Anda di halaman 1dari 18

MARGA DAN KEGIATAN BUDAYA SUKU KARO

MAKALAH ETIKA DAN KEARIFAN LOKAL


Dosen : Sumiharni,S.T.,M.T.

OLEH :
1. Aldi Pranata Gintimg (1915012005)
2. Annisa Adhelia (1915012002)
3. Aulia Kirana Arundaya (1915012027)
4. Gerry Caesar Al-Havis (1915012019)
5. Kurnia Alifah (1915012011)
6. Pianola Guitari Santani G. (1915012014)

S1 ARSITEKTUR 2019
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
MARGA DAN KEGIATAN SUKU KARO ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Etika dan Kearifan Lokal yang dibimbing oleh dosen Ibu Sumiharni
S.T., M.T. Selain itu, makalah ini juga brtujuan untuk menambah pengetahuan
tentang segala hal yang berhubungan dengan adat Batak Karo.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
terutama kepada Ibu Sumiharni selaku dosen mata kuliah Etika dan Kearifan
Lokal.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan demi
kesempurnaan dari makalah ini.

Bandarlampung, 3 November 2019

Kelompok 8

MARGA DAN KEGIATAN BUDAYA KARO KELOMPOK 8 S1 ARSITEKTUR 2019


ii
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………...0

KATA PENGANTAR……………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….1

A. Latar Belakang……………………………………………………….1
B. Rumusan masalah…………………………………………………….1
C. Tujuan pembahasan…………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...1

A. Marga suku karo ……………………………………………………...1


1) Marga Karokaro………………………………………...…1
2) Marga Ginting……………………………………………..2
3) Marga Tarigan……………………………………………..3
4) Marga Sembiring…………………………………………..3
5) Marga Paranginangin……………………………………...5
B. Kegiatan kebudayaan…………………………………........................5
1) Merdang merdem………………………………………….5
2) Mengket rumah mbaru…………………………………….8
3) Epanggir kulau…………………………………………….9

BAB III PENUTUP……………………………………………………………..14

A. Kesimpulan……………………………….........................................14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...........15

MARGA DAN KEGIATAN BUDAYA KARO KELOMPOK 8 S1 ARSITEKTUR 2019


iii
MARGA DAN KEGIATAN BUDAYA KARO KELOMPOK 8 S1 ARSITEKTUR 2019
iv
BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki keberagaman budaya dan suku, mulai dari
Sabang sampai Merauke. Terdapat suku, budaya serta etnis yang berbeda-
beda. Salah satu suku di Indonesia yang akan kami bahas ialah suku Karo
dari Indonesia bagian Barat, yakni Sumatera Utara. Adapun adat dari suku
Karo yang akan kami paparkan kiranya mengenai keberagaman marga dan
kegiatan budaya dari tanah karo.
2. RUMUSAN MASALAH
 Bagaimanakah keberagaman marga di suku karo?
 Bagaimana oersebaran letak marga suku karo?
 Apa saja kegiatan kebudayaan khas suku karo?

3. TUJUAN
 Menjelaskan tentang keberagaman marga di suku karo.
 Menyebutkan persebaran letak marga karo.
 Menjelaskan kegiatan kebudayaan suku karo.
BAB II PEMBAHASAN

A. MARGA SUKU KARO


1) MARGA KAROKARO
Adapun cabang-cabang dari marga karo-karo, yaitu:
1. Karokaro Sinulingga di Lingga, Bintang Meriah, dan Gunung
Merlawan.
2. Karokaro Surbakti di Surbakti dan Gajah.
3. Karokaro Kacaribu di Kutagerat dan Kerapat
4. Karokaro Sinukaban di Kaban dan Sumbul.
5. Karokaro Barus di Barus Jahe, Pitu Kuta.
6. Karokaro Simbulan di Bulanjulu dan Bulanjahe.
7. Karokaro Jung di Kutanangka, Kalang, Perbesi, dan Batukarang.
8. Karokaro Purba di Kabanjahe, Berastagi, dan Lau Cih (Deli Hulu).
9. Karokaro Ketaren di Raya, Ketaren Sibolangit, dan Pertampilen.
10. Karokaro Gurusinga di Gurusinga dan Rajaberneh.
11. Karokaro Kaban di Pernantin, Kabantua, Bintang Meriah, Buluh
Naman, dan L. Lingga.
12. Karokaro Sinuhaji di Ajisiempat.
13. Karokaro Sekali di Seberaya.
14. Karokaro Kemit di Kuta Bale.
15. Karokaro Bukit di Bukit dan Buluh Awar.
16. Karokaro Sinuraya di Bunuraya, Singgamanik, dan Kandibata.
17. Karokaro Samura di Samura.
18. Karokaro Sitepu di Naman dan Sukanalu

2) MARGA GINTING

1. Ginting Munte di Kutabangun, Ajinembah, Kubu, Dokan,


Tanggung, Munte, Rajatengah, dan Bulan Jahe.
2. Ginting Babo di Gurubenua, Munte, dan Kutagerat.
3. Ginting Sugihen di Sugihen, Juhar, dan Kutagunung.
4. Ginting Gurupatih di Buluh Naman, Sarimunte, Naga, dan Lau
Kapur.
5. Ginting Ajartambun di Rajamerahe.
6. Ginting Capah di Bukit dan Kalang.
7. Ginting Beras di Laupetundal.
8. Ginting Garamata di (Simarmata) Raja Tengah, Tengging.
9. Ginting Jadibata di Juhar.
10. Ginting Suka Ajartambun di Rajamerahe.
11. Ginting Manik di Tengging dan Lingga.
12. Ginting Sinusinga di Singa.
13. Ginting Jawak di Cingkes (populasi sedikit)
14. Ginting Seragih di Lingga Julu.
15. Ginting Tumangger di Kidupen dan Kemkem.
16. Ginting Pase di …. (lenyap)

3) MARGA TARIGAN

1. Tarigan Sibero di Juhar, Kutaraja, Keriahen, Munte, Tanjung


Beringin, Selakar, dan Lingga.
2. Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu.
3. Tarigan Silangit di Gunung Meriah.
4. Tarigan Tua di Pergendangen, Talimbaru.
5. Tarigan Tegur di Suka.
6. Tarigan Gersang di Nagasaribu, Berastepu dan Puangaja
Sibolangit.
7. Tarigan Gerneng di Cingkes (Simalungun).
8. Tarigan Gana-gana di Batukarang.
9. Tarigan Jampang di Pergendangen.
10. Tarigan Tambun di Rakutbesi, Binangara, Sinaman dll.
11. Tarigan Bondong di Lingga.
12. Tarigan Pekan (Cabang dari Tambak) di Sukanalu
13. Tarigan Purba di Purba (Simalungun)

4) MARGA SEMBIRING

a) Sembiring Siman Biang

Tidak biasa kawin campur darah dengan cabang Sembiring


lainnya, artinya tidak diperbolehkan perkawinan dengan sesama
marga Sembiring. Adapun cabang dari pada marga Sembiring
Siman Biang:

1. Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir di seluruh urung


Liang Melas.

2. Sembiring Sinulaki di Silalahi.

3. Sembiring Keloko di Pergendangen.

4. Sembiring Sinupayung di Juma Raja dan Negeri

b) Sembiring Simantangken Biang

ada dilakukan perkawinan antara cabang marga Sembiring, adapun


cabang dari pada marga Sembiring Simantangken Biang:

1. Sembiring Colia di Kubucolia dan Seberaya.

2. Sembiring Pandia di Seberaya, Payung, dan Beganding.

3. Sembiring Gurukinayan di Gurukinayan.


4. Sembiring Berahmana di Kabanjahe, Perbesi, dan Limang.

5. Sembiring Meliala di Sarinembah, Munte Rajaberneh,


Kedupen, Kabanjahe, Naman, Berastepu, dan Biaknampe.

6. Sembiring Pande Bayang di Buluh Naman dan Gurusinga.

7. Sembiring Tekang di Kaban.

8. Sembiring Muham di Susuk dan Perbesi.

9. Sembiring Depari di Seberaya, Perbesi, dan Munte.

10. Sembiring Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata, dan


Hamparan Perak (Deli).

11. Sembiring Busuk di Kidupen dan Lau Perimbon.

12. Sembiring Sinukapar di Pertumbuken, Sidikalang(?) Sarintono.

13. Sembiring Keling di Juhar dan Rajatengah.

14. Sembiring Bunuh Aji di Sukatepu, Kutatonggal, dan


Beganding

5) MARGA PARANGINANGIN

1. Peranginangin Namohaji di Kutabuluh.

2. Peranginangin Sukatendel di Sukatendel.

3. Peranginangin Mano di Pergendangen.

4. Peranginangin Sebayang di Perbesi, Kuala, gunung dan Kuta


Gerat.

5. Peranginangin Pencawan di Perbesi.


6. Peranginangin Sinurat di Kerenda.

7. Peranginangin Perbesi di Seberaya.

8. Peranginangin Ulunjandi di Juhar.

9. Peranginangin Penggarus di Susuk.

10. Peranginangin Pinem di Serintono (Sidikalang).

11. Peranginangin Uwir di Singgamanik.

12. Peranginangin Laksa di Juhar.

13. Peranginangin Limbeng di Kuta Jurung, Biru-Biru, Deli


Serdang, dan di Kabupaten Langkat.

14. Peranginangin Singarimbun di Mardinding , Kutambaru dan


Temburun.

15. Peranginangin Keliat di Mardinding.

16. Peranginangin Kacinambun di Kacinambun.

17. Peranginangin Bangun di Batukarang.

18. Peranginangin Tanjung di Penampen dan Berastepu.

19. Peranginangin Benjerang di Batukarang


B. KEGIATAN KEBUDAYAAN SUKU KARO
1) MERDANG MERDEM

Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku


Karo di Kabupaten Karo. Konon merdang merdem tersebut merupakan
kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara
menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian
dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam
padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati
sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah.
Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya
juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap
acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-
guro aron yaitu acara tari tradisional Karo yang melibatkan pasangan
muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang
merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan
merdang merdem pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang
biasanya jatuh di bulan juli.
Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama
perayaannya sampai enam hari di mana setiap hari mempunyai makna
yang berbeda.

 Hari pertama, cikor-kor.
Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut
merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor,
sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya
di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi
ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada
hari itu.

 Hari kedua, cikurung.
Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan
mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang
hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat
Karo.

 Hari ketiga, ndurung.
Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk
ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung
makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas,
lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.

 Hari keempat, mantem atau motong.
Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari
itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk
dijadikan lauk.

 Hari kelima, matana.
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk
saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu
yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung,
dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk
bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam
padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-
alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta.
Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron di mana
muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari
tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung
tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana
semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan.
Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib
makan.

 Hari keenam, nimpa.
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo,
biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula
merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan
tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem
tanpa kehadiran cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo
kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang
dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya
tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari
lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-
oleh bagi tamu ketika pulang.

 Hari ketujuh, rebu.
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari
sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan.
Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk
berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke
sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya
arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah
hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan
tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Hari
besok telah menanti untuk kembali melakukan aktivitas sebagaimana
hari-hari biasanya.

2) MENGKET RUMAH MBARU

Mengket Rumah Mbaru adalah salah satu upacara adat dalam suku


Karo, Sumatra Utara. Mengket dalam bahasa Karo berarti masuk,
dan mbaru berarti baru. Secara harafiah, mengket rumah mbaru adalah
upacara yang diadakan orang Karo saat hendak memasuki rumah yang
baru. Biasanya acara ini melibatkan keluarga besar dan rakut
sitelu.Upacara ini tergolong sebagai pesta sukacita dan mulia, karena
upacara ini menggambarkan kesuksesan tuan rumah (penyelenggara
pesta).

Dalam suku Karo, ada empat tingkatan upacara adat mengket rumah


mbaru, yakni:

 Sumalin jabu

Sumalin jabu adalah acara mengket rumah mbaru yang paling sederhana.


Biasanya hanya dihadiri keluarga inti dan rakut sitelu yang terdekat.
Biasanya hanya dihidangkan lauk berupa ayam saja (4-5 ekor) dan nasi.

 Mengkah dapur

Mengkah dapur adalah upacara mengket rumah yang memerlukan


musyawarah (runggun). Biasanya tetap dihadiri oleh rakut sitelu dan
keluarga besar. Hidangan yang diberikan pada upacara adat ini berupa
seekor babi atau kambing dan nasi.

 Ngerencit
Ngerencit adalah tingkatan mengket rumah mbaru yang lebih besar.
Biasanya melibatkan rakut sitelu, keluarga besar, dan rekan sekerja.
Dalam ngerencit, tuan rumah menghidangkan dua sampai lima ekor babi
atau kambing dan nasi.

 Ertukam

Ertukam adalah tingkatan mengket rumah mbaru yang lebih besar.


Biasanya dihadiri oleh rakut sitelu, keluarga besar, undangan, dan
teman-teman dari keluarga besar. Upacara adat ini berlangsung beberapa
hari.

3) ERPANGIR KU LAU

Erpangir Ku Lau adalah salah satu ritus di dalam suku Karo. Erpangir


berasal dari kata pangir, yang berarti mandi atau langir. Oleh sebab itu
erpangir, artinya adalah mandi dan berlangir. Erpangir Ku Lau adalah
lanjutan dari ritus maba anak ku lau (membawa anak turun mandi)
dan juma tiga (upacara memperkenalkan anak kepada dasar pekerjaan
tradisional Karo, yakni bertani).

Adapun beberapa tujuan dilakukannya proses erpangir ku lau adalah


sebagai berikut.

1. Upacara syukuran kepada Dibata (Tuhan).


2. Menghidarkan suatu malapetaka yang mungkin terjadi. Dalam hal
ini orang Karo melakukan upacara erpangir sebagai upaya untuk
menghindakan suatu malapetaka yang akan terjadi. Hal ini biasanya
didahului dengan firasat atau mimpi buruk.
3. Menyembuhkan suatu penyakit. Erpangir adakalanya diadakan
sebagai upaya untuk mengobati suatu jenis penyakit tertentu. Misalnya
untuk mengobati orang gila, atau yang diserang oleh begu (setan), atau
jenis – jenis hantu lainnya.
4. Mencapai maksud tertentu. Adakalanya erpangir ini dikakukan
sebagai upaya untuk memohon sesuatu kepada Dibata (Tuhan).\

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Suku karo memiliki marga dan budaya yang beragam, dan harus
terus dilestarikan agar budaya tanah karo tetap ada sepanjang masa dan
tak hilang ditelan zaman
DAFTAR PUSTAKA

 Wikipedia,

Anda mungkin juga menyukai