Abstrak: Sesuai dengan kajian literatur yang ada, dari beberapa model TEFA 1, 2
dan 3 saat ini yang ditawarkan oleh PSMK masih berorientasi pada produksi atau
jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri.
Kelemahan-kelemahan saat ini digunakan peneliti untuk mencoba menawarkan
alternatif integrasi pada model 4 yaitu SMK membuka keunggulan lokal untuk
mitra industri untuk membangun TEFA. Metode yang digunakan dalam model
pengembangan TEFA berorientasi kenggulan lokal di SMK menggunakan model
ADDIE, meliputi 5 tahap atau langkah pengembangan yaitu analisis, desain,
pengembangan, implementasi dan evaluasi. Model SMK membuka keunggulan
lokal untuk membangun TEFA dapat menjadi acuan pengembangan pendidikan
kejuruan kedepan sehingga dapat mengurangi misconception pengembangan dan
penyelenggaraan sekolah maupun program keahlian baru yang berkembang di
setiap daerah. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pendidikan yang
memperhatikan keunggulan lokal dan potensi daerah sehingga memiliki
pendidikan kejuruan yang berdaya saing.
INTRODUCTION
Di abad ke 21 pendidikan menjadi semakin penting untuk menjamin
peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan
menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja dan bertahan
dengan menggunakan keterampilan untuk hidup dan karir (Trilling dan Fadel,
2009:49). Revitalisasi layanan pendidikan dalam rangka peningkatan kebekerjaan
lulusan SMK menurut Mustaqfirin (2016) adalah sebagai berikut: (1)
Penyelarasan bidang kejuruan SMK yang sesuai dengan perkembangan teknologi
dan kebutuhan industri; (2) Penguatan kualitas layanan; (3) Revitalisasi Program
SMK 4 tahun; (4) Pembelajaran kejuruan berbasis kompetensi sehingga setiap
lulusan SMK memiliki sertifikasi kompetensi yang diakui industri; dan (5)
Pemenuhan jumlah dan kualitas guru kejuruan SMK.
Selain layanan pendidikan, juga perlu dilaksanakan pembelajaran yang
berfokus pada siswa melalui: pelaksanaan dual system yang lebih sistematik,
durasi yg lebih lama, terbimbing dan sesuai dengan program keahlian yang
ditekuni, serta pembelajaran produktif melalui implementasi konsep Teaching
Factory (TEFA). Muara akhir pencapaian tingkatan dan jenis kompetensi dalam
konteks bidang tertentu ini, lebih mengarah pada ranah untuk melakukan dan
mengembangkan bidang kerja tertentu yang mempunyai nilai tambah dalam hidup
dan kehidupan di masyarakat (Mukhadis, 2013: 3-4).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada BAB X Pasal 36 ayat (3) butir C yang
menyatakan bahwa ”Kurikulum disusun sesuai dengan memperhatikan keragaman
potensi daerah dan lingkungan”. Pendidikan berbasis potensi daerah juga
ditegaskan pada Pasal 37 ayat (1) juga mensuratkan hal yang sama yakni
menyatakan bahwa “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat
keterampilan atau kejuruan dan muatan lokal”. Selain itu dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada BAB
III pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa “Kurikulum SMP/MTS/SMPLB atau
bentuk lain yang sederajat, dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk
lain yang sederajat, dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Pendidikan berbasis potensi daerah juga ditegaskan pada pasal 37 ayat (1)
juga mensuratkan hal yang sama yakni menyatakan bahwa “Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat keterampilan atau kejuruan dan
muatan lokal”. Selain itu dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pada BAB III pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa
“Kurikulum SMP/MTS/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, dan kurikulum
untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, dapat memasukkan
pendidikan berbasis keunggulan lokal.
TEFA sebagai salah satu strategi pembelajaran memiliki beberapa tujuan.
Dalam makalah yang dipublikasikan American Society for Engineering Education
Annual Conference and Exposition, Alptekin, et al (2001: 1) menyatakan bahwa
tujuan teaching factory ialah: menghasilkan lulusan yang professional di
bidangnya, mengembangkan kurikulum yang fokus pada konsep modern,
mendemonstrasikan solusi yang tepat untuk tantangan yang dihadapi dunia
industri, serta transfer teknologi dari industri yang menjadi partner dengan siswa
dan institusi pendidikan. Sementara pengembangan teaching factory di Penn State
Univesity, The University of Puerto Rico-Mayagues, The University of
Washington, dan Sandia Natinal Labs bertujuan untuk memberikan pengalaman
nyata dalam desain, manufaktur, dan realisasi produk yang dirancang serta
mengembangkan sebuah kurikulum yang memiliki keseimbangan antara
pengetahuan teori dan analisis dengan manufaktur, perancangan, kegiatan bisnis,
dan ketrampilan yang professional (Jorgensen, et al. 1995: 2).
Sedangkan dalam roadmap pengembangan SMK 2010-2014 (Direktorat
PSMK: 2009), TEFA digunakan sebagai salah satu model untuk memberdayakan
SMK dalam menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha dan memiliki
kompetensi keahlian melalui pengembangan kerjasama dengan industri dan
entitas bisnis yang relevan. Selain itu TEFA bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui wahana belajar sambil berbuat (learning by doing).
Pembelajaran dengan pendekatan seperti ini, akan menumbuhkan jiwa
entrepreneurship bagi siswa.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal merupakan pendidikan yang
mengajarkan peserta didik untuk selalu dengan situasi konkrit yang mereka hadapi
sehari-hari. Model pendidikan berbasis kearifan lokal sebuah contoh pendidikan
yang mempunyai relevansi tinggi bagi kecakapan pengembangan hidup, dengan
berpijak pada pemberdayaan ketrampilan serta potensi pada tiap-tiap daerah.
Pendidikan berbasis kearifan lokal memanfaatkan keunggulan lokal dan global
dalam aspek ekonomi, seni budaya, SDM, bahasa, teknologi informasi dan
komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke dalam kurikulum sekolah yang akhirnya
bermanfaat bagi pengembangan komptensi peserta didik yang dapat dimanfaatkan
untuk persaingan global (Direktorat Pembinaan Sekolah Kejuruan, 2017: 164).
Saat ini model TEFA di SMK hanya berorientasi pada produksi atau jasa
yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri. TEFA
menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai
kualitas lulusan pendidikan di SMK. Kelemahan-kelemahan TEFA saat ini
digunakan peneliti untuk menawarkan model TEFA berorientasi potensi
keunggulan lokal.
Berdasarkan kondisi tersebut, tujuan dalam penulisan artikel jurnal ini
adalah mengembangkan model TEFA berorientasi keunggulan lokal di SMK
dengan memperhatikan keunggulan potensi lokal masing-masing daerah.
LITERATURE REVIEW
Teaching Factory di SMK Saat Ini
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan satuan pendidikan
kejuruan pada jenjang pendidikan menengah yang bertujuan mempersiapkan
peserta didiknya untuk dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lowongan
pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya. SMK dituntut mampu membekali lulusannya
dengan seperangkat kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan Dunia
Usaha/Industri (DU/DI).
Pendidikan harus memenuhi dan memperhatikan kebutuhan individu dan
masyarakat harus menjaga agar sistem tersebut saling berkorelasi satu sama lain.
Hal ini sesuai dengan pendapat Daramola, (2006) yang menyatakan bahwa,
“Education has to fulfill both the individual's needs and those of the society and
must keep pace with other sub-systems in the society, as both variables are
interrelated”. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan pendidikan kejuruan
selayaknya harus mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik masyarakat
sekitar. Pengembangan pendidikan yang berlandaskan kebutuhan masyarakat,
akan menghasilkan lulusan yang dapat diterima langsung sesuai dengan
karakteristik daerah.
Pengembangan SMK saat ini mulai bergerak dari orientasi pasar tenaga
kerja lokal kepada pasar tenaga kerja internasional, serta mempersiapkan para
lulusan dengan pembekalan kewirausahaan (enterpreneurship) dibutuhkan
pembelajaran yang berbasis industri dan kewirausahaan melalui teaching factory.
Bentuk pembelajaran berbasis TEFA, dimana teori belajar di sekolah digabung
dengan pendekatan berbasis produksi ada sinkronisasi tuntutan dan standar
pendidikan kejuruan dengan industri. Ada tiga model teaching factory di sistem
pendidikan kejuruan di Indonesia yaitu:
Gambar 1. Model Teaching Factory
(Strategi Implementasi Revitalisasi SMK, 2017:107)
SMK membuka
keunggulan lokal
untuk mitra
industri untuk
membangun
Teaching Factory
METHODOLGY
Metode yang digunakan dalam model pengembangan TEFA berorientasi
kenggulan lokal di SMK menggunakan model ADDIE. Menurut Molenda, M.
(2003) model ADDIE menggunakan 5 tahap atau langkah pengembangan yaitu
analisis, desain, pengembangan, implementasi dan evaluasi. Model integrasi SMK
membuka keunggulan lokal dipilih oleh peneliti karena dianggap model yang
sesuai pada pengembangan pendidikan kejuruan kedepan sehingga dapat
mengurangi misconception pengembangan dan penyelenggaraaan sekolah di
setiap daerah. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pendidikan yang
memperhatikan keunggulan lokal dan potensi daerah sehingga memiliki
pendidikan kejuruan yang berdaya saing.
CONCLUSION
Sesuai dengan kajian literatur yang ada, dari beberapa model TEFA 1, 2
dan 3 saat ini yang ditawarkan oleh PSMK masih berorientasi pada produksi atau
jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri. TEFA
menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai
kualitas lulusan pendidikan di SMK. Kelemahan-kelemahan saat ini digunakan
peneliti untuk mencoba menawarkan alternatif integrasi pada model 4 yaitu SMK
membuka keunggulan lokal untuk mitra industri untuk membangun TEFA. Model
SMK membuka keunggulan lokal untuk membangun TEFA dapat menjadi acuan
pengembangan pendidikan kejuruan kedepan sehingga dapat mengurangi
misconception pengembangan dan penyelenggaraan sekolah maupun program
keahlian baru yang berkembang di setiap daerah. Hal ini bertujuan untuk
mengembangkan pendidikan yang memperhatikan keunggulan lokal dan potensi
daerah sehingga memiliki pendidikan kejuruan yang berdaya saing.
REFERENCES