(saw) dan para sahabatnya sedangkan penjelasan petunjuk Al-Qur'an menjadi lebih diperlukan.
Untuk itu, para ahli tafsir melakukan ijtihad sendiri untuk menafsirkan Al-Qur'an dengan
sumber-sumber yang digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dan dianggap dapat
dipercaya, baik dari Hadits Nabi SAW maupun Atzar.
Pendekatan dalam bahasa Arab disebut Manhaj, dalam bahasa Inggris pendekatan pada
umumnya adalah seperangkat tindakan yang tersusun dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip
tertentu dan secara sistematis diarahkan pada tujuan yang ingin dicapai.
Pendekatan interpretatif berarti contoh, referensi, varian, tipe (W.J.S. Poerwadar Minta
1991:653) atau perspektif yang ditemukan dalam bidang interpretasi dan kemudian digunakan
untuk memahami Islam (Abudin Nata 1998:28).
Secara lebih khusus, pendekatan di sini adalah acuan atau landasan dan paradigma yang
digunakan dalam proses penafsiran Al-Qur'an, baik itu sejarah, pendapat maupun intuisi.
c) Penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an dengan kesaksian para Sahabat Nabi, semoga Tuhan
memberkatinya dan memberinya kedamaian dan tabi'in.
B. Tafsir bi al-Ra'yi atau Tafsir bi al-Dirayah. Ar-Ra'y berarti akal atau akal, maka tafsir bi al-
Ra'yi adalah penafsiran ahli tafsir yang diperolehnya dari hasil penalaran atau ijtihadnya,
penalaran itu menjadi sumber utama.Sebagaimana pendekatan interpretatif lainnya, pendekatan
interpretatif bi al-ra'y memiliki kelebihan dan kekurangan. Keunggulan dari pendekatan ini
adalah cakupannya yang luas dan memungkinkan Anda untuk menghargai berbagai gagasan dan
melihat Al-Qur'an secara lebih komprehensif sehingga dapat dipahami secara holistik.
Kelemahannya antara lain:
a) Hal ini dapat terjadi ketika seorang mufassir dipenjara atau tanpa sadar memberikan instruksi
berdasarkan kelalaian, yang dapat membuat makna Al-Qur'an menjadi tidak lengkap dan kata-
katanya tidak koheren.
b) Penafsiran dengan pendekatan ini juga sangat rentan terhadap subjektivisme, yang tergantung
pada kecenderungan penafsirnya, dapat membenarkan aliran atau aliran pemikiran tertentu.
(menyedihkan). Jenis makna yang pertama adalah tafsir bi al-ra'y, yang dapat diterima selama
menghindari hal-hal berikut:
a) Berjuang untuk mengenali makna yang hendak diberikan Allah kepada suatu ayat sekalipun
tidak memenuhi syarat-syaratnya;
c) Menafsirkan Al-Qur'an dengan keserakahan dan sikap Istihsan, yaitu. H. menilai sesuatu itu
baik hanya berdasarkan bagaimana hal itu dirasakan;
d) menafsirkan ayat-ayat yang mendukung mazhab sesat dengan dasar faham mazhab, sedangkan
penafsirannya sesuai dengan faham mazhab; DAN
e) Menafsirkan Al-Qur'an dan memastikan bahwa makna yang dimaksudkan oleh Allah sesuai
dengan pendapat-Nya tanpa bukti (al-Zahabi, 1976: 275).
Sedangkan jenis yang kedua adalah kebalikannya, yaitu penafsiran sinar ganda, yang melakukan
yang dilarang. Menurut al-Qaththan, penafsiran semacam ini adalah haram dan tidak dapat
diikuti (al-Qaththan, 1995:342).
Menurut bahasa, kata isyari berasal dari kata asyara-yusyiru-gesto, yang berarti "memberi tanda
atau tanda", dan juga berarti "menunjukkan".
Sedangkan menurut istilah tafsir Isyari adalah upaya untuk memperjelas isi Alquran dengan
menafsirkan ayat-ayat menurut isyarat-isyarat implisit tanpa bertentangan dengan ayat-ayat
eksplisit atau Zahir (al-Zahabi, 1976: 352).
Abdul Wahid (Wahid, 2020) menetapkan syarat-syarat penerimaan tafsir Isyari sebagai berikut:
d) Penafsiran tidak berarti bahwa ini adalah satu-satunya penafsiran yang Allah kehendaki,
bahkan tidak pula pengertian tekstual dari ayat pertama.
e) Tafsirnya tidak terlalu jauh, jadi tidak ada kaitannya dengan pengucapan.
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Metode dalam
tarekat bahasa Inggris dan Arab dapat dipahami sebagai metode yang tersusun rapi dan matang
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun metode penafsirannya adalah tentang cara penafsiran Al-Qur'an. Metodologi ini
mencakup kesiapan teknis, taksonomi, ruang lingkup, dan topik terkait lainnya
Metode Tahlili adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan menjelaskan ayat
demi ayat, huruf demi huruf sesuai urutan mushaf, dengan memberikan penjelasan yang cukup
detail sesuai dengan kecenderungan masing-masing penafsir terhadap aspek-aspek yang
dikehendakinya .
Contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode ini adalah kitab Tafsir Jami li Ahkam Al-
Qur'an karya al-Qurthubi, kitab Tafsir Jami' al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an karya Ibnu Jarir at-
Tabari, buku Tafsir Al - Quran al-Karim karya at-Tusturi dan Tafsir Al-Qur'an al-Adzim karya
Ibnu Katsir.
a. A. Penjelasan garis besar surat ditinjau dari nama surat, urutan nusul, data sejarah keadaan
diturunkannya ayat dan tujuan surat, serta hubungan surat dengan surat sebelumnya dan setelah
di urutan Mushafa .
a) Penjelasan kosa kata dan sejarah hadits, atsar dan aqwaal para ulama salaf terkait dengan
makna beberapa ayat surat.
b) Para penafsir yang menggunakan metode ini sering melakukan analisis menyeluruh terhadap
konsep-konsep yang tercakup dalam ayat-ayat ini.
Metode Ijmali adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan menyampaikan makna
secara umum dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami.
Karya-karya tafsir yang menggunakan metode ini antara lain Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal
al-Din al-Mahalli dalam bukunya Tafsir Jalalain dan Muhammad Farid Wajdi dalam Tafsir al-
Qur'an al-Azhim.
b. Bandingkan sebuah kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya untuk menentukan identitas gaya
kitab tafsir tersebut
c. Tafsir muqaran juga bisa berupa membandingkan teks kitab samawi seperti Al-Quran dengan
Bibel/Alkitab, Taurat atau Zabur.
Kerugian tafsir Muqaran adalah metode ini tidak cocok untuk orang awam dan kurang dapat
diandalkan dalam memecahkan masalah yang muncul di masyarakat karena metode ini lebih
mengarah pada konfrontasi daripada pemecahan masalah
Kelebihan metode ini adalah dapat memenuhi kebutuhan waktu untuk menyelesaikan masalah,
praktis dan sistematis serta dapat menghemat waktu, bersifat dinamis sesuai dengan
kebutuhannya, dan memungkinkan pemahaman Al-Qur'an pada suatu subjek secara keseluruhan.
Adapun celah-celahnya, bisa jadi karena proses inventarisasi ayat-ayat yang subjeknya tidak
tercakup sepenuhnya, atau karena kesalahan kategorisasi yang pada akhirnya membatasi
pemahaman ayat-ayat tersebut.
Al-Farmawi (al-Farmawi: tth, 62) merinci langkah-langkah yang harus ditempuh seorang
mufassir ketika melakukan proses penafsiran dengan metode tematik, yaitu:
c) menyusun urutan ayat-ayat menurut tempo penyusunannya, disertai pengetahuan Asbab Nuzul
dan ajaran lain yang mendukungnya;
d) Memahami konteks ayat-ayat ini dalam suratnya masing-masing.Hal ini erat kaitannya dengan
doktrin Munasabat;
g) Pelajarilah ayat-ayat ini secara keseluruhan dan kelompokkan ayat-ayat yang memiliki makna
yang sama atau kompromi antara 'amm (umum) dan hash (khusus), absolut dan muqayyad
(terkait), atau yang secara lahiriah tampak kontradiktif, sehingga semuanya di antaranya dapat
bertemu dalam ruang yang sama tanpa perbedaan dan tanpa makna yang dipaksakan.
Karya Tafsir dengan metode ini antara lain karya Abbas Mahmud al-Aqqad berjudul al-Insan
fi al-Qur'an dan al-Mar'ah fi al-Qur'an, karya Abu al-A, al-Maududi berjudul al-Riba fi al-Qur'an,
karya al-Jashshash berjudul Tafsir Ahkam al-Qur'an dan karya yang cukup populer karya Abu
Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshara al-Qurtuba berjudul al-Jami' Li Ahkam Al Qur'an