Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Reaksi Asetilasi


Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus asetil ke dalam suatu
substrat yang sesuai. Gugus asetil adalah R-C-O-O (dimana R= alkil atau aril). Dalam
industri, reaksi asetilasi biasa digunakan pada pembuatan selulosa asetat dan pembuatan
aspirin (asam asetil salisilat). Agen asetilasi yang umum digunakan untuk industri adalah
anhidrida asetat karena lebih murah, tidak mudah dihidrolisis, dan reaksinya tidak
berbahaya (Wahyuni, 2004). Reaksi berkatalis asam dari suatu anhidrida dengan alkohol
atau fenol akan menghasilkan ester. Reaksi ini menggunakan anhidrida asetat yang
tersedia secara komersial (Harwood , 2009).
Asilasi aromatik secara umum berlangsung dengan bantuan katalis asam Lewis.
Dalam substitusi elektrofilik, substituen yang telah ada dalam cincin mengarahkan
elektrofilik yang akan masuk pada posisi-posisi tertentu dan juga mempengaruhi laju
reaksi substitusi. Ada dua jenis substituen, yang pertama gugus aktivasi membentuk
produk -orto dan -para. Kedua merupakan gugus deaktivasi membentuk produk –meta.
Orientasi dan laju substitusi elektrofilik pada fenol dan anisol mengarahkan pada posisi
orto- dan para- atau merupakan gugus pengaktivasi cincin (Sitorus, 2010).

2.2 Aspirin (Asam Asetil Salisilat)


Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan nama aspirin, merupakan
obat analgesik yang memiliki kerangka salisilat yang diperkenalkan oleh Dreser pada
tahun 1899 untuk mengurangi efek samping obat anti inflamasi pada masa itu yang sering
menyebabkan nyeri lambung. Obat ini disintesis pertama kali oleh Kolbe pada tahun
1874, dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asetat (Delgano, 1998).
Sampai kini asam asetil salisilat paling banyak digunakan di seluruh dunia. Penggunaan
asam asetil salisilat sangat luas dan digolongkan sebagai obat bebas. Selain sebagai
prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai obat sejenis. Efek samping asam
asetilsalisilat yang paling umum terjadi dengan dosis terapi adalah gangguan gastro-
intestina (Reynolds, 1984). Struktur kimia aspirin dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Kimia Aspirin (Baysinger, 2004)

Aspirin juga merupakan obat antiradang bukan steroid atau yang lazim
dinamakan Non Streroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) atau Anti Inflamasi Non
Steroid (OAINS) adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi
sebagai analgesik (pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan anti inflamasi
(antiradang). Dibandingkan dengan obat antiradang bukan steroid yang lain, penggunaan
asam asetil salisilat jauh lebih banyak, bahkan termasuk produk farmasi yang paling
banyak digunakan dalam pengobatan dengan kebutuhan dunia mencapai 36.000 ton per
tahun. Obat antiradang nonsteroid (OAINS) menurut Insel (1991) dan Reynolds (1984)
dibagi dalarn 8 golongan yaitu turunan asam salisilat (asam asetil salisilat dan diflunisal),
turunan pirazolon (fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirindan arninopirin), turunan
paraaminofenol (fenasetin), Indometasin (indometasin dan sulindak), turunan asam
propionat (ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen dan flurbiprofen), turunan asam
antranilat (asam flufenamat dan asam mafenamat), obat antiradang yang tidak
mempunyai penggolongan tertentu (tolmetin, piroksikam, diklofenak, etodolak,
nebumeton, senyawa emas) dan obat pirro (gout), kolkisin, alopurinol. Sifat-sifat umum
aspirin dapat dilihat pada table 2.1.
Table 2.1 Sifat-Sifat Umum Aspirin
Rumus molekul C9H8O4
Berat molekul 180,16
Nama kimia Asam Asetil Salisilat
Pemerian Hablur putih, umumnya seperti jarum atau
lempengan tersusun, atau serbuk hablur
putih, tidak berbau atau berbau lemah
Kelarutan Sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol, larut dalam kloroform, agak sukar
larut dalam eter mutlak
(Sumber: Ditjen POM, 1995)
2.2.1 Mekanisme Kerja Aspirin

Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan daya absorbsi 70%
dalam bentuk utuh dalam lambung, tetapi sebagian besar absorbsi terjadi dalam usus
halus bagian atas. Sebagian AAS dihidrolisa, kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh.
Salisilat segera menyebar ke seluruh tubuh dan cairan transeluler setelah diabsorbsi.
Kecepatan absorbsi tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH
permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Salisilat dapat ditemukan dalam
cairan sinovial, cairan spinal, liur dan air susu. Kadar tertingggi dicapai kira-kira 2 jam
setelah pemberian (Wilmana, 1995).
Sediaan OAINS memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja
menghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat melalui penghambatan
aktivitas enzim siklooksigenase (Nadi, 1992). Berbeda dengan OAINS lainnya, AAS
merupakan inhibitor irreversibel siklooksigenase (COX) (Kartasasmita, 2002).
Kerusakan yang terjadi pada sel dan jaringan karena adanya noksi akan membebaskan
berbagai mediator substansi radang. Asam arakhidonat mulanya merupakan komponen
normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid dan dibebaskan dari sel
penyimpan lipid oleh asil hidrosilase sebagai resep adanya noksi. Asam arakidonat
kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur. Alur siklooksigenase yang
membebaskan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan. Alur lipoksigenase yang
membebaskan leukotrien dan berbagai substansi seperti HPETE
(Hydroperoxieicosatetraenoi) (Mansjoer, 2003).
Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur siklooksigenase berperan dalam
proses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-reaksi peradangan. Selain itu, prostaglandin
juga berperanan penting pada proses-proses fisiologis normal dan pemeliharaan fungsi
regulasi berbagai organ. Pada selaput lendir saluran pencernaan, prostaglandin berefek
protektif dengan meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis,
termis atau kimiawi. Karena prostaglandin berperan dalam proses timbulnya nyeri,
demam, dan reaksi peradangan, maka AAS melalui penghambatan aktivitas enzim
siklooksigenase mampumenekan gejala-gejala tersebut (Mansjoer, 2003).
2.2.2 Manfaat Aspirin

Gambar 2.2 Aspirin (Insel, 1991)

Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu,
aspirin juga merupakan zat anti inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan
seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang
berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin
diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300
tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin
secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis
yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing
dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30
gram dapat mengakibatkan kematian (Reynolds, 1984).

2.3 Asam Salisilat


Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa
disebut o-hidroksibensaldehid, o-formilfenol atau 2-formilfenol. Senyawa ini stabil,
mudah terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan
pengoksidasi kuat (Austin, 1984). Asam salisilat meningkatkan penetrasinya ke dalam
kulit. Tidak dapat dikombinasi dengan mengoksida kareana akan terbentuk garam
sengsalisilat yang tidak aktif (Tjay, 2007). Struktur kimia asam salisilat dapat dilihat pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Kimia Asam Salisilat (Tjay, 2007)


Asam salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal
salisilat dan dapat disintesa dari fenol. Asam salisilat berbentuk kristal berwarna putih
dan berasa manis. Asam salisilat biasanya digunakan untuk memproduksi ester dan juga
menjadi bahan baku pembuatan aspirin (Ganiswara, 1995). Sifat-sifat umum pada asam
salisilat dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Umum Asam Salisilat


Rumus molekul C6H4(OH)COOH
Berat molekul 138,12 gr/mol
Titik lebur 159oC (pada tekana 1 atm)
Warna Tak berwarna
Kelarutan dalam air 49 g/100 gr ( pada 15oC )
(Sumber: Perry, 1997)

2.3.1 Pembuatan Asam Salisilat


Menurut Krik (1981) proses pembuatan asam salisilat dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu:
1. Proses Wacker
Pada proses Wacker sodium phenoxide kering direaksikan dengan karbon
dioksida menggunakan phenol berlebih sebagai pelarut kemudian disuling
dengan xiline dan menggunakan azeotroping agent untuk mengurangi air. Proses
Wacker bekerja pada temperature 140 oC dan tekanan CO2 pada tekanan
atmosphere. Waktu reaksi ini sekitar 15 jam menghasilkan sodium salisilat.
2. Proses Wolthuis
Wolthuis mereaksikan karbon dioksida dengan potassium phenoxide dengan
menggunakan halogenasi benzene seperti khlorobenzene sebagai pelarutnya.
Awalnya pada proses ini anhydrous potassium phenoxide diperoleh dengan
mendestilasi air seluruhnya menggunakan sebagian khlorobenzene. Kondisi
reaksi pada 150oC dan karbon dioksida pada tekanan 45-120 pound per square
inch. Garam potassium phenoxide akan menghasilkan yield yang tinggi dari asam
salisilat dan sedikit garam sodium.
3. Proses Kolbe-Schmitt
Pada proses ini sodium phenoxide diperoleh dengan mereaksikan phenol dengan
sodium hidroksida. Sodium phenoxide kemudian direaksikan dengan karbon
dioksida pada temperature 180oC dan menghasilkan sodium salisilat. Sodium
salisilat kemudian direaksikan dengan H 2SO4 dan air sehingga dihasilkan asam
salisilat dan Na2SO4 sebagai produk samping.

2.4 Asetat Anhidrat


Asetat anhidrat merupakan anhidrat dari asam asetat yang struktur antar
molekulnya simetris. Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain
sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik. Asetat anhidrat juga berperan
dalam proses asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk membuat
acetylmorphine. Asam asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa
asetat untuk menghasilkan serat asetat, plastik serat kain dan lapisan (Celanase, 2010).
Asetat anhidrat ((CH3CO)2O) merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta
memiliki bau yang tajam. Kapasitas produksi Amerika untuk produk asetat anhidrat ini
cukup besar, yaitu lebih dari 900.000 ton per tahun (Kirk, 1981). Asetat anhidrat
merupakan suatu senyawa yang memiliki kegunaan yang sangat bervariasi. Asetat
anhidrat digunakan dalam pembuatan cellulose acetate, serat asetat, obat-obatan, aspirin,
dan berperan sebagai pelarut dalam penyiapan senyawa organik (Kurniawan, 2004).
Rumus struktur asetat anhidrat dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur Kimia Asetat Anhidrat (Celanase, 2010)

Menurut Celanase (2010) beberapa reaksi yang dapat terjadi pada asetat anhidrat adalah:
1. Asetilasi
C6H4CH3NH2 + (CH3CO)2O C6H4CH3NHCOCH3 + CH3COOH
2. Hidrolisis menjadi asam asetat
(CH3CO)2O + H 2O 2CH3COOH
3. Amonolisis manjadi acetamida
(CH3CO)2O + 2NH3 CH3CONH2 + CH3COONH
4. Alkoholisis menjadi ester
(CH3CO)2O + CH3OH CH3COOCH3 + CH3COOH
5. Pembentukan ketone melalui Friedel-Crafts acylation
(CH3CO)2O + ArH CH2COAr + CH3COOH
6. Reaksi kondensasi (Perkin)
C6H5CHO + (CH3CO)2O C6H5CH=CHCOOCH3 + CH3COOH

Sifat umum asetat anhidrat dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Table 2.3 Sifat-Sifat Umum Asetat Anhidrat


Rumus molekul (CH3CO)2O
Berat molekul 102,09 gr/mol
Titik didih pada 760 mmHg 139,06oC
Titik beku -73oC
Panas pembakaran 231,9 kkal/mol
Tekanan kritis 46,81 atm
Densitas pada 20oC 1,08 gr/mol
Viskositas pada 250C 0,8061 cP
(Sumber: Fessenden, 1991)

2.5 Ferri Clorida (FeCl3)


Ferri klorida adalah suatu senyawa kimia yang merupakan komoditas skala
industry, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan
limbah, produksi air minum, maupun katalis, baik di industri maupun di laboratorium.
Warna dari kristal ferri klorida tergantung pada sudut pandangnya dari cahaya pantulan ia
bewarna hijau tua, tapi dari cahaya pancaran ia bewarna ungu-merah, ferri klorida bersifat
deliquescent, berbuih di udara lembab, karena munculnya HCl yang terhididrasi
membentuk kabut (Holleman, 2001). Sifat- sifat umum ferri klorida dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Sifat-Sifat Umum Ferri Clorida
Berat molekul 162,22 gr/mol
Densitas 2,898 gr/cm3
Titik didih 315oC
Titik lebur 282oC
Kelarutan 74,4oC
Bentuk Kristal
(Sumber: Perry, 1999)
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Aspirin ...........................................................................


Gambar 2.2 Aspirin ...................................................................................................
Gambar 2.3 Struktur Kimia Asam Salisilat ................................................................
Gambar 2.4 Struktur Kimia Asetat Anhidrat .............................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Umum Aspirin............................................................................


Tabel 2.2 Sifat-Sifat Umum Asam Salisilat.................................................................
Tabel 2.3 Sifat-Sifat Umum Asetat Anhidrat...............................................................
Table 2.4 Sifat-Sifat Umum Ferri Clorida...................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Austin, 1984, “Shreve’s Chemical Process Industries”, 5th ed. McGraw- Hill Book Co,
Singapura.
Baysinger, G., 2004, “CRC Handbook Of Chemistry and Physics”, 85th ed. (hal : 132)
Celanase, 2010, “Poduktion description acetic anhydride”, Universitas Sumatra Utara
Delgado, J.N & Remmers, W.A.,1998, “Wilson & Gisvold’s Textbook of Organic
Medicinal and Pharmaceutical”, 10th Edition. Lippincott-raven publisher.
Philadelphia: USA.
Ditjen POM, 1995, “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Halaman : 43-44, Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S., 1991, “Kimia Organik”, Erlangga, Jakarta.
Ganiswara, S.G., 1995, “Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi”, Edisi 4,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Harwood JR, McKendrick & Heat W., 2009, “At A Glance Kimia Organik”, Jakarta:
Erlangga.
Holleman, A.F., 2001, “Inorganic Chemistry”, San diego
Insel, P.A., 1991, “Analgesic-Antipyretics and Antiinflammatory Agents: Drugs
Employed in the Treatment of Rheumatoid Arthritis and Gout. Dalam: Goodman
and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics”, Ed 8. Editor:
Gilman, A.G. etal. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman
639,648,665,667
Kartasasmita, R.E., 2002, “Perkembangan obat anti radang bukan steroid”, Acta
Pharmaceutica Indonesia. 27:75-91.
Kirk, R.E., 1981, “Encyclopedia of Chemical Engineering Technology”, halaman 160
Kurniawan, Alvin dkk., 2004, “Perancangan awal pabrik acetic anhydride”,
www.undip.co.id
Mansjoer, S., 2003, “Mekanisme kerja obat radang”, Bagian Farmasi Fakultas
Kedokteran USU.
Nadi, S., 1992, “Hasil Pengobatan Gastritis dengan Traksat empat kali sehari
dibandingkan dengan dua kali sehari”, Cermin Dunia Kedokteran. 79:18-21
Perry, R.H., 1997, “Perry’s Chemical Engineers’ Handbook”, 7 ed., Mc.Graw Hill Book
Company, Inc., New York.
Perry, R.H.,1999, “Pysical Chemistry”, 6th ed., P321, MC. Graw Hill Companies
Inc.,USA.
Reynolds, J.E.F., 1984, “The Martindale: The Extra Pharmacopoeia”, Edisi ke-28. The
Pharmaceutical Press: London.
Sitorus, M., 2010, “Kimia Organik Umum”, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tjay, T.H., Rahardja, Kirana, 2007, “Obat-obat Penting (Khasiat, Penggunaan dan Efek
Samping)”, Jakarta: Gramedia.
Wilmana, P.F., 1995,” Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid dan
Obat Pirai “: Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4, Halaman : 217- 218, Jakarta:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai