Anda di halaman 1dari 22

Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.

Genap/2017 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, perkembangan industri di Indonesia khususnya industri kimia
berkembang pesat. Hal ini menyebabkan kebutuhan asetanilida yang merupakan bahan
baku serta bahan penunjang industri kimia akan semakin meningkat pula. Asetanilida
merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida
primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia antara lain sebagai bahan baku
pembuatan obat – obatan, sebagai zat awal penbuatan penicilium, bahan pembantu dalam
industri cat dan karet, bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida. Asetanilida
mempunyai nama lain yaitu N-phenylacetamide atau asetanil. Cincin aromatik dari anilin
C6H5NH2, yang sangat kaya dengan elektron. Pasangan elektron sunyi dari N, bisa
melakukan delokalisasi dengan sistem π dari inti benzen. Akibatnya anilin sangat mudah
mengalami reaksi subsitusi elektrofilik. Penggantian gugus fungsi amina jadi amida dapat
dilakukan dengan mereaksikan amina dengan asetat anhidrat, suatu amina primer
aromatik mengalami penggantian gugus fungsi jadi asetanilida, suatu zat antipiretik (zat
penurun panas), dengan anhidrida asetat,juga digunakan untuk melegakan sengal-
sengal,sakit kepala.
Pada saat ini, asetanilida sudah banyak digunakan dalam pembuatan obat-obatan
bahan pembantu dalam industri cat dan karet, bahan intermediet pada sulfon dan asetanil
klorida karena kebutuhan akan asetanilida yang cukup diperlukan sekarang ini.
Mengingat pentingnya kegunaan asetanilida, maka akan dilakukan percobaan untuk
membuat asetanilida dalam skala labor.

1.2 Tujuan Percobaan


Mempelajari pembuatan turunan amida aromatik melalui reaksi amina aromatik
dengan turunan asam karboksilat, yaitu anhidrida asam.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anilina
Anilina memiliki rumus kimia C6H5NH2 dan biasa dikenal dengan nama fenilamina
atau aminobenzena. Senyawa turunan benzena ini mengandung gugus amina. Berikut
struktur molekul anilina. Anilina memiliki wujud cair pada suhu kamar dan tidak
berwarna (colorless). Titik didihnya 184 °C, sedangkan titik lelehnya –6 °C. Senyawa
anilina mudah menguap dan menimbulkan bau tak sedap, seperti ikan yang membusuk.
Dilihat dari sifat kimianya, anilina tergolong basa lemah. Anilina dapat bereaksi dengan
asam kuat menghasilkan garam yang mengandung ion anilinium (C6H5–NH3+).

Gambar 2.1 Rumus molekul anilin


Selain itu, anilin juga mudah bereaksi dengan asil halida (misalnya asetil
klorida, CH3COCl membentuk suatu amida. Amida yang terbentuk dari anilin disebut
anilida. Misalnya, senyawa dengan rumus kimia CH3–CO–NH–C6H5 diberi nama
asetanilida. Anilina banyak digunakan sebagai zat warna. Bukan hanya itu, anilina juga
digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai obat, seperti antipirina dan antifebrin.
Di balik kegunaannya, penggunaan anilina secara berlebihan dapat mengakibatkan mual,
muntah-muntah, pusing, dan sakit kepala. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
penggunaan anilina dapat menyebabkan insomnia. (Gultom, 2014).

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 3

Tabel 2.1 Sifat fisika anilin


Sifat Fisika
Wujud Cair seperti minyak
Kelarutan Sukar larut
Sifat fisika Beracun
Titik didih 1840C
Titik leleh -60C
Berat molekul 93
Berat jenis 1,02 gr/ml
Indeks bias 1,58
Sumber : Fessenden (1999)
Adapun sifat kimia dari aniline adalah sebagai berikut (Fessenden, 1999):
a. Basa lemah
b. Aniline dapat bereaksi dengan H2SO4 membentuk aniline monosulfat jika
dipanaskan berubah menjadi asam sulfonat
c. Anilin dapat bereaksi dengan asam membentuk garam-garamnya.

2.2 Asetat Glasial


Asam asetat atau asam cuka adalah senyawa organik yang mengandung gugus
asam karboksilat, yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2, dan rumus molekul CH3COOH. Asam asetat
merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan
asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian
menjadi ion H+ dan CH3COO- .

Gambar 2.2 Rumus molekul asam asetat glasial


Asam asetat termasuk ke dalam golongan asam karboksilat dengan rumus
molekul CH3COOH, berwujud cairan kental jernih atau padatan mengkilap, dengan bau
tajam khas cuka, titik leburnya 16,7oC, dan titik didihnya 118,5oC. Senyawa murninya

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 4

dinamakan asam etanoat glasial. Dibuat dengan mengoksidasi etanol atau dengan
mengoksidasi butana dengan bantuan mangan (II) atau kobalt (II) etanoat larut pada suhu
200oC. Asam asetat digunakan dalam pembuatan anhidrida etanoat untuk menghasilkan
selulosa etanoat (untuk polivinil asetat). Senyawa ini juga dapat dibuat dari fermentasi
alkohol, dijumpai dalam cuka makan yang dibuat dari hasil fermentasi bir, anggur atau air
kelapa. Beberapa jenis cuka makan dibuat dengan menambahkan zat warna.

Tabel 2.2 Sifat fisika asam asetat glasial


Sifat Fisika
Wujud Cair
Warna Tidak berwarna
Bau Berbau tajam
Ph 2,5 pada suhu 200C
Kekentalan dinamik 1,22 mm2/s pada suhu 200C
Kekentalan kinematika 1,77 pada suhu 200C
Titik leleh 170C
Titik didih 116-118
Titik nyala 39oC
Tekanan uap (20oC) 1,54 hPa
Densitas uap 2,07
Densitas Densitas (20oC) 1,05 g/cm3
Kelarutan (20oC) Dapat larut dalam air
Indeks refraksi (20oC) 1,37
Sumber : Fessenden (1999)
Adapun sifat kimia asam asetat glacial adalah sebagai berikut (Junoto,1980):
a. Keasaman
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat seperti
asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H + (Proton), sehingga memberikan sifat asam.
b. Dimer siklis
Struktur kristal asam asetat menunjukan bahwa molekul-molekul asam asetat
berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. dimer juga dapat
dideteksi pada uap bersuhu 120 0C. dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut
tak-berikatan-hidrogen (misalnya air).

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 5

c. Sebagai pelarut
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (Polar), mirip seperti air dan
etanol. asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2, sehingga ia bisa
melarutkan baik senyawa polar seperti garam anorganik dan gula maupun senyawa non-
polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. asam asetat bercampur
dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan
heksana. sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat.
Asam asetat memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, tidak hanya itu
asam asetat juga berperan dalam perindustrian dan kesehatan, yaitu (Fessenden, 1999) :
1) Dalam industri makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman,
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan, serta untuk menambah rasa sedap
pada masakan.
2) Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai
senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai
bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM).
3) Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga
ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif
kecil. Sekitar larutan 12,5% untuk makanan.
4) Reagen untuk analisa.
5) Untuk membuat putih timbal, dll.

2.3 Asetat Anhidrat


Asam asetat dengan nama sistematik (CH3CO)2O, merupakan cairan berwarna
bening, berbau tajam dan berbau asam. Asetat anhidrat ini mempunyai berat molekul
102,09 gram/mol, membeku pada temperatur -730C dan memiliki sifat yang mudah
menguap dan mudah terbakar sehingga harus disimpan dilemari asam agar tidak berbahaya
bagi praktikan.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 6

Tabel 2.3 Sifat fisika asetat anhidrat

C= 1(16,67%), H= 4 (66,67%),O= 1
%Unsur Penyusun
(16,67%)
Rumus molekul (CH3CO)2O
Berat molekul 102,09 gr/mol
Titik didih 139,060C
Titik beku -730C
Panas pembakaran 431,9 kkal/mol
Tekanan kritis 46,81 atm
Suhu kritis 2960C
Densitas pada 20°C 1,08 g/ml
Viskositas pada 25°C 0,843 mPa.s
Sumber : Damtith (1994)
Adapun sifat kimia asetat anhidrat yaitu (Damtith, 1994):
a. Mudah menguap dan mudah terbakar
b. Larut dalam air membentuk asm asetat, dengan alkohol dengan membentuk etil
asetat, larut dalam kloroform dan eter
c. Asetat anhidrat merupaka cairan yang sngat reaktif
d. Menyebabkan kulit iritasi dan matinya jaringan, hindari kontak kulit dan mata
e. Asetat anhidrat digunakan sebagai pelarut

2.4 Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja,
adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa
ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan
termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH
dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol
sering disingkat menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang
pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah
diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri
dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 7

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang


ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa,
pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting
sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya
etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar (Junoto, 1980).

2.5 Amina Aromatis


Amina merupakan gabungan dari suatu ammonia (-NH3) dengan hidrokarbon.
Amina diklasifikasikan berdasarkan banyaknya hidrokarbon (alkil atau aril) yang
menyerang/berikatan dengan gugus fungsi suatu ammonia (RNH2,R2NH, dan R3N).
Amina dan amida adalah sangat mirip yaitu sama-sama mempunyai gugus karbonil yang
membedakan adalah adanya gugus asil pada amida (RCO- atau ArCO-). Amina dapat
diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asilasi atau dapat pula dibuat dengan
mereaksikan antara asam karboksilat dengan menambahkan agen penghidrasi untuk
menyerap air. Agen penghidrasi ini biasanya menggunakan DDC
(dicyclohexylcarboiimide), karena harga DDC tersebut terlalu mahal, pembuatan amide
biasanya menggunakan reaksi asilasi. Contoh dari suatu amina adalah anilin (R-NRR),
sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida (Fessenden dan Fessenden,
1999).

Gambar 2.3 Rumus molekul asetanilida dan anilin (Fessenden dan


Fessenden,1999)

Amina merupakan suatu basa (lemah) karena dapat mendonorkan pasangan


elektron (menerima proton) kepada atom lain, yaitu pasangan elektron non-bonding dari
nitrogen. Kuat basa dipengaruhi oleh hibridisasi, oleh gugus penarik elektron, dan oleh
konjugasi. Karena amina merupakan suatu basa yang lemah maka amina akan mudah
teroksidasi daripada amida. Elektron bebas dari atom Nitrogen dapat berpindah ke cincin
benzena dan meningkatkan rapat elektron didalam cincin terutama pada posisi orto-para.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 8

Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melepas
elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elekktronegatif.

Gambar 2.4 Proses donor pasangan elektron (Fessenden dan Fessenden, 1999)
Akibat stabilisasi-resonansi, cincin anilin menjadi negatif sebagian dan sangat
menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m-, p-) pada cincin anilin
teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan
disbanding m-. Struktur resonansi yang sudah dipaparkan diatas menunjukkan bahwa
posisi-posisi o- dan p- mengemban muatan negatif parsial sedangkan m- tidak.
Amina aromatis tidak larut dalam air, seperti misalnya amilum, N-metil
aniline.Amonia dan amina primer masing-masing mengandung sebuah gugus -NH2. Pada
amonia, gugus ini terikat pada sebuah atom hidrogen sedangkan pada amina primer
terikat pada sebuah gugus alkil (disimbolkan dengan "R" pada gambar berikut) atau pada
sebuah cincin benzen. (Fessenden dan Fessenden, 1997).

2.6 Amida Primer


Amida terbentuk dari asam karboksilat, disebut carboxamides, adalah padatan
kecuali untuk yang paling sederhana seperti formamida yang dalam bentuk cairan. Amida
tidak menghantarkan listrik, memiliki titik didih tinggi, dan ketika cair adalah pelarut
yang baik. Tidak ada sumber-sumber alam praktis amida kovalen sederhana, tetapi
peptida (seperti enzim) dan protein dalam sistem kehidupan adalah rantai panjang
(polimer) dengan ikatan peptida. Urea adalah suatu amida dengan dua kelompok amino.
Amida komersial, termasuk beberapa kovalen digunakan sebagai pelarut, sedangkan yang
lainnya adalah obat sulfa dan nilon. Kelas kedua, ion amida (seperti garam), dibuat
dengan memperlakukan sebuah amida kovalen, amina atau amonia dengan reaktif logam
(misalnya natrium) dan basa kuat.
Sebuah turunan dari asam karboksilat dengan RCONH2 sebagai rumus umum, di
mana R adalah hidrogen atau alkil atau aril radikal. Amida dibagi menjadi beberapa sub
kelas, tergantung pada jumlah substituen pada nitrogen. Yang sederhana atau primer,

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 9

yaitu amida dibentuk oleh penggantian gugus hidroksil karboksilat oleh gugus amino,
NH2. Senyawa ini diberi nama dengan menjatuhkan asam "-ic" dari nama asam
karboksilat asal dan menggantinya dengan akhiran "amida" (Austin, 1984).

Gambar 2.5 Amida Primer (Austin, 1984)

2.7 Proses Pembuatan Asetanilida


2.7.1 Pembuatan Asetanilida
Asetanilida dalam skala industri dapat diproduksi dengan berbagai macam proses,
diantaranya adalah sebagai berikut (Fessenden, 1999):
a. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrat dan aniline
Larutan benzene dalam satu bagian aniline dan 1,4 bagian asam asetat anhidrat
direfluk dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada
aniline yang tersisa.
2C6H5NH2 + (CH3CO)2O 2C6H5NHCOCH3+H2O
Campuran reaksi di saring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan
pendinginan, dan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrat
dapat diganti dengan asetil klorida.
b. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan aniline
Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis.
Aniline dan asam asetat berlebih 100% direaksikan dalam sebuah tangki yang
dilengkapi dengan pengaduk.
C6H5NH2 +CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O
Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 1500C-1600C. Produk dalam keadaan
panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer.
c. Pembuatan asetanilida dari ketene dan aniline
Ketena (gas) dicampur kedalam aniline di bawah kondisi yang diperkenankan akan
menghasilkan asetanilida.
C6H5NH2 +CH3COSH C6H5NHCOCH3

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 10

d. Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan aniline


Asam thioasetat direaksikan dengan aniline dalam keadaan dingin akan
menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.
C6H5NH2 +CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S
Dalam percobaan asetanilida ini digunakan proses antara asetat anhidrat dengan
anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah (Williamson, 1999):
a. Reaksinya sederhana
b. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis
dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga
biaya produksi lebih murah.

2.7.2 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan proses pengkristalan kembali, yang bertujuan
mendapatkan kristal yang lebih murni dan bentuk kristalnya lebih bagus. Syarat untuk
rekristalisasi adalah menggunakan pelarut, dimana pelarut yang dipakai harus dapat
melarutkan kristal tersebut. Terdapat beberapa definisi tentang rekristalisasi, yaitu sebagai
berikut (Williamson, 1999):
a. Rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir logam yang terdeformasi digantikan
oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh sampai butiran asli
termasuk didalamnya.
b. Perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis.
c. Terbentuknya struktur butiran baru melalui tumbuhnya inti dengan pemanasan.
Besarnya suhu rekristalisasi adalah setengah sampai dengan sepertiga dari suhu
logam.
Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Pada
umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk pemisahan dan pemurnian. Adapun
sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal yang mempunyai
kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga
parameter berikut yaitu : distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD),
kemurnia kristal (crystal purity) dan bentuk kristal (crystal habit/shape).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen
larutan organik. Ada tujuh metode menurut dalam rekristalisasi yaitu (Williamson, 1999):
a. Memilih pelarut
b. Melarutkan zat terlarut

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 11

c. Menghilangkan warna larutan


d. Memindahkan zat padat
e. Mengkristal larutan
f. Mengumpulkan dan mencuci kristal
g. Mengeringkan produk

2.7.3 Perhitungan kadar air


Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai bidang.
Salah satu bidang yang memerlukan pengukuran kadar air adalah bidang industri bahan
kimia. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung dalam
suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama
waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air.
Kadar air dalam makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara
1. Metode Pengeringan (Thermogravimetri)
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan.
Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan.
Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahannya antara lain (Vogel, 1996):
a) Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap
misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain.
b) Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah
menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak
mengalami oksidasi dan sebagainya.
c) Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

2. Metode Destilasi (Thermovolumetri)


Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan
pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak
dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia
yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol.
Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml pada
sampel yang diperkirakan mengandung air sebanyak 2-5 ml, kemudian dipanaskan
sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam
tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 12

air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung
dilengkapi skala maka banyaknya air dapat diketahui langsung.
Penentuan kadar air dengan cara pemanasan yang dimaksud disini adalah
pengeringan sample dengan menggunakan oven (pemanas). Metode penentuan kadar air
dengan cara pemanasan ini adalah yang paling sering dilakukan dan paling sederhana.

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟


%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
× 100%..................................(2.1)

2.7.4 Perhitungan Yield


Dalam kimia, yield merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada
reaksi kimia. Yield dapat ditulis sebagai berat dalam gram atau dalam mol. Yield yang
digunakan sebagai perhitungan efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah
produk yang didapatkan dalam mol dengan rendemen teoritis dalam mol. Persamaan
yield dapat ditulis sebagai (Vogel, 1996):

𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
.............................................(2.2)

2.8 Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan
sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu
gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih (kristal) tidak larut dalam
minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau
sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat
molekul 135,16 g/gmol (Irdoni & Nirwana, 2017).

Gambar 2.6 Rumus molekul asetanilida (Irdoni & Nirwana, 2017)

Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan
cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 13

yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun
1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan
katalis HCl. Lalu, pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam
asetat (Irdoni & Nirwana, 2017).
Tabel 2.4 Sifat fisika asetanilida

Rumus Molekul C6H5NHCOCH3


Berat Molekul 135,16 g/gmol
Titik Didih Normal 305oC (1 atm) ; 415,21oC (2,5 atm)
Berat Jenis 1,21 gr/ml
Titik Kristalisasi 113-60oC (1 atm)
Wujud Padat
Warna Putih
Bentuk Butiran (kristal)
Sumber : Kirk&Otmer (1981)
Sifat – sifat kimia asetanilida adalah (Kirk&Otmer, 1981) :
a. Pirolisa dari asetanilida menghasilkan N–diphenil urea, anilin, benzen dan asam
hidrosianik.
b. Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa, hydrolisa
dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam kedaan panas akan
kembali ke bentuk semula.
c. Adisi sodium dlam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan
C6H5NH2.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 14

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Bahan-bahan yang Digunakan


1. Anilin
2. Asetat Anhidrat
3. Asam asetat glasial
4. Aquades
5. Etanol

3.2 Alat – alat yang digunakan


1. Labu didih dasar bulat
2. Gelas ukur 5 ml
3. Gelas piala 100 ml
4. Erlenmeyer vakum
5. Corong Buchner
6. Pompa vakum
7. Oven
8. Pipet Tetes
9. Timbangan Anlitik
10. Termometer
11. Cawan Penguap

3.3 Prosedur Percobaan


1. Asam asetat glasial sebanyak 2,5 ml dimasukkan ke dalam labu didih dasar
datar.
2. Anilin sebanyak 4,56 ml ditambahkan ke dalam labu kemudian diikuti dengan
asetat anhidrat sebanyak 4,72 ml. Hati-hati, reaksi eksoterm, dilakukan dalam
lemari asam.
3. Campuran diaduk dengan sempurna, larutan dibiarkan pada suhu kamar selama
5 menit.
4. Larutan diencerkan dengan 75 ml aquades, sehingga terbentuk Kristal
asetanilida
5. Kertas saring ditimbang.
6. Setelah pembentukan kristal sempurna, kristal disaring dengan pompa vakum.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 15

7. Asetanilida yang didapat dikeringkan dan dipisahkan dari zat pengotor.


8. Hasil yang didapat kemudian ditimbang.
9. Rekristalisasi dilakukan dengan etanol 25 ml dan 25 ml air panas.
10. Zat pengotor dilarutkan dengan aquades hangat.
11. Larutan asetanilida dicampurkan dengan zat pengotor sampai homogen.
12. Larutan didinginkan dengan batu es selama 90 menit sampai kristal terbentuk.
13. Kristal yang terbentuk disaring lagi dengan pompa vakum, lalu dikeringkan
dalam oven selama lebih kurang 10 menit sampai berat asetanilida konstan.
14. Hasil yang didapat ditimbang
15. Yield dan kadar air dihitung.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 16

3.4 Diagram Alir

Asestat Glasial Anilin Asetat Anhidrat

Encerkan larutan dengan 75 ml


aquades

Setelah terbentuk kristal,


saring kristal dengan pompa
vakum

Rekristalisasi Asetanilida

Aquades Hangat 25
Etanol hangat 25 ml Asetanilida ml

Kemudian didinginkan dengan


menggunakan es batu selama
90 menit.

Kristal yang terbentuk


kemudian disaring kembali
dengan pompa vakum

Kristal yang didapat setelah


rekristalisasi dikeringkan
dengan oven selama 10 menit
hingga beratnya konstan

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 17

3.5 Rangkaian Alat

Pompa Vakum
3
Corong Biuchner

Gambar 3.1 Rangkaian alat

Keterangan :
1. Pompa Penghisap Vakum
2. Selang Pembuangan Gas
3. Corong Buchner
4. Erlemenyer

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 18

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan asetanilida


Asetanilida dibuat dengan mereaksikan asetat anhidrat dan anilin dengan cara
pencampuran. Pencampuran merupakan proses mencampurkan berbagai senyawa hingga
menghasilkan suatu senyawa yang homogen atau dikenal dengan larutan. Sebanyak 4,72
ml asetat anhidrat di masukkan kedalam labu didih dasar datar, kemudian ditambahkan
dengan 4,56 ml anilin, serta penambahan 2,5 ml asam asetat glasial sebagai penghidrasi.
Pencampuran dilakukan didalam lemari asam karena reaksi yang berlangsung merupakan
reaksi eksoterm. Reaksi eksoterm disini maksudnya ketika reaksi berlangsung terjadi
pelepasan kalori dari sistem ke lingkungan, energi yang terkandung dalam zat-zat hasil
reaksi lebih kecil dari zat-zat pereaksi, sehingga perubahan entalpinya negatif (Michael
Purba,2004).
Campuran diaduk dengan sempurna kemudian didinginkan selama 5 menit. Setelah
dingin campuran diencerkan dengan 75 ml akuades. Tujuannya untuk menghidrolisis
asetat anhidrat menjadi asam asetat yang masih bersisa pada larutan (Kirk&Otmer, 1981).
Hasil dari pengenceran ini terbentuk kristal pada larutan asetanilida tersebut yang
bewarna sedikit kecoklatan.
Untuk mendapatkan kristal asetanilida dilakukan penyaringan menggunakan
corong buchner dan pompa vakum. Hasil dari penyaringan yaitu terpisahnya larutan
pengotor dan kristal asetanilida yang diinginkan untuk proses selanjutnya. Setelah
didapatkan, asetanilida ditimbang bersama kertas saring yang sebelumnya telah diketahui
berat dari kertas saring tersebut. Tujuan menggunakan corong buchner dan pompa vakum
dalam penyaringan agar proses penyaringan dapat berlangsung optimal. Pada dasarnya
prinsip corong buchner adalah menyedot udara di ruang corong agar air dapat menetes
sedangkan residu yang tidak terlarut tetap di corong. Kertas saring diletakkan di atas
corong dan dibasahi dengan pelarut untuk mencegah kebocoran pada awal penyaringan.
Cairan yang akan dipisahkan disaring ke dalam Corong Buhcner dan dihisap ke dalam
bejana hisap dengan pompa vakum. Sampai pada tahap penyaringan asetanilida didapat
6,83 gram asetanilida.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 19

4.2 Rekristalisasi Asetanilida


Untuk mendapatkan asetanilida yang lebih murni perlu dilakukan rekristalisasi,
rekristalisasi adalah pembentukan kristal kembali setelah suatu padatan dipanaskan
menjadi cair kemudian didinginkan menjadi padatan kembali. Tahapan pokok
rekristalisasi yaitu(Williamson, 1999):
a. Melarutkan senyawa yang akan dimurnikan ke dalam pelarut yang sesuai pada atau
dekat titik didihnya.
b. Menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut.
c. Biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal
d. Memisahkan kristal dari larutan berair.
Proses rekristalisasi dilakukan dengan menambahkan campuran etanol-air kedalam
asetanilida yang dihasilkan, kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 550C. Pemanasan
dilakukan agar asetanilida dapat cepat larut. Rekristalisasi ini sendiri menggunakan etanol
bertujuan untuk mengikat pengotor-pengotor yang masih terdapat pada asetanilida pada
hasil kristalisasi (Wiliamson,1999). Setelah rekristalisasi asetanilida disaring lagi dengan
pompa vakum. Setelah disaring dengan menggunakan pompa vakum, asetanilida yang
didapat ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kristal yang didapat tidak
sepenuhnya kering dan bebas dari uap air, oleh karena itu dilakukan pengeringan dengan
menggunakan oven. Pengovenan ini dilakukan sebanyak 6 kali, dan hasilnya berat
asetanilida akhir yang diperoleh sebesar 2,26 gram. Kadar air asetanilida sebesar 66,91 %
dan yield sebesar 40,87 %.
Hasil yang didapat pada praktikum kali ini sebanyak 2,26 gram lebih sedikit
dibandingkan pada praktikum sebelumnya yang hanya menghasilkan 3,746gram. Dan
hasil asetanilida yang dihasilkan pada kelompok sebelumnya lebih murni dapat dilihat
dari warnanya yang lebih putih dibandingkan asetanilida pada percobaan kali ini yang
warnanya masih agak kecoklatan. Perbandingan kemurnian dilihat dari yield yang
didapatkan yaitu kelompok sebelumnya memiliki nilai yield 55%sedangkan pada
percobaan kali ini yield yang didapatkan sebesar 40,87 %. Perbedaan ini didapatkan
karena perbedaan perlakuan pada proses rekristalisasi. Kelompok sebelumnya melakuka
rekristalisasi dengan suhu 700Csehingga endapan pengotor dapat larut dan larutan
menjadi homogen sebelum didinginkan didalam batu es, sedangkan pada percobaan kali
ini larutan belum terlalu homogen ketika akan didinginkan karena jumlah pengotor yang
terlalu banyak. Lama pendinginan yang dilakukan juga berbeda sehingga jumlah Kristal

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 20

yang dihasilkan berbeda, kelompok sebelumnya hanya menghasilkan sebanyak 3,746


gram sedangkan pada percobaan kali ini dihasilkan 2,26 gram.( (Kirk&Otmer, 1981).

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 21

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan laporan, dapat disimpulkan bahwa asetanilida merupakan


turunan amida aromatik yang dihasilkan dari reaksi asilasi antara anilin dan asam asetat
anhidrat.

5.2 Saran

Pada proses pencampuran sebaiknya dilakukan didalam lemari asam karena reaksi
bersifat eksoterm dan berhati-hati saat praktikum berlangsung. Serta gunakan selalu alat
pelindung diri seperti sarung tangan dan masker

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2017 22

DAFTAR PUSTAKA

Austin, G.T. (1984). Shreve’s Chemical Process Industries,5th ed, Singapura: McGraw-
Hill Book Co.

Damtith, J. (1994). Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga.

Fessenden, RJ dan J.S Fessenden. (1997). Dasar-dasatr Kimia Organik, Jakarta: Bina
Aksara.

Fessenden, RJ dan J.S Fessenden. (1999). Kimia Organik. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta:
Erlangga.

Gultom, R.D.P. (2014). Kimia Organik 2. Senyawa Aromatis. Surabaya: ITS.

Irdoni dan Nirwana. (2017). Modul Kimia Organik. Pekanbaru: Fakultas Teknik
Universitas Riau.

Junoto. (1980). Pedoman Pratikum Mikrobiologi Umum (Untuk Perguruan Tinggi).


Yogyakarta: UGM Press.

Kirk, R.E. dan Otmer,D.F.(1981).Encyclopedia of Chemical Engineering Technology.


New York: John Willey and Sons Inc.

Michael,P. (2004). Kimia SMA Kelas XI Jilid 2A dan 2B. Jakarta: Erlangga.

Vogel, A.I. (1996). Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry, 5 th edition. New
York: Longman Scientific & Technical.

Williamson. (1999). Macroscale and Microscale Organic Experiments, 6th edition.


Boston: Houghton Mifflin.

Reaksi Asilasi “Pembuatan Asetanilida”

Anda mungkin juga menyukai