Genap/2014 1
Bab 1. Pendahuluan
asetanilida dalam skala labor untuk mempelajari dan memahami reaksi yang
terjadi dalam proses pembuatan asetanilida (Tim penyusun, 2013).
1.2 Tujuan Praktikum
2.1 Anilin
Anilin merupakan senyawa organik dengan komposisi C6H7N yang
termasuk kedalam senyawa aromatik. Panjang gelombang maksimal anilin adalah
230 nm. Hal ini disebabkan pasangan elektron menyendiri pada NH 2 yang
berinteraksi denagn elektron cincin untuk meningkatkan densitas elektron di
keseluruhan cincin, terutama pada posisi orto dan para dari cincin. Anilin
merupakan bahan kimia yang dapat dibuat dari beberapa macam cara dan bahan,
serta dapat digunakan untuk membuat berbagai macam produk kimia. Di dalam
era industrialisasi saat ini anilin mempunyai peranan penting dan banyak
digunakan sebagai zat pewarna dan karet sintetis dalam dunia industri
(Pramushinta, 2014).
b. Sifat-sifat kimia:
Sifat-sifat fisis:
Tabel 2.2 Sifat Fisis Asam Asetat
Rumus molekul CH3COOH
Berat molekul
60,053 g/gmol
Titik didih normal
117,9 oC
Titik leleh 16,7 oC
Berat jenis
1,051 gr/ml
Suhu kritis 321,6 oC
Tekanan kritis 57,2 atm
Wujud Cair
Warna Jernih
Panas pembakaran 208,34 kkal/mol
Panas penguapan 96,8 kal/gr ( 118 oC )
(Sumber: Hadi, 2011)
a. Sifat-sifat kimia:
- Pembentukan ester
2.3 Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada
minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan Et merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling
awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang
memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang
ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan
minyak bumi.
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar
(Ronquillo, 2010).
Tabel 2.3 Sifat Fisik dan Kimia Etanol
Gambar 2.4 Proses Donor Pasangan Elektron (Fessenden dan Fessenden, 1999)
Karena amina merupakan suatu basa yang lemah maka amina akan mudah
teroksidasi daripada amida. Elektron bebas dari atom Nitrogen dapat berpindah ke
cincin benzena dan meningkatkan rapat elektron didalam cincin terutama pada
posisi orto-para. Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH2
itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom
elekktronegatif. Akibat stabilisasi-resonansi anilina cincin menjadi negatif
sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m-,
dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik; namun posisi
o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi terpaparkan
diatas menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- mengemban muatan negatif
parsial sedangkan posisi m- tidak (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi acylasi atau dapat
pula dengan mereaksikan antara karboksilat dengan menambah agen penghidrasi
untuk menyerap air. Agen penghidrasi ini biasanya menggunakan DDC
(dicyclohexylcarboiimide), karena harga DDC tersebut terlalu mahal, pembuatan
amida biasanya menggunakan reaksi acylasi. Contoh dari suatu amina adalah
anilin (R-NRR), sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida. Amina
akan mudah teroksidasi daripada amida karena amina merupakan suatu basa yang
lemah.
Elektron bebas dari atom nitrogen dapat berpindah ke cincin benzene dan
meningkatkan rapat elektron di dalam cincin terutama pada posisi orto dan para.
Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH 2 itu bersifat
melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif.
Akibat stabilisasi resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian
dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m- dan p-) pada
cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun posisi o- dan p-
lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi yang dipaparkan di atas
menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- memiliki muatan negatif parsial
sedangkan posisi m- tidak (Fessenden dan Fessenden, 1999).
2.6 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh
zat murni atau kristal yang lebih teratur atau murni. Senyawa organik berbentuk
kristal yang diperoleh dari suatu reaksi biasanya tidak murni. Ketidakmurnian
tersebut karena terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang terjadi selama reaksi
sehingga dilakukan pengkristalan kembali dengan mengurangi kadar pengotor.
Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam suatu pelarut
tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi
menggunakan pelarut yang sesuai. Ada dua kemungkinan keadaan dalam
rekristalisasi yaitu pengotir lebih larut daripada senyawa yang dimurnikan, atau
kelarutan pengotor lebih kecil dari pada senyawa yang dimurnikan (Damtith,
1994).
2.7 Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang
digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin
digantikan dengan satu gugus asetil (Tim penyusun, 2013).
Asetanilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak
parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat dan berat molekul
135,16. Gambar struktur molekul asetanilida dapat dilihat pada gambar 2.8
b. Sifat-sifat kimia:
1. Anilin
2. Asetat anhidrat
3. Asam asetat glasial
4. Etanol
5. Aquades
1. Batang pengaduk
2. Cawan Penguap
3. Corong Buchner
4. Erlenmeyer 250 ml
5. Gelas ukur 5 ml
6. Kertas saring
7. Labu didih dasar bulat
8. Penangas air
9. Pipet tetes
10. Pompa vakum
11. Termometer
3.3.1 Perlakuan 1
4.1.2 Rekristalisasi
4.1.3 Pengamatan
Tabel 4.3 Perlakuan 1 dan Pengamatan
No Perlakuan 1 Pengamatan
.
1. Proses Pencampuran Masukkan 3 buah batu didih kedalam labu didih
dasar bulat, serta 4 ml asam asetat glasial dan 3
ml anilin lakukan dilemari asam. Campuran
tersebut menghasilkan larutan yang homogen
dan berwarna coklat.
2. Proses Pemanasan Larutan dipanaskan di penangas air selama 15
menit membentuk larutan berwarna coklat.
3. Proses Kristalisasi Proses ini dilakukan pada wadah berisi es batu,
4.2 Pembahasan
Anilin berwarna coklat dan asam asetat glasial berwarna bening, keduanya
dicampurkan menghasilkan campuran berwarna coklat dan mengeluarkan bau
yang menyengat. Kemudian campuran tersebut dipanaskan selama 45 menit.
Setelah dipanaskan kemudian campuran tersebut didinginkan dalam wadah yang
berisi es untuk membentuk kristal asetanilida. Setelah didinginkan tidak ada
kristal asetanilida yang terbentuk. Hal ini dikarenakan kondisi suhu dan perlakuan
tidak ideal sehingga asetanilida tidak dapat terbentuk. Kristal asetanilida melalui
reaksi antara anilin dan asam asetat glasial akan terbentuk pada kondisi suhu 150-
160oC dan tekanan 2,5 atm. Pada praktikum ini kondisi suhu hanya sekitar 100 oC
(suhu air mendidih) dan tekanannya dibawah 2,5 atm sehingga tidak ada kristal
asetanilida yang terbentuk (Priyatmono, 2008).
Proses pencampuran
Pada proses ini dicampurkan 3 ml anilin berwarna coklat dengan 4 ml asam
asetat anhidrat bening dalam erlenmeyer menghasilkan larutan homogen berwarna
coklat dan menghasilkan panas. Pada reaksi pencampuran anilin dan asam asetat
ini, terjadi reaksi eksoterm sehingga dihasilkannya panas.
Proses pendinginan
Pada proses pendinginan dilakukan pada wadah yang berisi air es. Tujuan
digunakannya es pada pendinginan ini adalah untuk membentuk kristal asetanilida
yang terdapat pada dasar labu. Untuk mempercepat proses pengkristalan maka
dilakukan penggoresan pada dasar labu.
Proses penyaringan
Kristal yang masih basah tadi kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring pada corong Buchner dan pompa vakum, menghasilkan kristal
asetanilida yang berwarna kecoklatan dengan berat gram. Proses penyaringan ini
Proses rekristalisasi
Kristal yang masih kotor tadi kemudian dilarutkan dengan menggunakan
25 ml etanol dan 25 ml aquades. Etanol berfungsi untuk mengikat pengotor yang
masih terdapat pada asetanilida pada hasil kristalisasi sehingga akan timbul
endapan berwarna coklat di permukaan larutan (Synyster,2006).
Proses pendinginan kedua
Larutan didinginkan pada wadah berisi es. Dilakukan goresan pada dasar
erlemeyer untuk mempercepat pembentukan kristal. Kristal yang terbentuk adalah
kristal berwarna putih yang merupakan asetanilida.
Proses penyaringan kedua
Larutan yang berisi kristal kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring pada corong Buchner dan pompa vakum, menghasilkan kristal murni
asetanilida gram dengan yield 48,86% dan konversinya 33,33%. Secara teoritis
konversi 90% dan yield 65%, perbedaan ini terjadi karena faktor volume yang
digunakan untuk membuat asetanilida berbeda.
5.1 Kesimpulan
1. Asetanilida terbentuk melalui reaksi antara anilin dengan asetat anhidra.
2. Berat asetanilida yang diperoleh dari percobaan ini yaitu 2,135 gram,
dengan konversi sebesar 33,33 % dan yield 48,86 %.
5.2 Saran
1. Sebaiknya bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan yang diharapkan
agar hasil maksimum dapat diperoleh.
2. Pengukuran bahan maupun produk harus dilakukan dengan teliti, sehingga
perhitungan data dapat dilakukan dengan akurat.
3. Proses rekristalisasi perlu dilakukan berulang-ulang apabila kristal yang
didapat belum murni.
Daftar Pustaka