LANDASAN TEORI
11
aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk
kepentingan siswa. (Depdiknas, 2003:11).
12
merupakan pendekatan pembelajaran yang
menggabungkan antara teori dengan praktik,
pengetahuan dengan dunia nyata, muncul karena
adanya tuntutan untuk mencapai mutu pendidikan
yang lebih tinggi, efisiensi dan keterkaitan pendidikan
dengan pekerjaan. Teori WBL juga diperlukan karena
menyediakan ketrampilan profesional untuk membantu
peserta didik membuat transisi dari sekolah ke bekerja,
dalam program pendidikan praktik yang dilaksanakan
di industri.
13
yang sehat dan komplek, yang meningkatkan aktor,
aksi, dan situasi. Dari keempat prinsip ini, prinsip yang
kedua yaitu lingkungan yang serupa dengan dunia
kerja yang sebenarnya diperlukan oleh sekolah.
Lingkungan belajar yang memberikan pengalaman
siswa yang mendukung kerja di industri adalah
lingkungan industri sendiri.
14
dari Direktorat Pembinaan SMK Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. (Direktorat Pembinaan
SMK, 2017).
Praktik kerja lapangan yang merupakan bagian
dari kegiatan penerapan Program Pendidikan Sistem
Ganda (PSG) adalah program wajib yang harus
diselenggarakan oleh sekolah, khususnya SMK dan
pendidikan luar sekolah serta wajib diikuti oleh siswa/
warga belajar (Dikmenjur: 2008).
Dipandang dari sudut pandang pendidikan,
Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu
muatan (content) kurikulum suatu lembaga pendidikan
kejuruan. PKL tersebut dimaksudkan untuk
memberikan wawasan praktis berdasarkan teori-teori
yang dipelajari di SMK. (UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 36 ayat [3] huruf f jo
Pasal 37 ayat [1]).
15
Sedangkan dari sudut pandang ketenagakerjaan,
PKL adalah salah satu wujud pelatihan di tempat kerja
(on the job training) atau OJT karena PKL hanya
merupakan (salah satu) muatan kurikulum SMK maka
ketentuan mengenai hak-hak/kewajiban-kewajiban
siswa PKL dengan Institusi Pasangan (IP) diatur dan
disepakati diantara para pihak. (Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 13 ayat
[2]).
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
03/M-IND/PER/1/2017 tentang “Pedoman Pembinaan
dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan
Berbasis Kompetensi yang Link and match dengan
Industri” dijelaskan bahwa praktik kerja lapangan
adalah praktik kerja pada industri atau perusahaan
sebagai bagian kurikulum pendidikan kejuruan untuk
meningkatkan kompetensi.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat dipahami
bahwa Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan
penyelenggaraan praktek kerja di institusi kerja
pasangan (perusahaan; jasa, dagang, industri), secara
sinkron dan sistematis, bertujuan menghantarkan
peserta didik pada penguasaan kemampuan kerja
tertentu, sehingga menjadi lulusan yang
berkemampuan relevan seperti yang diharapkan.
16
2.2.2 Tujuan Program Praktik Kerja Lapangan
17
2. Membagi topik-topik pembelajaran dari Kompetensi Dasar
yang dapat dilaksanakan di sekolah (SMK) dan yang dapat
dilaksanakan di Institusi Pasangan (DU/DI) sesuai dengan
sumber daya yang tersedia di masing-masing pihak.
3. Memberikan pengalaman kerja langsung (real) kepada
peserta didik dalam rangka menanamkan (internalize) iklim
kerja positif yang berorientasi pada peduli mutu proses dan
hasil kerja.
4. Memberikan bekal etos kerja yang tinggi bagi peserta didik
untuk memasuki dunia kerja dalam menghadapi tuntutan
pasar kerja global. (Kemdikbud, 2015: 45).
18
Dari uraian di atas, diketahui bahwa tujuan dari
Program PKL adalah untuk memperkenalkan siswa
pada Dunia Usaha/ Dunia Industri (DUDI) dengan
praktik kerja langsung di perusahaan ataupun di suatu
instansi guna menumbuhkan dan meningkatkan sikap
profesional yang diperlukan siswa untuk memasuki
dunia kerja.
20
mengandung arti bahwa tamatan pendidikan
sistem ganda harus memiliki kemampuan/
kompetensi yang dipersyaratkan oleh dunia
usaha/ industri, sehingga segala sesuatu yang
berhubungan dengan perencanaan,
penyelenggaraan dan penilaian pendidikan dan
pelatihan harus mengacu pada pencapaian
standar kemampuan profesional sesuai dengan
tuntutan profesi. Oleh karena itu standar profesi
harus memuat ukuran kemampuan dan
menggambarkan kewenangan pada kurikulum
masing-masing program studi.
21
pembangunan dan dunia kerja yang terus
berkembang.
24
monitoring dan evaluasi, dan f) penilaian, laporan dan
penutupan program. (Kemdikbud, 2016: 18-22).
25
secara nasional yang tertuang dalam Panduan
Penilaian Hasil Belajar pada SMK yang berbunyi:
“Memperhatikan Permendikbud Nomor 60 Tahun 2014,
waktu pelaksanaan pembelajaran di Institusi
Pasangan/Industri dapat dilakukan pada kelas XI atau kelas
XII. Untuk menjamin keterlaksanaan program PKL maka
dapat dilakukan alternatif pengaturan sebagai berikut:
1) Jika program PKL akan dilaksanakan pada semester 4
kelas XI, sekolah harus menata ulang topik-topik
pembelajaran pada semester 4 dan semester 5, agar
pelaksanaan PKL tidak mengurangi waktu untuk
pembelajaran materi pada semester 4 sehingga sebagian
materi pada semester 4 tersebut dapat ditarik ke semester 5.
2) Demikian juga sebagaimana pada butir 1) di atas, jika
program PKL akan dilaksanakan pada semester 5 kelas XII,
sekolah harus melakukan pengaturan yang sama untuk
materi pembelajaran pada kedua semester tersebut.
3) Mengingat kebijakan UN yang tidak lagi menjadi salah
satu faktor penentu kelulusan, maka program PKL dapat
dilaksanakan sebelum UN pada semester 7 secara blok
penuh selama 3 bulan (12 minggu) bagi SMK Program 4
Tahun.” (Direktorat Pembinaan SMK, 2015: 46).
26
3. Tahap III: Kerja dalam bantuan dan pengawasan.
Peserta didik mulai bekerja secara lebih rinci
dibawah pengawasan dan bantuan pembimbing
industri. Mereka bekerja sesuai dengan standar
tempat kerja. Kemampuan peserta didik
meningkat melalui bantuan ahli atau pembimbing
industri.
4. Tahap IV: Bekerja Mandiri (Self-directed Learning).
Peserta didik hanya minta bantuan jika
diperlukan. Peserta didik mencoba tindakan nyata
di dunia kerja Du/Di, namun tetap membatasi
dirinya untuk lingkup tindakan di lapangan yang
dipahami. Peserta didik melakukan tugas yang
sebenarnya dan hanya mencari bantuan bila
diperlukan dari ahli.
5. Tahap V: Aktualisasi dan eksplorasi. Peserta didik
melakukan aktualisasi dan eksplorasi dalam
penerapan pengetahuan dan keterampilan yang
sudah dimiliki. Dalam tahap ini peserta didik
memberikan tanggapan terhadap pengembangan
metode kerja, prosedur kerja, formula dan hal lain
yang digunakan di Du/Di. (Hansman, 2001: 47)
Guna merealisasikan pembelajaran dalam Program
PKL yang efektif dan efisien, setiap sekolah melakukan
penyusunan program pembelajaran yang dilakukan di
sekolah dan di Institusi Pasangan/ DUDI. Sekolah
menyusun program PKL yang memuat sejumlah
Kompetensi Dasar yang akan dipelajari peserta didik di
dunia kerja. KD yang tidak dapat dilakukan
pembelajarannya di industri wajib dilaksanakan di
sekolah. (Direktorat Pembinaan SMK, 2017:20).
28
Menurut Gall, Gall and Borg (2007:559)
“educational evaluation is the process of making
judgments about the merit, value, or worth of educational
programs”. Dapat diartikan bahwa evaluasi pendidikan
adalah proses membuat penilaian tentang prestasi,
nilai, atau nilai program pendidikan
29
2.3.2 Tujuan Evaluasi Program
30
dihentikan, c) untuk mengumpulkan informasi
bagaimana cara untuk mengembangkan program di
masa mendatang.
Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat
dilakukan berdasarkan hasil evaluasi sebuah program,
yaitu; a) menghentikan program, karena dipandang
bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya atau
tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan, b)
merevisi program, karena ada bagian-bagian yang
kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan
tetapi hanya sedikit, c) melanjutkan program, karena
pelaksanaan program sudah berjalan sesuai dengan
harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat, d)
menyebarluaskan program, karena program berhasil
dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di
tempat dan waktu yang lain. (Arikunto dan Jabar,
2014:22).
31
model evaluasi ketimpangan, i) model evaluasi sistem
analisis, j) model evaluasi bangku ukur, k) model
evaluasi kotak hitam, l) model evaluasi konosursip dan
kritikisme, m) model evaluasi terfokus utilisasi, n)
akreditasi, o) theory-driven evaluation model, dan p)
model evaluasi semu.
Selanjutnya, dalam penelitian ini lebih fokus pada
salah satu dari model-model evaluasi di atas, yaitu
model evaluasi stake countenance (Countenance
Evaluation Model).
32
sehingga menimbulkan keputusan atau persetujuan
tentang suatu hal.
33
harapan, kontingensi meliputi sebab akibat, e)
judgment nilai. Oleh karena itu model stake
countenance bersifat arbitraty dan tidak perlu dianggap
sebagai suatu yang mutlak. (Hasan, 2008:201)
34
(outcomes) dengan memperhatikan kesesuaian dan
ketergantungan antar komponen, dengan cara
melakukan langkah pekerjaan evaluasi yaitu deskripsi,
kemudian berdasarkan hasil deskripsi evaluator
melakukan pertimbangan, membandingkannya dengan
kondisi yang diharapkan. (Arikunto dan Jabar,
2014:54).
Berikut ilustrasi model evaluasi Stake Countenance
TRANSAKSI
RASIONAL
DAMPAK
MATRIK MATRIK
DESKRIPSI PERTIMBANG-
AN
37
meskipun Stake mengakui bahwa tidak mungkin
semua antesenden, transaksi, dan outcome yang
diinginkan akan terjadi seperti yang diinginkan.
Dengan merujuk pada data transaksi, Stake
menegaskan bahwa evaluator harus mengamati dan
mencatat dengan cermat data yang berasal dari proses
transaksi dan interaksi. Hubungan diantara variabel
memiliki signifikansi khusus pada evaluator. Matrik
pertimbangan mencakup standar yang digunakan
untuk membuat penilaian maupun penilaian aktual itu
sendiri. Perlu dicatat bahwa kotak terpisah yang berada
di sebelah kiri disebut rationale (alasan). Menurut
Stake, evaluasi tidak lengkap tanpa pernyataan tentang
alasan program. Pernyataan ini menunjukkan latar
belakang filosofis dan tujuan dasar program dan
memberi dasar untuk mengevaluasi maksud dari
program itu sendiri. Penilaian dan proses mendapatkan
manfaat suatu program karena merupakan bagian
integral dari model tersebut. Ada dua standar untuk
menilai karakteristik program pada Countenance Model
yaitu; (a) mengevaluasi program berdasarkan standar
absolut yaitu standar yang mencerminkan pendapat
pribadi yang terkait dengan rencana program atau (b)
standar relatif yaitu standar yang mencerminkan
program serupa lainnya. (Hasan, 2008: 208-212)
38
Evaluator harus memberikan pertimbangan
mengenai kongruen (kesesuaian) yang terjadi antara
rencana dengan kenyataan di lapangan. Evaluator juga
harus memperhatikan kontingensi/ ketergantungan
yang terdiri atas kontingensi logis dan kontingensi
empirik. Kontingensi logis adalah hasil pertimbangan
evaluator terhadap keterkaitan atau keselarasan logis
antara kotak anteseden dengan transaksi dan hasil. Ini
adalah pertimbangan pertama yang harus dilakukan
evaluator. Sedangkan kontingensi empirik adalah hasil
pertimbangan evaluator terhadap keterkaitan atau
keselarasan empirik antara kotak anteseden dengan
transaksi dan hasil berdasarkan data lapangan.
(Hasan, 2008: 208-212)
39
kategori pengamatan, evaluator harus mengadakan
analisis kongruen (perbedaan), yaitu menganalisa
implementasi dari rencana pada intent (maksud),
apakah sesuai atau terjadi penyimpangan. Jika terjadi
penyimpangan faktor-faktor apa yang
menyebabkannya, (c) tugas evaluator berikutnya adalah
memberikan pertimbangan mengenai program yang
sedang dikaji, oleh karenanya perlu standar yang dapat
diperoleh dari sekolah, (d) dan yang terakhir adalah
memberi pertimbangan terhadap hasil dari analisis
ketiga kategori sebelumnya. (Hasan, 2008: 208-212)
40
ketercapaian standar yang telah ditentukan serta dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat
ataupun mendukung keberhasilan program. Sedangkan
menurut Robinson (2006) kelebihan model stake
countenance yaitu bahwa model tersebut memiliki
kehati-hatian dalam memberikan judgment mengenai
nilai aspek yang bervariasi. Model ini juga dapat
memfasilitasi sebuah pemahaman yang mendalam
mengenai semua aspek program pembelajaran, yang
tidak hanya memungkinkan evaluator untuk
menentukan out come pembelajaran, tetapi juga
menunjukkan alasan dan konsekuensi dampaknya.
Model ini memberikan dasar yang kuat untuk
memberikan rekomendasi dan judgment yang menarik
atas nilai sebuah pembelajaran
41
mengevaluasi program pendidikan sekolah di luar kelas
seperti Program PKL dianggap lebih tepat jika
menggunakan model stake countenance tersebut.
43
Perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian
tersebut adalah fokus penelitian yang mengevaluasi
secara menyeluruh dan lengkap terhadap Program PKL
di satu jurusan di SMK sehingga lebih memberikan
gambaran dan pertimbangan yang tepat karena dikaji
lebih mendalam hingga dampak penyelenggaraan
program bersumber laporan akhir hasil prestasi belajar
siswa.
44
komprehensif (lengkap) dan detail (mendalam) yang
berpusat pada klien yaitu manajemen PKL SMK Negeri
1 Salatiga dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
harapan stakeholder dan keterkaitannya dengan hasil
belajar siswa peserta PKL khususnya jurusan
akuntansi hingga laporan akhir pendidikannya.
HARAPAN:
Rekaman Absolut dan
• Pihak-pihak yang Proses Objektif Relatif
terlibat dalam Keputusan
Program PKL Kongruensi
disiapkan sesuai
Kontingensi
Juknis Program PKL
• Pengelolaan Program
PKL dalam sistem Hasil Rekaman Absolut dan
manajemen yang baik Objektif Relatif
• Dampak positif Kongruensi Keputusan
Program PKL
KESENJANGAN:
• Kekurangsiapan
pihak-pihak yang
terlibat dalam
Program PKL Rekomendasi
• Pengelolaan Program
PKL nampak belum
sistematis
• Belum nampak
dampak Program PKL Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
46