1 Self Reinforced Dome Mass

Gambar 4. 28 Ilustrasi Potongan Igloo


Sumber : Ilustrasi Penulis
Massa bentuk dari igloo ini adalah kubah dengan penampang lengkung
catenary. Massa bentuk kubah merupakan massa yang paling compact dan rigid
diantara bentukan massa lain. Semakin compact suatu massa bangunan maka heat
losses yang terjadi akan semakin sedikit. Hal ini sangat cocok dengan lokasi igloo
yang berada di iklim kutub dengan temperatur yang sangat rendah.

Gambar 4. 29 Lengkung Catenary


Sumber : https://www.gettyimages.com/catenary-arch
Penampang kubah igloo yang berbentuk catenary arch juga membantu
dalam menambah kekokohan dari igloo. Lengkung ini merupakan bentuk terkuat
dari bentuk lengkung yang ada. Bentuk ini merupai untaian rantai yang
dibentangkan secara kendur dan membentuk lengkungan.

57
4.2.5.2 Bad Canductor Material

Gambar 4. 30 Proses Pembuatan Igloo


Sumber : https://www.unsplash.com/
Daerah beriklim kutub tidak memiliki vegetasi berkayu yang dapat
digunakan untuk bahan membuat bangunan. material yang paling mudah untuk
ditemui adalah bongkahan es dan juga salju tebal. Bongkahan es merupakan
material yang sangat buruk dalam menghantarkan panas, namun bobotnya yang
sangat berat memakan waktu dan tenaga dalam proses pengolahannya. Orang Inuit
lebih memilih untuk menggunakan packed snow atau salju padat yang dapat
ditemukan di bawah lapisan salju gembur permukaan. Lenih tepatnya ketika
menginjak salju dan kaki berhenti terbenam maka disitulah letak packed snow pada
lapisan salju tebal.
Salju padat dipotong menggunakan alat potong khusus membentuk balok
salju dengan dimensi Panjang 90 cm, lebar 30 cm, dan tebal 20cm. Packed snow
dipilih karena dapat menjadi penghantar buruk terhadap panas sama halnya dengan
balok es, akan tetapi lebih ringan dan lebih mudah untuk diproses. Material ini juga
mengandung udara yang terperangkap di sela-sela rongga salju pada balok salju
padat. Udara ini juga membantu dalam menghalangi panas untuk keluar dari igloo.

58
4.2.5.3 Minimum Heat Loss and Maximum Heat Gain

Gambar 4. 31 Ilustrasi Terjadinya Konveksi Udara dalam Igloo


Sumber : Ilustrasi Penulis

Perpaduan dari dua fitur sebelumnya yaitu bentuk massa kubah dan material
pengantar panas yang buruk, membuat ruang dalam igloo memiliki heat loss atau
kehilangan panas yang sedikit. Hal ini disebabkan oleh panas yang diterima oleh
dinding interior igloo akan dipantulkan kembali mengingat salju merupakan
penghantar panas yang buruk. Panas akan dipantulkan bantuan bentuk melengkung
dari igloo yang dapat memantulkan panas ke segala arah. Maka panas yang ada
dalam bangunan akan tetap terjaga.
Hal ini akan berdampak pada peningkatan suhu yang optimal di dalam
bangunan karena panas yang terperangkap di dalam igloo dan membuat ruang yang
dapat ditempati dengan nyaman oleh penghuni igloo. Untuk panas berlebih dari
igloo akan dikeluarkan melalui ventilasi kecil di samping igloo yang juga berfungsi
sebagai pemasok oksigen ke dalam ruangan.

59
4.2.5.4 Levitated Living Space with Sunken Entrance

Gambar 4. 32 Suasana Interior Igloo


Sumber : https://www.sciencephoto.com/media/1070710/view/igloo-interior
Strategi desain ini merupakan solusi pasif yang sangat berpengaruh terhadap
kualitas ruang bernaung dalam igloo. Penempatan ruang keluarga dan ruang tidur
yang ditinggikan dalam kubah bertujuan untuk memanfaatkan udara panas yang
berkumpul di area atas dari kubah. Udara panas berasal dari lentera pemanas dan
juga kalor yang dilepaskan oleh tubuh penghuni. Udara panas ini dapat menunjang
kenyamanan termal dari penghuni igloo.
Jalur masuk yang berbentuk lorong tenggelam seperti parit juga bertujuan
untuk menghindari angin sejuk untuk masuk ke dalam igloo. Selain itu udara dingin
akan berkumpul di bawah kubah dan lorong masuk karena udara dingin memiliki
densitas yang lebih berat dibanding udara panas. Pertukaran udara panas dan dingin
di dalam igloo berlangsung secara konveksi dan membuat semacam penghalang
pada jalur masuk igloo dengan konsentrasi udara dingin yang serupa dengan udara
di luar igloo dan menjadi penghalang udara dingin masuk.
Fitur pada igloo ini dapat menaikan suhu dalam igloo hingga 61º C dengan
perbandingan suhu di luar igloo dapat mencapai – 45º C sedangkan suhu di dalam
igloo berada di kisaran 16º C.

4.3 Perbandingan Solusi Desain di Setiap Iklim


Setelah membedah solusi desain dari bangunan di setiap iklim, maka dapat
dibuat komparasi terhadap solusi desain bioklimatik yang ada. Berikut ini

60
merupakan tabel perbandingan dari solusi desain bioklimatik di setiap iklim.

Tabel 4. 2 Perbandingan Solusi Desain Setiap Iklim

Sumber : Analisis penulis disarikan dari Jones, UNEP 2017

Dari tabel di atas menunjukan bahwa semakin panas suatu iklim maka strategi heat
loss dan ventilasi alami menjadi sangat penting. Sebaliknya semakin dingin suatu iklim
maka strategi heat gain dan insulasi menjadi sangat penting. Dari perbandingan yang telah
dilakukan bisa didapatkan hasil strategi yang cocok digunakan di setiap iklim tentang
penyesuaian bangunan terhadap iklim dan lingkungan. Sehingga dapat mencapai tujuan
bioklimatik yaitu kenyamanan thermal, kenyaman visual, dan juga kenyamanan psikologis.

61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang sudah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan yaitu.
1. Konsep arsitektur bioklimatik adalah konsep yang merupakan bagian dari
arsitektur ekologis yang khusus menggabungkan tiga aspek utama yaitu
Iklim dan lingkungan, Psikologi dan sosial, serta teknologi dan fisika
bangunan. penggabungan ketiga aspek tersebut akan menghasilkan living
space yang sehat, nyaman, dan juga efisien terhadap penggunaan energi.
2. Tujuan dari arsitektur bioklimatik adalah untuk memenuhi tiga kebutuhan
fundamental manusia dalam sebuah bangunan yaitu kenyamanan thermal,
kenyamanan visual, dan juga kenyamanan psikologis. Ketiga tujuan
tersebut tentu saja harus didasarkan oleh pertimbangan lingkungan
setempat.
3. Dari kelima jenis iklim yang sudah disusun, dapat dilihat bahwa setiap iklim
memiliki kenampakan alam yang berbeda-beda. Mulai dari bioma sampai
dengan karakteristik udara dan hidrosfer yang dimiliki. Hal-hal seperti ini
lah yang menjadi tantangan desain arsitektur yang dapat diatasi dengan
pendekatan desain bioklimatik.
4. Iklim yang bahas merupakan irisan dari dua klasifikasi iklim yaitu
klasifikasi iklim matahari dan juga iklim koppen-geiger. Irisan iklim yang
dipilih yaitu : tropis, subtropis kering, sedang, mikrotermal, dan kutub.
a. Untuk iklim tropis solusi desain yang penting untuk diterapkan
adalah natural ventilation, night time ventilation, solar control
shading, dan daylighting.
b. Untuk iklim subtropis kering solusi desain yang penting untuk
diterapkan adalah natural ventilation, night time ventilation,
evaporative cooling. thermal mass, dan solar controls shading.
c. Untuk iklim sedang solusi desain yang penting untuk diterapkan
adalah natural ventilation, passive solar gain, insulation, solar
controls shading, dan day lighting.

62
d. Untuk iklim mikrotermal solusi desain yang penting untuk
diterapkan adalah mechanical heating, heat of occupancy,
insulation, mechanical lighting, thermal mass, dan day lighting.
e. Untuk iklim kutub solusi desain yang penting untuk diterapkan
adalah mechanical heating, heat of occupancy, insulation,
mechanical lighting, , dan day lighting.
5.2 Saran
Setelah menarik kesimpulan maka saran yang bisa disampaikan adalah
1. Hendaknya mendesain sebuah bangunan untuk dapat menyesuaikan
terhadap iklim setempat agar dapat memaksimalkan fungsi bangunan tanpa
harus menggunakan energi berlebihan.
2. Bangunan yang baik adalah bangunan yang dapat memberikan kenyamanan
pada penggunanya, untuk mencapai occupant satisfaction pendekatan
arsitektur bioklimatik dapat digunakan dalam memberikan kenyamanan
thermal, kenyamanan visual, dan kenyamanan psikologis pada pengguna
bangunan.
3. Dalam penyusunan laporan ini penulis masih kesulitan untuk membuat
komparasi bangunan dengan klasifikasi iklim selain 2 klasifikasi yang
digunakan, karena keterbatasan waktu dan efisiensi. Penulis berharap
kedepannya aka ada penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.

63
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, Jarwa Prasetya. 2019. Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik Pada Iklim
Tropis. Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019. DOI:
10.26418/lantang.v6i2.34791. Program Doktor Arsitektur DTAP UGM

Suwarno, Natalia dan Ikaputra. 2020. Arsitektur Bioklimatik : Usaha Arsitek


Membantu Keseimbangan Alam dengan Unsur Buatan. Jurnal Arsitektur
Komposisi, Volume 13 No. 2 April 2020. P-ISSN: 1411-6618 & E-ISSN:
2656-551X. Universitas Gadjah Mada

Widera, B. 2014. Bioclimatic Architecture as an Opportunity for Developing


Countries, 30th Internasional Plea Conference, 16-18 December 2014,
CEPT University, Ahmedabad.

Yeang, Kenneth. 1996. The Skyscraer Bioclimatically Considered. London


Academy, 1996.

Olgyay, V. 1963. Design with Climate : Bioclimatic Approach to Architectural


Regionalism. Princeton : Pronceton University Press.

Watson, Donald. 1983. Climatic Design: Energy-Efficient Building Principles and


Practices. Mc Graw Hill, Inc. United States of America.

Yeang, Kenneth dan Gelber, Mitch. 2010. An Echological Approach to Building


Design : Solaris. Citygreen #2 A Centre for Urban Greenery and Echology
Publication.

Caesar, Gerry. 2021. Makalah Arsitektur Tepat Guna : Arsitektur Iklim Kutub.
Tugas Besar Arsitektur Tepat Guna. Universitas Lampung.

Tiah, Putri. 2022. 6 Unsur Cuaca dan Iklim, Dari Suhu hingga Angin. Detikedu.

64
(https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6426833/6-unsur-cuaca-dan-
iklim-dari-suhu-hingga-angin) diakses pada 15 Januari 2023.

Pintos, Paula. 2023. The Office / James & Mau. Archdaily.


(https://www.archdaily.com/995818/the-office-james-and-
mau?ad_source=search&ad_medium=projects_tab) diakses pada 4 Febuari
2023.

Levinson, Joel. 2020. National Commercial Bank. Center for the Study of
Diagonality. (https://centerfordiagonality.org/national-commercial-bank-
2/) diakses pada 4 Febuari 2023.

65

Anda mungkin juga menyukai