BAB I
PENDAHULUAN
1
P2
asetat perlu dilakukan dan perlu dicari sistem yang efisien sehingga dapat
menangani dalam jumlah limbah yang besar.
2
P2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
P2
b. Sifat Kimia
Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0 %b/b dan tidak lebih
dari 37,0 %b/b C2H4O2. Asam asetat mudah menguap diudara terbuka,
mudah terbakar, dan dapat menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat
larut dalam air dengan suhu 20oC, etanol (9,5%) pekat, dan gliserol pekat.
Asam asetat jika diencerkan tetap bereaksi asam. Penetapan kadar asam
asetat biasanya menggunakan basa natrium hidroksida, dimana 1ml
natrium hidroksida 1N setara dengan 60,05 mg CH3COOH (Depkes RI,
1994).
4
P2
5
P2
c. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
fermentasi. Setiap mikroorganisme memiliki suhu maksimal, minimal
dan optimal.Suhu pertumbuhan A. aceti berkisar antara 5o-42oC dan suhu
optimal berkisar antara 25o-30oC. Berdasarkan hasil penelitian Fahmi
(2012), suhu yang paling baik selama proses fermentasi yaitu 25oC.
d. Udara
Fermentasi untuk menghasilkan asam asetat berlangsung secara
aerob obligatif yaitu menggunakan oksigen untuk pertumbuhan A. aceti.
A. aceti tidak akan tumbuh jika tidak terdapat oksigen sehingga proses
fermentasi tidak akan berlangsung (Buckle et al., 2010).
e. Nutrisi
A. aceti membutuhkan nutrisi untuk melakukan fermentasi etanol
menjadi asam asetat. Nutrisi pada media fermentasi adalah zat-zat yang
mengandung fosfor dan nitrogen seperti: super phosphat, amonium
sulfat, amonium phosphat, urea, dan magnesium sulfat. A. aceti
membutuhkan unsur C, H, O, N, dan P dalam jumlah besar. Jika
kekurangan unsur C, H, O, N, dan P maka A. aceti tidak akan tumbuh
dan berkembang biak dengan baik (Dewati, 2008).
6
P2
Oksidasi
CH3CH2OH + 2 O2 CH3CHO + H2O
Hidrasi
CH3CHO + H2O CH3CH(OH)2
Oksidasi
CH3CH(OH)2 + 2 O2 CH3COOH + H2O
7
P2
8
P2
9
P2
BAB III
METODE PERCOBAAN
10
P2
Erlenmeyer
1.
11
P2
Gelas ukur
2.
Beaker glass
3.
5. Aerator
6. Pipet tetes
Kompor listrik
7.
Pengaduk
8.
12
P2
Indikator pH
9.
Picnometer
10.
11. Timbangan
12. Termometer
13
P2
a. Mengukur volume sari buah belimbing @200 ml, alkohol 5%SB, dan
starter pada variabel 1 10%SB, variabel 2 20%SB, variabel 3 30%SB,
dan variabel 4 40%SB.
b. Memasukkan sari buah belimbing ke dalam erlenmeyer.
c. Menambahkan alkohol ke dalam sari buah sebagai media fermentasi.
d. Mengatur pH 5 fermentasi sesuai dengan variabel.
e. Mencampurkan starter ke dalam media sesuai dengan variabel.
f. Mengukur volume awal, densitas awal, serta kadar asam awal dengan
titrasi asam basa (catat volume titran) dan pH.
g. Lakukan aerasi.
14
P2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.1 Hubungan densitas terhadap waktu fermentasi pada sari buah
belimbing dengan starter air kelapa tua
1.03
1.025
Densitas (gr/ml)
1.02
1.015 Variabel
Variabel5V
1.01 Variabel6VI
Variabel
1.005 Variabel7VII
Variabel
1 Variabel8VIII
Variabel
0.995
0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (hari)
Gambar 4.2 Hubungan densitas terhadap waktu fermentasi pada sari buah
belimbing dengan starter air legen
Pada gambar 4.1 merupakan grafik hubungan densitas terhadap waktu
fermentasi pada sari buah belimbing dengan starter air kelapa tua, sedangkan
gambar 4.2 merupakan grafik hubungan densitas terhadap waktu fermentasi
pada sari buah belimbing dengan starter air legen. Pada variabel II, III, dan IV
dengan starter air kelapa tua diperoleh densitas yang semakin besar selama
fermentasi, sedangkan pada variabel IV, kenaikan densitas terjadi hingga hari
ke-3 lalu turun pada hari ke-4. Pada variabel dengan starter air legen yaitu
variabel V, terjadi kenaikan densitas hingga hari ke-4, sedangkan pada variabel
VI, VII, VIII, densitas naik hingga hari ke-3 lalu turun pada hari ke-4.
Menurut Hasfita, dkk. (2015), semakin lama waktu fermentasi dan semakin
banyak starter, maka semakin banyak asam asetat yang dihasilkan. Pengaruh
banyaknya jumlah starter yang ditambahkan sangat mempengaruhi hasil densitas
15
P2
pada asam asetat, dimana semakin banyak jumlah filtrat yang digunakan maka
densitas yang diperoleh semakin meningkat. Semakin banyak starter, maka
semakin baik pembentukan pembentukan asam asetat yang terjadi.
Berdasarkan percobaan dan teori hal ini dapat disimpulkan bahwa, hasil
percobaan tidak sesuai dengan teori pada hari keempat pada variabel 4, 6, 7, dan
8. Hal ini dikarenakan bakteri pada asam asetat sudah mencapai fase kematian.
Fase-fase hidup bakteri pada umumnya meliputi, adaptasi, log (pertumbuhan
eksponensial), stationer, kematian (Sharah, dkk., 2015). Dengan masuknya
bakteri ke fase kematian, hal ini mengakibatkan densitas pada asam asetat
variabel 4, 6, 7, dan 8 mengalami penurunan.
250
200 Variabel I
150 Variabel II
100 Variabel III
50 Variabel IV
0
1 2 3 4 5
Waktu (hari ke-)
Gambar 4.3 Hubungan waktu fermentasi terhadap volume total pada starter air
kelapa tua
350
300
Volume total (ml)
250
200 Variabel V
150 Variabel VI
100 Variabel VII
50 Variabel VIII
0
1 2 3 4 5
Waktu (hari ke-)
Gambar 4.4 Hubungan waktu fermentasi terhadap volume total pada starter air legen
Pada gambar 4.3, diperoleh hubungan waktu fermentasi dan volume total
pada starter air kelapa tua. Hasil menunjukkan bahwa semakin lama waktu
fermentasi maka volume total akan semakin berkurang. Volume total (ml)
variabel I dari hari ke-1 hingga hari ke-4 berturut-turut sebesar 230; 210; 140;
100, variabel II sebesar 250; 238; 184; 155, variabel III sebesar 290; 264; 250;
224, variabel IV sebesar 230; 190; 160; 120. Penurunan volume total juga terjadi
16
P2
pada starter air legen. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu
fermentasi maka volume total akan semakin berkurang. Volume total (ml)
variabel V dari hari ke-1 hingga hari ke-4 berturut-turut sebesar 230; 190; 160;
120, variabel VI sebesar 250; 210; 180; 134, variabel VII sebesar 270; 234; 210;
170, dan variabel VIII sebesar 290; 248; 220; 184.
Menurut Kwartiningsih dan Mulyati (2005), dalam pengolahan vinegar
(asam asetat), terjadi 2 kali fermentasi yaitu fermentasi pembentukan alkohol
dilanjutkan dengan fermentasi pembentukan asam asetat. Pada fermentasi
pembentukan alkohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae terjadi
perombakan glukosa menjadi alkohol (etanol) dan gas CO2 secara anaerob.
Kemudian etanol yang terbentuk difermentasi menjadi asam asetat dan air
dengan bakteri Acetobacter aceti secara aerob. Asam asetat yang terbentuk dapat
teroksidasi atau terombakkan oleh oksigen dari udara menjadi CO2 dan H2O.
Teori diatas mengindikasikan bahwa selama proses fermentasi terjadi
pengubahan etanol menjadi asam asetat. Pada starter air kelapa tua maupun air
legen terjadi penurunan volume total larutan selama proses fermentasi. Hal ini
dikarenakan asam asetat yang terbentuk lebih lanjut akan mengalami oksidasi
oleh oksigen dari udara menjadi CO2 yang terlepas ke udara. Sehingga terjadi
penurunan volume total larutan.
3
Variabel 2
2
1 Variabel 3
0 Variabel 4
0 2 4 6
Hari
Gambar 4.5 Hubungan pH terhadap waktu fermentasi pada sari buah belimbing
dengan starter air kelapa tua
17
P2
4
Variabel 5
pH
3
Variabel 6
2
Variabel 7
1
Variabel 8
0
0 1 2 3 4 5
Hari
Gambar 4.6 Hubungan pH terhadap waktu fermentasi pada sari buah belimbing
dengan starter air legen
Pada gambar 4.5 merupakan grafik hubungan pH terhadap waktu fermentasi
pada sari buah belimbing dengan starter air kelapa tua, sedangkan gambar 4.6
merupakan grafik hubungan pH terhadap waktu fermentasi pada sari buah
belimbing dengan starter air legen. Pada variabel 1 sampai dengan 4 dilakukan
perbedaan penambahan jenis starter air kelapa tua yaitu 10%, 20%, 30%, dan
40%. Pada variabel 5 sampai dengan 8 dilakukan perbedaan penambahan jenis
starter air legen yaitu 10%, 20%, 30%, dan 40%. Pada hari pertama, pH tiap
variabel memiliki pH yang sama yaitu 5. Pada hari kedua, pH semua variabel
tetap yaitu pH 5. Pada hari ketiga, terjadi penurunan pH dan tidak terjadi
penurunan maupun kenaikan atau pH tetap, penurunan pH terjadi pada variabel
4, 7, dan 8 menjadi pH 4. Pada hari keempat, terjadi penurunan pH dan tidak
terjadi penurunan maupun kenaikan atau pH tetap, penurunan pH terjadi pada
variabel 1, 2, 3, 5, dan 6 menjadi pH 4 dan variabel 4, 7, dan 8 pH nya tetap
yaitu 4.
Menurut Ningtyas (2015), semakin lama fermentasi maka pH medium
semakin menurun. Penurunan pH terjadi secara berangsur-angsur. Hal ini
dimungkinkan karena kadar sukrosa dalam media masih tersedia, sehingga
mikroorganisme didalam media masih bisa memetabolisme menjadi asam
organik (asam asetat). Asam-asam organik tersebut meningkat jumlahnya dan
berakibat penurunan pH media. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah ion H+,
sehingga media akan semakin asam.
Berdasarkan teori dengan percobaan, hal ini sesuai sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin lama fermentasi maka pH akan semakin menurun.
18
P2
Gambar 4.7 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel I
(starter air kelapa tua) dan variabel V (starter air legen)
0.35%
0.30%
Kadar Asam Asetat
0.25%
0.20%
0.15% Variabel II
0.10% Variabel VI
0.05%
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi
Gambar 4.8 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel II
(starter air kelapa tua) dan Variabel VI (starter air legen)
0.45%
0.40%
Kadar Asam Asetat
0.35%
0.30%
0.25%
0.20% Variabel III
0.15%
Variabel VII
0.10%
0.05%
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi
Gambar 4.9 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel III
(starter air kelapa tua) dan variabel VII (starter air legen)
19
P2
0.60%
0.50%
0.30%
Variabel IV
0.20%
Variabel VIII
0.10%
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi
Gambar 4.10 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi pada variabel
IV (starter air kelapa tua) dan variabel VIII (starter air legen)
Gambar 4.7, 4.8, 4.9, dan 4.10 merupakan perbandingan kadar asam asetat
terhadap waktu fermentasi pada variabel I sampai dengan VIII. Pada variabel I
sampai dengan IV menggunakan starter air kelapa tua dan variabel V sampai
dengan VIII menggunakan starter air legen. Berdasarkan gambar 4.7 kadar asam
asetat pada variabel I menggunakan starter air kelapa tua berturut-turut sebesar
0,15%; 0,19%; 0,18%; dan 0,30%. Sedangkan pada variabel V menggunakan
starter air legen berturut-turut sebesar 0,15%; 0,18%; 0,18%; dan 0,24%.
Berdasarkan gambar 4.8 kadar asam asetat pada variabel II menggunakan starter
air kelapa tua berturut-turut sebesar 0,25%; 0,24%; 0,24%; dan 0,33%.
Sedangkan pada variabel VI menggunakan starter air legen berturut-turut sebesar
0,18%; 0,21%; 0,27%; dan 0,30%. Berdasarkan gambar 4.9 kadar asam asetat
pada variabel III menggunakan starter air kelapa tua berturut-turut sebesar
0,18%; 0,24%; 0,27%; dan 0,36%. Sedangkan pada variabel VII menggunakan
starter air legen berturut-turut sebesar 0,21%; 0,24%; 0,36%; dan 0,39%.
Berdasarkan gambar 4.10 kadar asam asetat pada variabel IV menggunakan
starter air kelapa tua berturut-turut sebesar 0,18%; 0,30%; 0,36%; dan 0,43%.
Sedangkan pada variabel VIII menggunakan starter air legen berturut-turut
sebesar 0,24%; 0,33%; 0,42%; dan 0,49%. Dapat dilihat pada gambar 4.7 dan
4.8 bahwa kadar asam asetat dengan penambahan starter air kelapa tua lebih
tinggi daripada, kadar asam asetat dengan penambahan starter air legen.
Sedangkan pada gambar 4.9 dan 4.10, memiliki kadar asam asetat dengan
penambahan starter air kelapa tua lebih rendah daripada kadar asam asetat
dengan penambahan starter air legen.
Pada gambar 4.7 dan 4.8, kadar asam asetat dengan penambahan starter air
kelapa tua lebih tinggi daripada, kadar asam asetat dengan penambahan starter
air legen. Pada gambar 4.9 dan 4.10, kadar asam asetat dengan penambahan
starter air kelapa tua lebih rendah daripada, kadar asam asetat dengan
20
P2
penambahan starter air legen. Menurut Rumokoi (1990) dalam Mataliuk (2016),
kandungan glukosa pada air legen sebesar 3,61%, dan menurut Astuti (2011),
kandungan glukosa pada air kelapa tua sebesar 1,7 – 2,6%. Dapat disimpulkan
bahwa kandungan glukosa pada air legen lebih besar dari kandungan glukosa
ada air kelapa tua. Menurut Wahyu (2005) dalam Surtiyani (2015), faktor utama
yang mempengaruhi fermentasi etanol menjadi asam asetat adalah nutrisi.
Nutrisi yang dimaksud disini adalah starter yang ditambahkan selama proses
fermentasi. Jenis starter yang ditambahkan adalah air kelapa tua dan air legen.
Selama proses fermentasi, mikroorganisme Acetobacter aceti sangat
membutuhkan nutrisi dalam jumlah besar. Unsur-unsur nutrisi yang diperlukan
yaitu C, H, O, N, dan P. Unsur tersebut dapat terpenuhi melalui kandungan
glukosa yang dimiliki oleh starter air kelapa tua dan air legen. Semakin tinggi
kadar glukosa yang dimiliki oleh starter, maka semakin tinggi juga kadar asam
asetatnya yang dihasilkan. Jika kadar glukosa yang terlalu tinggi bila
ditambahkan ke dalam suatu bahan, menyebabkan air dalam bahan menjadi
terikat sehingga menurunkan aktivitas air dan tidak dapat digunakan oleh
mikroba (Estiasih dan Ahmadi, 2009 dalam Arlita, dkk., 2013).
Dapat disimpulkan bahwa pada gambar 4.7 dan 4.8 tidak sesuai dengan teori
yang ada. Kadar asam asetat dengan penambahan starter air kelapa tua lebih
tinggi dari kadar asam asetat dengan penambahan starter air legen dikarenakan,
kadar glukosa air legen yang terlalu tinggi dapat menurunkan aktivitas air dan
tidak dapat digunakan oleh mikroba dalam proses fermentasi. Pada gambar 4.9
dan 4.10 sudah sesuai dengan teori yang ada. Kadar asam asetat dengan
penambahan starter air kelapa tua lebih rendah dari kadar asam asetat dengan
penambahan starter air legen dikarenakan, semakin tinggi kadar glukosa yang
dimiliki starter, maka semakin tinggi juga kadar asam asetat yang dihasilkan.
Kandungan glukosa air legen yang tinggi, dapat menghasilkan kadar asam asetat
yang lebih tinggi, dibandingkan kadar asam asetat dengan penambahan air
kelapa tua.
21
P2
0.30% Variabel I
0.20% Variabel II
Variabel III
0.10%
Variabel IV
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi
Gambar 4.11 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi dengan
penambahan starter air kelapa tua
0.60%
0.50%
Kadar Asam Asetat
0.40%
Variabel V
0.30%
Variabel VI
0.20%
Variabel VII
0.10%
Variabel VIII
0.00%
0 1 2 3 4 5
Waktu Fermentasi
Gambar 4.12 Hubungan kadar asam asetat terhadap waktu fermentasi dengan
penambahan starter air legen
Gambar 4.11 dan 4.12 merupakan hubungan antara kadar asam asetat yang
dihasilkan pada berbagai variabel penambahan starter terhadap waktu fermentasi
asam asetat. Variabel I ditambahkan 10% starter air kelapa tua, variabel II
ditambahkan 20% starter air kelapa tua, variabel III ditambahkan 30% starter air
kelapa tua, variabel IV ditambahkan 40% starter air kelapa tua, variabel V
ditambahkan 10% starter air legen, variabel VI ditambahkan 20% starter air
legen, variabel VII ditambahkan 30% starter air legen, dan variabel VIII
ditambahkan 40% starter air legen. Terlihat bahwa seiring dengan meningkatnya
waktu fermentasi maka akan semakin banyak asam asetat yang dihasilkan.
Kadar asam asetat variabel I, II, III, IV, V, VI, VII, dan VIII pada hari ke-4
fermentasi berturut-turut sebesar 0,30%; 0,33%; 0,36%; 0,43%; 0,24%; 0,30%;
0,39%; dan 0,49%. Dapat dilihat bahwa variabel IV dengan penambahan starter
air kelapa tua dan variabel VIII dengan penambahan starter air legen memiliki
kadar asam asetat pada hari ke-4 fermentasi yang paling tinggi sebesar 0,43%
dan 0,49%. Serta pada variabel I dengan penambahan starter air kelapa tua dan
22
P2
variabel V dengan penambahan starter air legen memiliki kadar asam asetat pada
hari ke-4 fermentasi yang paling rendah sebesar 0,30% dan 0,24%.
Menurut Stanbury, dkk. (1995) dalam Palimbong (2017) menyatakan bahwa
semakin banyak jumlah starter yang ditambahkan maka akan semakin banyak
pula asam asetat yang dihasilkan. Serta jumlah total inokulum yang baik harus
sebanding dengan jumlah substratnya hal itu agar tidak terjadi kompetisi antara
mikroorganisme dalam memanfaatkan nutrisi (substrat) yang ada (Khoirul, 2004
dalam Palimbong, 2017).
Teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah starter yang
ditambahkan maka akan semakin banyak pula asam asetat yang dihasilkan, hal
itu sesuai dengan hasil praktikum fermentasi asam asetat pada semua variabel.
23
P2
BAB V
PENUTUP
3.5 Kesimpulan
1. Fenomena perubahan densitas terhadap fermentasi asam asetat adalah
semakin lama waktu fermentasi, maka densitas yang diperoleh semakin
meningkat, dikarenakan semakin banyak jumlah filtrat yang digunakan.
2. Fenomena perubahan volume total terhadap fermentasi asam asetat
adalah semakin lama waktu fermentasi, maka volume total yang
diperoleh semakin menurun, dikarenakan asam asetat yang terbentuk
lebih lanjut akan mengalami oksidasi oleh oksigen dari udara menjadi
CO2 yang terlepas ke udara.
3. Fenomena perubahan pH terhadap fermentasi asam asetat adalah
semakin lama waktu fermentasi, maka pH yang diperoleh semakin
menurun, dikarenakan meningkatnya jumlah ion H+, sehingga media
akan semakin asam.
4. Pengaruh jenis starter terhadap fermentasi asam asetat adalah semakin
tinggi kadar glukosa yang dimiliki starter, maka semakin tinggi juga
kadar asam asetat yang dihasilkan.
5. Pengaruh jumlah starter terhadap fermentasi asam asetat adalah semakin
banyak jumlah starter yang ditambahkan, maka akan semakin banyak
pula asam asetat yang dihasilkan.
5.2 Saran
1. Mensterilkan wadah fermentasi, dengan penyemprotan menggunakan
alkohol, untuk menghindari kontaminasi.
2. Ketika proses aerasi berlangsung, pastikan gelembung udara dihasilkan
dalam sampel.
3. Menjaga kerapatan penutup sampel fermentasi anaerob, agar tidak
kemasukan udara.
24
P2
DAFTAR PUSTAKA
25
P2
Kwartiningsih, E., dan Mulyati, N.S. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas
Menjadi Vinegar. Surakarta. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
UNS.
Mataliuk, B. 2016. Pengaruh Penambahan Sumber Makanan Bioaktivator yang
Berbeda terhadap Kualitas Kompos Feses Sapi. Pekanbaru. Program
Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim.
Ningtyas, R.N. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi dan Jumlah Inokulum
terhadap Karakteristik Kimia dan Potensi Antibakteri Teh Kombucha
dari Air Rebusan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Malang.
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Palimbong, S. 2017. Pengaruh Konsentrasi Acetobacter aceti dan Lama
Fermentasi terhadap Total Asam Cairan Fermentasi Pepaya Burung
(Carica papaya, L.). Salatiga. Program Studi Teknologi Pangan,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya
Wacana.
Sharah, A., Desmelati, dan Karnila, R. 2015. Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Bakteri Asam Laktat yang di Isolasi dari Ikan Peda Kembung
(Rastrelliger sp.). Riau. Mahasiswa dan Dosen Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Riau.
Surtiyani, M. 2015. Analisis Kadar Asam Cuka dari Fermentasi Menggunakan
Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti pada Bonggol Pisang
(Musa paradisiaca L.) Varietas Ambon Nangka, Ambon Bawen dan
Ambon Wulung yang Hidup di Jalur Pantai Selatan Desa Tegal
Kamulyan Cilacap. Purwokerto. Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
26