Alhamdulillah, setelah lama absen menulis akhirnya gairah
untuk menulis muncul kembali. Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi cerita tentang salah satu program pendidikan di SMK yaitu Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau banyak juga yang menyebutnya dengan Praktek Kerja Industri (Prakerin). Tulisan ini juga terinspirasi dari sebuah jurnal berjudul “Creating Continuity between School and Workplace: VET Teachers’ in-school to overcome boundaries”. Pada tulisan ini saya mencoba untuk melakukan refleksi atas program PKL yang dilaksanakan di SMK di Indonesia dengan apa yang terjadi di Negara-negara Eropa khususnya Swedia berdasarkan jurnal yang saya sebutkan diatas. Untuk itu mari kita lihat terlebih dahulu beberapa peraturan yang mendasari pelaksanaan PKL. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada Standar Proses (SP) Pendidikan Menengah Kejuruan (PMK) dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada PMK diarahkan untuk mencapai tujuan yang dikembangkan berdasarkan profil lulusan yaitu: (1) beriman, bertakwa, dan berbudi pekerti luhur; (2) memiliki sikap mental yang kuat untuk mengembangkan diri secara berkelanjutan; (3) menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan pembangunan; (4) memiliki kemampuan produktif sesuai dengan bidang keahliannya baik untuk bekerja pada pihak lain atau berwirausaha, dan (5) berkontribusi dalam pembangunan industri Indonesia yang kompetitif menghadapi pasar global. Proses Pembelajaran diselenggarakan dengan berbasis aktivitas secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik. Selain itu proses pembelajaran juga memberikan ruang untuk berkembangnya keterampilan abad 21 yaitu kreatif, berfikir kritis, penyelesaian masalah, kolaborasi, dan komunikasi yang memberikan peluang bagi pengembangan prakarsa dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan psikologis peserta didik. Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik program keahlian yang berada pada bidang keahlian yang dilakukan di sekolah/madrasah, di dunia kerja Du/Di atau gabungan dari keduanya. Pelaksanaan proses pembelajaran melibatkan Du/Du melalui model penyelenggaraan Praktik Kerja Lapangan. Pembelajaran di dunia kerja Du/Di adalah program PKL yaitu kegiatan pembelajaran praktik untuk menerapan, memantapan, dan meningkatan kompetensi peserta didik. Pelaksanaan PKL melibatkan praktisi ahli yang berpengalaman di bidangnya untuk memperkuat pembelajaran praktik dengan cara pembimbingan. Program PKL sangat penting untuk memberikan bekal kemampuan bagi peserta didik, maka perlu dibuat suatu pedoman, sesuai dengan pernyataan pada Pasal 4 tentang Standar Proses (SP) yang dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran praktik di Du/Di berupa PKL yang diatur lebih lanjut oleh Direktorat Jendral terkait.
Tujuan PKL adalah:
1. Memberikan pengalaman kerja langsung (real) kepada peserta didik dalam rangka menanamkan (internalize) iklim kerja positif yang berorientasi pada peduli mutu proses dan hasil kerja.
2. Menanamkan etos kerja yang tinggi bagi peserta didik untuk
memasuki dunia kerja dalam menghadapi tuntutan pasar kerja global.
3. Memenuhi hal-hal yang belum dipenuhi di sekolah agar mencapai
keutuhan standar kompetensi lulusan.
4. mengaktualisasikan salah satu bentuk aktivitas dalam
penyelenggaraan Model Pendidikan Sistem Ganda (PSG) antara SMK dan Institusi Pasangan Du/Di yang memadukan secara sistematis dan sistemik. Dari uraian diatas kita bisa menyimpulkan bahwa PKL adalah juga sebuah bentuk pendidikan bagi siswa menengah kejuruan yang dilaksanakan di industri. Ada Kompetensi dasar yang dipelajari siswa di sekolah dan juga ada kompetensi dasar yang dilaksanakan di industri. Karena itulah, proses PKL di hampir kebanyakan SMK menemui kendala selain satu kendala klasik yaitu ketidaksesuaian Industri dengan program keahlian siswa. Kendala-kendala tersebut antara lain adalah PKL dilaksanakan di kelas XI semester genap dan Kelas XII semester ganjil. Bagi siswa yang berangkat di kelas XI, kompetensi dasar yang diajarkan tidak sebenyak siswa yang berangkat di kelas XII. Ini akan menimbulkan masalah bagi industry tempat siswa melaksanakan PKL. Industri pasangan menginginkan siswa yang siap kerja dan jarang sekali industry yang mau untuk melaksanakan pembelajaran bagi siswa yang PKL. Dari permasalahan fundamental tersebut, akhirnya muncul sebuah pertanyaan fundamental pula yaitu apakah proses pendidikan kejuruan di SMK betul betul sudah mampu mempersiapkan siswa untuk terjun ke industri?
Artikel berjudul Creating Continuity between School and Workplace:
VET Teachers’ in school work to overcome boundaries menyoroti hal yang sama. Artikel berangkat dari dua konsep yaitu “Community of Practice” dan “situated learning”. Yang dimaksud dengan community of practice adalah industry itu sendiri. Situated learning itu sendiri adalah sebuah proses pembelajaran “yang dikondisikan”. Yang dimaksud dengan dikondisikan disini adalah agar proses pembelajaran di sekolah dikondisikan agar sama dengan di industry. Penelitian tersebut dilaksanakan di sekolah dengan program keahlian Building and Construction (Teknik Bangunan), Child and Recreation dan Handicraft (Kriya). Guru produktif (dalam artikel tersebut ditulis dengan VET Teacher) yang diteliti memberikan jawaban jawaban yang bervariasi tentang pendidikan kejuruan dan keberlangsungan antara pendidikan di sekolah dan di industry. Ada tiga jenis pendapat dari para guru tersebut yaitu 1. Embedded in teaching practice. Bahwa para guru kejuruan merasa bahwa mereka tidak perlu menjelaskan pada siswa tentang perbedaan antara pendidikan di sekolah dan di industry. Apa yang mereka lakukan disekolah bukan hanya memberikan teori tetapi juga praktek. Karena itu proses pendidikan di sekolah sudah identik dengan apa yang akan ditemui siswa di industry. 2. Compartmentalised in teaching practice. Bahwa para guru meyakini tentang pentingnya mengajarkan teori terlebih dahulu baru kemudian mengajarkan praktek pada siswa. Guru menekankan bahwa ada perbedaan besar antara proses pendidikan di sekolah dan di industri 3. Creating connection in teaching practice. Bahwa para guru meyakini pentingnya ada keberlangsungan antara pembelajaran teori di sekolah dengan praktek di industry. Para guru tersebut adalah juga anggota dari Community of Practice, yaitu para praktisi industry. Karena itu mereka bisa bertindak sebagai guru dan juga mentor layaknya di industry.
Dari uraian diatas kita bisa melihat bahwa sebenarnya praktek
pembelajaran yang dilaksanakan dengan sekolah menengah kejuruan di Indonesia sudah berada dalam jalur yang tepat selama 1. Kompetensi kejuruan yang diajarkan disekolah bisa mengikuti perkembangan kebutuhan industry. 2. Industry tempat siswa PKL sudah sesuai dengan kompetensi keahlian siswa.
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional