Genap/2017 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1853, seorang ahil kimia Perancis bernama Charles Frederic Gerhardt
berhasil menetralkan salicin alami menjadi asam salisilat (salicylic acid) lewat
penyanggaan (buffering) dengan natrium dan asam asetat. Asam salisilat ini lebih ramah
terhadap perut. Kemudian pada tahun 1899, seorang ahli kimia Jerman bernama Felix
Hoffmann, yang bekerja bagi Bayer, menemukan kembali formula Gerhardt. Hoffmann
membujuk Bayer untukuntuk memasarkan obat itu, yang selanjutnya muncul di pasaran
dengan nama pasaran “Aspirin”. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam
bentuk tablet. Sebelumnya, obat ini diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer).
Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah jenis obat turunan dari salisilat
yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri), anti-
piretik (penurun panas), dan anti-inflamasi (anti peradangan). Aspirin juga memiliki efek
anti-koagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk
mencegah serangan jantung. Kepopuleran aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918
ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia.
Selama hampir satu abad, manusia telah menggunakan aspirin sebagai obat
penghilang rasa sakit. Aspirin menjadi salah satu obat yang paling umum tersedia di
pasaran. Namun, bahan kimia tetaplah bahan kimia. Zat tersebut tentu memiliki efek
samping yang buruk untuk tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah tidak terbatas. Oleh
karena itu, untuk mengetahui secara jelas tentang aspirin maka percobaan ini dilakukan
untuk membuat aspirin dari asam salisilat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan yang digunakan
2.1.1 Asam salisilat
Asam salisilat mendapatkan namanya dari spesies dedalu (bahasa Latin: salix),
yang memiliki kandungan asam tersebut secara alamiah, dan dari situlah manusia
mengisolasinya. Penggunaan dedalu dalam pengobatan tradisional telah dilakukan oleh
bangsa Sumeria, Asyur dan sejumlah suku Indian seperti Cherokee. Pada saat ini, asam
salisilat banyak diaplikasikan dalam pembuatan obat aspirin. Salisilat umumnya bekerja
melalui kandungan asamnya. Hal tersebut dikembangkan secara menetap ke dalam
salisilat baru. Selain sebagai obat, asam salisilat juga merupakan hormon tumbuhan.
Asam salisilat merupakan merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat
digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar,
yang terbagi atas dua kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik.
Turunannya yang paling dikenal adalah asam asetil salisilat (Baysinger, 2004).
olah itu semua asam ortofosfat. Larutan asam fosfat encer ada dalam bentuk orto
(Brady,1999).
2.1.5 Besi (III) Klorida
Besi(III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih pada 315°C.
Uapnya merupakan dimer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin tinggi lebih cenderung
terurai menjadi monomer FeCl3, daripada penguraian reversibel menjadi besi(III) klorida
dan gas klorin. Bila dilarutkan dalam air,ferri klorida mengalami hidrolisis yang
merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan
coklat, asam, dan korosif yang digunakan sebagai koagulan pada pengolahan air limbah
dan produksi air (Baysinger, 2004).
Besi (III) klorida, biasa disebut ferri klorida, merupakan senyawa kimia dengan
rumus FeCl3. Warna besi (III) klorida kristal tergantung pada sudut pandang. Jika terkena
refleksi cahaya, kristal berwarna hijau gelap. Tetapi dengan transimsi kristal, berwarna
ungu-merah. Besi (III) klorida anhidrat bersifat higroskopis, membentuk hidrogen klorida
dan terhidrasi di udara lembab. Senyawa ini jarang ditemui dalam bentuk alami
(George,1997).
Reaksi pembuatan aspirin dengan menggunakan asam salisilat dan anhidrida asam
asetat dimana gugus –OH pada asam salisilat akan digantikan dengan CH3COO- dari
anhidrida asam asetat. Gugus –OH dari asam salisilat yang digantikan dengan CH3COO-
tadi bereaksi dengan –COCH3 dari anhidrida asam asetat membentuk hasil samping yaitu
asam asetat (Fessenden,1999).
Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat
menggunakan katalis H2SO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam
bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat
ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi
dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin. Sedangkan reaksi dengan
methanol akan menghasilkan metil salisilat (Fessenden,1999).
2.2.4 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan proses pengkristalan kembali, yang bertujuan
mendapatkan kristal yang lebih murni dan bentuk kristalnya lebih bagus. Syarat untuk
rekristalisasi adalah menggunakan pelarut, dimana pelarut yang dipakai harus dapat
melarutkan kristal tersebut. Terdapat beberapa definisi tentang rekristalisasi, yaitu sebagai
berikut (Williamson, 1999):
a. Rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir logam yang terdeformasi digantikan
oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh sampai butiran asli
termasuk didalamnya.
b. Perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis.
c. Terbentuknya struktur butiran baru melalui tumbuhnya inti dengan pemanasan.
Besarnya suhu rekristalisasi adalah setengah sampai dengan sepertiga dari suhu
logam.
Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Pada
umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk pemisahan dan pemurnian. Adapun
sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal yang mempunyai
kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga
parameter berikut yaitu : distribusi ukuran kristal (Crystal SizeDistribution, CSD),
kemurnia kristal (crystal purity) dan bentuk kristal (crystal habit/shape) (Williamson,
1999).
Adapun tahap – tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya,
yaitu (Fessenden, 1999):
1. Memilih pelarut yang cocok
Pelarut yang umum digunakan jika dilarutkan sesuai dengan kenaikan
kepolarannya adalah petroleum eter (n-heksana), toluene, kloroform, aseton, etil asetat,
etanol, methanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat
tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan
panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volum
sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sepraktikanr titik jenuhnya. Jika terlalu
encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua pelarut,
mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut,
kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul
kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang
kemudian disaring.
3. Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak
larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat –
zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan
lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong buchner. Jika
larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring ditambahkan sedikit
( ± 2 % berat ) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang
aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.
4. Pendinginan filtrat
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Sering pendinginan
ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan ( feed ) yang berupa Kristal murni ke
dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang pengaduk dapat
mempercepat rekristalisasi.
5. Penyaringan dan pendinginan Kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh
perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang
diperoleh dikeringkan dalam eksikator.Aspirin (asetosal) adalah suatu ester dari asam
asetat dengan asam salisilat.Oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan
asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan asam sulfat pekat sebagai
katalisator.
2.2.3 Perhitungan Yield
Dalam kimia, yield merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada
reaksi kimia. Yield dapat ditulis sebagai berat dalam gram atau dalam mol. Yield yang
digunakan sebagai perhitungan efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah
produk yang didapatkan dalam mol dengan rendemen teoritis dalam mol. Persamaan
yield dapat ditulis sebagai (Vogel, 1996):
.............................................(2.1)
3. Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga
ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif
kecil. Sekitar larutan 12,5% untuk makanan.
4. Reagen untuk analisa.
5. Untuk membuat putih timbal, dll.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3. Larutan dipanaskan di atas penangas air pada temperatur 50oC – 60oC sambil
diaduk selama 15 menit.
4. campuran dibiarkan menjadi dingin pada suhu kamar, diaduk sekali-kali.
5. Ditambahkan aquadest sebanyak 40 ml, aduk dengan sempurna, dan
didinginkan dengan es batu selama 1 jam
6. Endapan disaring dengan pompa vakum.
7. Percobaan diatas diulang dengan menggunakan katalis H3PO4.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Aspirin
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat sebanyak 2,5 ml dimasukkan ke dalam labu
didih dasar bulat dan ditambahkan dengan 7 ml asetat anhidrat dan ditambahkan 4 tetes
katalis asam sulfat dan asam fosfat. Labu yang berisi larutan di goyangkan agar larutan
homogen dan direaksikan pada temperatur 50 - 60 selama 15 menit. Pemanasan harus
dilakukan pada suhu tersebut, karena apabila suhu dibawah 50 reaksi yang berlangsung
lambat dan tidak terbentuk aspirin, sedangkan apabila suhu diatas 60 maka ikatan ester
yang terlah terbentuk akan terurai kembali. Pemanasan dilakukan agar larutan lebih cepat
bercampur sempurna (homogen). Selanjutnya ditambahkan 40 ml akuades untuk
menghidrolisis kelebihan asam pada aspirin dan dinginkan selama 1 jam dengan batu es
untuk mempercepat pembentukan kristal aspirin karena titik beku dari aspirin yang
rendah. Kemudian saring endapan yang didapat dengan pompa vakum.
keringkan pada suhu kamar dan di oven agar berat kristal konstan dan mengurangi kadar
air yang terkandung dalam aspirin. Berat aspirin dengan katalis asam sulfat didapatkan
sebesar 0,98 gram dengan yield sebesar 30%, sedangkan aspirin dengan katalis asam
fosfat didapatkan sebesar 1,26 gram dengan yield yang didapat sebesar 38,7%. Dari
percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa katalis yang lebih baik adalah asam
fosfat, karena diperoleh berat aspirin yang paling banyak adalah dengan menggunakan
asam fosfat dan dikarenakan valensi asamnya lebih besar, sehingga lebih banyak ion H+
dari pada asam sulfat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Aspirin dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam salisilat dengan asam
asetat anhidrida menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalis dan zat
penghidrasi.
2. Reaksi yang terjadi pada pembuatan aspirin adalah Reaksi esterifikasi.
3. Berat aspirin yang didapatkan dari percobaan dengan menggunakan katalis
H2SO4 yaitu 0,98 gram dan yield sebesar 30 %. Sedangkan menggunakan
katalis H3PO4 yaitu 1,26 gram dan yield sebesar 38,7 %.
4. Aspirin yang didapat dengan menggunakan katalis H3PO4 lebih bagus daripada
menggunakan katalis H2SO4.
5.2 Saran
Suhu harus dijaga pada rentang 50-60oC pada saat pemanasan dan lakukan
penyaringan zat pengotor dengan segera setelah aspirin dipanaskan agar aspirin yang
didapat lebih murni.
DAFTAR PUSTAKA
Baysinger, Grace. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur.Jakarta:Binarupa Aksara.
Damtith, John. 1994. Kamus Lengkap Kimia.Jakarta: Erlangga.
Keenan, Charles W, dkk. 1984. Kimia Untuk Universitas. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Vogel, A.I. 1996. Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry, 5 thedition. New
York: Longman Scientific & Technical.