Anda di halaman 1dari 3

Nama : I Putu Eka Raditya Putra

NIM : 202222024

Hubungan antara Gaze, Image-Imagologi, Teknologi-Culture dan Scopophilia


dalam Visual Culture.

Dalam konteks visual culture Gaze berarti cara kita melihat, mengamati, dan
merespons gambar atau objek visual. Konsep ini melibatkan cara kita memahami dan
menginterpretasikan gambar-gambar dalam budaya kita, serta bagaimana gambar-
gambar tersebut mempengaruhi cara kita memandang dunia. Gaze tidak hanya
bersifat individual, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan sejarah.
Cara melihat (Gaze) pada masa klasik berbeda dengan abad pertengahan apalagi gaze
pada masa modern.
Gaze mencakup perspektif dan sudut pandang kita saat melihat sebuah gambar atau
objek visual. Gaze juga terkait dengan konteks sosial, budaya, dan sejarah di mana
kita berada. Cara kita melihat dan memahami gambar-gambar tertentu dipengaruhi
oleh pengalaman, latar belakang budaya, nilai-nilai, keyakinan, dan struktur
kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Gaze juga berkaitan dengan studi gender dan
seksualitas dalam visual culture. Terdapat "male gaze" (pandangan laki-laki) yang
mengacu pada perspektif dan pengalaman laki-laki dalam melihat dan
memvisualisasikan gambar-gambar perempuan, seringkali dengan sudut pandang
objektif dan seksual. Ada juga "female gaze" (pandangan perempuan) yang
menyoroti perspektif perempuan dalam melihat dan merepresentasikan dunia visual
dengan cara yang berbeda.
Gambar 1.1 Gaze perspektif laki-laki dalam melihat visual perempuan secara objektif dan
seksual

Sumber (https://id.pinterest.com/pin/441775044695047848/)

Imagologi berasal dari kata latin “imago” yang berarti gambar, citra, rupa, figure,
photo, ilustrasi yang dibayangkan pikiran. Imagologi adalah ilmu/studi tentang
bagaimana citra atau gambar dapat membentuk pemahaman dan persepsi kolektif
tentang kelompok, budaya, atau negara tertentu. Image-imagologi berhubungan erat
dengan cara gambar-gambar tertentu digunakan untuk mempengaruhi persepsi dan
opini publik.
Imagologi berfokus pada analisis gambar-gambar dan simbol-simbol visual yang
digunakan dalam konteks seperti media massa, seni rupa, iklan, film, dan budaya
populer. Tujuan dari studi ini adalah untuk memahami konstruksi dan pengaruh citra-
citra tersebut terhadap persepsi kita tentang kelompok-kelompok budaya tertentu.
Secara umum ada 3 lokasi image yaitu di luar pikiran kita seperti gambar, foto, lampu
Teknologi-Culture: Hubungan antara teknologi dan budaya memiliki dampak yang
signifikan dalam Visual Culture. Teknologi memungkinkan produksi, distribusi, dan
konsumsi gambar secara massal. Dalam era digital, teknologi telah memperluas
aksesibilitas gambar dan memungkinkan manipulasi gambar dengan mudah. Budaya
juga berdampak pada pengembangan teknologi, dan interaksi antara teknologi dan
budaya membentuk cara kita berinteraksi dengan gambar.
Scopophilia: Scopophilia merujuk pada kecenderungan atau hasrat untuk melihat atau
memandang objek-objek yang menarik secara visual, termasuk dalam konteks
gambar atau objek visual lainnya. Scopophilia dapat termanifestasi dalam berbagai
cara, seperti dalam kegiatan mengamati, mengumpulkan, atau mengonsumsi gambar.
Dalam Visual Culture, scopophilia dapat mempengaruhi cara kita mengeksplorasi,
mengkonsumsi, dan menafsirkan gambar-gambar yang kita temui.

Keseluruhan, hubungan antara gaze, image-imagologi, teknologi-culture, dan


scopophilia saling terkait dan berpengaruh dalam Visual Culture. Cara kita melihat
dan memandang gambar, pengaruh gambar terhadap persepsi kolektif, pengaruh
teknologi terhadap produksi dan konsumsi gambar, serta hasrat kita untuk melihat
dan memandang gambar, semuanya berkontribusi terhadap pembentukan dan
interpretasi Visual Culture.
Dalam studi visual culture, analisis gaze memungkinkan kita untuk memahami
bagaimana gambar-gambar dan objek-objek visual berinteraksi dengan penontonnya,
bagaimana makna dibangun dan ditafsirkan, serta peran sosial dan politik yang terkait
dengan gambar-gambar tersebut.

Anda mungkin juga menyukai