Anda di halaman 1dari 3

Melakukan Evaluasi (1)

Dalam penentuan evaluasi, tentu tidak bisa lepas dari yang namanya Risk
Appetite , Risk Tolerance dan Risk Criteria.

● Risk Appetite adalah besaran risiko yang masih atau bersedia untuk
diambil
● Risk Tolerance adalah ukuran-ukuran yang secara kualitatif dan
kuantitatif bisa diterapkan dalam pengambilan batas toleransi
terhadap risiko atau keteguhan organisasi dalam menangani risiko.

Dasar penentuan toleransi risiko diawali dengan menentukan dahulu risk


appetite nya. Ini dapat diterapkan dalam pasar modal, pasar uang atau
perbankan.

Saat ini pasar modal telah mengenal obligasi saham dan lainnya. Pasar uang
saat ini telah mengenal surat hutang dan lainnya. Tentu hal ini tidak akan
lepas dari selera risiko, misalkan berapa besar capital gain, kemudian kupon
atau yield yang akan diterima dan bagaimana diskon atau rate yang
diterima. Dalam konteks ini biasanya setiap orang atau organisasi punya
batasan toleransi risiko terhadap naik turunnya hasil investasi yang
diharapkan.

Jadi dalam penentuan risk appetite dan risk tolerance tidak bisa lepas dari
faktor historis. Faktor historis ialah asal dana untuk investasi , tujuan investasi,
riwayat daripada investasi itu sendiri. Sebagai pribadi atau organisasi
biasanya ditetapkan dahulu, dengan melihat bagaimana visi dan misi
perusahaan, objektif, target sasaran dan program yang akan dilakukan
seperti apa. Kemudian risk appetite besaran-besarannya seperti apa, dan
diturunkan dalam bentuk toleransi.

Toleransi tersebut merupakan batasan pada saat risiko itu masih bisa
diterima atau tidak. Sebagai contoh penyebab volatilitas berapa persen
dalam setahun. Kenaikan atau penurunan saham masih dalam batas
toleransi, atau juga dengan Capital Gain atau Investasi. Kira-kira target
investasi dengan langkah yang dilakukan kira-kira misalkan dalam setahun,
harusnya menghasilkan 10% dan sudah mendekati penurunan 5%. Maka bisa
dilakukan langkah-langkah mitigasi.

Toleransi ini didasarkan pada penurunan data daripada risk appetite. Nanti
setelah risk tolerance biasanya dalam praktek diturunkan kriteria resikonya
seperti apa. Kemudian limitnya berapa sehingga total akhir dari hasil
pencapaian perusahaan masih dalam batas toleransi risiko yang masih bisa
diterima.
Melakukan Evaluasi (2)

Dalam pasar modal dan pasar uang maupun perbankan dengan 5% adalah
sebagai salah satu contoh best practice. Jika terjadi penyimpangan dari
0.2% misalkan sebagai contoh maka dibiarkan. Kemudian 0.2%-0.4% adalah
peringkat ke 2, 0.4%-0.6% adalah peringkat ke 3 , 0.6%-0.8% peringkat ke 4,
lebih daripada 0.8% berarti tingkat risiko sudah sangat tinggi dan sudah harus
dilakukan tindakan sesegera mungkin supaya tidak menjadi kerugian bagi
perusahaan.

Dalam kontes toleransi risiko biasanya dibagi dalam 3 zona, yaitu zona, hijau,
kuning dan merah. Hijau artinya risiko yang terjadi sangat rendah, biasanya di
peringkat 1,2. Kuning adalah tingkat sedang, dengan peringkat risikonya ialah
3 dan 4. Merah merupakan peringkat risiko yang sangat tinggi sehingga
segera diperlukan tindakan.

Dalam menentukan langkah mitigasi, biasanya tiap perusahaan individu baik


dalam pasar uang , pasar modal dan perbankan. Itu mengambil suatu
tindakan, misalkan hijau menuju ke kuning tetap dibiarkan dengan cost
benefit analysis, tapi jika kuning sudah menuju ke merah maka sebelum
merah perlu dilakukan tindakan. Itu adalah batas maksimum toleransi yang
harus dilakukan tindakan, sementara hijau ke merah adalah batas minimum
toleransi yang masih dapat diterima.

Sebagai contoh, kenaikan penurunan saham, berapa basis poin yang harus
dilakukan untuk mengubah posisi kita. Dan beberapa basis poin kalau
misalkan itu masih bisa ditoleransi dengan demikian dengan volatilitas,
capital, gain, dan lain-lain. Biasanya dalam penentuan batas toleransi risiko
berdasarkan data historis, riwayat dari investasi, riwayat peningkatan dan
penurunan laba perusahaan dari kenaikan penurunan suku bunga obligasi
dan lain-lainnya.

Anda mungkin juga menyukai