Anda di halaman 1dari 28

Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.

Ganjil/2019-2020

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang
menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam
asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam
bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Aspirin
sebagai antiseptik dan anti nyeri pada bagian luka (Austin, 2008).

Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan asetat anhidrat


menggunakan katalis asam pekat (H2SO4 atau H3PO4) sebagi zat penghidrasi. Reaksi
yang terjadi pada pembuatan aspirin adalah reaksi asetilasi yaitu suatu reaksi subtitusi
antara gugus asetil dengan gugus substrat yang sesuai. Asam salisilat terdiri dari dua
fungsi komposisi yaitu fenol (hydroxybenzene) dan asam karbosilat. Ketika direaksikan
dengan asetat anhidrat maka terbentuklah asam asetil salisilat (Asri, 2012).

Aspirin memiliki banyak manfaat salah satunya apabila dikonsumsi dalam tempo
lama untuk mencegah serangan jantung. Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai
penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat antiinflammatory untuk
mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin
juga merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Namun apabila
dikonsumsi secara berlebih dapat berakibat fatal bagi konsumen. Oleh karena itu,
praktikan melakukan pembuatan aspirin dalam skala labor supaya dapat mengetahui lebih
detail senyawa-senyawa penyusun aspirin serta cara pembuatannnya (Rofiqoh, 2013).

1.2 Tujuan Praktikum


1. Membuat aspirin dalam skala labor.
2. Mengamati dan mempelajari reaksi asetilasi pembuatan aspirin dari asam salisilat
dan asetat anhidrat.
3. Menghitung persentase aspirin yang dihasilkan (rendemen)

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 1

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam Salisilat

Asam salisilat berasal dari bahasa Latin Salix “pohon willow”, dari kulit dimana
substansi yang digunakan adalah asam monohydroxy benzoic, jenis asam fenolik. Asam
organik ini berbentuk kristal, asam secara luas digunakan dalam sintesis organik dan
berfungsi sebagai hormon tanaman. Hal ini disebabkan karena adanya metabolisme dari
salisin. Selain menjadi suatu senyawa yang secara kimia mirip, tapi tidak identik dengan
komponen aktif dari aspirin (asam asetilsalisilat). Garam dan ester dari asam salisilat
yang dikenal disebut sebagai salisilat. Asam salisilat memiliki rumus C6H4(OH)COOH,
dimana gugus OH adalah orto dengan gugus karboksil. Hal ini juga dikenal sebagai asam
2-hidroksi benzen karboksilat. Hal ini kurang larut dalam air (0,2 g/100 ml H2O pada
20°C). Asam salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal salisilat
dan dapat disintesa dari phenol. Asam salisilat memiliki sifat-sifat: berasa manis,
membentuk kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, meleleh pada 159°C (318°F).
Asam salisilat biasanya digunakan untuk memproduksi ester dan garam yang cukup
penting. Struktur asam salisilat dapat dilihat pada gambar berikut (Fessenden, 1999)

Gambar 2.1 Struktur Asam Salisilat (Fessenden, 1999)

Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa
disebut o-hidroksibensaldehid, o-formilfenol atau 2-formilfenol. Senyawa ini stabil,
mudah terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan
pengoksidasi kuat. Turunan yang terpenting dari asam salisilat ini adalah asam asetil

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 2

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Berbeda dengan asam salisilat,
asam asetil salisilat memiliki efek analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan asam salisilat. Penggunaan obat ini sangat luas di
masyarakat dan digolongkan ke dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini juga
digunakan sebagai standar dalam menilai efek obat sejenis. Salisilat termasuk dalam
golongan obat anti inflamasi nonsteroid (AINS). Salisilat digunakan sebagai analgetik,
antipiretik, anti inflamasi, antifungi ( Fessenden, 1987).

2.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Asam Salisilat

Sifat fisika dari asam salisilat dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Sifat Fisika Asam Salisilat

Nama IUPAC Asam-2-Hidroksi Benzoate


Nama Trivial Asam salisilat / asetosal
Rumus Molekul C7H6O3
Berat Molekul 138,12 g/mol
Densitas 1,44 g/cm3
Titik Didih 211°C (411,8°F)
Titik Leleh 159°C (318,2°F)
Warna Putih
Kelarutan Larut dalam aseton, sebagian akan terlarut dalam air dingin
dan akan sedikit larut dalam air panas
(Sumber: Rofiqoh, 2013)

Sifat Kimia Asam Salisilat: Tidak cepat menguap, tidak mudah terbakar serta
mudah larut dalam klorofom dan eter (Rofiqoh, 2013)

2.1.2 Manfaat Asam Salisilat

Banyak manfaat dan kegunaan asam salisilat yaitu sebagai obat tanpa memerlukan
resep dari dokter. Asam salisilat aman digunakan dan hanya memiliki sedikit efek
samping yang biasanya akan hilang seiring dengan waktu. Asam salisilat juga
mengandung Beta Hydroxy Acid (BHA), yang merupakan bahan populer untuk
memerangi kerutan dan keriput (Rofiqoh, 2013).

2.2 Asetat Anhidrat

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 3

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Asetat anhidrat adalah salah satu anhidrida asam paling sederhana. Rumus kimianya
adalah (CH3CO)2O. Senyawa ini merupakan reagen penting yang ada dalam sintesis
organik. Senyawa ini tidak berwarna, dan berbau cuka karena reaksinya dengan
kelembapan di udara membentuk asam asetat. Asetat anhidrat merupakan golongan
anhidrida yakni mempunyai rumus R-CO-O-CO-R’, pada asetat anhidrat R dan R’ adalah
CH3 (metil). Asetat anhidrat merupakan anhidrat dari asam asetat yang struktur antar
molekulnya simetris. Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain
sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik, berperan dalam proses
asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk membuat acetylmorphine. Asam
asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa asetat untuk
menghasilkan serat asetat, plastik serat kain dan lapisan (Rofiqoh, 2013).

Asetat anhidrat ((CH3CO)2O) merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta


memiliki bau yang tajam. Kapasitas produksi Amerika untuk produk asetat anhidrat ini
cukup besar, yaitu lebih dari 900.000 ton per tahun. Asetat anhidrat merupakan suatu
senyawa yang memiliki kegunaan yang sangat bervariasi. Asetat anhidrat digunakan
dalam pembuatan cellulose asetate, serat asetat, obat-obatan, aspirin, dan berperan
sebagai pelarut dalam penyiapan senyawa organik (Austin, 2008).

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Asetat Anhidrat


1. Sifat Fisika Asetat Anhidrat Untuk menjelaskan sifat-sifat anhidrida asam, dapat
diambil contoh anhidrida etanoat sebagai anhidrida asam sederhana. Anhidrida
etanoat merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang sangat mirip
dengan asam cuka (asam etanoat). Bau ini timbul karena anhidrida etanoat
bereaksi dengan uap air di udara (dan kelembaban dalam hidung) menghasilkan
asam etanoat kembali (Austin, 2013).
2. Sifat Kimia Asetat Anhidrat Anhidrida etanoat tidak bisa dikatakan larut dalam
air karena dia bereaksi dengan air menghasilkan asam etanoat. Tidak ada larutan
cair dari anhidrida etanoat yang terbentuk (Austin, 2013).

2.2.2 Reaksi Asetat Anhidrat

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 4

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Asetat anhidrat dihasilkan melalui reaksi kondensasi asam asetat, sesuai persamaan
reaksi:

Gambar 2.2 Reaksi Kondensasi

Selain itu, senyawa ini juga bereaksi dengan alkohol membentuk sebuah ester
dan asam asetat. Contohnya reaksi dengan etanol membentuk etil asetat dan asam asetat.

(CH3CO)2O + CH3CH2OH → CH3COOCH2CH3 + CH3COOH .....(2-1)

Asetat anhidrat merupakan senyawa korosif, iritan, dan mudah terbakar. Untuk
memadamkan api yang disebabkan asetat anhidrat jangan menggunakan air, karena
sifatnya yang reaktif terhadap air. Karbon dioksida adalah pemadam yang disarankan.

2.3 Asam Sulfat

Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut
dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan
merupakan salah satu produk utama industri kimia. Asam sulfat murni yang tidak
diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya yang
higroskopis, walaupun demikian asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam
yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksidasi di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi
asam sulfit). Sulfit dioksidasi adalah produk sampingan utama dari pembakaran bahan
bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung sulfur (belerang). Struktur molekul
asam sulfat pekat dapat dilihat pada gambar 2.2.

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 5

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Gambar 2.3 Struktur Molekul Asam Sulfat Pekat (Austin, 2008)

Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang
kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah
asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan
isi pada kedua cairan. Air yang kurang dibanding asam sulfat dan cenderung untuk
terapung di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion hidronium:

H2SO4 + H2O → H3O + + HSO4 - .....(2-2)

Disebabkan asam sulfat bersifat mengeringkan, asam sulfat merupakan agen


pengering yang baik, dan digunakan dalam pengolahan kebanyakan buah-buahan kering.
Apabila gas SO3 pekat ditambah kepada asam sulfat, ia membentuk H2S2O7. Ini dikenali
sebagai asam sulfat fuming atau oleum (Austin, 2008).

Sifat fisika dan kimia asam sulfat pekat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Sifat Fisika Asam Sulfat

Nama IUPAC Asam Sulfat


Nama Trivial Accu Zur
Rumus Molekul H2SO4
Titik Didih (Tb) 610°K
Titik Lebur (Tf) 283,46°K
Titik Kritis (Tc) 925°K
Densitas (ρ), pada 20°C 1,834 kg/L
(Sumber: Austin, 2008)

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 6

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

2.4 Ferri klorida

Besi (III) klorida, biasa disebut ferri klorida, merupakan senyawa kimia dengan skala
industri, dengan rumus FeCl3. Warna besi (III) klorida kristal tergantung pada sudut
pandang, jika terkena refleksi cahaya, kristal berwarna hijau gelap, tapi dengan transisi
kristal berwarna ungu-merah. Besi (III) klorida anhidrat bersifat higroskopis, membentuk
hidrogen klorida terhidrasi di udara lembab. Senyawa ini jarang ditemui dalam bentuk
alami. Ketika dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis dan
melepaskan panas dengan reaksi eksotermik. Besi (III) klorida anhidrat adalah asam lewis
yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis senyawa organik
(Fessenden, 1999).

2.4.1 Sifat Ferri Klorida

Struktur Besi (III) klorida seperti struktur BiI3, yaitu octahedral dengan pusat Fe
(III) interkoneksi oleh dua koordinat ligan klorida. Besi (III) klorida memiliki titik lebur
yang relatif rendah dan mendidih pada sekitar 315°C. Pada suhu yang lebih tinggi uap
terdiri dari Fe2Cl6 yang semakin berdisosiasi menjadi monomer FeCl3, berkompetisi
dengan dekomposisi reversibel untuk membentuk besi (III) klorida dan gas klor. Sifat
ferri klorida adalah sebagai berikut (Austin, 2008).

Tabel 2.3 Sifat Fisika FeCl3

Nama IUPAC Iron(III) chloride


Nama Trivial ferric chloride
Rumus Molekul FeCl3
Titik Didih (Tb) 280 °C (536 °F; 553 K)
Titik Lebur (Tf) 37 °C (99 °F; 310 K)
Berat Molekul 270,3 gram/mol
Densitas (ρ) 1,82 g/cm3
(Sumber: Austin, 2008)

Sifat kimia dari Ferri Klorida adalah larut dalam pelarut air, mengalami hidrolisis
yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas), bersifat asam, dan korosif,
digunakan sebagai katalis dalam sintesis organik (Austin, 2008).

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 7

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

2.4.2 Penggunaan Ferri Klorida

Dalam aplikasi industri, besi(III) klorida digunakan dalam pengolahan limbah dan
Produksi air minum. FeCl3 dalam air basa bereaksi dengan ion hidroksida untuk
membentuk floc besi (III) hidroksida, atau lebih tepat dirumuskan sebagai FeO(OH),
yang dapat menghilangkan bahan tersuspensi. Hal ini juga digunakan sebagai agen
pencucian di hidrometalurgi klorida, misalnya dalam produksi Si dari FeSi. Besi (III)
klorida digunakan sebagai katalis untuk reaksi etilena dengan klorin , membentuk
ethylene dichloride (1,2-dikloroetana), bahan kimia penting, yang terutama digunakan
untuk produksi industri vinil klorida (monomer untuk membuat PVC).

H2C=CH2 + Cl 2 → ClCH2 +CH2 Cl .....(2-3)

Dalam laboratorium besi (III) klorida umumnya digunakan sebagai asam Lewis
untuk reaksi katalis seperti klorinasi dari senyawa aromatik dan reaksi Friedel-Crafts
aromatik. Hal ini kurang kuat daripada aluminium klorida , namun dalam beberapa kasus
kehalusan ini memberi hasil ang lebih tinggi, misalnya dalam alkylasi benzene (Rofiqoh,
2013).

2.5 Reaksi Asetilasi

Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus asetil ke dalam suatu
substrat yang sesuai. Gugus asetil adalah R-C-OO (dimana R= alkil atau aril). Sintesis
aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara
asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester (Fessenden, 1987).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi asetilasi, diantaranya (Rofiqoh,


2013):

a. Suhu
Suhu tinggi dapat menyebabkan selulosa dan selulosa asetat terdegradasi
sehingga mengakibatkan yield produk turun.
b. Waktu asetilasi
Waktu asetilasi yang panjang dapat menyebabkan selulosa dan selulosa asetat
terdegradasi sehingga yield produk menjadi kecil.
Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 8

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

c. Kecepatan pengadukan
Kecepatan pengadukan yang tinggi akan memperbesar perpindahan massa
sehingga semakin memperbesar kecepatan reaksi sehingga yield yang dihasilkan
akan meningkat.
d. Jumlah asam
asetat Jumlah reaktan yang besar akan memperbesar kemungkinan tumbukan
antar reaktan sehingga mempengaruhi kecepatan reaksi asetilasi
e. Jumlah pelarut
Jumlah pelarut akan mempengaruhi homogenitas dari larutan tetapi jika
jumlahnya terlalu besar akan mengurangi kemungkinan tumbukan antar reaktan
(memperkecil konsentrasi reaktan) sehingga akan memperkecil yield dari produk.

2.6 Aspirin

Aspirin juga disebut asam asetil salisilat atau Acetyl salicyl acid yang merupakan
kristal jarum berwarna bening yang dapat diperoleh dengan cara acetylasi senyawa
phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan acetate anhidrat dengan bantuan
sedikit katalis asam sulfat pekat. Pada pembuatan aspirin, asam salisilat berfungsi sebagai
alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Gugus hidroksi dari asam
salisilat akan bereaksi dengan acetyl dari asetat anhidrat. Reaksi yang terjadi adalah
reaksi esterifikasi (Fessenden, 1999).

Aspirin tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena asam salisilat sebagai bahan
baku aspirin merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan asam lemah
yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan aspirin
dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terjadi endapan aspirin. Reaksi ini juga
di lakukan pada air yang dipanaskan agar mempercepat tercapainya energi aktivasi.
Selain pemanasan juga dilakukan pendinginan yang dimaksudkan untuk membentuk
kristal, karena ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak
melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi
(induced nucleation). Struktur aspirin dapat dilihat pada gambar 2.3.

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 9

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Gambar 2.4 Struktur Aspirin

Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin yaitu
asam salisitat direaksikan dengan asam asetat anhidrat atau dapat juga direaksikan dengan
asam asetat glasial. Asetat anhidrat ini dapat digantikan dengan asam asetat glasial karena
asam asetat glasial ini bersifat murni dan tidak mengandung air selain itu asam asetat
anhidrat juga terbuat dari dua asam asetat glasial sehingga pada pereaksian volumenya
semua digandakan. Pada pembuatan aspirin juga ditambahkan air untuk melakukan
rekristalisasi berlangsung cepat dan akan terbentuk endapan. Endapan inilah yang
merupakan aspirin. pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika
suhu dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada
akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation)
dan pertumbuhan partikel mekanismenya adalah sebagai berikut: Anhidrida asetat
menyerang H+ . Anhidrida asam asetat mengalami resonansi. Anhidrida asam asetat
menyerang gugus fenol dari asam salisilat. H + terlepas dari –OH dan berikatan dengan
atom O pada anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat
dan asam asetilsalisilat (aspirin) H + akan lepas dari aspirin (Fessenden, 1999).

Digunakan asetat anhidrat karena untuk mencegah adanya air, sebab bila terdapat air
maka kristal aspirin akan terurai kembali menjadi asam salisilat. Adapun fungsi dari
penggunaan asam sulfat pekat yaitu sebagai katalisator yang mempercepat terjadinya
reaksi namun tidak ikut bereaksi. Dilakukan pemanasan untuk menaikkan kelarutan asam
salisilat yang terbentuk sehingga dapat berekasi sempurna (Fessenden, 1999).

Prinsip pembuatannya, yaitu pembuatan aspirin berdasarkan reaksi asetilasi antara


asam salisilat dan anhidrat asetat dengan menambahkan asam sulfat pekat sebagai

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 10

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

katalisator yang dilanjutkan dengan proses pemanasan untuk mempercepat reaksi serta
diikuti dengan proses pendinginan untuk mempercepat terbentuknya kristal.

2.6.1 Sejarah Aspirin

Pada tahun 1828, ahli kimia Italia Raffaele Piria dan apoteker Perancis Henri Leroux
menemukan dan memisahkan bahan aktif yang terkandung di dalam kulit pohon. Karena
nama latin dari pohon willow putih adalah Salix alba, senyawa baru yang terkandung di
dalam kulit pohon itu dinamakan salicin. Sepuluh tahun kemudian, ahli kimia Perancis
berhasil memisahkan senyawa yang lebih murni dan dikenal dengan nama asam salisilat.
Asam salisilat menjadi dasar dari banyak produk farmasi lainnya termasuk asam asetil
salisilat, yang dikenal dengan nama aspirin pada saat sekarang ini. Walaupun asam
salisilat memiliki banyak kegunaan, namun ada efek samping yang tidak disukai yaitu
menyebabkan iritasi pada lambung. Penelitian dilakukan untuk menetralisir keasaman
asam salisilat dengan natrium, dan dengan mengkombinasikan natrium salisilat dan asetil
klorida, namun usaha ini masih belum berhasil. Baru pada tahun 1899, ilmuwan yang
bekerja pada Bayer, Felix Hoffman berhasil menemukan asam asetil salisilat yang lebih
ramah ke lambung. Kemudian produk ini diberi nama aspirin, a- dari gugus asetil, -spir-
dari nama bunga spiraea, dan ini merupakan akhiran untuk obat pada waktu itu (Asri,
2012)

2.6.2 Sifat Fisika dan Kimia Aspirin

Tabel 2.4 Sifat Fisika Aspirin

Nama IUPAC Asam Asetil Salisilat


Nama Trivial Aspirin
Rumus Molekul C9H8O4
Titik Didih (Tb) 140°C
Titik Lebur (Tf) 135°C
Berat Molekul 180,2 g/mol
Densitas (ρ) 1.40 g/cm3
(Sumber: Austin, 2008)

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 11

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Sifat Kimia dari aspirin adalah dapat terhidrolisa menjadi asam salisilat bebas
dengan penambahan NaOH 10 %, dapat terhidrolisis oleh air, dan tidak terhidrolisis
dalam asam lemak (Austin, 2008)

2.6.3 Manfaat Aspirin

Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu,
aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan
seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang
berfungsi untuk mengurangi demam. Lebih dari 40 juta pound aspirin diproduksi di
Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap
pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang
dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat
mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan
berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0,3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat
mengakibatkan kematian (Asri, 2012)

Gambar 2.5 Aspirin (Asri, 2012)

Meskipun cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik,
efek-efek berguna dari ester-ester dari asam ini telah diketahui sejak dahulu kala, daun-
daun yang mengandung jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar rasa sakit dan
demam ini telah dikelola oleh dokter zaman dahulu kala. Selain itu aspirin juga
digunakan untuk masker wajah anti penuaan dini, arena aspirin mengandung alat
eksfuliator pengelupasan kulit. Biasanya aspirin dijual dalam bentuk garam natriumnya
yaitu Natrium Asetil Asetat. Dosis untuk aspirin digunakan adalah 1 mg setiap empat jam
dan maksimum empat kali dalam sehari (Asri, 2012).
Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 12

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

2.6.4 Reaksi Pembuatan Aspirin

Reaksi acetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam suatu
substrat yang sesuai. Gugus acetyl adalah R-C-OO (dimana R = alkil atau aril). Sintesis
aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara
asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester (Rofiqoh, 2013).

Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat
menggunakan katalis H2SO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam
bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat
ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi
dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin. Sedangkan reaksi dengan
metanol akan menghasilkan metil salisilat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi.
Titik leleh aspirin di atas 70oC. Mekanisme pembuatan aspirin adalah sebagai berikut
(Fessenden, 1987).

Gambar 2.6 Mekanisme Reaksi Pembuatan Aspirin (Fessenden, 1987).

Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin
yaituasam salisitat direaksikan dengan asam asetat anhidrad atau dapat juga direaksikan
dengan asam asetat glasial. Asam asetat anhidrad ini dapat digantikan dengan asam asetat
glasial karena asam asetat glasial ini bersifat murni dan tidak mengandung air selain itu
asam asetat anhidrad juga terbuat dari dua asam asetat glasial sehingga pada pereaksian
volumenya semua digandakan.

Aspirin tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena asam salisilat sebagai
bahan baku aspirin, yang merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 13

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan
aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terjadi endapan aspirin
(Fessenden,1987).

Gambar 2.7 Reaksi Pembuatan Aspirin dengan Asetat Glasial (Fessenden,1987)

2.6.5 Rekristalisasi

Untuk mendapatkan aspirin yang murni, maka harus dilakukan rekristalisasi.


Dimana, rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat-zat
organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu, teknik ini sering digunakan untuk
pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis
lebih lanjut. Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi adalah metoda yang paling
penting untuk pemurnian sebab kemudahannya dan karena keefektifannya (Rofiqoh,
2013).

Material padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat
titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika
larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan
biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan
mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai
jenuh.

Adapun syarat – syarat yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisai adalah
sebagai berikut (Asri, 2012):

1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang


besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat
diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 14

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena
mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal
bibit, mungkin akan efektif.
2. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut
non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan
pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
3. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi
pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut
biasanya bukan masalah sederhana.

Adapun tahap–tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu
(Fessenden, 1987):

1. Memilih pelarut yang cocok


Pelarut yang umum digunakan jika dilarutkan sesuai dengan kenaikan
kepolarannya adalah petroleumeter (n-heksana), toluena, kloroform, aseton, etil
asetat, etanol, metanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu
sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut
dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan
volume sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat titik jenuhnya. Jika terlalu
encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua
pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan
panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi
tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar
kekeruhannya hilang kemudian disaring.
3. Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak
larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan
zat – zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu,
pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 15

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum


disaring ditambahkan sedikit (± 2% berat) arang aktif untuk mengadsorbsi zat
warna tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat
mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.
4. Pendinginan filtrat
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Sering
pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (feed) yang berupa
Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang
pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.
5. Penyaringan dan pendinginan Kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh
perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal
yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator. Aspirin (asetosal) adalah suatu ester
dari asam asetat dengan asam salisilat. Oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat
dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan
asam sulfat pekat sebagai katalisator.
2.6.6 Reaksi Pengujian Aspirin

Reaksi aspirin dengan penambahan FeCl3 bertujuan untuk menguji kemurnian


aspirin yang dihasilkan dari praktikum. Jika dari pengujian tersebut warna larutan
menjadi ungu maka di dalam aspirin masih terdapat gugus fenolik.

Mekanisme reaksi antara asam salisilat dengan FeCl3 adalah (Rofiqoh, 2013):

1. FeCl3 direaksikan 6H2O dengan struktur Fe ditengah dan dikelilingi oleh 6H2O
direaksikan dengan Asam Salisilat yang mengandung 2 buah gugus fungsi yaitu –
OH dan –COOH.
2. Kemudian atom oksigen baik pada gugus hidroksi maupun gugus karboksilat dari
asam salisilat akan berikatan dengan ion kompleks Fe(H2O)6 3+ tersebut yang
menyebabkan warna ungu pada larutan, dan atom H pada gugus hidroksi dan
gugus karboksilat akan bereaksi dengan Cl3 pada FeCl3. 6H2O membentuk HCl
sebagai reaksi samping.

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 16

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

3. Kemudian untuk pengujian aspirin dengan ferri klorida, larutan tidak berwarna
ungu, hal ini terjadi karena pada aspirin hanya gugus karboksilat yang berikatan
dengan ion kompleks tersebut, gugus asetil tidak berikatan. Jika warna larutan
berwarna ungu berarti pada aspirin yang dihasilkan masih mengandung asam
salisilat.

Gambar 2.8 Reaksi Ferri Klorida dengan Asam Salisilat (Rofiqoh, 2013)

2.6.7 Bahaya Aspirin

Penggunaan aspirin di kalangan anak-anak sangat tidak dianjurkan. Hal ini


disebabkan aspirin dapat menimbulkan efek samping yang disebut sebagai penyakit
Reye. Suatu keadaan yang membawa kepada kerusakan hati, otak dan dapat menyebakan
kematian (Asri, 2012).

Mengkonsumsi aspirin harus sesuai dosis, jika melebihi dosis yang dianjurkan yaitu
20-25 gram akan menyebabkan kematian. Pada awalnya, dampak yang ditimbulkan yaitu
akan berasa muntah, lesu dan sakit perut. Kemudian akan mengganggu alat pendengaran,
mengeluarkan keringat yang berlebihan, suhu badan akan meningkat dan akhirnya tidak
sadarkan diri dan denyutan jantung akan berhenti (Asri, 2012).

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 17

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat-alat yang digunakan
1. Labu didih dasar bulat
2. Batang pengaduk
3. Penangas air
4. Kertas saring
5. Timbangan analitik
6. Gelas piala
7. Corong buchner
8. Gelas ukur
9. Termometer
10. Statip dan klem
11. Pompa vakum
12. Pipet tetes
13. Kaca arloji
14. Tabung reaksi
15. Baskom

3.2 Bahan-bahan yang Digunakan


1. Asam salisilat
2. Asetat anhidrat
3. Asam mineral pekat
4. Alkohol
5. Ferri klorida
6. Aquadest
7. Batu es

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 18

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

3.3 Prosedur percobaan


3.3.1 Pembuatan Aspirin:
1. Masukkan asam salisilat sebanyak 3 gram kedalam labu didih dasar bulat dan
tambahkan 7 ml asetat anhidrat sedikit demi sedikit serta 3-4 tetes asam sulfat
pekat.
2. Goyang-goyangkan labu agar zat tercampur homogen (lakukan dalam lemari
asam)
3. Panaskan larutan diatas penangas air pada temperatur 500C – 600C sambil
diaduk selama 15 menit.
4. Biarkan campuran menjadi dingin pada suhu kamar, aduk sekali-sekali.
5. Tambahkan 40 ml akuades, aduk dengan sempurna. Dinginkan selama 1 jam
menggunakan batu es.
6. Selanjutnya saring endapan dengan pompa pengisap/vakum.
3.3.2 Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin) :
1. Larutkan aspirin dalam 7 ml alkohol hangat.
2. Tuangkan 40 ml air hangat ke dalam larutan aspirin – alkohol.
3. Panaskan sampai larut (dalam penangas air) bila terjadi endapan, saring larutan
dalam keadaan panas dengan cepat.
4. Dinginkan larutan tersebut didalam wadah berisi es selama 1 jam. Amati larutan
tersebut sampai Kristal yang terbentuk cukup banyak.
5. Saring larutan dan endapan menggunakan kertas saring dengan corong Buchner,
sebelumnya timbang kertas saring yang digunakan.
6. Keringkan pada suhu kamar.
7. Timbang aspirin yang terbentuk bila telahkering.
8. Hitung rendemennya dengan rumus :

% rendemen =

3.3.3 Uji Kemurnian Aspirin


1. Ambil sedikit Kristal aspirin hasil rekristalisasi, masukkan dalam tabung reaksi.
2. Ambil sedikit asam salisilat, masukkan dalam tabung reaksi yang berbeda.

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 19

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

3. Larutan kristal aspirin dan asam salisilat menggunakan alkohol masingmasing 1


ml.
4. Tambahkan 3 tetes larutan ferri klorida pada setiap tabung reaksi dan amati, bila
lautan aspirin berubah menjadi ungu berarti aspirin yang dibuat belum murni
(bandingkan warna ungu yang dihasilkan dari tabung reaksi yang berisi asam
salisilat). Jika laritan aspirin tetap benung berarti aspirin yang terbentuk telah
murni.
5. Jika belum murni, ulangi rekristalisasi terhadap aspirin beberapa kali dengan cara
diatas.

3.4 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Penyaringan dengan Pompa Vakum

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 20

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

2.6.4 Reaksi Pembuatan Aspirin

Reaksi acetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam suatu
substrat yang sesuai. Gugus acetyl adalah R-C-OO (dimana R = alkil atau aril). Sintesis
aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara
asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester (Rofiqoh, 2013).

2
Aspirin dibuat dengan mereaksikan0asam salisilat dengan anhidrida asam asetat

menggunakan katalis H2SO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam
bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat
ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi
dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin. Sedangkan reaksi dengan
metanol akan menghasilkan metil salisilat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi.
Titik leleh aspirin di atas 70oC. Mekanisme pembuatan aspirin adalah sebagai berikut
(Fessenden, 1987).

Gambar 2.6 Mekanisme Reaksi Pembuatan Aspirin (Fessenden, 1987).

Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin
yaituasam salisitat direaksikan dengan asam asetat anhidrad atau dapat juga direaksikan
dengan asam asetat glasial. Asam asetat anhidrad ini dapat digantikan dengan asam asetat
glasial karena asam asetat glasial ini bersifat murni dan tidak mengandung air selain itu
asam asetat anhidrad juga terbuat dari dua asam asetat glasial sehingga pada pereaksian
volumenya semua digandakan.

Aspirin tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena asam salisilat sebagai
bahan baku aspirin, yang merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 13

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan
aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terjadi endapan aspirin
(Fessenden,1987).

Gambar 2.7 Reaksi Pembuatan Aspirin dengan Asetat Glasial (Fessenden,1987)

2.6.5 Rekristalisasi

Untuk mendapatkan aspirin yang murni, maka harus dilakukan rekristalisasi.


Dimana, rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat-zat
organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu, teknik ini sering digunakan untuk
pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis
lebih lanjut. Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi adalah metoda yang paling
penting untuk pemurnian sebab kemudahannya
2 0
dan karena keefektifannya (Rofiqoh,
2013).
Material padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat
titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika
larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan
biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan
mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai
jenuh.

Adapun syarat – syarat yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisai adalah
sebagai berikut (Asri, 2012):

1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang


besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat
diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 14

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena
mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal
bibit, mungkin akan efektif.
2. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut
non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan
pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
3. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi
pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut
biasanya bukan masalah sederhana.

Adapun tahap–tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu
(Fessenden, 1987):

1. Memilih pelarut yang cocok


Pelarut yang umum digunakan jika dilarutkan sesuai dengan kenaikan
kepolarannya adalah petroleumeter (n-heksana), toluena, kloroform, aseton, etil
asetat, etanol, metanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu
sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut
dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan
volume sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat titik jenuhnya. Jika terlalu
encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua
pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan
panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi
tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar
kekeruhannya hilang kemudian disaring.
3. Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak
larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan
2
zat – zat pengotor yang tidak 0 atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu,
larut
pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong
Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 15

Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020


2 0
Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum
disaring ditambahkan sedikit (± 2% berat) arang aktif untuk mengadsorbsi zat
warna tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat
mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.
4. Pendinginan filtrat
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Sering
pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (feed) yang berupa
Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang
pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.
5. Penyaringan dan pendinginan Kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh
perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal
yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator. Aspirin (asetosal) adalah suatu ester
dari asam asetat dengan asam salisilat. Oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat
dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan
asam sulfat pekat sebagai katalisator.
2.6.6 Reaksi Pengujian Aspirin

Reaksi aspirin dengan penambahan FeCl3 bertujuan untuk menguji kemurnian


aspirin yang dihasilkan dari praktikum. Jika dari pengujian tersebut warna larutan
menjadi ungu maka di dalam aspirin masih terdapat gugus fenolik.

Mekanisme reaksi antara asam salisilat dengan FeCl3 adalah (Rofiqoh, 2013):

1. FeCl3 direaksikan 6H2O dengan struktur Fe ditengah dan dikelilingi oleh 6H2O
direaksikan dengan Asam Salisilat yang mengandung 2 buah gugus fungsi yaitu –
OH dan –COOH.
2. Kemudian atom oksigen baik pada gugus hidroksi maupun gugus karboksilat dari
asam salisilat akan berikatan dengan ion kompleks Fe(H2O)6 3+ tersebut yang
menyebabkan warna ungu pada larutan, dan atom H pada gugus hidroksi dan
gugus karboksilat akan bereaksi dengan Cl3 pada FeCl3. 6H2O membentuk HCl
sebagai reaksi samping.

Pembuatan Aspirin (Asam Asetilsalisilat) 16

2 0
Praktikum Kimia Organik/Dodi.D.N/S.Ganjil/2019-2020

3. Kemudian untuk pengujian aspirin dengan ferri klorida, larutan tidak berwarna
ungu, hal ini terjadi karena pada aspirin hanya gugus karboksilat yang berikatan
dengan ion kompleks tersebut, gugus asetil tidak berikatan. Jika warna larutan
berwarna ungu berarti pada aspirin yang dihasilkan masih mengandung asam
salisilat.

2 0
Gambar 2.8 Reaksi Ferri Klorida dengan Asam Salisilat (Rofiqoh, 2013)

Anda mungkin juga menyukai