PENDAHULUAN
h. Inspection
i. Checklist
j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)
Penanganan risiko
High probability, high impact : risiko jenis ini umumnya dihindari ataupun
ditransfer.
Low probability, high impact : respon paling tepat untuk tipe risiko ini
adalah dihindari. Dan jika masih terjadi, maka lakukan mitigasi risiko serta
kembangkan contingency plan.
High probability, low impact : mitigasi risiko dan kembangkan
contingency plan
Low probability, low impact : efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun
biayanya dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini
mungkin lebih baik untuk menerima efek dari risiko tersebut.
Contingency plan: Untuk risiko yang mungkin terjadi maka perlu
dipersiapkan contingency plan seandainya benar-benar terjadi.
Contingency plan haruslah sesuai dan proporsional terhadap dampak risiko
tersebut. Dalam banyak kasus seringkali lebih efisien untuk
mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk mengurangi risiko
dibandingkan mengembangkan contingency plan yang jika
diimplementasikan akan lebih mahal. Namun beberapa scenario memang
membutuhkan full contingency plan.
Kasus yang pernah terjadi di IFRS RSUD dr. Adjidarmo adalah terjadinya
kesalahan pemberian obat di depo rawat jalan pada pasien dengan nama yang
sama dan berasal dari poliklinik yang sama. Pasien berasal dari poliklinik spesialis
jantung. Pasien memiliki dua nama yang sama secara lafal (pengucapan), tetapi
berbeda secara penulisan. Pasien pertama bernama Sunarya, dan pasien kedua
bernama Sunariah.
Petugas farmasi baru menyadari kalau obat yang diberikan keliru ketika
pasien atas nama Sunariah menanyakan obatnya (karena ybs ada keperluan lain,
jadi resep ditinggal di apotek tetapi obat belum diambil). Sementara obat atas
nama pasien Sunariah sudah tidak ada di apotek. Obat yang ada di apotek hanya
ada atas nama Sunarya.
a. Mengidentifikasi resiko
Resiko merupakan peristiwa yang menghambat pencapaian tujuan
perusahaan. Seluruh resiko yang mungkin terjadi dan berdampak negatif bagi
perusahaan secara signifikan harus terlebih dahulu diidentifikasi. Hal-hal
yang dapat menyebabkan terjadinya resiko di Instalasi Farmasi diantaranya
adalah sebagai berikut :
- Pada proses perencanaan untuk pembelian, data yang digunakan
berdasarkan pada pola konsumsi, bukan pada pola penyakit, sehingga
menyebabkan perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada,
sehingga perlu ada perencanaan susulan, sehingga bisa jadi terjadi stock
out, menjadikan pasien tidak mendapat obat sesuai permintaan dokter.
- Pada proses pengadaan, dapat terjadi barang kosong di pihak
distributor, padahal barang tersebut sangat diperlukan oleh pasien,
sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mencari barang yang sama
di distributor lain. Resiko lain adalah pihak rumah sakit belum
menyelesaikan pembayaran (kesalahan dari pihak distributor tidak
melakukan penagihan, ataupun pihak rumah sakit karena panjangnya
prosedur yang harus ditempuh), sehingga instalasi farmasi tidak
mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan.
- Pada proses penerimaan barang dari pihak distributor, terjadi resiko
barang tidak diperiksa betul masa kadaluarsanya, sehingga bisa jadi
diberikan barang yang dekat masa kadaluarsanya. Dekat masa
kadaluarsa berakibat terjadinya barang kadaluarsa, sehingga
merugikan pihak rumah sakit bila barang tersebut ternyata
perputarannya tidak baik (mengendap).
- Pada proses penyimpanan, terjadi resiko barang tidak disimpan pada
suhu ataupun kelembaban yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat
mengurangi kualitas dari barang tersebut, menjadikan obat tidak efektif
diberikan pada pasien. Pada penyimpanan yang memerlukan perlakuan
khusus, seperti narkotika dan psikotropika yang harus disimpan pada
lemari dua pintu dua kunci, dipegang oleh dua orang yang berbeda,
mempunyai resiko tidak ditaati oleh petugas karena dirasakan tidak
efektif dalam bekerja, mengakibatkan dapat terjadi penyalahgunaan.
- Pada proses distribusi ke unit, dapat terjadi resiko barang yang
didistribusikan tidak sesuai baik jumlah maupun item, sehingga unit
terkait tidak mendapatkan obat yang diperlukan dalam pelayanan.
Untuk tempat yang agak jauh, resiko yang terjadi adalah barang dalam
kemasan kaca, dapat pecah dalam proses distribusi, sehingga
merugikan pihak rumah sakit.
- Pada proses distribusi ke pasien, resiko yang mungkin terjadi
diantaranya :
Salah membaca tulisan dokter, sehingga pasien tidak mendapat
obat sesuai penyakitnya, dapat berakibat fatal bila obat yang
diberikan ternyata memberikan dampak yang berbahaya bagi
pasien.
Salah mengambil obat karena mirip nama atau kemasan
(LASA, look alike sound alike), karena tidak dipisahkan
dalam penyimpanannya, ataupun kesalahan karena
ketidaktelitian pengambilan.
Salah memberikan etiket (tertukar dengan etiket obat lain),
sehingga dalam aturan pakainya dapat terjadi kesalahan.
Tidak mengkaji resep ada tidaknya interaksi antar obat,
sehingga bila ada interaksi yang menurunkan potensinya,
tujuan pengobatan tidak berjalan maksimal.
Salah memberikan obat kepada pasien yang bukan seharusnya
(tertukar karena nama sama misalnya), sehingga dapat
menyebabkan efek yang dapat berbahaya bagi pasien (seperti
kasus yang akan dibahas).
Salah memberikan informasi kepada pasien (misalnya
penggunaan obat off label, tapi pasien tidak ditanya terlebih
dahulu, sehingga terjadi kesalahan informasi)
b. Menganalisis Resiko
Setelah seluruh resiko diidentifikasi, maka dilakukan pengukuran tingkat
kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah
mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko
dilakukan menggunakan criteria pengukuran resiko secara kualitatif, semi
kualitatif, atau kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat
kejadian peristiwa dan dampak kerugian yang ditimbulkannya. Pada
kasus salah memberikan obat pada pasien, maka pengukuran kualitatif
frekuensi/kemungkinan (likehood) adalah sebagai berikut :
Kemungkinan Deskripsi Nilai
Dan dampak yang ditimbulkan berbobot nilai dua (2) yaitu rendah, pertolongan
pertama dapat diatasi, kerugian keuangan sedang.
Kerugian keuangan sedang, karena instalasi farmasi harus menyiapkan kembali obat
yang sudah dibawa oleh pasien yang salah (Sunarya vs Sunaria). Pertolongan pertama
dapat diatasi, karena adanya laporan dari pasien Sunaria bahwa obatnya belum
diambil, sehingga petugas farmasi dapat segera mengantisipasinya, dengan
menyiapkan kembali obat tersebut dan mengganti obat pasien Sunarya dengan
mendatangi rumah pasien tsb, diberikan penjelasan dan segera dilakukan perbaikan.
Dampak
Jarang 1 2 3 4 5
Kadang-kadang 2 4 6 8 10
Mungkin 3 6 9 12 15
Mungkin sekali 4 8 12 16 20
Hampir pasti 5 10 15 20 25
Nilai :
Bobot likehood = 2
Bobot dampak = 2
Bobot total penilaian adalah (2x2 = 4) berada di kolom kuning yaitu sedang.
c. Mengevaluasi Resiko
Setelah resiko diukur tingkat kemungkinan dan dampaknya, maka disusunlah
urutan prioritas resiko. Mulai dari resiko dengan tingkat resiko tertinggi, sampai
dengan resiko terendah. Resiko yang tidak termasuk dalam resiko yang dapat
diterima/ditoleransi merupakan resiko yang menjadi prioritas untuk segera
ditangani. Setelah diketahui besarnya tingkat resiko dan prioritas resiko,
maka perlu disusun peta resiko. Dari kasus salah memberikan obat pada
pasien, peta resiko yang dapat dibuat berdasarkan prioritas resiko adalah
sebagai berikut :
Penerimaan resep (identitas pasien, umur, berat badan untuk pasien anak)
Pembacaan resep (pengkajian)
Pengentrian ke komputer untuk pengklaiman keuangan
Pembuatan etiket
Penyiapan obat (dispensing)
Penggabungan antara etiket dan obat yang telah disiapkan
Pemberian informasi kepada pasien ketika menyerahkan obat
d. Menangani Resiko
Resiko yang tidak dapat diterima/ditoleransi segera dibuatkan rencana tindakan
untuk meminimalisir kemungkinan dampak terjadinya resiko dan personel yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana tindakan. Cara menangani
resiko untuk kasus ini adalah, mengurangi tingkat kemungkinan terjadinya resiko
dengan cara menambah/meningkatkan kecukupan pengendalian internal yang
ada pada proses pelayanan kefarmasian, dan mengeksploitasi resiko bila tingkat
resiko dinilai lebih rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya peristiwa
yang akan terjadi. Pemilihan cara menangani resiko dilakukan dengan
mempertimbangkan biaya dan manfaat, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan rencana tindakan lebih rendah daripada manfaat yang diperoleh
dari pengurangan dampak kerugian resiko. Seluruh resiko yang diidentifikasi,
dianalisis, dievaluasi, dan ditangani dimasukkan ke dalam register resiko yang
memuat informasi mengenai nama resiko, uraian mengenai indikator resiko,
faktor pencetus terjadinya peristiwa
yang merugikan, dampak kerugian bila resiko terjadi, pengendalian resiko
yang ada, ukuran tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko setelah
mempertimbangkan pengendalian yang ada, dan rencana tindakan untuk
meminimalisir tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, serta personil
yang bertanggung jawab melakukannya.
Untuk kasus ini, cara menangani resiko tersebut adalah dengan segera
membuat perbaikan agar masalah pasien terantisipasi. Kendali intern, dengan
memanggil petugas terkait (baik dari petugas farmasi maupun perawat di
poliklinik), agar kasus tersebut diharapkan tidak terjadi lagi di masa yang
akan dating. Analisis beban kerja ditinjau ulang, dengan menghitung
pelayanan yang diberikan kepada pasien.
e. Memantau Resiko
Perubahan kondisi internal dan eksternal menimbulkan resiko baru,
mengubah tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, dan cara
penanganan resikonya. Sehingga setiap resiko yang teridentifikasi masuk
dalam register resiko dan peta resiko perlu dipantau perubahannya.
Untuk kasus ini, cara memantau resiko adalah dengan mengetatkan kembali
sistem double cross cek diantara petugas farmasi dan perawat di poliklinik,
sehingga diharapkan kesalahan dalam proses penyiapan resep, mulai dari
penerimaan resep dan seterusnya, tetap dilakukan kontrol untuk masing-
masing pekerjaan tersebut. Cara lain adalah dengan mensosialisasikan
kembali prosedur-prosedur yang ada, untuk dapat ditaati, sehingga kesalaha
tersebut diharapkan tidak terulang kembali.
f. Mengkomunikasikan Resiko
Setiap tahapan kegiatan identifikasi, analisis, evaluasi, dan penanganan resiko
dikomunikasikan/dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan terhadap
aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan untuk memastikan bahwa tujuan
manajemen resiko dapat tercapai sesuai dengan keinginan pihak yang
berkepentingan. Pihak yang berkepentingan berasal dari internal (manajemen,
karyawan) dan eksternal (pemasok, pemerintah daerah/pusat, masyarakat
sekitar lingkungan rumah sakit). Untuk kasus ini, cara mengkomunikasikan
resiko salah satu yang dapat diperbuat adalah dengan melakukan pertemuan
penyegaran, dengan memberikan materi seputar manajemen resiko dan
akibat-akibat yang dapat timbul bila para petugas tidak mempedulikan
keselamatan pasien. Petugas diberikan pemahaman, bagaimana agar dapat
memahami bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus dapat
dipertanggungjawabkan karena berkaitan dengan kelangsungan hidup dari
pasien yang datang ke rumah sakit.
3.3 Pembahasan
Error secara garis besar terbagi dua, yaitu: human error dan
organizational error. Human error sendiri dapat berasal dari faktor pasien dan
faktor tenaga kesehatan. Organizational error sendiri seringkali diistilahkan
sebagai system error, atau dalam konteks pelayanan kesehatan di rumah sakit
diistilahkan sebagai hospital error.
Pendekatan yang saat ini paling banyak menjadi perhatian dalam
mengelola terjadinya resiko dan terbukti memberikan leverage yang tinggi dalam
memperbaiki mutu pelayanan kesehatan adalah melakukan intervensi pada
organisasi pelayanan karena akan mereduksi organizational error. Landasan teori
ini sangat sederhana, bahwa terjadinya unsafe act dari tenaga kesehatan adalah
kondisi kerja yang tidak baik dan mendorong hal tersebut terjadi. Kondisi kerja ini
sangat tergantung dari proses organisasi yang ada di dalamnya, dalam hal ini
manajemen pengelolaan sarana pelayanan yang ada di belakangnya.
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kasus yang telah dibahas antara lain :
1. Man (Sumber Daya Manusia) perlu dianalisis kembali berkaitan dengan beban
kerja, karena beban kerja yang berat dapat memunculkan resiko terjadinya
kesalahan.
2. Money (keuangan) berakibat sedang karena instalasi farmasi harus memberikan
obat pengganti yang telah dibawa oleh pasien yang salah. Keungan akan lebih
berat bila menyangkut resiko yang lebih berat.
3. Methode (Metoda), diperhatikan kembali berkaitan dengan standar operasional
prosedur, agar dapat ditaati oleh seluruh pegawai, dan juga perlunya refreshing
ulang untuk sosialisasi standar operasional prosedur yang ada. Diperlukan adanya
double check disetiap tahapan pekerjaan, agar dapat meminimalisir resiko
terjadinya kesalahan.
4. Machine, berhubungan dengan alat-alat yang digunakan dalam pelayanan,
diantaranya system komputerisasi (data pasien yang lengkap dan terintegrasi) dan
alat komunikasi lain (iphone, whatsapp/bbm dengan tenaga kesehatan lain) yang
dapat dimaksimalkan kembali fungsinya untuk meminimalisir terjadinya
kesalahan, minimal pada saat input resep ataupun koneksi data dengan bagian
pendaftaran dan poliklinik rawat jalan.
5. Material, berhubungan dengan sarana dan prasarana yang ada di instalasi farmasi,
dalam hal ini adalah tidak adanya sistem nomer antrian yang terintgrasi secara
otomatis yang dipegang oleh pasien dan petugas apotek, sehingga tingkat kesalahan
masih tinggi dan tidak ada data penunjang yang lengkap untuk petugas farmasi.
DAFTAR PUSTAKA
https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2010-0039-bab2.pdf
diakses tanggal 16 Maret 2016
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3769/Bab%
202.pdf?sequence=7 diakses tanggal 16 Maret 2016
https://s2informatics.files.wordpress.com/2007/11/proses_manajemen_risiko.pdf
diakses tanggal 16 Maret 2016
Idris, Fachmi Dr. dr. M.Kes. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan
Kesehatan: Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat–Kedokteran Komunitas (IKM/IKK) Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya-Palembang.
http://eprints.unsri.ac.id/313/1/15.__Manajemen_Resiko.pdf diakses
tanggal 16 Maret 2016