Anda di halaman 1dari 14

Evaluasi Aerated Drilling Pemboran Geothermal Sumur X-1 Lapangan Panasbumi Ulubelu PT.

Pertamina
Geothermal Energy
Dr. Ir. Drs. H. Herianto, M.T, Petroleum Engineering UPN “Veteran” Yogyakarta
Gandhi Putra Irawan, Petroleum Engineering UPN “Veteran” Yogyakarta

Copyright 2017, UPN “Veteran “Yogyakarta dievaluasi. Karena pada trayek 9,875 terjadi
partiallost circulation (PLC), total lost circulation
Paper ini dibuat untuk persyaratan tugas akhir (TLC), dan jepitan (stuck pipe).
Abstrak Evaluasi pada Lapangan panas bumi Ulubelu Sumur
X1 ini bertujuan untuk mengetahui optimal atau
Aerated Drilling sering digunakan pada tidaknya suatu pemboran Aerasi pada trayek 9,875”.
pemboran panasbumi saat menembus zona produktif Lapangan panas bumi Ulubelu Sumur X1 merupakan
yang diindikasikan dengan adanya lost circulation. Lapangan panas bumi yang dimiliki oleh PT.
Saat menembus zona produksi tersebut kerap kali PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY yang
timbul permasalahan yang mengganggu jalannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan uap bagi PLTP
pemboran itu sendiri, yang berpotensi menimbulkan unit 5 dan 6 Lapangan Ulubelu.
Literatur Review
kerugian karena bertambahnya non-productive time.
Teknik Aerated drilling telah diakui memiliki
Adapun yang mempengaruhi kelancaran
kinerja yang baik dalam pemboran panas bumi.
dalam operasi pemboran yaitu problem loss (Ashadi. Dumrongthai 2015) (Syahrul 2013)
circulation dan pipe stuck, yang erat kaitannya (Dwinanto 2013) (Subiatmono 2001) (Chemwotei
dipengaruhi oleh lithologi batuan yang ditembus, 2011). Komposisinya berupa udara, lumpur dan zat
dalam hal ini terjadi pada Lapangan Ulubelu yang tambahan (bila diperlukan). Penambahan fasa gas
menembus formasi batuan rekah alami yang di kedalamnya dapat menurunkan densitas kolom lubang
indikasikan dari terjadinya loss circulation. Maka dari sumur selama pemboran. Daya ekspansi dari gas
setelah teragitasi oleh pahat dapat membuat fasa cair
itu diperlukan analisa penggunaan aerated drilling
dan gas menjadi bersatu sehingga membuat lumpur
saatterjadinya penurunan ROP ketika pemboran didalam anulus bergerak lebih cepat naik
berlangsung untuk mitigasi problem pipe stuck. kepermukaan, dapat dikatakan meningkatkan
Dalam paper ini membahas tentang kasus kemampuan lumpur untuk bersirkulasi.
studi yang terjadi di lapangan LF-203 kedalaman 1126
m memiliki indikasi mineral clay reaktif dan memiliki Karena kecepatannya maka lumpur ini cocok
untuk diterapkan dalam kondisi lubang yang memiliki
indikasi swelling clay. Untuk memahami penyebab
rekahan. Hasil analisa literatur dan berdasarkan
masalah ini, dilakukan pemeriksaan rinci untuk pengalaman insinyur dalam prakteknya dilapangan
mengkarakterisasi batuan pada kedalaman yang lumpur aerasi ini juga menjadi solusi mencegah
terjadi. Dengan menggunakan analisis difraksi sinar-x masalah lubang sumur yang sering terjadi dalam
dan uji MBT maka akan diketahui kandungan mineral pemboran sumur panas bumi seperti hilang sirkulasi
dan CEC yang ada dalam kedalaman tersebut. Setelah dan pipa terjepit yang mencapai 17.9% dari
didapatkan maka dapat diketahui potensi masalah keseluruhan masalah selama pemboran (Susilo 2015).
yang akan terjadi pada kedalaman itu. Dengan adanya 1.1. Aerated Drilling Layout
.
Pada prakteknya, volume injeksi lumpur aerasi
Kata kunci: Aerated Drilling, ROP, Pipe
dikontrol oleh peralatan sirkulasinya. Susunan sistem
Stuck, Loss Circulation ,Pengangkatan Cutting. sirkulasi berikut ini dapat menjelaskan sistem aliran
lumpur beserta peralatan yang dipakainya selama
Pendahuluan sirkulasi (Gambar 3.1).
Penggunaan Aerated Drilling pada Lapangan panas
bumi Ulubule Sumur X1 digunakan untuk trayek
9,875”, kemudian pada kedua trayek tersebut akan

1
Standar peralatan yang dipakai dalam pemboran menimbulkan masalah pemboran khususnya dalam
panas bumi dengan memakai sistem aerasi diantaranya sumur panas bumi seperti hilang sirkulasi dan pipa
adalah: terjepit, seringkali hal ini terjadi karena efek dari
overbalanced. Efek overbalanced ini berasal dari
1. Kompresor tekanan formasi yang berkurang akibat suhu yang
2. Booster tinggi dapat dikontrol dari densitas lumpur yang
3. Texsteam/Chemical Injection/Mist Pump dipakai.
4. Rotating Head
5. Banjobox Dalam pemboran panas bumi pressure window
6. Blooi-line dibatasi oleh:
7. Geothermal Separator 1. Kemampuan peralatan permukaan
Adapun peralatan pendukungnya seperti: 2. Pembersihan lubang sumur
3. Tekanan formasi
1. Manifold
2. Mud Pump Kemampuan maksimal perlatan dipermukaan
3. Mud Cooler ditentukan oleh kebutuhan di lapangan. Contohnya
4. Conditioning Equipments (e.g. shakers mud pit, seperti kompressor yang memiliki batas mengompres
etc.) udara sampai 2700 scfm dan booster dengan tekanan
5. Barton 2500 psi (Kesuma 2005). Faktor tekanan formasi
6. Float valve (back pressure equipment in drill dalam pemboran panas bumi dalam hal ini
string) diasumsikan bahwa didalam hanya terdapat air maka
dari itu hal ini menjadi acuan utama saat mendesain
Mengetahui komposisi lumpur aerasi, fasa cair
lumpur agar tetap dalam kondisi underbalanced.
yang biasa dipakai adalah air yang dipompakan
melalui mud pump, adapun zat tambahannya seperti Faktor pembersihan lubang sumur adalah hal
polimer potasium klorida (KCL polymer). Fasa gas yang paling kritis dalam penentuan pressure window
adalah udara yang dikompresi oleh kompresor (tipe ini, karena berhubungan dengan kondisi reservoar
screw) dan diberi tekanan oleh booster (kompresor yang rekah, apabila tidak bersih maka besar
tipe piston) dan ditambah zat tambahan seperti foam kemungkinan cutting akan mengisi bagan rekahan
agent dan corrosion inhibitor diinjeksikan oleh yang dapat menjadi masalah dikemudian.
texsteam pump ditambahkan untuk memperbaiki
kinerja dalam mengangkat cutting selama sirkulasinya Pengaruh kebersihan lubang sumur dipengaruhi
karena densitas yang berkurang dan memperpanjang oleh reologi yang menerangkan sifat aliran dan
umur rangkaian bor agar tidak mudah korosi. Float hidrolika yang menerangkan kemampuan fluida
valve dipasang pada rangkain bor untuk mencegah gas khususnya saat kondisi bergerak.
mengalir kembali keatas (back pressure) saat
diinjeksikan. Adapun jenis valve sebagai pengatur Analisa fluida aerasi seperti densitas, viskositas,
aliran pada peralatan aerasi (kompresor dan booster) kehilangan tekanan dan annular-slip velocity,
didahului oleh check valve yang berfungsi untuk diperhitungkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi
mengalirkan fluida pada satu arah dan menghindari cutting didalam anulus (Ca) dan transport ratio yang
adanya aliran balik, selanjutnya adalah ball valve memperlihatkan nilai pengangkatan cutting
untuk mengatur alirannya. kepermukaan. Dari studi literatur sebelumnya
mengenai hidrolika lumpur aerasi didapat beberapa
1.2. Pressure window, Hydraulic and Hole batasan, seperti annular velocity (kecepatan lumpur
Cleaning Assessment mengalir di anulus) sebesar 36 m/min pada dasar
Pressure window berisi grafik laju alir gas lubang (P.S. Puon 1984) dan lebih dari 3000 ft/min
(Qgas) dan tekanan yang berasal dari perhitungan dipermukaan (Russel 1987), maksimal cutting
Equivalent Circulating Density1(ECD) pada setiap concentration/konsentrasi fraksi cutting yang ada
batas kebersihan lubang, didalamnya terdapat batasan didalam lubang sumur 5% (Rabia 2002), minimal
yang menerangkan kemampuan lumpur agar tidak transport ratio sebesar 80% pada zona open hole,

1
ECD adalah densitas lumpur saat sirkulasi.

2
memenuhi rumusan sederhana bahwa annular velocity level fluida di annulus dan penumpukan cutting di
lebih dari nilai slip velocity2. (Gambar 3.2 Hole subsurface.
Cleaning States). Setelah melakukan validasi metode yang
digunakan, penulis memulai melakukan perhitungan
Perhitungan kebersihan lumpur menggunakan kajian aktual, aerated drilling dimulai pada
pendekatan power law, karena dalam prakteknya kedalaman 1933 mMD – 2200 mMD, dan analisa
lumpur berbahan dasar air-newtonian (water based Perhitungan pada kedalaman 2200 mMD mud density
mud) akan ditambah zat lain untuk mendukung mix adalah (6,8 ppg) dengan laju alir sebesar 666 gpm,
performanya maka trennya menjadi non-newtonian. dengan injeksi udara sebesar 1500 scfm. Ratio injeksi
Batasan diatas adalah jarak aman pada operasinya adalah sebesar 16.8:1 dengan BHP 1790.8 psig dengan
dilapangan menurut sumber aliran balik intermitten (adanya aliran sirkulasi lumpur
yang tidak selalu ada dan diselingi kondisi total loss
Analisa kebersihan lubang bor dalam (tidak ada return) dengan tekanan formasi sebesar
prakteknya dilapangan juga dikorelasikan dengan lag 1762.3 psig, maka hasil simulasi ini dianggap valid
time karena nilai ini adalah cerminan waktu untuk (benar) karena hasil perhitungan sama dengan aktual.
bersirkulasi dari permukaan kedasar lubang sumur Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada lampiran.
sampai kembali lagi kepermukaan, demikian dapat Untuk mengetahui pola aliran dari fluida aerasi hanya
dipantau performanya. menggunakan bilangan reynold, dari bilangan reynold
diketahui bahwa pola aliran adalah turbulen karena
aliran sebesar 463.62 Gpm. Untuk kajian aktual
Metodologi lubang sumur 9-7/8 inch pada kedalaman 2200 mMD
Pada penulisan ini, penulis ingin mengetahui dipakai mud motor dengan kapasitas 600 gpm – 1000
dan menganalisa problem pemboran yang terjadi pada gpm. Hasil dari perhitungan secara teoritis dengan
sumur X1 trayek 9-7/8”. Adapun metode yang menggunakan laju alir lumpur dasar sebesar 666 gpm
digunakan untuk evaluasi aerated drilling adalah dan injeksi udara sebesar 1500 scfm yang mengalir
dengan metode Gas Ideal. Untuk daerah yang melalui mud motor adalah sebesar 887 gpm
dianalisa diambil dari grafik ROP vs Kedalaman yang dinyatakan aman karna tidak melewati dari 1000 gpm.
mengalami penurunan ROP dan terjadi probem pipa kajian aktual pengangkatan cutting pada sumur
terjepit. ulubelu bagus jika kecepatan annulus (Vann) yang
diperoleh lebih besar daripada kumulatif kecepatan
Study Case : Aerated Drilling kritis (Vc) dengan kecepatan slip serbuk bor (Vs). Pada
Pada saat dilakukan operasi pemboran kerap kedalaman 2200 mMD kecepatan annulus (Vann) yang
kali timbul permasalahan yang mengganggu jalannya didapat di antara annulus 9-7/8 inch dan drillcollar
pemboran itu sendiri, yang berpotensi menimbulkan adalah sebesar 601.59 fpm, sedangkan kecepatan
kerugian karena bertambahnya non-productive time. kritis (Vc) adalah 14.2 fpm dan kecepatan slip cutting
Adapun yang mempengaruhi kelancaran dalam adalah 136 fpm. Kecepatan annulus pada kedalaman
operasi pemboran yaitu masalah pipa terjepit, hilang ini lebih besar dari kumulatif kecepatan kritis (Vc) dan
sirkulasi lumpur yang menyebabkan ROP menurun. kecepatan terminal (Vs), hasil tersebut menunjukan
Sebelum melakukan perhitungan, penulis bahwa pengangkatan serbuk bor sudah baik karena
melakukan validasi kebenaran metode gas ideal lebih dari minimum kecepatan annulus yaitu melebihi
outputnya mendapatkan BHP (Bottom hole pressure) 150 ft/min secara teoritis. Berat cutting sebesar 21 ppg
dan membandingkan dengan tekanan formasi apabila dan berdiameter 1 inch. Untuk Cutting transport
BHP melebihi tekanan formasi maka terjadi lost sebesar 77 % menandakan kurang optimum standart
circulation dan terjadi intermitten juga dilanjutkan no teori minimal cutting transport sebesar 90% jadi
return pada kedalaman 1890-2310 mMD terjadi menandakan masih terjadi pengendapan cutting dan
perbedaan signifikan yang dikarenakan oleh pada untuk concentration cutting sebesar 5.3 % Standart
kedalaman tersebut sudah menghadapi TLC sehingga teori maximal Ca 5 % apabila melewati 5% terjadi
level fluida yang berada diannulus tidak sama dengan pengendapan cutting dibawah permukaan dan hasil Ca
kondisi normal dengan kata lain terjadi penurunan melebihi 5 %.

2
kecepatan jatuh kebawah karena pengaruh gravitasi
dengan percepatan nol.

3
Optimasi aerated drilling untuk kedalaman masih terjadi total lost circulation karena
2200 mMD, penulis membuat pencobaan laju alir BHP>Pf.
lumpur dasar yang digunakan yang terlihat ditabel b. Evaluasi dari parameter pengangkatan cutting
lampiran. Skenario tersebut yaitu 687 GPM dan rate didapatkan cutting transport sebesar 77,1%
lumpur dasar dan injeksi udara sebesar 1780 Scfm dan cutting concentrantion sebesar 5,3%
Underbalanced drilling. Untuk optimasi Bottom hole menunjukkan pengangkatan cutting yang
pressure pada kedalaman 2200 mMD sebesar 1667 kurang optimum.
psig yang dimana dibawah tekanan formasi. Laju alir
total yang melalui mud motor sebesar 887 GPM yang 3. Optimasi aerated drilling trayek 9-7/8” kedalaman
berarti masih dibawah batas maksimum mud motor 2200 mMD dengan laju liquid 687 gpm dan laju
yaitu 1000 GPM. Kemudian untuk perhitungan injeksi udara 1780 scfm memperoleh hasil sebagai
pengangkatan serbuk bor didapatkan besar kecepatan berikut :
annulus pada kedalaman 2200 mMd sebesar 887.17 a. Density mix optimasi 6.5 ppg menghasilkan
fpm yang berarti stabil dari keadaan actual. Dari hasil BHP sebesar 1667 psi sehingga jika
perhitungan kecepatan annulus yang didapatkan juga dibandingkan dengan tekanan formasinya
masih dapat mengangkat serbuk bor dikarenakan didapatkan BHP<Pf diharapkan tidak terjadi
masih lebih besar daripada kecepatan minimum total lost circulation.
serbuk bor yaitu 156 fpm. densitas lumpur aerasi b. Evaluasi dari parameter pengangkatan cutting
sebesar 6.5 ppg dan viskositas mix sebesar 1,5 cp. didapatkan cutting transport sebesar 78,3%
Kemudian untuk perhitungan pengangkatan serbuk dan cutting concentrantion sebesar 4,8%
bor didapatkan besar kecepatan annulus pada menunjukkan pengangkatan cutting yang
kedalaman 2200 mMD sebesar 648.52 fpm dan optimum sudah lebih baik dari kondisi
kecepatan critical serbuk bor yaitu 15.6 fpm. dan aktualnya.
untuk Cutting transport sebesar 78 % menandakan
kurang optimum standart teori minimal cutting
transport sebesar 90 % jadi menandakan masih terjadi Daftar Pustaka
pengendapan cutting dan untuk concentration cutting 1. Adams, N.J., “Drilling Engineering – A Complete
sebesar 4.8 % dan Standart teori maximal Ca 5 % Well Planning Approach, Chapter 18,
apabila melewati 5% terjadi pengendapan cutting Page 678”, Penn Well Books Company.,
dibawah permukaan. Dan hasil Ca kurang dari 5% Tulsa, Oklahoma, 1985.
dikatakan lebih baik dibandingkan kondisi aktual. 2. Bourgoyne, A.T., “Applied Drilling Engineering,
Chapter 4, Page 114”, First Printing,
Society of Petroleum Engineering,
Kesimpulan Richardson, Texas, 1986.
3. Dumrongthai Panurach, and Ashadi, “Aerated
Berdasarkan hasil analisa aerated drilling trayek 9- Drilling To Imprive GPO-1 Drilling
7/8” didapatkan : Performance”, Presented at 13th
1. Metode aerated drilling yang dilaksanakan pada Indonesia International Geothermal
pemboran sumur X-1 di trayek 9-7/8 tidak berhasil di Convention & Exibition, Jakarta, 2013.
indikasikan masih terjadinya penurunan ROP yang 4. Dwinanto, Ariya., Sudjati Rachmat, “Aerated
diakibatkan total lost circulation dan pipe stuck pada Underbalance Drilling Sreening
kedalaman 1980 mMD – 2200 mMD. Assesment at “X” Geotermal Field in
Indonesia”, Paper SGP-TR-202,
2. Evaluasi data aktual aerated drilling pada Presented at Thirty-Ninth Workshop on
kedalaman 2200 mMD trayek 9-7/8” menggunakan Geothermal Reservoir Engineering
rate liquid sebesar 666 gpm dan rate udara sebesar Stanford University, Stanford, California,
1500 scfm memperoleh hasil sebagai berikut : 2014.
a. Parameter aktual didapatkan mix density 6,8 5. Gatlin C,”Petroleum Engineering Drilling and
ppg dan BHP sebesar 1790.819518 psi Well Completion, Chapter 7-8, Page 94-
sedangkan analisa tekanan formasi 141”, Prentice Hall Inc, United States of
berdasarkan data PT kedalaman 2200 mMD America, 1960.
didapatkan Pf sebesar 1762.3 psi sehingga 6. Hole, Hagen, “Aerated Fluids for Drilling of
Geothermal Wells”, United Nation

4
University, Geothermal Trainning 12. Rudi Rubiandini, R.S, Dr. Ing. Ir, “Teknik
Programme, Okustofnun-Iceland, 2006. Pemboran Aerasi”, FTM, Institut
7. Putra, I Made Budi Kesuma Adi., “Drilling Teknologi Bandung, 2010.
Practice with Aerated Drilling Fluid: 13. Sauman. M., Herianto, and Subiatmono P.,
Indonesian and Icelandic Geothermal IATMI Paper : “Optimasi Hidrolika Pada
Fields”, Presented at Geothermal Traning Penggunaan Down Hole Mud Motor
Programme, Reykjavik, Iceland, 2008. dengan Konsep Minimum Annular
8. Lyons, William C., Guo B, Frank A., “Air And Velocity untuk Pemboran Sumur
Gas Drilling Manual, Chapter 1-9”, The Berarah”, dipresentasikan di Simposium
McGraw-Hill Companies, Inc., United Nasional IATMI 2001, Yogyakarta, 2001.
States of America, 2001. 14. Subiatmono P., Irwan Yulianto, and Kennedy.
9. Moore, L.P., “Drilling Practice Manual, Chapter IATMI Paper : “Penerapan Teknologi
5-7, Page 106-319”, Second Edition, Penn Pemboran Underbalanced Pada Sumur
Well Books Company., Tulsa, Oklahoma, Lapangan Jatibarang Pertamina DO
1986. Hulu Cirebon”, Dipresentasikan di
10. Nakagawa E.Y., Silva, V., Boas, P.R.C., and Simposium Nasional IATMI 2001,
Shayegi, S.: “Comparison of Aerated Yogyakarta, 2001.
Fluids/Foam Drilling Hydraulics 15. Zwager, Diederik, “Aerated (“Gaseated”)
Simulators Against Field Data“ Paper Drilling”, presented at Air Drilling
SPE 54319, Presented at proceeding of Associates Inc. Course, Jakarta, 2008.
the SPE Asia Pacific Oil and Gas 16. ; Well File X-1, PT. Pertamina
Conference and Exhibition held in Geothermal Energy (Ulubelu), Jakarta,
Jakarta, Indonesia, 20-22 April 1999. 2016.
11. Rabia, H., “Oil Well Drilling Engineering,
Principles and Practice, Chapter 7-8,
Page 155”, Universty of Newcastle Upon
Tyne, Graham and Trotman Ltd, London,
1985.

5
Tabel III
Tabulasi Aerated Drilling Perhitungan Bottom hole pressure @Gpm 666 dan Scfm 1500
Pertamina Geothermal Energy Ulubelu Sumur X-1

Tabel IV
Tabulasi Aerated Drilling Perhitungan Bottom hole pressure @Gpm 687 dan Scfm 1780
Pertamina Geothermal Energy Ulubelu Sumur X-1

6
7
Gambar 4.6
UBL.9 7/8 HOLE SELECTION AERATED DRILLING OPERATION BIT SHOE 2200 mMD
8
Gambar 4.7
Qmix VS Air SCFM
9
Gambar 4.8
BOTTOM HOLE PRESSURE VS CUTTING TRANSPORT
PERHITUNGAN ANALISA AERATED DRILLING

Perhitungan Injeksi Udara dan Liquid Trayek Lubang Bor 9-7/8” Kedalaman mTVD
Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data pada kedalaman 2200 m kedalaman ukur (MD) atau
2055.62 m kedalaman tegak (TVD), yaitu kedalaman memasuki zona total loss circulacion.
Tekanan formasi : 125 kgf/cm2 = 1762.3 Psig
Temperature permukaan : 27 0C
Gradient temperature : 0.086 0C
Lumpur dasar yang dipakai : Kcl brine
Laju alir liquid optimasi : 687 gpm
Laju alir udara : 1780 scfm
PV :1
YP :1
ROP : 13.7 m/hr = 44.9497ft/hr
RPM : 99 rpm
➢ Perhitungan Optimasi Aerated Drilling UBL.X-1 Pertamina Geothermal Energy
1. Pada kedalaman 2200 mMd P1 = 1653.466448 Psig hasil dari titrasi perkedalaman 10 meter yang
dimana saat awal pressure permukaan 0 Psig dan pada kedalaman 2190 adalah P1.

2. P2 (Pbhp) = P1 + Ploss total (psig) menggunakan persamaan (3.13)

P2 = 1653.466448 + 13.28170391
= 1666.748152 Psig
3. Average Pressure (psig) menggunakan persamaan (3.14)

Aver Pres = P1 + P2
2
= 1653.466448 + 1666.748152
2
= 1660.1073 Psig
4. Konversikan Psi ke Bar menggunakan persamaan (3.15)
𝑝𝑠𝑖
Bar =
14.5
= 1660.1073
14.5
= 112.9324694 Bar
Pada Gambar 4.4 dibawah ini dapat dilihat Bottom hole Pressure yang dioptimasikan lebih baik dibandingkan
keadaan sebelumnya karena Pf > Ph.

10
Bottom Hole Pressure (Psig)
2250
2200
Kedalaman (mMD)

2150
2100
2050
2000 Bottom Hole Pressure
1950
1900
1850
0 500 1000 1500 2000
BHP (Psig)
Gambar 4.4.
Optimize Bottom Hole Pressure Trayek Lubang Bor 9-7/8” (4)
5. T1 = 27 0C menggunakan persamaan (3.16)
T1 = 27+ (0.086 x depth 2190)
= 215.34 0C
0
6. T2 = 27 C menggunakan persamaan (3.17)
T2 = 27+ (0.086 x depth 2200)
= 216.2 0C
7. Average Temperatur (0C) menggunakan Persamaan (3.18)
Ave temp = T1 + T2
2
= 215.34 + 216.2
2
= 215.77 0C
8. Konversikan Temperatur 0C ke 0K menggunakan persamaan (3.19)
0
K = T 0C + 273
= 215.77 0C + 273
= 488.93 0K

𝑘𝑔
9. Densitas udara ( ⁄ 3 ) menggunakan persamaan (3.6)
𝑚
ρ udara = 1000 x Pbar
2.967/ Tkel
= 1000 x 112.9324694
(2.967 / 489.93 )
𝑘𝑔
= 77.84927861 ⁄ 3
𝑚
10. Laju Massa Udara menggunakan persamaan (3.7)
1000 𝑥 𝑠𝑐𝑓𝑚
𝑚̇𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 (scfm) / (3.281)3 / 60
2.967 (15+273)
1000 𝑥 1
= 𝑥 (1780) / (3.281)3 / 60
2.967 (15+273)
𝑘𝑔⁄
𝑠 = 0.98304335
𝑘𝑔⁄
11. Konversikan MW (ppg) ke menggunakan persamaan (3.8)
𝑚3
𝑘𝑔⁄ 𝑀𝑊
= 𝑥 1000
𝑚3 8.33
= 8.3 x 1000
8.33

11
𝑘𝑔
= 996.3985594 ⁄ 3
𝑚
12. Laju Liquid optimasi 897 menggunakan persamaan (3.9)
Lpm = Ql x 3.785
= 687 x 3.785 Lpm
=2600.295 Lpm
3
13. Konversikan Laju alir (GPM) ke 𝑚 ⁄𝑠 menggunakan persamaan (3.10)
𝑚3⁄
𝑠 = (lpm x 1000)
60
= (2600.295 x 1000) ÷ 60
3
= 0.04333825 𝑚 ⁄𝑠
𝜌𝐿𝑖𝑞 ×𝑄𝑙𝑖𝑞 +𝑚̇𝑎𝑖𝑟
14. 𝜌𝑚𝑖𝑥 = 𝑚̇𝑎𝑖𝑟
𝑄𝑙𝑖𝑞 +
𝜌𝑎𝑖𝑟 (𝑃,𝑇)
menggunakan persamaan (3.11)
𝑘𝑔 3 𝑘𝑔 𝑚3⁄ +
= 996.3985594 ⁄ 3 x 0.04333825 𝑚 ⁄𝑠 + 0.98304335 ⁄𝑠 0.04333825 𝑠
𝑚
𝑘𝑔 𝑘𝑔⁄
(0.98304335 ⁄𝑠 ÷ 77.84927861 )
𝑚3
𝑘𝑔⁄
= 789.1468829
𝑚3
15. Density mix ppg menggunakan persamaan (3.12)
ρmix = ρmix kg/m3 /1000*8.33
= 789.1468829 ÷ (1000*8.33)
= 6.573593534 ppg
16. Flow rate mix menggunakan persamaan (3.13)
Qmix = (Qliquid m3/s + ρudara kg/s) ÷ ρudara kg/m3
= (0.04333825m3/s + 0.98304335 kg/s ) ÷ 77.84927861 kg/m3
= 0.05596577 m3 / s
3
17. Konversikan 𝑚 ⁄𝑠 ke 𝑙⁄𝑠 dan GPM menggunakan persamaan (3.14)
3
𝑙⁄ = 𝑚 ⁄𝑠 . 1000
𝑠
= 0.05596577 . 1000
= 55.96577 𝑙⁄𝑠
𝑙⁄
𝑠
Mix GPM = 3.785 𝑥 60 menggunakan persamaan (3.15)
= (55.96 ÷ 3.785) x 60
= 887.1720531 GPM
18. Annular Velocity menggunakan persamaan (3.16)
0.408 x Qliq
Av = IDh2 - ODh2
= 0.408 x 887.1720531 GPM
(9.8752-82)
𝑓𝑡
= 10.79992385 ⁄𝑠
19. Critical annular velocity menggunakan persamaan (3.28)
Vc = 1.08 x PV + 1.08 x (PV2 + 9.26 x (IDh-OD)2 x YP x ρmix)1/2
ρmix x (IDh-OD)
= 1.08 x 1 + 1.08 x ( 12 + 9.26 x (9.875 -8)2 x 1 x 6.573593534 ) 1/2
6.573593534 x (9.875-8)
= 1.372437018 ft/s
20. Reynold Number Qturbulence menggunakan persamaan (3.17)
= vcritis x 0.408 x (IDh2-IDO2)
= 1.372437018x 0.408 x (9.8752-82)
= 112.740403 Gpm

12
➢ Regime Turbulen ( Vann > Vcrit)

21. Dynamic pressure loss menganalisa perinterval 10 meter (Ldp 1890 and Ldc 310). Menggunakan
persamaan (3.18)

= ρmix0.75x Anvelocity x PV0.25 ÷1.396


(IDh-OD)1.75x Ldp x 3.281
= 6.573593534 0.75x 10.751.75 x 10.25 ÷ 1.396
(9.875-8)1.75 x 10 *3.281
= 2.066364509 Psig

22. Pressure loss static (psig) menggunakan persamaan (3.19)


Pstatic = 0.052 (MWmix) (TVD )
= 0.052 (6.573593534 ppg) (10 . 3.281)
= 11.2153394 Psig
23. Pressure loss total menggunakan persamaan (3.20)
Ptotal = Pdynamic + Pstatic
= 2.066364509 psig + 11.2153394 psig
= 13.28170391 Psig
➢ Pengangkatan Cutting Trayek Lubang Bor 9-7/8” pada Kedalaman 2200 mMd

1. Kecepatan lumpur aerasi pada annulus dihitung sebagai berikut :


24.5  Q A
vann =
(Dh − Dop
2 2
)
24.5 x887.1720531
vann =
(9.875 2 − 82 )
vann = 648.5248388 fpm

2. Kecepatan Slip serbuk bor dengan jenis batuan Andesit dihitung sebagai berikut :
  − 
vs = 92.6  d c   c A 
 A 
 21.658 − 6.5735 
vs = 92.6  1   
 6.5735 
vs = 140.27286 fpm

3. Rasio transport cutting (Ft) dapat dihitung sebagai berikut :


Va − Vs
Ft =
Va
648.5248388 −140.27286
Ft =  100% = 78.37%
648.5248388

Dengan besarnya harga FtDP sebesar 83.05 % dan lebih kecil dari 90% makan ini menandakan cutting transport ratio
yang belum optimum tapi sudah mendekati keadaan optimum daripada keadaan actual.

4. Konsentrasi cutting (Ca) di annulus dihitung sebagai berikut :

13
ROP Dh
2
1
Ca = 
60 (v a − vs )  ( Dh 2 − ODP 2 )
1 44.9497  9.875 2
Ca =  = 4.8%
60 (648 .5248388 − 140 .27286 )  (9.875 2 − 8 2 )
Dengan besarnya harga Ca sebesar 4.8 % kurang dari 5%, maka besarnya harga Ca sudah pada kondisi optimum.

5. Kecepatan pengangkatan cutting (vc) dihitung sebagai berikut :


ROP
vc =
60  Ca
44.9497
vc = = 15.551 fpm
60  4.8%

6. Kecepatan minimal lumpur aerasi (vmin) yang dibutuhkan untuk mengangkat serbuk bor ke permukaan :

vmin = vc + vs
vmin DC = 15.551 + 140.272868 = 155.82384 fpm

7. Perbandingan antara kecepatan annulus dengan kecepatan minimum adalah sebagai berikut :
➢ Pada drillstring 648.5248388 > 155.82384 (fpm)

➢ Rasio Injeksi Udara dengan Injeksi Lumpur Dasar


Rasio injeksi udara dihitung sebagai berikut :

RasioUdara = Qgs  Qmud  0.11368


RasioUdara = 1780  687  0.11368
Rasio udara = 19.01
Jadi rasio antara injeksi udara dengan lumpur dasar dipermukaan adalah
19.02 : 1

Hasil perhitungan actual dan perhitungan Optimasi hasilnya Penulis plot dalam tabel yang dimana berada
dibawah ini Tabel III untuk hasil yang actual dengan GPM 666 dan SCFM 1500 dan hasil perhitungan optimasi
penulis plot dalam Tabel IV yang dimana ada perbedaan saat penulis melakukan Optimasi.

14

Anda mungkin juga menyukai