Anda di halaman 1dari 26

P2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam asetat atau lebih dikenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah suatu
senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam
yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, eter. Asam asetat
mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang industri dan pangan (Hardoyo,
dkk., 2007). Asam asetat merupakan salah satu produk industri yang banyak
dibutuhkan di Indonesia (Hidayat dan Nurika, 2001). Industri asam asetat
dikembangkan karena begitu luasnya penggunaan asam asetat sebagai bahan
dasar pada industri kimia dasar, pembuatan plastik, industri farmasi, pembuatan
cat, insektisida, bahan kimia untuk fotografi, koagulan latex serta pengasaman
yang baik untuk minyak dan lain-lain. Dalam industri makanan, asam asetat
digunakan sebagai pengatur keasaman. Kebutuhan asam asetat di Indonesia dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Meningkatnya
kebutuhan asam asetat ini belum dapat dipenuhi. Sehingga ketergantungan
terhadap impor dari tahun ke tahun semakin naik (Kurniawati, 2012).
Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat
diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nanas, pulp
kopi, dan air kelapa. Pembuatan asam asetat dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu secara sintesis/khemis dan secara mikrobiologis atau fermentasi, namun
demikian cara fermentasi lebih disukai, karena lebih murah, lebih praktis dan
resiko kegagalan relatif lebih kecil (Hidayat dan Nurika, 2001).

1.2 Rumusan Masalah


Asam asetat merupakan salah satu produk industri yang banyak dibutuhkan di
Indonesia (Hidayat dan Nurika, 2001). Sebagai bahan dasar pada industri kimia
dasar, pembuatan plastik, industri farmasi, pembuatan cat, insektisida, bahan
kimia untuk fotografi, koagulan latex serta pengasaman yang baik untuk minyak
dan lain-lain (Kurniawati, 2012). Maka dari itu, banyak dari peneliti melakukan
percobaan membuat asam asetat dari berbagai jenis bahan baku. Menurut
penelitian Hidayat dan Nurika (2001), pembuatan asam asetat dapat
menggunakan bahan baku dari air kelapa. Tersedianya air kelapa dalam jumlah
besar di Indonesia, yaitu dari 900 juta liter per tahun merupakan potensi yang
belum dimanfaatkan secara maksimal. Saat ini pemanfaatan air kelapa belum
optimal, selain sebagai bahan baku Nata de Coco, air kelapa dapat dibuat cuka
secara tradisional oleh masyarakat. Pemanfaatan sebagai substrat produksi asam

1
P2

asetat perlu dilakukan dan perlu dicari sistem yang efisien sehingga dapat
menangani dalam jumlah limbah yang besar.

1.3 Tujuan Percobaan


1. Membuat asam asetat dengan fermentasi aerob menggunakan sari belimbing.
2. Menentukan kondisi operasi untuk pembuatan asam asetat.

1.4 Manfaat Praktikum


1. Menambah pengetahuan tentang cara pembuatan asam asetat.
2. Menambah wawasan tentang kegunaan asam asetat.
3. Memberikan pengetahuan lebih dalam tentang faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan asam asetat.
4. Menambah pengetahuan tentang mekanisme reaksi pembentukan asam asetat.
5. Memberi informasi tentang starter asam asetat dan kandungannya.

2
P2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asam Asetat


Asam asetat atau lebih dikenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah
suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki
rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, eter. Pada
tekanan atmosferik, titik didihnya 118,1˚C. Asam asetat mempunyai aplikasi
yang sangat luas di bidang industri dan pangan (Hardoyo, dkk., 2007).
Asam asetat (CH3COOH) adalah senyawa kimia asam organik yang
dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka
memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk
CH3COOH. Asam asetat murni disebut asam asetat glasial adalah cairan
higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Asam asetat
merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana setelah asam
formiat. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah,
artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam
asetat merupakan gabungan hybrid dalam bentuk ester dan dianggap
terbentuk dari carbonyl oksigen. Metode esterifikasi, reaksi asam asetat
dengan memakai katalis asam anorganik sangat baik dipakai sebagai katalis
pada reaksi esterifikasi (Fessenden & Fessenden, 1992) dalam (Kurniawati,
2012).

2.2 Karakteristik Asam Asetat


a. Sifat Fisika
Sifat fisika dari asam asetat adalah berbentuk cairan jernih, tidak
berwarna, berbau menyengat, berasa asam mempunyai titik beku 16,6°C,
titik didih 118,1°C dan larut dalam alkohol, air, dan eter. Asam asetat tidak
larut dalam karbon disulfida. Asam asetat dibuat dengan fermentasi
alkohol oleh bakteri Acetobacter aceti pembuatan dengan cara ini biasa
digunakan dalam pembuatan dalam cuka makanan (Sarsojoni,1996). Asam
asetat mempunyai rumus molekul CH3COOH dan bobot molekul 60,05
gram/mol (Depkes RI, 1995).

3
P2

b. Sifat Kimia
Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0 %b/b dan tidak lebih
dari 37,0 %b/b C2H4O2. Asam asetat mudah menguap diudara terbuka,
mudah terbakar, dan dapat menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat
larut dalam air dengan suhu 20oC, etanol (9,5%) pekat, dan gliserol pekat.
Asam asetat jika diencerkan tetap bereaksi asam. Penetapan kadar asam
asetat biasanya menggunakan basa natrium hidroksida, dimana 1ml
natrium hidroksida 1N setara dengan 60,05 mg CH3COOH (Depkes RI,
1994).

2.3 Kegunaan Asam Asetat


Kegunaan asam asetat menurut Awad et al. (2012) dalam Surtiyani (2015)
yaitu:
a. Industri Makanan
Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur
keasaman, pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan, serta untuk
menambah rasa sedap pada masakan.
b. Pereaksi Kimia
Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan
berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia
digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (Vinyl
Acetate Monomer, VAM).
c. Industri Bahan Kimia
Asam asetat merupakan bahan yang berguna bagi produksi bahan
kimia. Asam asetat digunakan untuk memproduksi anhidrida asetat,
aspirin, dan ester.
d. Bidang Kesehatan
Di bidang kesehatan, dalam konsentrasi rendah asam asetat digunakan
sebagai antiseptik, antibakteri, dan deodorant alami yaitu zat penghilang
bau. Antiseptik adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh
pertumbuhan jasad renik seperti bakteri dan jamur pada jaringan hidup.
Antibakteri adalah senyawa kimia alami yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Setyaningsih et al., 2013).
e. Penghilang Bau Anyir Produksi Perikanan
Asam asetat merupakan hasil fermentasi etanol menggunakan A. aceti.
Asam asetat merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai penghilang
bau anyir pada pasca produksi perikanan (Poernomo et al., 2004).

4
P2

2.4 Mekanisme Reaksi Pembentukan Asam Asetat


Menurut Roth (2009), asam asetat dapat dihasilkan dari senyawa
C2H5OH (etanol) atau buah buahan yang mengandung senyawa tersebut
melalui proses oksidasi biologis yang menggunakan mikroorganisme. Etanol
dioksidasikan menjadi acetaldehid dan air. Asetaldehid dihidrasi yang
kemudian dioksidasi menjadi asam asetat dan air.
Mekanisme pembentukan asam asetat yaitu :
Bakteri asam asetat dapat menggunakan oksigen sebagai penerima
elektron, urutan reaksi oksidasi biologis mengikuti pemindahan hidrogen dari
substrat etanol. Enzim etanol dehidrogenase dapat melakukan reaksi ini
karena mempunyai sistem sitokhrom yang menjadi kofaktornya. Bakteri
bakteri asam asetat, khususnya dari genus Acetobacter adalah
mikroorganisme aerobik yang mempunyai enzim intraselular yang
berhubungan dengan sistem bioksidasi mempergunakan sitokhrom sebagai
katalisatornya. Reaksi:
1 Oksidasi
CH3CH2OH + 2 O2 CH3CHO + H2O
Hidrasi
CH3CHO + H2O CH3CH(OH)2
1 Oksidasi
CH3CH(OH)2 + 2 O2 CH3COOH + H2O

2.5 Faktor-faktor yang Diperhatikan dalam Pembuatan Asam Asetat


Faktor-faktor yang diperhatikan dalam pembuatan asam asetat menurut
Waluyo (2005) dalam Surtiyani (2015) yaitu :
a. Jumlah A. aceti
Jumlah A. aceti yang terlibat selama proses fermentasi etanol
menjadi asam asetat sangat berpengaruh terhadap kecepatan proses
fermentasi. Jumlah A. aceti yang digunakan dalam proses fermentasi ini
berkisar antara 5-15% dari jumlah media fermentasi. Berdasarkan hasil
penelitian Effendi (2002), jumlah A. aceti yang paling baik dalam proses
fermentasi etanol menjadi asam asetat adalah 10% dari volume media
fermentasi.
b. pH
Proses fermentasi etanol menjadi asam asetat dapat berjalan dengan
baik pada pH optimal antara 5,4-6,3. Pada pH yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan A. aceti mengalami kerusakan sel dan pada pH rendah A.
aceti akan mengalami inaktif, akibatnya proses fermentasi tidak akan
berlangsung (Bergey’s, 1994).

5
P2

c. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
fermentasi. Setiap mikroorganisme memiliki suhu maksimal, minimal
dan optimal.Suhu pertumbuhan A. aceti berkisar antara 5o-42oC dan suhu
optimal berkisar antara 25o-30oC. Berdasarkan hasil penelitian Fahmi
(2012), suhu yang paling baik selama proses fermentasi yaitu 25oC.
d. Udara
Fermentasi untuk menghasilkan asam asetat berlangsung secara
aerob obligatif yaitu menggunakan oksigen untuk pertumbuhan A. aceti.
A. aceti tidak akan tumbuh jika tidak terdapat oksigen sehingga proses
fermentasi tidak akan berlangsung (Buckle et al., 2010).
e. Nutrisi
A. aceti membutuhkan nutrisi untuk melakukan fermentasi etanol
menjadi asam asetat. Nutrisi pada media fermentasi adalah zat-zat yang
mengandung fosfor dan nitrogen seperti: super phosphat, amonium
sulfat, amonium phosphat, urea, dan magnesium sulfat. A. aceti
membutuhkan unsur C, H, O, N, dan P dalam jumlah besar. Jika
kekurangan unsur C, H, O, N, dan P maka A. aceti tidak akan tumbuh
dan berkembang biak dengan baik (Dewati, 2008).

2.6 Pembuatan Asam Asetat Secara Sintetis dan Fermentasi


a. Pembuatan Asam Asetat Secara Sintetis (Proses Monsanto)
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik perusahaan
Monsanto di Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat
dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam
asetat menggunakan metode ini ialah metanol. Prinsip pembuatannya
ialah metanol direaksikan dengan gas CO menghasilkan asam asetat
difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam asetat dengan
teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis
iodinepromoted kobalt, namun kurang efektif dalam hal biaya karena
katalis ini bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2.
Sedangkan katalis rhodium bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2
Katalis rhodium menghasilkan asam asetat sampai 99 % sedangkan
katalis iodinepromoted kobalt hanya sekitar 90 % saja. Proses yang
terjadi adalah pertama metanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan
direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk
mempromosikan konversi methanol menjadi metil iodide :
MaOH + HI  MeI + H2O

6
P2

Setelah metil iodide telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis.


Siklus katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodide ke
dalam [Rh(CO)2I2]-sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-.
Kemudian dengan cepat CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk
kompleks. Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas
CO berkoordinasi sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-
alkil kemudian membentuk ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III).
Dengan terbentuknya kompleks maka gugus CH3COI mudah lepas.
Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis
rhodium yang terpisah. Ditangki ini bekerja suhu 1500C – 2000C dan
tekanan 30-60 atm. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis
dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI. Dimana HI yang
terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi metanol menjadi
MeI yang akan masuk dalam proses reaksi dan melanjutkan siklus.
Sedangkan asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurnian
untuk dipisahkan dari pengotor yang mungkin ada seperti asam
propionate. Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi (Roth, 2009).
b. Pembuatan Asam Asetat Secara Fermentasi
Asam asetat dapat dihasilkan dari senyawa C2H5OH (etanol) atau
buah-buahan yang mengandung senyawa tersebut melalui proses oksidasi
biologis yang menggunakan mikroorganisme. Etanol dioksidasikan
menjadi asetaldehid dan air. Asetaldehid dihidrasi yang kemudian
dioksidasi menjadi asam asetat dan air. Mekanisme pembentukan asam
asetat yaitu bakteri asam asetat dapat menggunakan oksigen sebagai
penerima elektron, urutan reaksi oksidasi biologis mengikuti pemindahan
hidrogen dari substrat etanol. Enzim etanol dehidrogenase dapat
melakukan reaksi ini karena mempunyai sistem sitokhrom yang menjadi
kofaktornya. Bakteri bakteri asam asetat, khususnya dari genus
acetobacter adalah mikroorganisme aerobik yang mempunyai enzim
intraselular yang berhubungan dengan sistem bioksidasi mempergunakan
sitokhrom sebagai katalisatornya (Roth, 2009). Reaksi:

Oksidasi
CH3CH2OH + 2 O2 CH3CHO + H2O
Hidrasi
CH3CHO + H2O CH3CH(OH)2
Oksidasi
CH3CH(OH)2 + 2 O2 CH3COOH + H2O

7
P2

2.7 Starter Asam Asetat dan Kandungannya


Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang
siap diinokulasikan dengan biakan murni. Pada pembuatan asam asetat
dipergunakan starter air kelapa tua dan air legen. Air kelapa tua adalah air
yang mempunyai potensi yang baik untuk dibuat menjadi minuman
fermentasi, karena kandungan zat gizinya, yang kaya akan nutrisi yaitu,
protein, lemak, karbohidrat, kalsium, dan relatif lengkap sehingga sangat baik
untuk pertumbuhan bakteri penghasil produk pangan. Air legen adalah air
nira kelapa, yang kaya akan nutrisi yaitu, karbohidrat, glukosa, fruktosa,
kalsium, fosfor, vitamin C. Dengan kandungan tersebut, air legen sangat baik
untuk pertumbuhan bakteri penghasil produk pangan.
Menurut Palungkun (1992) dalam Indrianti (2012), kandungan air kelapa
tua adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kandungan Air Kelapa Tua
Sumber air kelapa (dalam 100 g) Air kelapa muda Air kelapa tua
Kalori 17,00 kkal 18,50 kkal
Protein 0,20 g 0,14 g
Lemak 1,00 g 1,50 g
Karbohidrat 3,80 g 3,60 g
Kalsium 15,00 g -
Fosfor 8,00 g 6,90 g
Besi 0,20 g -
Asam askorbat 1,00 g -
Air 95,50 g 91,50 g
Bagian yang dapat dimakan 100 g -

Menurut Rumokoi (1990) dalam Mataliuk (2016), kandungan air legen


adalah sebagai berikut.
Tabel 2.2 Kandungan Air Legen
Komponen Kandungan (%)
Karbohidrat 11,18
Glukosa 3,61
Fruktosa 7,48
Protein 0,28
Lemak kasar 0,01
Abu 0,35
Kalsium (Ca) 0,06

8
P2

Fosfor (P2O5) 0,07


Vitamin C 0,01
Air 89,23
pH 6.00 - 6.40

2.8 Kandungan Buah Belimbing


Menurut USDA Nutrient Database (2010) dalam Heruwati (2011),
kandungan buah belimbing adalah sebagai berikut.
Tabel 2.3 Kandungan Buah Belimbing
Nutrisi Satuan Kadar
Air g 91,38
Energi kkal 31
Protein g 1,04
Lemak g 0,33
Karbohidrat g 6,73
Diet serat g 2,8
Gula g 3,98
Kadar abu g 0,52
Kalsium mg 3,00
Besi mg 0,08
Fosfor mg 12
Seng mg 10
Vitamin C mg 34,4
Folat µg 12
Asam pantotenat mg 0,39
Vitamin B1 mg 0,03
Vitamin B2 mg 0,02
Kalium mg 133

9
P2

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Rancangan Percobaan


3.1.1 Skema Rancangan Percobaan

Pembuatan Starter dari Air Kelapa Persiapan Bahan dari Sari


Tua dan Air Legen Buah Belimbing

Pembuatan Asam Asetat


dengan Fermentasi Aerob
Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan Asam Asetat
3.1.2. Variabel Operasi
1. Variabel Kontrol
a. Ragi roti 0,5% W/W = 10,24 gram
b. Waktu aerasi 7 hari
c. pH persiapan bahan 4
d. pH pembuatan starter 7
e. Air kelapa tua 300 ml
f. Air legen 300 ml
g. Alkohol (etanol) @10 ml
h. Sukrosa 5 gram
2. Variabel Bebas
Sari buah belimbing sebagai variabel tetap
Tabel 3.1 Variabel berubah yang digunakan dengan sari buah
belimbing sebagai variabel tetap
Starter Air
SB (ml) Alkohol (%SB) Kelapa Tua dan
Air Legen (%SB)
200 5 10
200 5 20
200 5 30
200 5 40
3. Variabel Terikat
Densitas, pH, volume titran yang dibutuhkan, dan volume total

10
P2

3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1. Bahan yang Digunakan
a. Sari buah belimbing 800 ml x 2 = 1600 ml
b. Air kelapa tua 300 ml
c. Air legen 300 ml
d. Aquadest
e. Alkohol (etanol) @10 ml
f. Indikator PP @3 tetes
g. NaOH 0,05 N
h. Sukrosa 5 gram
i. Ragi roti 0,5% W/W = 10,24 gram
j. Glukosa anhidris @10 gram

3.2.2. Alat yang Digunakan


a. Erlenmeyer
b. Gelas ukur
c. Beaker glass
d. Buret, statif, klem
e. Aerator
f. Pipet tetes
g. Kompor listrik
h. Pengaduk
i. Indikator pH
j. Picnometer
k. Timbangan
l. Termometer

3.3 Gambar Alat


Tabel 3.2 Gambar alat
No. Nama Alat Gambar Alat

Erlenmeyer
1.

11
P2

Gelas ukur
2.

Beaker glass
3.

Buret, Statif, dan Klem


4.

5. Aerator

6. Pipet tetes

Kompor listrik
7.

Pengaduk
8.

12
P2

Indikator pH
9.

Picnometer
10.

11. Timbangan

12. Termometer

3.4 Prosedur Praktikum


1. Pembuatan Starter
a. Sterilisasi peralatan yang akan digunakan dengan menyemprotkan
alkohol.
b. Air kelapa tua dan air legen dipanaskan dalam beaker glass pada suhu
60˚C selama 30 menit kemudian didinginkan hingga 30˚C.
c. Tambahkan glukosa anhidris @10 gram dan alkohol (etanol) @10 ml,
atur pH = 7 dengan menggunakan HCl atau NaOH.
d. Masukkan ke dalam erlenmeyer, tutup rapat menggunakan aluminium
foil, pasang selang aerator.
e. Lakukan aerasi selama 7 hari dan jaga aerasi berjalan lancar.
2. Persiapan Bahan
a. Sterilisasi peralatan yang akan digunakan dengan menyemprotkan
alkohol.
b. Sari buah belimbing dipanaskan dalam beaker glass pada suhu 60˚C
selama 30 menit, kemudian didinginkan hingga suhu 30˚C.
c. Tambahkan sukrosa 5 gram dan atur pH 4 dengan menggunakan HCl
atau NaOH.
d. Tambahkan ragi roti sebanyak 10,24 gram.
e. Lakukan fermetasi anaerob selama 7 hari.
3. Pembuatan Asam Asetat

13
P2

a. Mengukur volume sari buah belimbing @200 ml, alkohol 5%SB, dan
starter pada variabel 1 10%SB, variabel 2 20%SB, variabel 3 30%SB,
dan variabel 4 40%SB.
b. Memasukkan sari buah belimbing ke dalam erlenmeyer.
c. Menambahkan alkohol ke dalam sari buah sebagai media fermentasi.
d. Mengatur pH 5 fermentasi sesuai dengan variabel.
e. Mencampurkan starter ke dalam media sesuai dengan variabel.
f. Mengukur volume awal, densitas awal, serta kadar asam awal dengan
titrasi asam basa (catat volume titran) dan pH.
g. Lakukan aerasi.

14
P2

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Fenomena Perubahan Densitas terhadap Fermentasi Asam Asetat


1.02
Densitas (gr/ml) 1.015
1.01
1.005 Variabel
Variabel 1I
1 Variabel
Variabel 2 II
0.995 Variabel
Variabel 3 III
0.99 Variabel
Variabel 4 IV
0.985
0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (hari)

Gambar 4.1 Hubungan densitas terhadap waktu fermentasi pada sari buah
belimbing dengan starter air kelapa tua
1.03
1.025
Densitas (gr/ml)

1.02
1.015 Variabel
Variabel5V
1.01 Variabel6VI
Variabel
1.005 Variabel7VII
Variabel
1 Variabel8VIII
Variabel
0.995
0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (hari)

Gambar 4.2 Hubungan densitas terhadap waktu fermentasi pada sari buah
belimbing dengan starter air legen
Pada gambar 4.1 merupakan grafik hubungan densitas terhadap waktu
fermentasi pada sari buah belimbing dengan starter air kelapa tua, sedangkan
gambar 4.2 merupakan grafik hubungan densitas terhadap waktu fermentasi
pada sari buah belimbing dengan starter air legen. Pada variabel II, III, dan IV
dengan starter air kelapa tua diperoleh densitas yang semakin besar selama
fermentasi, sedangkan pada variabel IV, kenaikan densitas terjadi hingga hari
ke-3 lalu turun pada hari ke-4. Pada variabel dengan starter air legen yaitu
variabel V, terjadi kenaikan densitas hingga hari ke-4, sedangkan pada variabel
VI, VII, VIII, densitas naik hingga hari ke-3 lalu turun pada hari ke-4.
Menurut Hasfita, dkk. (2015), semakin lama waktu fermentasi dan semakin
banyak starter, maka semakin banyak asam asetat yang dihasilkan. Pengaruh
banyaknya jumlah starter yang ditambahkan sangat mempengaruhi hasil densitas

15
P2

pada asam asetat, dimana semakin banyak jumlah filtrat yang digunakan maka
densitas yang diperoleh semakin meningkat. Semakin banyak starter, maka
semakin baik pembentukan pembentukan asam asetat yang terjadi.
Berdasarkan percobaan dan teori hal ini dapat disimpulkan bahwa, hasil
percobaan tidak sesuai dengan teori pada hari keempat pada variabel 4, 6, 7, dan
8. Hal ini dikarenakan bakteri pada asam asetat sudah mencapai fase kematian.
Fase-fase hidup bakteri pada umumnya meliputi, adaptasi, log (pertumbuhan
eksponensial), stationer, kematian (Sharah, dkk., 2015). Dengan masuknya
bakteri ke fase kematian, hal ini mengakibatkan densitas pada asam asetat
variabel 4, 6, 7, dan 8 mengalami penurunan.

4.2 Fenomena Perubahan Volume Total terhadap Fermentasi Asam Asetat


350
300
Volume total (ml)

250
200 Variabel I
150 Variabel II
100 Variabel III
50 Variabel IV
0
1 2 3 4 5
Waktu (hari ke-)

Gambar 4.3 Hubungan waktu fermentasi terhadap volume total pada starter air
kelapa tua
350
300
Volume total (ml)

250
200 Variabel V
150 Variabel VI
100 Variabel VII
50 Variabel VIII
0
1 2 3 4 5
Waktu (hari ke-)

Gambar 4.4 Hubungan waktu fermentasi terhadap volume total pada starter air legen
Pada gambar 4.3, diperoleh hubungan waktu fermentasi dan volume total
pada starter air kelapa tua. Hasil menunjukkan bahwa semakin lama waktu
fermentasi maka volume total akan semakin berkurang. Volume total (ml)
variabel I dari hari ke-1 hingga hari ke-4 berturut-turut sebesar 230; 210; 140;
100, variabel II sebesar 250; 238; 184; 155, variabel III sebesar 290; 264; 250;
224, variabel IV sebesar 230; 190; 160; 120. Penurunan volume total juga terjadi

16
P2

pada starter air legen. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu
fermentasi maka volume total akan semakin berkurang. Volume total (ml)
variabel V dari hari ke-1 hingga hari ke-4 berturut-turut sebesar 230; 190; 160;
120, variabel VI sebesar 250; 210; 180; 134, variabel VII sebesar 270; 234; 210;
170, dan variabel VIII sebesar 290; 248; 220; 184.
Menurut Kwartiningsih dan Mulyati (2005), dalam pengolahan vinegar
(asam asetat), terjadi 2 kali fermentasi yaitu fermentasi pembentukan alkohol
dilanjutkan dengan fermentasi pembentukan asam asetat. Pada fermentasi
pembentukan alkohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae terjadi
perombakan glukosa menjadi alkohol (etanol) dan gas CO2 secara anaerob.
Kemudian etanol yang terbentuk difermentasi menjadi asam asetat dan air
dengan bakteri Acetobacter aceti secara aerob. Asam asetat yang terbentuk dapat
teroksidasi atau terombakkan oleh oksigen dari udara menjadi CO2 dan H2O.
Teori diatas mengindikasikan bahwa selama proses fermentasi terjadi
pengubahan etanol menjadi asam asetat. Pada starter air kelapa tua maupun air
legen terjadi penurunan volume total larutan selama proses fermentasi. Hal ini
dikarenakan asam asetat yang terbentuk lebih lanjut akan mengalami oksidasi
oleh oksigen dari udara menjadi CO2 yang terlepas ke udara. Sehingga terjadi
penurunan volume total larutan.

4.3 Fenomena Perubahan pH terhadap Fermentasi Asam Asetat


6
5
4 Variabel 1
pH

3
Variabel 2
2
1 Variabel 3
0 Variabel 4
0 2 4 6
Hari

Gambar 4.5 Hubungan pH terhadap waktu fermentasi pada sari buah belimbing
dengan starter air kelapa tua

17
P2

4
Variabel 5

pH
3
Variabel 6
2
Variabel 7
1
Variabel 8
0
0 1 2 3 4 5
Hari

Gambar 4.6 Hubungan pH terhadap waktu fermentasi pada sari buah belimbing
dengan starter air legen
Pada gambar 4.5 merupakan grafik hubungan pH terhadap waktu fermentasi
pada sari buah belimbing dengan starter air kelapa tua, sedangkan gambar 4.6
merupakan grafik hubungan pH terhadap waktu fermentasi pada sari buah
belimbing dengan starter air legen. Pada variabel 1 sampai dengan 4 dilakukan
perbedaan penambahan jenis starter air kelapa tua yaitu 10%, 20%, 30%, dan
40%. Pada variabel 5 sampai dengan 8 dilakukan perbedaan penambahan jenis
starter air legen yaitu 10%, 20%, 30%, dan 40%. Pada hari pertama, pH tiap
variabel memiliki pH yang sama yaitu 5. Pada hari kedua, pH semua variabel
tetap yaitu pH 5. Pada hari ketiga, terjadi penurunan pH dan tidak terjadi
penurunan maupun kenaikan atau pH tetap, penurunan pH terjadi pada variabel
4, 7, dan 8 menjadi pH 4. Pada hari keempat, terjadi penurunan pH dan tidak
terjadi penurunan maupun kenaikan atau pH tetap, penurunan pH terjadi pada
variabel 1, 2, 3, 5, dan 6 menjadi pH 4 dan variabel 4, 7, dan 8 pH nya tetap
yaitu 4.
Menurut Ningtyas (2015), semakin lama fermentasi maka pH medium
semakin menurun. Penurunan pH terjadi secara berangsur-angsur. Hal ini
dimungkinkan karena kadar sukrosa dalam media masih tersedia, sehingga
mikroorganisme didalam media masih bisa memetabolisme menjadi asam
organik (asam asetat). Asam-asam organik tersebut meningkat jumlahnya dan
berakibat penurunan pH media. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah ion H+,
sehingga media akan semakin asam.
Berdasarkan teori dengan percobaan, hal ini sesuai sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin lama fermentasi maka pH akan semakin menurun.

18
P2

4.4 Pengaruh Jenis Starter terhadap Fermentasi Asam Asetat


0.35%
0.30%

Kadar Asam Asetat


0.25%
0.20%
0.15% Variabel I
0.10% Variabel V
0.05%
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi

Gambar 4.7 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel I
(starter air kelapa tua) dan variabel V (starter air legen)
0.35%
0.30%
Kadar Asam Asetat

0.25%
0.20%
0.15% Variabel II
0.10% Variabel VI
0.05%
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi

Gambar 4.8 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel II
(starter air kelapa tua) dan Variabel VI (starter air legen)
0.45%
0.40%
Kadar Asam Asetat

0.35%
0.30%
0.25%
0.20% Variabel III
0.15%
Variabel VII
0.10%
0.05%
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi

Gambar 4.9 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel III
(starter air kelapa tua) dan variabel VII (starter air legen)

19
P2

0.60%

0.50%

Kadar Asam Assetat


0.40%

0.30%
Variabel IV
0.20%
Variabel VIII
0.10%

0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi

Gambar 4.10 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel
IV (starter air kelapa tua) dan variabel VIII (starter air legen)
Gambar 4.7, 4.8, 4.9, dan 4.10 merupakan perbandingan kadar asam asetat
terhadap waktu fermentasi pada variabel I sampai dengan VIII. Pada variabel I
sampai dengan IV menggunakan starter air kelapa tua dan variabel V sampai
dengan VIII menggunakan starter air legen. Berdasarkan gambar 4.7 kadar asam
asetat pada variabel I menggunakan starter air kelapa tua berturut-turut sebesar
0,15%; 0,19%; 0,18%; dan 0,30%. Sedangkan pada variabel V menggunakan
starter air legen berturut-turut sebesar 0,15%; 0,18%; 0,18%; dan 0,24%.
Berdasarkan gambar 4.8 kadar asam asetat pada variabel II menggunakan starter
air kelapa tua berturut-turut sebesar 0,25%; 0,24%; 0,24%; dan 0,33%.
Sedangkan pada variabel VI menggunakan starter air legen berturut-turut sebesar
0,18%; 0,21%; 0,27%; dan 0,30%. Berdasarkan gambar 4.9 kadar asam asetat
pada variabel III menggunakan starter air kelapa tua berturut-turut sebesar
0,18%; 0,24%; 0,27%; dan 0,36%. Sedangkan pada variabel VII menggunakan
starter air legen berturut-turut sebesar 0,21%; 0,24%; 0,36%; dan 0,39%.
Berdasarkan gambar 4.10 kadar asam asetat pada variabel IV menggunakan
starter air kelapa tua berturut-turut sebesar 0,18%; 0,30%; 0,36%; dan 0,43%.
Sedangkan pada variabel VIII menggunakan starter air legen berturut-turut
sebesar 0,24%; 0,33%; 0,42%; dan 0,49%. Dapat dilihat pada gambar 4.7 dan
4.8 bahwa kadar asam asetat dengan penambahan starter air kelapa tua lebih
tinggi daripada, kadar asam asetat dengan penambahan starter air legen.
Sedangkan pada gambar 4.9 dan 4.10, memiliki kadar asam asetat dengan
penambahan starter air kelapa tua lebih rendah daripada kadar asam asetat
dengan penambahan starter air legen.
Pada gambar 4.7 dan 4.8, kadar asam asetat dengan penambahan starter air
kelapa tua lebih tinggi daripada, kadar asam asetat dengan penambahan starter
air legen. Pada gambar 4.9 dan 4.10, kadar asam asetat dengan penambahan
starter air kelapa tua lebih rendah daripada, kadar asam asetat dengan

20
P2

penambahan starter air legen. Menurut Rumokoi (1990) dalam Mataliuk (2016),
kandungan glukosa pada air legen sebesar 3,61%, dan menurut Astuti (2011),
kandungan glukosa pada air kelapa tua sebesar 1,7 – 2,6%. Dapat disimpulkan
bahwa kandungan glukosa pada air legen lebih besar dari kandungan glukosa
ada air kelapa tua. Menurut Wahyu (2005) dalam Surtiyani (2015), faktor utama
yang mempengaruhi fermentasi etanol menjadi asam asetat adalah nutrisi.
Nutrisi yang dimaksud disini adalah starter yang ditambahkan selama proses
fermentasi. Jenis starter yang ditambahkan adalah air kelapa tua dan air legen.
Selama proses fermentasi, mikroorganisme Acetobacter aceti sangat
membutuhkan nutrisi dalam jumlah besar. Unsur-unsur nutrisi yang diperlukan
yaitu C, H, O, N, dan P. Unsur tersebut dapat terpenuhi melalui kandungan
glukosa yang dimiliki oleh starter air kelapa tua dan air legen. Semakin tinggi
kadar glukosa yang dimiliki oleh starter, maka semakin tinggi juga kadar asam
asetatnya yang dihasilkan. Jika kadar glukosa yang terlalu tinggi bila
ditambahkan ke dalam suatu bahan, menyebabkan air dalam bahan menjadi
terikat sehingga menurunkan aktivitas air dan tidak dapat digunakan oleh
mikroba (Estiasih dan Ahmadi, 2009 dalam Arlita, dkk., 2013).
Dapat disimpulkan bahwa pada gambar 4.7 dan 4.8 tidak sesuai dengan teori
yang ada. Kadar asam asetat dengan penambahan starter air kelapa tua lebih
tinggi dari kadar asam asetat dengan penambahan starter air legen dikarenakan,
kadar glukosa air legen yang terlalu tinggi dapat menurunkan aktivitas air dan
tidak dapat digunakan oleh mikroba dalam proses fermentasi. Pada gambar 4.9
dan 4.10 sudah sesuai dengan teori yang ada. Kadar asam asetat dengan
penambahan starter air kelapa tua lebih rendah dari kadar asam asetat dengan
penambahan starter air legen dikarenakan, semakin tinggi kadar glukosa yang
dimiliki starter, maka semakin tinggi juga kadar asam asetat yang dihasilkan.
Kandungan glukosa air legen yang tinggi, dapat menghasilkan kadar asam asetat
yang lebih tinggi, dibandingkan kadar asam asetat dengan penambahan air
kelapa tua.

21
P2

4.5 Pengaruh Jumlah Starter terhadap Fermentasi Asam Asetat


0.50%

Kadar Asam Asetat


0.40%

0.30% Variabel I

0.20% Variabel II
Variabel III
0.10%
Variabel IV
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi

Gambar 4.11 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi dengan
penambahan starter air kelapa tua
0.60%
0.50%
Kadar Asam Asetat

0.40%
Variabel V
0.30%
Variabel VI
0.20%
Variabel VII
0.10%
Variabel VIII
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi

Gambar 4.12 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi dengan
penambahan starter air legen
Gambar 4.11 dan 4.12 merupakan hubungan antara kadar asam asetat yang
dihasilkan pada berbagai variabel penambahan starter terhadap waktu fermentasi
asam asetat. Variabel I ditambahkan 10% starter air kelapa tua, variabel II
ditambahkan 20% starter air kelapa tua, variabel III ditambahkan 30% starter air
kelapa tua, variabel IV ditambahkan 40% starter air kelapa tua, variabel V
ditambahkan 10% starter air legen, variabel VI ditambahkan 20% starter air
legen, variabel VII ditambahkan 30% starter air legen, dan variabel VIII
ditambahkan 40% starter air legen. Terlihat bahwa seiring dengan meningkatnya
waktu fermentasi maka akan semakin banyak asam asetat yang dihasilkan.
Kadar asam asetat variabel I, II, III, IV, V, VI, VII, dan VIII pada hari ke-4
fermentasi berturut-turut sebesar 0,30%; 0,33%; 0,36%; 0,43%; 0,24%; 0,30%;
0,39%; dan 0,49%. Dapat dilihat bahwa variabel IV dengan penambahan starter
air kelapa tua dan variabel VIII dengan penambahan starter air legen memiliki
kadar asam asetat pada hari ke-4 fermentasi yang paling tinggi sebesar 0,43%
dan 0,49%. Serta pada variabel I dengan penambahan starter air kelapa tua dan

22
P2

variabel V dengan penambahan starter air legen memiliki kadar asam asetat pada
hari ke-4 fermentasi yang paling rendah sebesar 0,30% dan 0,24%.
Menurut Stanbury, dkk. (1995) dalam Palimbong (2017) menyatakan bahwa
semakin banyak jumlah starter yang ditambahkan maka akan semakin banyak
pula asam asetat yang dihasilkan. Serta jumlah total inokulum yang baik harus
sebanding dengan jumlah substratnya hal itu agar tidak terjadi kompetisi antara
mikroorganisme dalam memanfaatkan nutrisi (substrat) yang ada (Khoirul, 2004
dalam Palimbong, 2017).
Teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah starter yang
ditambahkan maka akan semakin banyak pula asam asetat yang dihasilkan, hal
itu sesuai dengan hasil praktikum fermentasi asam asetat pada semua variabel.

23
P2

BAB V
PENUTUP

3.5 Kesimpulan
1. Fenomena perubahan densitas terhadap fermentasi asam asetat adalah
semakin lama waktu fermentasi, maka densitas yang diperoleh semakin
meningkat, dikarenakan semakin banyak jumlah filtrat yang digunakan.
2. Fenomena perubahan volume total terhadap fermentasi asam asetat
adalah semakin lama waktu fermentasi, maka volume total yang
diperoleh semakin menurun, dikarenakan asam asetat yang terbentuk
lebih lanjut akan mengalami oksidasi oleh oksigen dari udara menjadi
CO2 yang terlepas ke udara.
3. Fenomena perubahan pH terhadap fermentasi asam asetat adalah
semakin lama waktu fermentasi, maka pH yang diperoleh semakin
menurun, dikarenakan meningkatnya jumlah ion H+, sehingga media
akan semakin asam.
4. Pengaruh jenis starter terhadap fermentasi asam asetat adalah semakin
tinggi kadar glukosa yang dimiliki starter, maka semakin tinggi juga
kadar asam asetat yang dihasilkan.
5. Pengaruh jumlah starter terhadap fermentasi asam asetat adalah semakin
banyak jumlah starter yang ditambahkan, maka akan semakin banyak
pula asam asetat yang dihasilkan.

5.2 Saran
1. Mensterilkan wadah fermentasi, dengan penyemprotan menggunakan
alkohol, untuk menghindari kontaminasi.
2. Ketika proses aerasi berlangsung, pastikan gelembung udara dihasilkan
dalam sampel.
3. Menjaga kerapatan penutup sampel fermentasi anaerob, agar tidak
kemasukan udara.

24
P2

DAFTAR PUSTAKA

Aditiwati, P. dan Kusnadi. 2003. Kultur Campuran dan Faktor Lingkungan


Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi “Tea-Cider”.
Bandung. Departemen Biologi – FMIPA Institut Teknologi Bandung.
Arlita, M.A., Waluyo, S., dan Warji. 2013. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi
terhadap Penyerapan Larutan Gula pada Bengkuang (Pachyrrhizus
erosus). Lampung. Mahasiswa S1 dan Staf Pengajar Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Astuti, E.P. 2011. Pengaruh Penambahan Ekstrak Air dari Gambir terhadap
Kadar Gula Reduksi, Derajat Keasaman (pH) dan Total Asam Air
Kelapa Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Surakarta. Program Studi
S1 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Hardoyo, Hartono, Musa, Primarini, D., dan Tjahjono, A.E. 2007. Kondisi
Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan Acetobacter aceti
B166. Lampung. Balai Besar Teknologi Pati Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi FMIPA Universitas Lampung.
Hasfita, F., Devi, A.S., dan Maulinda, L. 2015. Pemanfaatan Buah Seri
(Muntingia Calabura L) Untuk Pembuatan Asam Asetat Menggunakan
Bakteri Acetobacter Xylinum. Aceh. Jurusan Teknik Kimia Universitas
Malikussaleh.
Heruwati, I. 2011. Deteksi Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa
carambola L.) yang disimpan pada Suhu Rendah dengan Nir
Spectroscopy. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Hidayat, N., dan Nurika, I. 2001. Pembuatan Asam Asetat dari Air Kelapa
Secara Fermentasi Kontinyu Menggunakan Kolom Bio-Oksidasi
(Kajian dari tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi).
Malang. Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Indrianti, N. 2012. Optimasi Parameter Proses Pembuatan Nata de Coco dari
Air Kelapa Menggunakan Statistical Experimental Design. Purwokerto.
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Kurniawati, D.S. 2012. Pabrik Acetic Acid dari Butana Cair dengan Proses
Oksidasi. Surabaya. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi
Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

25
P2

Kwartiningsih, E., dan Mulyati, N.S. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas
Menjadi Vinegar. Surakarta. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
UNS.
Mataliuk, B. 2016. Pengaruh Penambahan Sumber Makanan Bioaktivator yang
Berbeda terhadap Kualitas Kompos Feses Sapi. Pekanbaru. Program
Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim.
Ningtyas, R.N. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi dan Jumlah Inokulum
terhadap Karakteristik Kimia dan Potensi Antibakteri Teh Kombucha
dari Air Rebusan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Malang.
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Palimbong, S. 2017. Pengaruh Konsentrasi Acetobacter aceti dan Lama
Fermentasi terhadap Total Asam Cairan Fermentasi Pepaya Burung
(Carica papaya, L.). Salatiga. Program Studi Teknologi Pangan,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya
Wacana.
Sharah, A., Desmelati, dan Karnila, R. 2015. Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Bakteri Asam Laktat yang di Isolasi dari Ikan Peda Kembung
(Rastrelliger sp.). Riau. Mahasiswa dan Dosen Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Riau.
Surtiyani, M. 2015. Analisis Kadar Asam Cuka dari Fermentasi Menggunakan
Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti pada Bonggol Pisang
(Musa paradisiaca L.) Varietas Ambon Nangka, Ambon Bawen dan
Ambon Wulung yang Hidup di Jalur Pantai Selatan Desa Tegal
Kamulyan Cilacap. Purwokerto. Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.

26

Anda mungkin juga menyukai