Anda di halaman 1dari 7

SOLIDARITY 2 (2) (2013)

Solidarity: Journal of Education, Society and


Culture
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/solidarity

INTERAKSI MASYARAKAT KOMUNITAS ISLAM BLANGKON DAN


KOMUNITAS MUHAMMADIYAH DI DESA PEKUNCEN, KECAMATAN
JATILAWANG, KABUPATEN BANYUMAS

Anindya Wahyu W, Rini Iswari, Jayusman

Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Masyarakat Islam Blangkon dan Muhammadiyah di Desa Pekuncen merupakan dua komunitas yang hidup
Diterima Februari 2013 dalam suatu wilayah yang sama. Persamaan agama Islam dan perbedaan dalam cara ritual antara komunitas
Disetujui Maret 2013 Islam Blangkon dengan komunitas Muhammadiyah menimbulkan stereotip interaksi sosial di masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek
Dipublikasikan
dalam penelitian ini adalah empat orang masyarakat Islam dan tiga masyarakat Muhammadiyah Blangkon.
April 2013 Lokasi penelitian di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, kabupaten Banyumas. Teknik pengumpulan data
________________ yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah
Keywords: perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi data dan member check. Teknik analisis data
meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa
interaction blangkon Islam
Interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat komunitas Islam Blangkon dengan masyarakat komunitas
and Muhammadiyah; Muhammadiyah di Desa Pekuncen berjalan dengan harmonis yang ditunjukan dengan diadakan berbagai ritual
pluralism; harmony. keagamaan. Rasa hormat dan toleransi ditunjukan ketika Islam Blangkon sedang mengadakan ritual perlon dan
____________________ menghargai Muhammadiyah sedang melaksanakan shalat menimbulkan sebuah kerukunan masyarakat Desa
Pekuncen. Kendala dalam berinteraksi terwujud dalam sifat sentimen yang terdapat dibawah permukaan yang
bersifat laten seperti gunjingan.
Abstract
___________________________________________________________________
Blangkon and Muhammadiyah Islamic societies in the village Pekuncen are two communities living in the same area
. Islam equations and differences in the way the ritual between the Muslim community raises Blangkon with
Muhammadiyah community stereotypes of social interaction in the community . The research method used was a
qualitative research method with phenomenological approach . Subjects in this study were four men and three Muslim
community Blangkon Muhammadiyah society . Research sites in the Village Pekuncen , District Jatilawang ,
Banyumas regency . Data collection techniques used were observation , interview and documentation . The validity of
the data used is an extension of the observations , increasing persistence , data triangulation and member checks .
Techniques of data analysis including data collection , data reduction , data presentation , and verification . The
results showed that the social interaction that occurs between the Islamic community Blangkon with the community in
the village of Muhammadiyah Pekuncen shown walking in harmony with the various religious rituals were held .
Respect and tolerance shown when Islam is being held ritual Blangkon perlon and appreciate Muhammadiyah are
praying pose a harmonious society Pekuncen village . Constraints in interacting sentiment embodied in nature that are
below the surface latent like gossip.
© 2013 Universitas Negeri Semarang

 Alamat korespondensi: ISSN 2252-7133


Gedung C7 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: unnessosant@gmail.com

65
Anindya Wahyu W, dkk/ Solidarity: Journal of Education, Society and Culture 2 (2) (2013)

PENDAHULUAN dengan masyarakat sekitarnya.Identitas tersebut


menunjukan karakter dan perlengkapan mereka
Masyarakat Jawa sebutan bagi sesuai dengan ajaran Islam Blangkon yang
sekumpulan orang yang bertempat tinggal di mereka pertahankan dari waktu ke waktu. Salah
pulau Jawa bagian tengah dan timur pulau Jawa satu ciri masyarakat Islam Blangkon adalah
yang mayoritas masyarakatnya asli Jawa dan simbol identitas kelompok yang dapat dilihat
menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. dari segi pakaian yang berbeda dengan
Masyarakat Jawa saat ini cenderung lebih masyarakat lain yang biasanya dipakai ketika
terbuka menerima perubahan dan masuknya berlangsung aktivitas ritual. Pengikut laki- laki
berbagai pengaruh dari luar. Keterbukaan berpakaian sarung hitam dan baju hitam dengan
masyarakat Jawa dalam menanggapi berbagai blangkon sebagai penutup kepala dan para
pengaruh luar salah satunya adalah keterbukaan perempuan dengan menggunakan kebaya atau
dalam menanggapi keberagaman dalam kemben model pakaian Jawa kuno.
berkeyakinan. Keberagaman dalam keyakinan Desa Pekuncen merupakan desa kecil di
dapat muncul akibat dari adanya sebuah pinggiran kota yang selain terdapat komunitas
kebebasan dalam beragama atau memeluk suatu Islam Blangkon, juga terdapat komunitas
keyakinan. Keberagaman agama di masyarakat keagamaan yang lain, tetapi yang paling
Jawa juga ditunjukan dalam masyarakat Desa menonjol salah satunya adalah komunitas
Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Muhammadiyah, yang merupakan gerakan
Banyumas. Desa Pekuncen merupakan salah pembaharuan Islam yang terbesar di Indonesia.
satu Desa yang berada di selatan Jawa Tengah, Muhammadiyah merupakan gerakan reformasi
dengan karakteristik bahasa masyarakat Jawa Islam yang ada dikalangan Islam di Asia
yang menggunakan bahasa Jawa Ngapak yang di Tenggara yang tampil untuk menyaring dan
anggap sebagai bahasa Jawa yang kasar untuk membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh
kalangan masyarakat Jawa yang terbiasa tradisi Jawa kalangan Priyayi dan Abangan.
menggunakan bahasa Jawa alus. Masyarakat Muhammadiyah merupakan komunitas Islam
Desa Pekuncen merupakan karakteristik yang menganut ajaran Islam secara murni tanpa
masyarakat yang peka akan menerima pengaruh menambah ajaran dan sesuai dengan syariat
luar dan terbuka yang salah satunya adalah Islam. Ajaran Muhammadiyah pertama kali di
perbedaan agama dan sistem kepercayaan. sebarkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada
Kekentalan sistem kepercayaan masyarakat tahun 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah
Jawa bagian selatan khususnya di Kabupaten sangat terkait dengan gerakan Wahabi yang
Banyumas sangat kuat, menjadikan sistem dipelopori Muhammad bin Abdul Wahab,
kepercayaan di daerah ini menampilkan corak meskipun dalam tingkat tertentu tidak
serta ekspresi keagamaan yang berbeda dengan menggunakan cara kekerasan dan jangkauan
daerah Jawa lainnya.Keunikan sistem politik seperti di Arab Saudi. Inti dari gerakan
kepercayaan masyarakat Jawa bagian selatan Wahabi adalah kembali kepada Al-quran dan
dapat dilihat di komunitas masyarakat Islam hadis Rasulullah dengan menghilangkan
Blangkon yang berada di Desa Pekuncen, praktek-praktek seperti bidah dan syirik. Geertz
Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. (1989: 236) mengatakan bahwa usaha
Islam blangkon adalah salah satu produk dialog Muhammadiyah adalah untuk menyediakan
antara Islam dengan budaya lokal di Jawa praktek Islam yang benar dan murni yang bisa
tengah bagian selatan yang hingga kini ditiru oleh seluruh umat lainnya yang tenggelam
eksistensinya masih kuat. Sistem kepercayaan dalam kebodohan. Muhammadiyah di Desa
Islam Blangkon menganut kepercayaan Pekuncen mengalami perkembangan yang
kejawen. Komunitas Islam Blangkon memiliki cepat, walaupun bukan menjadi komunitas
ciri- ciri khusus yang menjadi identitasnya mayoritas, tetapi Muhammadiyah di Desa
dalam penampilan sehari- hari yang berbeda Pekuncen telah memiliki banyak pendukung,
66
Anindya Wahyu W, dkk/ Solidarity: Journal of Education, Society and Culture 2 (2) (2013)

kegiatan- kegiatan organisasi seperti pertemuan komunitas Islam Blangkon dengan komunitas
kader Muhammadiyah dan Aisiyah secara rutin Muhammadiyah?
diadakan sebagai agenda kegiatan.
Masyarakat Komunitas Islam Blangkon METODE PENELITIAN
dengan komunitas Muhammadiyah berada
dalam lingkungan yang sama, yang secara pasti Penelitian menggunakan metode
akan terjadi hubungan dalam rangka memenuhi penelitian kualitatif dengan pendekatan
kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu fenomenologi. Metode penelitian kualitatif
individu ingin menyampaikan maksud, tujuan, berlandaskan fenomenologi menuntut
dan keinginan masing- masing. Masyarakat pendekatan holistik, mendudukan obyek
dalam mencapai keinginan tersebut biasanya penelitian dalam suatu konstruksi ganda,
mewujudkannya dengan tindakan melalui melihat obyeknya dalam satu konteks natural.
hubungan timbal balik, hubungan ini disebut Lokasi penelitian berada di Desa Pekuncen,
dengan interaksi sosial. Interaksi dapat kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas.
dibuktikan oleh adanya kerja sama antar sesama Penentuan lokasi penelitian di Desa Pekuncen
atau saling berbicara dan saling menjalin ini karena di Desa tersebut merupakan Desa
hubungan untuk mencapai tujuan bersama. yang memiliki religi Jawa yang masih dianggap
Interaksi tidak hanya dapat diwujudkan dalam kental dan memiliki kehidupan keagamaan yang
proses saling berbicara atau mengadakan suatu berbeda dengan masyarakat lain. Subjek dalam
kerja sama, tetapi dapat pula dengan seseorang penelitian ini adalah empat orang masyarakat
tanpa melakukan sebuah isyarat- isyarat kepada Islam dan tiga masyarakat Muhammadiyah
seseorang, tetapi seseorang tersebut dapat Blangkon yang dipilih berdasarkan besarnya
menyebabkan perubahan- perubahan perilaku peran dalam masyarakat dan pengetahuan yang
yang secara sadar dirasakan dan menimbulkan dimiliki tentang interaksi antar masyarakat dan
kesan difikiran seseorang. Interaksi juga dapat perannya dalam masyarakat Desa Pekuncen.
diimplementasikan sebagai sesuatu yang Teknik pengumpulan data yang digunakan
digunakan seseorang untuk memahami tindakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.
sosial individu atau suatu kelompok.Interaksi Validitas data yang digunakan adalah
sosial hanya dapat terjadi jika kedua belah pihak perpanjangan pengamatan, meningkatkan
merasakan atau mengalami perubahan dalam ketekunan, teknik triangulasi data dan
suatu prosesnya (Soekanto,2001:69). mengadakan member check. Teknik analisis
Persamaan agama Islam dan perbedaan data mencakup empat hal yaitu pengumpulan
dalam cara ritual antara komunitas Islam data, reduksi data, penyajian data, dan
Blangkon dengan komunitas Muhammadiyah penarikan kesimpulan atau verifikasi.
menimbulkan stereotip interaksi sosial di HASIL DAN PEMBAHASAN
masyarakat dan menimbulkan pertanyaan,
apakah kemudian dapat menjadi renggang atau Komunitas Islam Blangkon dianut oleh
bahkan dapat melebur menjadi satu masyarakat mayoritas masyarakat Desa Pekuncen.
yang membina kerukunan di atas perbedaan Komunitas Islam Blangkon memiliki sebuah
keyakinan dan kepercayaan serta, bagaimana kelembagaan adat yang mengelola seluruh
cara kedua komunitas tersebut menjalin masyarakat komunitas tersebut, mengelola acara
kerukunan dalam perbedaan keyakinan tanpa ritual agama yang digelar dan sebagai alat
adanya stereotip beragama. Berdasarkan uraian penghubung komunikasi dengan masyarakat
diatas, maka peneliti membuat perumusan luar Desa Pekuncen. Kelembagaan adat
masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana interaksi berperan penting dalam terjalinnya komunikasi
sosial antara komunitas Islam Blangkon dengan dengan masyarakat luar, kelembagaan adat
komunitas Muhammadiyah? 2) Adakah berperan membantu dan memberi informasi
kendala- kendala dalam interaksi sosial antara kepada masyarakat luar yang ingin mengetahui
67
Anindya Wahyu W, dkk/ Solidarity: Journal of Education, Society and Culture 2 (2) (2013)

secara mendalam tentang komunitas Islam Gerakan Muhammadiyah sering disebut sebagai
Blangkon. Kelembagaan adat Desa Pekuncen di “Islam Berdasi” sedangkan nahdhatul ulama
wakili oleh Bapak Sumitro. Kelembagaan adat disebut sebagai “Islam sarungan”.
Islam Blangkon tidak berperan serta mengambil Muhammadiyah muncul sebagai komunitas
alih fungsi kyai kunci sebagai tetua adat Islam Islam yg menjunjung tinggi nilai kemurnian
Blangkon tetapi hanya berfungsi sebagai Islam yang berangkat dari ajaran Wahabi yang
fasilitator dalam berkomunikasi dengan merupakan gerakan dakwah yang membebaskan
masyarakat luar, hal itu disebabkan karena Islam jawa dari campuran adat dan kepercayaan
keterbatasan bahasa yang dimiliki oleh kyai kunci lokal (Hidayattullah,41:2010).
yang hanya dapat berbicara dengan bahasa Jawa Masyarakat Muhammadiyah di Desa
Ngapak. Masyarakat Desa Pekuncen sama hal Pekuncen merupakan komunitas terbesar kedua
nya dengan masyarakat lain pada umumnya. di Desa Pekuncen setelah komunitas Islam
Keberagaman dan perbedaan dalam masyarakat Blangkon mendominasi. Organisasi ini sangat
telah menjadi sebuah icon bangsa Indonesia berkembang di wilayah Banyumas yang salah
yang majemuk dan multikultural. Salah satu satunya berkembang di wilayah Jatilawang dan
keberagaman yang menonjol adalah merambah ke berbagai Desa seperti Desa
keberagaman agama. Keberagaman agama di Pekuncen. Bukti bahwa gerakan
Desa Pekuncen tidak menghambat kehidupan Muhammadiyah sangat pesat masuk kedalam
kemasyarakatan masyarakat Desa Pekuncen wilayah Banyumas adalah banyaknya sekolah-
seperti mengikuti kegiatan- kegiatan sosial sekolah yang berlambangkan Muhammadiyah
kemasyarakatan. Hal ini seperti dalam konsep berdiri dan memiliki banyak siswa, kemudian
pluralisme yang dikatakan oleh Subkhan (2007) gerakan kemuhammadiyahan seperti aisyiyah,
bahwa pluralisme tidak hanya menunjuk pada hisbul wathan dan merpati putih semakin
kenyataan tentang adanya kemajemukan, banyak diminati masyarakat. Kehidupan
namun yang dimaksud adalah keterlibatan masyarakat Desa Pekuncen merupakan
secara aktif terhadap kenyataan majemuk. kehidupan masyarakat Desa yang cenderung
Ritual Islam Blangkon seperti muludan harmonis. Semakin banyaknya masyarakat luar
merupakan perpaduan antara kebudayaan Jawa, yang menempati wilayah Desa Pekuncen tidak
yang dipadukan dengan unsur Hindu dan Islam membuat masyarakat asli menjadi kaum
karena seperti diketahui bahwa muludan berasal minoritas. Masyarakat asli Desa Pekuncen yaitu
dari kata Maulud atau Maulid yang berarti hari masyarakat Islam Blangkon masih menjadi
kelahiran untuk memperingati lahirnya Nabi kaum mayoritas di wilayah ini. Kegiatan
Muhammad SAW. Keberagaman yang ada di kemasyarakatan di Desa Pekuncen menjadi alat
Desa Pekuncen tentang perpaduan antara komunikasi yang efektif antara warga pendatang
kebudayaan Islam dan Jawa tidak menjadi dan warga asli. Kegiatan seperti arisan Ibu- Ibu
halangan dalam mewujudkan kerukunan antar dan arisan Bapak- Bapak merupakan salah satu
warga masyarakatnya. Hal itu seperti yang kegiatan masyarakat yang menjadi alat
diungkapkan Suseno (1988) bahwa Pluralisme terjalinnya interaksi antar warga. Kegiatan
dalam menampilkan rasa hormat dan toleransi karang taruna juga merupakan sarana efektif
adalah dengan mewujudkan prinsip kerukunan. terjalinnya suatu interaksi di kalangan para
Perpaduan sistem keyakinan masyarakat Jawa pemuda di Desa Pekuncen. Keikutsertaan
yang memadukan unsur budaya Jawa, Hindu masyarakat Desa Adat Islam Blangkon dalam
dan Islam Inilah yang kemudian menjadi pro acara pawai kebudayaan yang diadakan oleh
dan kontra dikalangan masyarakat Islam saat ini pemerintah Banyumas pada tanggal 22 April
yang secara khusus adalah Muhammadiyah. 2012 melibatkan bukan hanya masyarakat
Muhammadiyah merupakan gerakan komunitas Islam Blangkon saja, tetapi juga
pembaharuan Islam yang didirikan oleh Ahmad melibatkan masyarakat muhammadiyah dan
Dahlan. Muhammadiyah di Desa Pekuncen. nahdhatul ulama berperan serta dalam kegiatan
68
Anindya Wahyu W, dkk/ Solidarity: Journal of Education, Society and Culture 2 (2) (2013)

pawai tersebut. Interaksi yang menciptakan masyarakat yang tidak ikut serta membantu
suatu kerukuna tersebut seperti yang dalam berbagai kegiatan ritual. Masyarakat
diungkapkan oleh Damami (2002) bahwa sikap Islam Blangkon sebagai masyarakat asli Desa
rukun yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Pekuncen dapat menyikapi secara positif
tergambar dalam menghormati agama lain. perbedaan yang ada. Walaupun pada awalnya
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan banyak masyarakat yang menganggap
penulis dalam kegiatan kerjasama dan interaksi komunitas Islam Blangkon merupakan suatu
yang terjalin antara warga yang berlainan aliran sesat atau melenceng cari aqidah agama
keyakinan atau kepercayaan tetapi masih dapat yang seharusnya, tetapi lama- kelamaan
melakukan kegiatan positif yang membangun masyarakat sekitar yang bukan termasuk
kebersamaan dan disikapi secara dewasa dan masyarakat Islam Blangkon sendiri dapat
positif sebagai masyarakat Indonesia yang mengakui dan menyikapinya secara positif dan
majemuk. Hal tersebut seperti yang memaknai perbedaan yang ada tersebut sebagai
diungkapkan oleh Subkhan (2007) bahwa suatu keragaman dalam masyarakat Indonesia
pluralisme merupakan suatu kerangka interaksi yang majemuk dan multikultural. Hal tersebut
tempat setiap kelompok menampilkan rasa seperti yang diungkapkan oleh Usman (2008)
hormat dan toleransi satu sama lain dan bahwa setiap pemeluk agama dituntut bukan
berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi saja mengakui keberadaan dan hak agama lain,
(pembauran/pembiasan). Pluralisme tidak tetapi terlibat dalam usaha memahami
hanya menunjuk pada kenyataan tentang perbedaan dan persamaan guna tercapainya
adanya kemajemukan, namun yang dimaksud kerukunan dalam kebinekaan. Pluralisme agama
adalah keterlibatan secara aktif terhadap juga menganjurkan bahwa setiap pemeluk
kenyataan kemajemukan tersebut. Masyarakat agama dituntut bukan saja untuk mengakui
Islam Blangkon dan Muhammadiyah dalam keberadaan hak agama lain, tapi juga terlibat
berbagai kegiatan sebagian besar dapat dalam usaha memahami perbedaan dan
membaur dan tidak terjalin suatu konflik persamaan guna tercapainya kerukunan dalam
terbuka dalam suatu interaksinya. Setiap warga kebinekaan. Menerima perbedaan dan
juga saling membantu dalam mewujudkan suatu membuka diri atas hal- hal yang baru dalam
kegiatan agar sukses dan menghasilkan sesuatu masyarakat akan memperkecil gesekan atau
yang maksimal tetapi tidak semua kegiatan konflik yang akan terjadi. Masyarakat Jawa
kemasyarakatan Desa Pekuncen dapat telah mengalami banyaknya perbedaan dalam
dilakukan kerjasama oleh seluruh warga berkeyakinan sebelum masuknya Islam seperti
masyarakatnya. Hal tersebut terwujud pada masuknya pengaruh agama Hindu- Buddha
kegiatan adat Islam Blangkon seperti kegiatan dalam masyarakat Jawa yang kemudian juga
ritual Puji- pujian, perlon rikat (resik diterima dengan baik oleh masyarakat Jawa. Hal
panembahan), Ziarah ke Adiraja, Bada Mulud tersebut seperti yang diungkapkan Damami
(Muludan), Kupatan Slamet,Medi, Eyang- Eyang bahwa daya resepsi atau penerimaan masyarakat
(resik- resik kuburan leluhur sesuai dengan silsilah pengemban kebudayaan Jawa itu sangat lentur
Bedogol masing- masing), Ziarah ke kuripan dengan terbuka oleh pengaruh kebudayaan asing
dengan jalan kaki, Likuran, Riyaya, Sedekah tetapi tetap tidak kehilangan jati diri kebudayaan
Bumi, Perlon Rikat, Besaran (kurban). Acara Jawa.
ritual- ritual tersebut merupakan ritual yang Pluralisme merupakan faham tentang
wajib dilakukan oleh masyarakat Islam kemajemukan yang menegaskan bahwa
Blangkon, dalam acara- acara tersebut pluralistik dapat dikondisikan ketika seseorang
masyarakat komunitas lain biasanya tidak ikut berkeyakinan tentang sesuatu yang bercorak
berpartisipasi membantu dan bekerjasama perbedaan sebagai suatu anugerah (Usman,
dalam acara tersebut. Komunitas 2008: 169). Muhammadiyah yang dianggap
Muhammadiyah adalah salah satu komunitas sebagai kelompok keagamaan yang menutup
69
Anindya Wahyu W, dkk/ Solidarity: Journal of Education, Society and Culture 2 (2) (2013)

diri dari perbedaan dan lebih mengutamakan komunitas Muhammadiyah di Desa Pekuncen
pemurnian agama tanpa melihat sudut pandang tidak membuat Islam Blangkon kehilangan
masyarakat justru tidak ditemukan di komunitas eksistensinya. Kegiatan kemasyarakatan seperti
Muhammadiyah di Desa Pekuncen. Hal tersebut bersih desa, perkumpulan RT, membantu acara
terjadi dikarenakan Muhammadiyah yang pernikahan dan kematian di Desa Pekuncen
dulunya menekankan pada pemurnian agama menjadi alat komunikasi yang efektif antara
saat ini lebih banyak terpusat pada kelembagaan masyarakat Islam Blangkon dengan masyarakat
sosial- material yang kemudian melahirkan Muhammadiyah. Kerjasama yang baik sepeti
kesenjangan antara keimanan yang mendasari bersama- sama dalam mengikuti pawai pada
keikhlasan dan praksis sosial yang dijalankan. Ulang Tahun Banyumas antara masyarakat
Perwujudan sosial Muhammadiyah tidak lagi Islam Blangkon dengan Muhammadiyah dalam
mencerminkan refleksi pandangan teologis kegiatan kemasyarakatan membentuk suatu
sebagai organisasi sosial-kemasyarakatan Islam interaksi yang positif antar masyarakatnya. Rasa
tetapi berubah menjadi organisasi sosial hormat dan toleransi yang tinggi serta
kemasyarakatan biasa (Hidayatullah, 2010:66). pemahaman tentang menghargai perbedaan
Kendala dalam berinteraksi antara komunitas seperti toleransi yang dilakukan oleh subjek
Islam Blangkon dan Muhammadiyah di Desa penelitian yaitu Muhammadiyah ketika Islam
Pekuncen adalah soal partisipasi masyarakatnya Blangkon sedang mengadakan ritual perlon dan
dalam kegiatan- kegiatan sosial Desa yang toleransi Islam Blangkon ketika menghargai
membutuhkan lebih intensif interaksi antar Muhammadiyah sedang melaksanakan shalat
warganya. Dalam beberapa kegiatan menimbulkan sebuah kerukunan masyarakat
kemasyarakatan segelintir masyarakat Desa Pekuncen yang pada setiap konfliknya
Muhammadiyah jarang sekali menjalin suatu dapat diatasi dengan perasaan yang terbuka
interaksi dengan warga yang lain dan hal dengan adanya perbedaan. Rasa hormat antar
tersebut menjadi pembicaraan warga. warga di Desa Pekuncen diwujudkan dalam
Masyarakat Islam Blangkon dalam kegiatan saling menghadiri acara kematian. Kerjasama
kemasyarakatan aktif dan turut serta dalam yang positif seperti membantu dalam acara
berbagai kegiatan, tetapi munculnya organisasi khitanan dilakukan tetapi masih melihat batas-
keagamaan menimbulkan sentimen yang bersifat batas toleransi atas perbedaan sehingga tercipta
laten dan di bawah permukaan yang seringkali kerukunan dalam masyarakatnya dan tidak
kelompok Islam Blangkon memandang kurang mengganggu keselarasan diwujudkan dengan
simpatik terhadap aktifitas keagamaan terutama tidak saling melontarkan sindiran dalam hidup
pada anak- anak mereka yang tidak jarang orang berdampingan. Interaksi antara komunitas Islam
tua dari kelompok adat melarang anaknya untuk Blangkon dan Muhammadiyah didukung
mengaji/ shalat di masjid. dengan adanya sikap kerjasama dan cara hidup
saling terbuka serta menerima dan menghargai
SIMPULAN perbedaan keyakinan.
Kendala yang dihadapi subjek penelitian
Interaksi sosial yang terjadi antara subjek yaitu masyarakat Islam Blangkon dan
penelitian yaitu masyarakat komunitas Islam Muhammadiyah dalam berinteraksi adalah
Blangkon dengan masyarakat komunitas partisipasi masyarakatnya dalam kegiatan-
Muhammadiyah di Desa Pekuncen berjalan kegiatan sosial Desa seperti kegiatan rapat RT
dengan harmonis yang ditunjukan dengan masih yang membutuhkan lebih intensif interaksi antar
adanya diadakan ritual selamatan yang warganya. Sikap ekslusif Islam Blangkon
dilakukan masyarakat Islam Blangkon dan maupun Muhammadiyah ditunjukan pada sikap
mengundang masyarakat Muhammadiyah dan merasa bahwa dalam satu kelompok tersebut
hingga saat ini dan diterima dengan baik oleh adalah diri sendiri yang paling benar. Terdapat
masyarakat Muhammadiyah. Munculnya sentimen yang bersifat laten dan di bawah
70
Anindya Wahyu W, dkk/ Solidarity: Journal of Education, Society and Culture 2 (2) (2013)

permukaan sepeti sering mempergunjingkan dan Pramono, Rudy. 2000. Menuju Umat Beragama
mempengaruhi penilaian negatif terhadap islam yang Dewasa. Dalam Jurnal Studi
Blangkon maupun Muhammadiyah dan Pembangunan, kemasyarakatan &
seringkali kelompok Islam Blangkon Lingkungan. Vol. 2, No.1/Feb. Hal 23-33.
memandang kurang simpatik terhadap aktifitas Reslawati. 2007. Minoritas di Tengah mayoritas:
keagamaan terutama pada anak- anak mereka Interaksi Sosial Katolik dan Islam di Kota
yang tidak jarang orang tua dari kelompok adat Palembang.Dalam Jurnal Komunika Vol.
melarang anaknya untuk mengaji/ shalat di 10, No. 2. Hal: 1-18.
masjid dan tidak boleh menikah dengan yang Satori, Djam’an dan Aan komariah. 2011.
bukan dari Islam Blangkon. Walaupun Metodologi penelitian kualitatif. Bandung :
demikian ada beberapa masyarakat Islam Alfabeta
Blangkon yang memperbolehkan anaknya Scharf, R, Betty. Sosiologi Agama Edisi kedua.
menikah dengan masyarakat Muhammadiyah. Jakarta: Predana Media.
Soehadha, M. 2008. Orang Jawa Memaknai
DAFTAR PUSTAKA Agama. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Soekanto, Soerjono. 1985. Kamus sosiologi.
Damami, Muhammad. 2002. Makna Agana Yogyakarta: Pustaka pelajar
Dalam Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Subkhan, Imam. 2007. Hiruk Pikuk Wacana
LESFI Pluralisme di Yogyakarta. Yogyakarta:
Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi Kanisius
Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: PT. Sugiyono. 2010. Memahami penelitian kualitatif.
Pustaka Jaya. Bandung : Alfabeta.
Hendropuspito. 1992. Sosiologi Agama. Suseno, Magnis, Franz. 1988. Etika Jawa Sebuah
Yogyakarta: Penerbit kanisius. Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup
Herusatoto, Budiono. 2003. Simbolisme Dalam Jawa. Jakarta: PT. Gramedia
Budaya Jawa. Yogyakarta : Hanindita UNNES, FIS. 2008. Pedoman penulisan skripsi.
Hidayatullah, Syarif. 2010. Muhammadiyah dan Semarang : UNNES PRESS
Pluralitas Agama di Indonesia. Yogyakarta: Usman, Ali. 2008. Menegakkan Pluralisme:
Pustaka Pelajar Fundamental-Konservatif di Tubuh
Interfidei. 2009. Prospek Pluralisme Agama di Muhammadiyah.
Indonesia Harapan untuk Keadilan, Woodward, R. Mark. 2008. Islam Jawa.
Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan di Yogyakarta:Lkis.
Indonesia. Yogyakarta: Institut
Dian/Interfidei.
Miles, B. Matthew dan A. Michael Huberman.
1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta :
UI Press.
Mushoffa, Aziz. 2002. Kiprah Islam. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Natsir, M, dkk. 2005. Pemetaan Kerukunan Hidup
Beragama di Lombok. Dalam Jurnal
Penelitian Keislaman. Vol. 2, No. 1. Hal: 1-
23.
Pamungkas, Cahyo. 2005. Interaksi Sosial Antar
Umat Beragama di Maluku: Sebelum dan
Sesudah Konflik Sosial 1999. Dalam Jurnal
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. No.
01. Hal 91- 101.
71

Anda mungkin juga menyukai