Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan Senduduk
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan puguh tanoh menurut (Djauhariya,2004) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae

Genus : Melastoma

Spesies : Melastoma malabathricum L.

Sinonim :aDaun Senduduk (Melastoma malabatharicum L.) adalah

Melastoma affine G.Don., Melastoma polyantum

131(Djauhariya,2004).

2.1.2 Nama daerah


Nama daerah tumbuhan ini di Sumatera adalah senduduk, sedangkan di

Jawa dikenal dengan nama senggani, sengganen, kluruk, harendong dan

kemanden (Djauhariya,2004).
2.1.3 Nama asing
Melastoma addine G.Don, Melastoma polyantum B1 (Djauhariya, 2004)

2.1.4 Morfologi
Tumbuhan senduduk merupakan jenis gulma yang mudah ditemukan

diberbagai tempat. Tumbuhan senggani adalah pohon kecil dengan batang

berkayu berwarna coklat, tingginya 1-,5m, memiliki cabang simpodial. Daun

senggani tunggaldengan tangkai yang letaknya berhadapan saling menyilang.

Daun berwarna hijau berbantuk bulat telur sepanjang 2-20 cm , lebar 1-8 cm,

ujung dan pangkal daun meruncing, tepi daun rata, permukaan kasar dengan

rambut pendek jarang-jarang dan kaku memiliki tiga tulang daun

berbentuklengkung dengan panjang petiolus 512 mm2(Evifania, dkk 2020).

Gambar2.1Tanaman Senduduk
2.1.5Khasiat
Khasiat dari tumbuhan inidimanfaatkan masyarakat umum sebagai obat

sariawan, bisul dan diare (Sariet, 2016).Berdasarkan penelitian Marsepriani

(2017) bahwa daun senduduk berkhasiat sebagai obat penurun panas, penghilang

rasa sakit, mengatasi diare dan cacar.

2.1.6Kandungan senyawa kimia.


Telah dilakukan penelitian terhadap tumbuhan yang sama yaitu tumbuhan

senduduk (Melastoma malabathricum L.) menunjukkan adanya kandungan

senyawa flavonoid, tannin, glikosida, saponin (Simanjuntak, 2008).

Penelitian terdahulu telah melaporkan bahwa senyawa metabolit sekunder

golongan flavonoid, tannin, alkaloid, saponin, sterol, dan terpen bertanggung

jawab atas khasiat antidiare dari beberapa tanaman obat. Beberapa senyawa

turunan tannin dan flavonoid memiliki aktifitas sebagai antimotilitas, antisekretori

dan antibakteri (Otshudi, dkk., 2000; Anas, dkk., 2012).

2.1.6.1Flavonoid

Flavonoid sebagai agen antidiare. Adapun mekanisme kerjanya adalah

dengan cara menghambat mortilitas usus sehingga dapat mengurangi cairan dan

elektrolit (Di Carlo, dkk, 1993).

Aktivitas flavonoid (kuersetin) yang lain adalah dengan menghambat

pelepasan asetilkolin di saluran cerna (Lutterodt, 1989 dalam Rizal, dkk., 2016).

Penghambatan pelepasan asetilkolin akan menyebabkan berkurangnya aktivasi

reseptor asetilkolin nikotinik yangmemperantarai terjadinya kontraksi otot polos


dan teraktivasinya reseptor asetilkolin muskarinik yang mengatur motilitas

gastrointestinal dan kontraksi otot polos (Ikawati, 2008).

2.1.6.1.1 Klasifikasi Senyawa Flavonoida dan Strukturnya

Klasifikasi dari senyawa flavonoida yang terjadi secara alami adalah

sebagai berikut:

1.Flavon

Flavon merupakan flavonoida yang mempunyai cincin benzo-ɣ-piron

dengan substitusi fenil pada posisi 2 dari cincin pertama.Flavon terdapat juga

sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon

yang palingumum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat

warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-

glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-

karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam

nomenklatur kelompok senyawa flavonoida (Bhat etal., 2005).

Gambar 2.2Struktur Flavon

2.Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan

aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetinyang


berkhasiat sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Flavonol lain yang terdapat di

alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol.

Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu

cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan

kembali (Bhat etal., 2005).

Gambar 2.3 Struktur Flavonol

3.Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan

bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus 8

prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan

hesperitin (Bhat etal., 2005).

Gambar 2.4 Struktur Flavanon


4.Isoflavon

Isoflavon merupakan flavonoida yang mempunyai cincin benzo-ɣ-piron

dengan substitusi fenil pada posisi 3 dari cincin piron. Isoflavon sukar dicirikan

karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon

(misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV

bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak

lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat (Bhat etal., 2005).

Gambar 2.5 Struktur Isoflavon

5.Kalkon

Kalkon merupakan flavonoid yang tidak mempunyai cincin ɣ-piron dan

memiliki cincin C terbuka dimana dua cincin aromatik yang bergabung dengan

sistem karbonil 3 karbon α,β-tak jenuh. Kalkon adalah pigmen fenol kuning yang

berwarna cokelat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon flvon

dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida

yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air (Bhat

etal.,2005).
Gambar 2.6 Struktur Kalkon

6.Auron

Mempunyai kerangka 2-benziliden-3-(2H)-benzofuranon. Dalam larutan

basa senyawa ini berwarna merah rose dan tampak pada kromatografi kertas

berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah

menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Bhat etal., 2005).

Gambar 2.7 Struktur Auron

7.Antosianin

Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab

hampir semua warna merah jambu, ungu, dan biru dalam daun, bunga,dan buah

pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu

struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen
sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan

metilasi atau glikosilasi (Bhat etal., 2005).

Gambar 2.8 Struktur Antosianin

2.1.6.2Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa polifenol yang tersebar luas dalam

tumbuhan, pada beberapa tanaman terdapat terutama dalam jaringan kayu seperti

kulit batang, dari beberapa jaringan lain, yaitu daun dan buah. Beberapa pustaka

mengelompokkan tanin dalam senyawa golongan fenol.(Hanani, 2015).

Tannin dapat mengurangi intensitas diare dengan cara menciutkan selaput

lender usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi cairan dan

elektrolit (Tjay& Rahardja, 2002). Selain itu, sifat adstringens tannin akan

membuat usus halus lebih tahan (resisten) terhadap rangsangan senyawa kimia

yang mengakibatkan diare, toksin bakteri dan induksi diare oleh oleum ricini

(Kumar, 1983).

2.2Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat, belum

mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung


digunakan sebagai obat dalam atau banyak digunakan sebagai obat dalam sediaan

galenik tertentu atau digunakan sebagai bahan dasar untuk memperoleh bahan

bakuobat. Sedangkan sediaan galenik berupa ekstrak total mengandung 2 atau

lebih senyawa kimia yang mempunyai aktifitas farmakologi dan diperoleh sebagai

produk ekstraksi bahan alam serta langsung digunakan sebagai obat atau

digunakan setelah dibuat bentuk formulasi sediaan obat tertentu yang sesuai

(Depkes RI, 1995). Dalam buku ”Materia Medika Indonesia” ditetapkan definisi

bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI 1995). Klasifikasi Simplisia (Depkes RI

1995)

Simplisia dibagi menjadi 3 golongan yaitu: simplisia nabati, simplisia

hewani, dan simplisia pelikan (mineral).

2.2.1 Simplisia nabati


Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman/eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel

yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan caratertentu

dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara terteutu

dipisahkan dari tanamannya.

2.2.2 Simplisia hewani


Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia

murni.
2.2.3 Simplisia pelikan (mineral)
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan

atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat

kimia murni (Depkes RI 1995)

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen

POM, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995). Untuk

ekstraksi Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah

air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional

masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air (Ditjen POM1,

1995).

2.4 Jenis Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:

2.4.1 Cara dingin


a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus - menerus disebut maserasi


kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperature kamar.

2.4.2 Cara panas


a. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum di

lakukan pada temperatur 40 - 50°C.

c. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi

ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
d. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 15 menit.

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 30 menit.

2.5 Diare

2.5.1Pengertian
Diare adalah gangguan buang air besar (BAB)ditandai dengan BAB lebih

dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan

atau lender(Tandirogang, dkk 2017).

2.5.2 Patogenesisdan patofisiologi


Patogenesis Diare Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare

menurut Ngastiyah (2014):

a. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi

rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkanya sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi Akibat terangsang tertentu (misalnya toksin) pada

dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.
c. Ganggua motilitas usus Hiperperistaltik akan mengkkpuakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul

diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan

bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

Diare dapat terjadi akibat abnormalitas primer dari cairan usus dantranspor

elektrolit. Distensi kemudian merangsang kontraksi propulsif. Ada 2prinsip

mekanisme terjadinya diare, yaitu sekretorik dan osmotik. Infeksi ususdapat

menyebabkan diare melalui 2 mekanisme tersebut, diare sekretorik lebihsering

terjadi, dan keduanya dapat terjadi pada satu penderita (Schwartz, 2000):

1. Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalamusus

halus. Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal

sedangkansekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat.

Hasil akhiradalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan

elektrolitdari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini menyebabkan terjadinya

dehidrasi.Pada diare infeksi perubahan ini terjadi karena adanya

rangsangan padamukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin

Escherichia coli dan Vibriocholera atau virus (rotavirus).

2. Diare osmotik, dimana mukosa usus halus yaitu epitel berpori yang

dapatdilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan

tekananosmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Keadaan ini

diare terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit

2.5.3 Tanda dangejala


Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng,

gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak
menutup kemungkinan diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi

dehidrasi berat maka volume darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut

jantung cepat, tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok), berat

badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung, mulut dan

kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).

2.5.4 Pencegahan
Pencegahan diare Untuk mencegah penyebaran diare dapat dilakukan dengan

cara:

a. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih pada lima

waktu penting:

1) Sebelum makan.

2) Sesudah buang air besar (BAB).

3) Sebelum menyentuh balita anda.

4) Setalah membersihkan balita anda setelah buang air besar.

5) Sebelum proses menyediakan atau menghidangkan makan untuk

siapapun.

b. Mengkonsumsi air yang bersih dan sehat atau air yang sudah melalui

proses pengolahan. Seperti air yang sudah dimasak terlebih dahulu, proses

klorinasi.

c. Pengolahan sampah yang baik dengan cara pengalokasiannya ditempatkan

ditempat yang sudah sesuai, supaya makanan anda tidak dicemari oleh

serangan (lalat, kecoa, kutu).


2.6PenggolonganObat

Antidiare kelompok obat yang digunakan pada diare adalah

kemoterapeutika untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare,

seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon dan furazolidon. Obstipansia untuk terapi

simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa carayaitu zat-zat

penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air

dan elektrolit oleh mukosa usus. Candu dan alkaloidnya, derivat-derivat petidin

(difenoksilat dan loperamida) dan antikolinergika (atropin ekstrak Belladonna).

Adstrigensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin

dan tanalbumin), garam-garam bismuth dan aluminium. Adsorbensia, menyerap

zat-zat beracun (toksik) yang dihasilkan oleh bakteri, misalnya karbon aktif,

silikondioksida koloida, dan kaolin. Spasmolitika, yaitu obat-obat yang dapat

mengurangi kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada

diare. Misalnya papaverin dan oksilasifenonium (Tjay, 2002).

2.7 Loperamid HCl

Gambar 2.9Rumus Struktur LoperamidHCl (Depkes RI, 2014)


Loperamide HCl adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada

usus karena tidak menembus ke dalam otak. Oleh karena itu, loperamid

hanyamempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin menyebabkan

ketergantungan(Neal, 2005).Loperamidmemiliki kesamaan mengenai rumus

kimianyadengan opiat petidin dan berkhasiat obstipasi kuat dengan mengurangi

peristaltik.Berbeda dengan petidin, loperamid tidak bekerja terhadap SSP (Sistem

SarafPusat), sehingga tidak mengakibatkan ketergantungan. Zat ini

mampumemulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan

resorpsinormal kembali (Tjay,2002).

Mekanisme kerja loperamide HCl adalah denganmenghambat motilitas

saluran pencernaan dan mempengaruhi otot sirkular danlongitudinal usus. Obat ini

berikatan denganreseptor opioid sehingga diduga efekkonstipasinya diakibatkan

oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Obatini sama efektifnya dengan

difenoksilat untuk pengobatan diare kronik (Tjay, 2002)

2.8KarboksimetilSelulosa (CMC)

CMC merupakan rantaipolimer yangterdiri dariunit molekul

selulosa.Setiap unitanhidroglukosamemiliki tiga gugus hidroksildan beberapaatom

hidrogen dari gugushidroksiltersebut disubstitusi olehkarboksimetil.

Ga

mbar 2.10 Struktur Carboxyl Methyl Cellulose(Kamal, 2010)


Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan senyawa anion

bersifatbiodegradable, tidakberbau, tidak berwarna dan tidak

beracun.Karboksimetilselulosa (CMC) biasanyaberbentuk butiranatau bubuk yang

dapat larut dalam air tetapi,tidak dapat larut dalam larutan organik. Karboksimetil

selulosa (CMC) memiliki rentang pH sebesar 6,5-8 stabil pada rentang pH2 –10.

Karboksimetil selulosa (CMC) bereaksi dengan garam logam beratsehingga

membentuk film yang tidak larutdalam air. Dan karboksimetil selulosa(CMC)

tidak bereaksi dengan senyawaorganik (Kamal N, 2010).

2.9 Penginduksi Diare

Minyak jarak (Oleum ricini) berasal dari biji Ricinus communis suatu

trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Minyak jarak adalah cairan

kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, rasa manis kemudian

agak pedas, umumnya memualkan. Dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis

oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah

yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Sebagai pencahar obat ini tidak

banyak digunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak

menyebabkan dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan

bahan induksi diare pada penelitian diare secara ekperimental pada hewan

percobaan. Oleum ricini (minyak kastor) digunakan sebagai perangsang terjadinya

diare. Penelitian antidiare ini dikhususkan untuk diare non spesifik seperti diare

akibat salah makan (makanan terlalu pedas sehingga mempercepat peristaltik

usus), ketidakmampuan lambung dan usus dalam memetabolisme laktosa

(terdapat dalam susu hewani) disebut lactose intolerance, ketidakmampuan


memetabolisme buah atau sayuran tertentu (kubis, kol, sawi, nangka, durian)

(Goodman & Gilman, 2007).

Minyak jarak merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia.

Dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam

risinolat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltik

dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis minyak jarak

adalahsebanyak 0,5ml. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa

pengeluaran buang air besar berbentuk encer (Stevani, 2016).

2.10 Hewan Percobaan Tikus

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan

sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya tikus dan

kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.

Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat

yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus

putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat

esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung

empedu (Smith, dkk 1988). Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti

tikus jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini

lebih besar dibandingkan dengan tikus, sehingga untuk percobaan laboratorium,

tikus putih lebih menguntungkan daripada tikus(Smith, dkk 1988).

2.10.1 Uraian hewan percobaan


Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan

sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya tikus dan
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.

Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat

yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu bahwa tikus

putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat

esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai kandung

empedu (Smith, dkk 1988).

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti tikus jantan. Tikus putih

dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar

dibandingkandengan tikus, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih

lebih menguntungkan daripada tikus(Smith, dkk 1988).

2.10.2 Sistematika hewan percobaan


Tikus putih dalam sistematika hewan percobaan (Sugiyanto, 1995)

diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Classis : Mammalia
Subclassis : Placentalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
2.11 Kerangka Bebas
Variable Bebas Variable Terikat Parameter

Daun senduduk segar Uji skrining 1. Tannin


fitokimia 2. Flavonoid
Serbuk simplisia daun 3. Saponin
senduduk 4. Steroid/triterpenoid

Karakteristik
Ekstrak etanol daun senduduk simplisia
1. penetapan kadar air
2. penetapan kadar sari
1. Ekstrak etanol daun yang larutdalam air
senduduk dosis 200
3. penetapa kadar sari
mg/g BB tikus
yang larut dalam
2. Ekstrak etanol daun
etanol
senduduk dosis 300
mg/g BB tikus 4. penetapan kadar abu
3. Ekstrak etanol daun total
senduduk dosis 400 5. penetapan kadar abu
mg/g BB tikus yang tidak larut dalam
asam
Uji efektivitas
antidiare
Loperamid HCl
Metode yang digunakan:
1. Defekasi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan secara eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu

Identifikasi tumbuhan, penyiapan sampel, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan

ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek antidiare pada hewan percobaan. Data

dianalisis secara ANOVA (analisis variasi) menggunakan program SPSS (Statistical Product and

Service).

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi penelitian


Pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium fitokimia, dan uji efek antidiare di

laboratorium farmakologi.....

3.1.2 Waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan mulai dari maret 2021 sampai dengan selesai.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi
Tanaman Daun senduduk (Melastoma malabatharicum L) yang diambil dari Kecamatan

delitua, Kabupaten Deli serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Sampel
Tanaman Daun senduduk (Melastoma malabatharicum L) yang diambil dari Kecamatan

delitua, Kabupaten Deli serdang, Provinsi Sumatera Utara.


3.3Variabel dan Defenisi Operasional

a. Variable bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun senduduk, etanol 96%, aquades,

loperamide HCl, CMC, bakteri salmonella typimurium.

b. Variable terikat dalam penelitian ini adalah pada penyembuhan penyakit diare.

3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang hewan percobaan, sarung

tangan, tempat air minum dan makan hewan, timbangan analitik, erlenmeyer, toples, corong,

botol coklat, aluminium foil, ayakan mesh 65, jarum suntik, rak tabung, tabung reaksi, labu ukur,

gelas ukur, Erlenmeyer, cawan, refluks, frezer drayer, vakum evaporator, hot plate, waterbath,

gunting, kertas saring, oral sonde, spatula, perkamen, mortir dan stamper.

3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu dalam penelitian ini adalah bahan tumbuhan, kimia dan

bakteri. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun senduduk (Melastoma Malabathricum

L.), bahan kimia yang digunakan yaitu etanol 96%, air suling, natrium carboxy methyl cellulose

(Na CMC) dan loperamide HCl dan penginduksi menggunakan minyak jarak .Hewan

percobaannya adalah tikus putih jantan.

3.5 Hewan Percobaan


Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
sebanyak 25 ekor. Dibagi dalam 5 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus
putih jantan.

Hewan coba ini sebelumnya telah diadaptasi selama 2 seminggu. Hewan dipelihara

didalam kandang diberi pakan dan minum. Satu minggu sebelum pengujian, hewan percobaan
dirawat dipeliharadengan sebaik baiknya pada kandang yang mempunyai vertilisasi yang baik

dan dijaga kebersihan kandang hewan percobaan.

Hewan Percobaan yang digunakan sebelum digunakan dalam penelitian mendapat

persetujuan etik penelitian dari komisi etik Peneltian Hewan Fakultas MIPA-USU (Animal

Research Ethicc Committees/AREC)

3.6 Prosedur Penelitian

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk

memperoleh data yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian

ini adalah observasi eksperimental. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan terhadap proses yang sedang berlangsung.Observasi dilakukan dengan

dua cara yaitu mengamati dan melakukan pencatatan hasil secara teliti.

3.6.1 Identifikasi sampel


Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanese Departemen Biologi

Universitas Sumatera Utara.

3.6.2Pengumpulan dan pengelolaan sampel


Daun senduduk (Melastoma malabatharicum L)yang diperoleh dari Kabupaten karo,

simplisia daun senduduk dilakukan pada pagi hari karena belum banyak terjadi penguapan

sehingga daun masih segar. Bagian yang diambil adalah bagian daun yang tidak terlalu tua, yaitu

daun yang dekat dengan pucuk sekitar 5-8 ke bawah pucuk. Daun hasil panen langsung

dipisahkan dari ranting, bunga dan buah senduduk. Daun dicuci dengan air bersih yang mengalir

sebanyak 2-3 kali kemudian ditiriskan dalam keranjang serta dianginkan. Pengeringan dilakukan

untuk mengawetkan daun, mempertahankan mutu dan mengurangi kadar air. Pengeringan bahan
bisa dengan penjemuran langsung dimana bahan ditutup dengan kain hitam atau dengan

menggunakan oven.Daun senduduk dikeringkan dengan menggunakan oven bersuhu 50 0C

selama 4-5 jam yaitu, sampai daun benar-benar kering,yaitu saat diremas akan berbunyi. Daun

senduduk diblender untuk dijadikanserbuk kasar simplisia yang memiliki bentuk seperti butiran

kasar dengan warna coklat kehjauan, berbau aromatis kuat dengan rasa kelat, diayak

menggunakan mesh20, disimpan padawadah kaca bertutupdan diletakan ditempat yang

kering(Evifania dkk, 2020).

3.6.3Pembuatan sampel
Sampel daun senduduk (Melastoma malabatharicum L)yang telah kering ditimbang

sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam wadah maserasi, dibasahi dengan pelarut etanol 96%

hingga semua simplisia terbasahi, diaduk kemudian ditambahkan kembali etanol hingga batas

pelarut 2 cm di atas simplisia. Wadah maserasi ditutup dan disimpan selama 2 x 24 jam di tempat

yang terlindung dari sinar matahari. Selanjutnya disaring, dipisahkan antara ampas dan filtrat.

Kemudian dilakukan remaserasi selama 2 x 24 jam, lalu dipisahkan antara ampas dan filtrat

dengan caradisaring. Filtrat yang diperoleh kemudian di rotavapor dan diuapkan hingga

diperoleh ekstrak etanol yang kental. Setelah itu, ekstrak etanol dibebas etanolkan dengan

ditambahkan 5 tetes air suling kemudian dipanaskan diatas penangas sampaimenguap hingga

diperoleh ekstrak daun senduduk (Melastoma malabatharicum L). Ekstrak yang diperoleh

ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.

3.6.4 Pemeriksaan makroskopik


Pemeriksaan makroskopik dilarutkan pada simplisia segar yang akan meliputi

pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna.

3.6.5 Pemeriksaan mikroskopik


Pemeriksaan mikroskopik terhadap bentuk simplisin dilakukan dengan cara meneteskan

laruan kloal hidrat di atas objek kaca, kemudian diatasnya diletakkan serbuk simplisa, lalu

ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskopik.

3.7 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia metiputi pemeriksan makroskopik,mikroskopik,

penetapan kadarair, penetagan kadar abu total pemeriksaan kadar abu yang tidak larut dalam

asam, penetapan kadar sari yung larut dalam etanol dan penetapan kadar sari yang larut dalam air

(Ditjen, 1995).

3.7.1 Pemeriksaan kadarair


Penetapan kadar air simplhisia dilakukan dengan metode Azreotropi (Destilasi toluen).

a. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan sebanyak 2 ml air suling dimasukkan kedalam labu alas

bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam Destilasi

dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit kemudian volume air dalam tabung penerima

dibaca dengan ketelitian 0,05 m (Ditjen POM. 1995).

b. Penetapan Kadar Air Simplisia

Masukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama kedalam labu alas bulat

yang berisi toluen yang telah dijenuhkan, kemudian hati hati selama 15 menit. Setelah toluen

mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi,

kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampui 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi,

bagian dalam pendingin dibilas dengan toluene. Destilasi dilanjukan selama 5 menit, kemudian

tabung penerima dibiarkan dingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempuna,
volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan

kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen

(Ditjen, POM, 1995).

3.7.2 Penetapan kandar sari larut dalam air


Sebanyak 5 g serbuk simplisia dikeringkan dimaserasi selama 24 dalam 100 ml campuran

dan kloroform (2,5 kloroform dalam air, sampai 100 ml dalam labu tersumbat sambil sesekali

dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring sampai 20 ml

diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata dan telah ditara, sisanya

dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen, POM, 1995).

3.7.3 Penetapan kadar sari larut dalam etanol


Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96% dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam . Disaring, ambil 20 ml diuapkan sampai kering dalam cawan

berdasarka rata yang telah ditara, etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikerigkan (Ditjen,

POM, 1995).

3.7.4 Paetapan kadar abu total


Sebanyak 2 gram serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar

perlahan-lahun, kemudian naikkan suhu secara bertahaphingga 6000C sampai arang habis, jika

arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambah air panas, saring melalui kertas saring bebas abu.
Pijarkan sisa dari kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat kedalam krus, uapkan

pijarkan hinga bobot setap, timbang, Kadar abu dihitung dalam bahan yang telah dikeringkan

(Ditjen, POM, 1995).

3.7.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam


Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total di didihkan dalam 25 ml asam

klorinda 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui

kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas. Dipijarkan kemudian di dinginkan dan

ditimbang sampai bobet tetap Bobot abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan (Ditjen, POM, 1995).

3.8 Pembuatan Pereaksi

3.8.1 Besi dan Klorida

Pada Besi (III) Klorida 10% B/V, sebanyak 10 gr besi (III) klorida dilarutkan dalam air

suling sampai 100 ml (farmakope Indonesia, 1979)

3.8.2 Larutan pereaksi


Pada larutan pereaksi asam klorida 2N sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan

dengan air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes RI, 1995)

3.9Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia diawali dengan pemeriksaan uji organoleptis; serbuk

simplisia diambil sedikit, dilakukan uji organoleptis yaitu bau, rasa dan warna, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstrak meliputi pemeriksaan senyawa golongan tannin,

flavonoid, alkaloid, saponin, glikosida dan steroid/triterpenoid.

3.9.1 Identifikasi tanin


Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya

diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mllarutan dan ditambahkan 1-2

tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman

menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1995).

3.9.2 Identifikasi flavonoid


Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g, lalu ditambahkan 10 ml metanol, direfluks selama 10

menit, disaring panas-panas melalui kertas saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling,

setelah dingin ditambahkan 5 ml petroleum eter, dikocok hati-hati, lalu didiamkan sebentar.

Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 400C, sisanya dilarutkan dalam 5 ml

etilasetat, disaring. Filtratnya digunakan untuk uji flavonoid dengan cara berikut:

a) Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 ml etanol 96%,

lalu ditambah 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml asam klorida 2 N. Didiamkan selama 1 menit. Kemudian

ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah

intensif menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).

b) Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1-2 mletanol 96%,

lalu ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga

sampai warna merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga

menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron (Ditjen POM, 1995).

3.9.3Identifikasisaponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika

terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang

dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM,1995).

3.9.4 Pemeriksaan steroid/triterpenoid


Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml nheksan selama 2

jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi

Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang

berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Ditjen

POM, 1995).

3.10 Pembuatan Bahan Uji

Penyiapan bahan-bahan meliputi suspensi CMC Na sebagai control, suspense Loperamid

HCl sebagai pembanding, suspensi ekstrak etanol daun senduduk sebagai bahan uji dan sebagai

indukator.

3.10.1 Pembuatan Na-CMC 1%


Sebanyak 1 gram Na-CMC dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam 50 ml air suling

panas (suhu 70°C) sambil diaduk hingga terbentuk larutan koloidal dan dicukupkan volumenya

dengan air suling hingga 100 ml.

3.10.2 Pembuatan suspensi


Suspensi loperamid dibuat dengan menggerus didalam mortir 1 tablet loperamid dosis 2

mg. Kemudian serbuk loperamid dilarutkan dalam 100 ml larutan koloidal Na-CMC 1% lalu

digerus hingga homogen.


3.10.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun senduduk
Ekstrak etanol daun senduduk dibuat konsentrasi 5%, yaitu ditimbang sebanyak 2,5 g

ekstrak etanol daun senduduk lalu ditambahkan suspensi CMC 1% sedikit demi sedikit sambil

digerus homogen, lalu diencerkan dengan suspensi CMC 1% hingga 50 ml. Disetiap melakukan

penelitian, suspensi ekstrak daun sendudukdibuat baru dengan konsentrasi yang sama.

3.11 Pemilihan Dan Penyiapan Hewan Coba


Hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih jantan yang sehat sebanyak 25 ekor dengan

bobot badan 150-200 g.Dua minggu sebelum pengujian dilakukan, hewan percobaan harus

dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang mempunyai ventilasi baik dan

selalu dijaga kebersihannya. Hewan yang sehat ditandai dengan pertumbuhan normal dan suhu

badan normal (Depkes, 1979). Tikus jantan dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, tiap

kelompok terdiri dari 5 ekor tikus jantan yang ditentukan secara acak. Kelompok 1 sebagai

kontrol sedangkan kelompok 2–5 sebagai kelompok perlakuan.

3.11.1 Pengujian efek antidiare metode defekasi


Tikus putih dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor.

- Kelompok I : Diberi perlakuan pemberian Na-CMC 1% sebagai kontrol

negatif.

- Kelompok II : kontrol positif Loperamid HCl dengan perlakuan

pemberian per oral

- Kelompok III : diberi perlakuan pemberian ekstrak etanol tumbuhan

senduduk (Melastoma malabathricum L.) per oral dengan

dosis200 mg/kgBB tikus


- Kelompok IV : diberi perlakuan pemberian ekstrak etanol dau senduduk

(Melastoma malabathricum L.)per oral dengan dosis 300 mg/kgBB tikus.

- Kelompok V : diberi perlakuan pemberian ekstrak etanol daun senduduk

(Melastoma malabathricum L.)per oral dengan dosis 400 mg/kgBB tikus

Setelah pemberian sediaan, tikus dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya, tikus dari

semua kelompok diberikan olium ricini tikus putih jantan diletakkan ke dalam kandang plastik

dengan alas kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang. Diamati frekuensi diare, durasi diare

dan ditimbang bobot feses selama 6 jam.

3.12 Analis Data

Data dianalisis secara ANOVA (analisis variasi) menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service).

Anda mungkin juga menyukai