Anda di halaman 1dari 27

Mata kuliah : Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

“PENINGKATAN WORK BASED LEARNING MELALUI


KERJASAMA INSTITUSI TVET, DUNIA USAHA ATAU
DUNIA INDUSTRI DAN PEMERINTAH”

Dosen Pengampu: Mohammad Fatkhurrokhman, M.Pd. /


Mustofa Abi Hamid, M.Pd.T.

Tugas/makalah ke : 1

Nama Kelompok :

1. Try Ardila Virgiani (2283160001)


2. Agus Salim (2283160009)
3. Rendy Ferdiansyah (22831600)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Peningkatan Work Integrated Learning (WIL) / Work Based Learning melalui
kerjasama institusi TVET dan Pemerintah”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitan Sultan Ageng
Tirtayasa dengan dosen pengampu Mohammad Fatkhurrokhman, M.Pd. / Mustofa
Abi Hamid, M.Pd.T.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Serang, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Makalah.........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Model Pembelajaran Work Based Learning..............................................3
B. Upaya peningkatan kerjasama SMK berbasis WBL dengan dunia industri
7
1. Praktek Kerja Industri (Prakerin)........................................................................7

2. Magang............................................................................................................12

3. Kunjungan Industri...........................................................................................13

4. Unit Produksi di Sekolah...................................................................................13

5. Kajian Tuntunan Global Dasar Global...............................................................14

6. Kajian Kebutuhan Ketenaga Kerjaan Pengembangan Kurikulum.........................17

BAB III..................................................................................................................21
PENUTUP..............................................................................................................21
A. Kesimpulan..............................................................................................21
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi adalah pendidikan yang
menyiapkan terbentuknya keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku,
sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri, diawasi oleh masyarakat
atau dalam kontrak dengan lembaga serta berbasis produktif. Apresiasi
terhadap pekerjaan sebagai akibat dari adanya kesadaran bahwa orang hidup
butuh bekerja merupakan bagian pokok dari pendidikan kejuruan/vokasi.
Pendidikan kejuruan dewasa ini dihadapkan pada berbagai tantangan
yang makin berat dan perubahan yang amat cepat. Sebagai suatu jenis
pendidikan yang bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja, sudah
selayaknya apabila tuntutan relevansi kurikulum, model pembelajaran dan
penilaian dengan kebutuhan tenaga kerja masa depan, merupakan kata kunci
pengembangan pendidikan kejuruan.
Pendidikan tingkat menengah, khususnya SMK bukan hanya siap kerja,
namun memiliki peluang besar ikut mengembangkan ekonomi melalui
kewirausahaan. Siswa SMK yang sedang menempuh pendidikan harus
dipersiapkan tidak hanya untuk mengisi peluang kerja sebagai pekerja pada
dunia usaha dan industri, akan tetapi juga upaya pendidikan yang
memberikan lulusan SMK memiliki jiwa dan perilaku atau karakteristik
kewirausahaan.
Model pembelajaran adalah rangkaian utuh sebuah kesatuan antara
pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran,
teknik pembelajaran, dan taktik pembelajaran. Salah satu dari model
pembelajaran yang dikembangkan, adalah Work based Learning atau
Pembelajaran berbasis kerja. mengemukakan bahwa belajar berbasis kerja
(work-based learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang
memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari
materi pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut

1
dipergunakan kembali di tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas
dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. Model ini biasa
dikembangkan di institusi vokasi, atau sekolah kejuruan yang memang
berorientasi melatih calon tenaga ahli untuk siap bekerja.
Pertanyaan yang mengemuka adalah sudahkah sesuai peningkatan model
pembelajaran Work based Learning yang diterapkan di lembaga smk dengan
tujuan untuk menciptakan atau mendapatkan dunia usaha atau dunia industri
yang terdapat lapangan pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang
dibuat. Oleh karena itu, penulis mengkaji tentang peningkatan work based
learning melalui kerjasama institusi tvet, dunia usahan dan industri serta
pemerintah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model pembelajaran work based learning di sekolah
mengengah kejuruan?
2. Bagaimana upaya kerjasama yang diterapkan smk dengan dunia industri
?
3. Bagaimana hubungan model pembelajaran work based learning dengan
dunia industri ?
4. Bagaimana kajian kebutuhan ketenaga kerjaan pengembangan
kurikulum?
5. Bagaimana kajian tuntutan global dalam pengembangan kurikulum?
C. Tujuan Makalah
1. Memahami model pembelajaran work based learning di sekolah
menengah kejuruan.
2. Memahami upaya kerjasama yang diterapkan smk dengan dunia industri.
3. Memahami hubungan model pembelajaran work based learning dengan
dunia industri.
4. Memahami kajian kebutuhan ketenaga kerjaan pengembangan
kurikulum.
5. Memahami kajian tuntutan global dalam pengembangan kutikulum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Work Based Learning


Menurut Tuatul Mahfud (2016:111) salah satu model pembelajaran
vokasi dengan upaya melibatkan pihak dunia usaha atau dunia industri yaitu
pembelajaran dengan pendekatan Work-Based Learning (WBL). Banyak
definisi yang dikemukakan berkaitan dengan pengertian workbased learning.
Beberapa definisi menjelaskan bahwa work-based learning sebagai semua
bentuk pembelajaran melalui tempat kerja, apakah berwujud pengalaman
kerja (work experience) atau kerja dalam bimbingan (work shadowing) dalam
waktu tertentu. Definisi lain menyatakan bahwa WBL adalah semua
pembelajaran yang terjadi sebagai hasil aktivitas di tempat kerja (Little,
2006).
Depdiknas (2003), Belajar berbasis kerja (work based learning)
adalah suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa 4
menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran
berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di
tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi
pelajaran untuk kepentingan siswa. (Komalasari, 2013) menegaskan bahwa
pembelajaran berbasis kerja, atau seperti tempat terka terintegrasi dengan
materi di kelas untuk kepentingan para siswa dalam memahami dunia kerja
terkait..
Work based learning mengacu pada berbagai kegiatan yang
memperkenalkan orang-orang muda untuk bekerja profesional dan membantu
orang-orang muda memahami pekerjaan, karir, dan keterampilan yang
penting dalam angkatan kerja saat ini. Kesimpulan dari pendapat diatas,
work-based learning adalah semua bentuk pembelajaran yang ada di tempat
kerja dan melibatkan pengalaman kerja sebenarnya di mana antara sekolah
dan perusahaan secara bersama-sama merancang pembelajaran sehingga

3
program ini memenuhi kebutuhan peserta didik dan berkontribusi dalam
pengembangan perusahaan.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam implementasi WBL ini,
mulai dari kurikulumnya, penilaian serta sarana dan prasarana. Untuk
kurikulum sendiri struktur dan juga desain pembelajaran harus mendorong
dan mendukung pembelajaran eksperimen tersebut. Selain itu juga harus
dapat mengaktifkan siswa untuk belajar dari pengalaman kerja/praktek.
Selanjutnya dalam penilaian harus ada bukti fisik secara langsung. Dalam hal
ini setiap siswa dinilai secara individu terkait nilai, point tambahan, serta
kekurangan dalam suatu kompetensi. Diperlukan juga point tersendiri dalam
praktek jika siswa ada yang mampu menyelesaikan masalah tersebut.
Kemudian penilaian strategi harus membuat siswa aktif untuk menunjukkan
kedua hasil belajar akademik dengan terkait pekerjaan praktek. Dan untuk
sarana dan prasarana harus sesuai dengan yang ada di industri. pihak sekolah
juga harus mempunyai kerjasama industri untuk 27 kegiatan/tempat kerja
yang mendukung pengembangan kemampuan siswa.
Selanjutnya Putu Sudira (2016:195) mengemukakan bahwa work-
based learning membutuhkan proses pembelajaran yang mampu
menghasilkan pekerja yang memiliki kompetensi dan abilitas berhadapan
dengan perubahan teknologi, menggunakan teknologi sebagai pendukung
pembelajaran, dan cerdas menerapkan keterampilan belajar untuk
mengembangkan kecerdasan kontektual lainnya.
Dari uraian penjelasan yang sudah dikemukakan diatas, pendekatan
pembelajaran model work-based learning jika diterapkan dengan baik di
sekolah menengah kejuruan maka akan menghasilkan lulusan yang mampu
memecahkan masalah secara kreatif yang didukung oleh kemampuan berfikir
kreatif, bekerja secara kreatif, menerapkan inovasi secara cermat dan
produktif, serta sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pihak industri. Model
pembelajaran WBL juga memliki beberapa karakteristik dan manfaat.

4
1. Karakteristik Work based Learning
Karakteristik yang merupakan menjadi sebuah ciri khas dari sebuah
model pembelajaran work based learning. Menurut David Boud (Boud
& Solomon, 2003) mendeskripsikan bahwa program-program WBL
secara tipikal memiliki karakteristik:
a. merupakan kemitraan antara organisasi eksternal dengan institusi
pendidikan yang ditetapkan dengan kontrak
b. pembelajar dilibatkan sebagai pekerja (dengan membuat
perencanaan belajar yang dinegosiasikan)
c. program pembelajaran dirumuskan dari kebutuhan tempat kerja dan
peserta, dan tidak hanya dari kurikulum akademik yang telah
disusun
d. program pembelajaran diadaptasi secara individu setiap pembelajar
sesuai pengalaman pendidikan/kerja/latihan mereka sebelumnya;
e. program pembelajaran sebagai proyek/tugas-tugas yang terintegrasi
di tempat tugas
f. luaran pembelajaran diukur oleh institusi pendidikan.

2. Manfaat dan Tujuan Work Based Learning


Pendekatan WBL diturunkan dari premis bahwa setting
pembelajaran pada konteks tempat kerja yang riil tidak hanya membuat
pembelajaran akademik lebih mudah dicerna para peserta didik tetapi
juga meningkatkan engagement in schooling industri/tempat kerja
(Wonacott, 2002; Medhat, 2008). Aktivitas sekolah membantu
memperkuat dan memperluas pembelajaran yang dicapai pada tempat
kerja sementara peserta didik mengembangkan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dari pengalaman dua tempat (sekolah & tempat
kerja/industri) dan memungkinkan tersambung pembelajaran dengan
real-life work activities.
WBL merupakan pembelajaran yang menggambarkan suatu
program di perguruan tinggi di mana antara perguruan tinggi dan

5
organisasi atau perusahaan secara bersama-sama merancang
pembelajaran di tempat kerja, sehingga program ini memenuhi
kebutuhan peserta didik dan berkontribusi dalam pengembangan
perusahaan. WBL merupakan program yang diselenggarakan secara
formal di pendidikan tinggi. Tujuannya adalah untuk mendekatkan
kegiatan pembelajaran dengan pekerjaan. Manfaatnya selain sebagai
wahana transisi pembelajar dari sekolah/kampus ke tempat kerja juga
untuk pengembangan pengetahuan melalui tempat kerja dengan
pelibatan pengusaha.
Work-based Learning (WBL) secara ekspresif menggabungkan antara
teori dengan praktik, pengetahuan dengan dunia nyata. Secara garis besar,
WBL patut digunakan dan implementasikan di sekolah kejuruan/vokasi untuk
berbagai macam mata pelajaran. WBL menawarkan kesempatan yang banyak
untuk belajar diluar pembelajaran tradisional. WBL muncul karena adanya
tuntutan untuk mencapai mutu lebih tinggi, efisiensi dan keterkaitan
pendidikan dengan pekerjaan. Selain itu, WBL dibutuhkan karena perlunya
pengembangan keterampilan kerja para siswa untuk masa depan
ketenagakerjaan.
Menurut Budi Tri Siswanto (2011) Berbagai bentuk/model WBL antara
lain : program magang (apprenticeship opportunities), Kepenasehatan karir
(career mentorship), pengalaman kerja kooperatif (cooperative work
experience), kredit belajar yang diakui (credit for prior learning-CPL), masa
pembelajaran (internship), kerja terdampingi (job shadowing), praktik kerja
(practicum), kewirausahaan berbasis sekolah (school-based
enterpreunership), belajar memberi 28 pelayanan (service learning),
ekstership guru (teacher externship), persiapan pendidikan vokasi (tech-
prep), organisasi mahasiswa vokasi (vocational student organizations),
pelayanan sukarela (volunteer service), kunjungan lapangan (worksite field
trip).

6
B. Upaya peningkatan kerjasama SMK berbasis WBL dengan dunia
industri
Dalam proses upaya untuk meningkatkan kerjasama antar smk dengan
dunia industri. Perlu menerapkan beberapa bentuk WBL yang dapat
diterapkan di SMK:
1. Praktek Kerja Industri (Prakerin)
a. Pengertian Prakerin

Menurut Dwi Sapitri Iriani dan Soeharto (2015:276) Praktek


kerja industri (Prakerin) adalah program wajib yang harus
diselenggarakan oleh sekolah khususnya SMK dan pendidikan luar
sekolah serta wajib diikuti oleh siswa/warga belajar. Kegiatan praktek
kerja industri membantu peserta didik untuk menerapkan hasil belajar
yang diperoleh di sekolah serta sebagai sarana bagi siswa untuk
memperoleh pengalaman nyata bekerja sesuai dengan kondisi di
DU/DI. Praktik Kerja Industri merupakan program wajib yang harus
dilaksanakan oleh SMK yang wajib di ikuti oleh peserta didik. Prakerin
dapat dikatakan sebagai suatu pembelajaran yang dilakukan diluar
sekolah untuk mengetahui lebih dini lingkungan kerja sesuai dengan
bidangnya agar peserta didik memahami kompetensi yang dibutuhkan,
melatih social skill dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
Hal ini didasarkan pada definisi Praktik Kerja Industri dalam
keputusan Mendikbud No. 323/U/1997 adalah sebagai berikut: “Suatu
bentuk penyelenggaran pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan
secara sistematis dan sinkron program pendidikan di sekolah menengah
kejuruan dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui
bekerja pada pekerjaan sesungguhnya, untuk mencapai suatu tingkat
keahlian professional tertentu”.
Pelaksanaan prakerin merupakan merupakan bagian dari PSG
yang merupakan inovasi pada program SMK dimana peserta didik
melakukan praktek kerja di perusahaan atau industri dan merupakan
bagian dari proses pendidikan dan pelatihan di SMK. Praktek kerja
industri merupakan salah satu model penyelenggaraan pendidikan

7
profesional yang mengadu antara pendidikan di sekolah dan penguasaan
keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia industri.
Reeve and Gallacher (2005:13) menyebutkan bahwa bagian
penting dalam pelaksanaan praktek kerja industri ada empat, yaitu: (1)
partnership; (2) flexibility; (3) elevance; (4) accreditation. Pelaksanaan
prakerin bukan sekedar dapat menempatkan siswa pada suatu industri
dan mendapatkan pengalaman bekerja, tetapi juga diharapkan sekolah
dapat memberikan kebutuhan industri akan sumber daya yang terampil.
Maka dari itu perjanjian kerjasama antara sekolah dengan pihak industri
harus mencakup kemampuan siswa untuk dapat bekerja dan membantu
perusahaan dalam meningkatkan produksinya. Dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa Praktek Kerja Industri adalah bagian
dari program Pendidikan Sistem Ganda yang terselenggara antara
industri dengan sekolah serta merupakan suatu pembelajaran berbasis
kerja (work based learning), tujuannya untuk mendapatkan kompetensi
keahlian siswa sesuai dengan tuntutan DUDI dan untuk melatih
profesionalisme dalam bekerja atau penguasaan kompetensi kerja.

b. Tujuan Prakerin
Praktek kerja industri pada dasarnya merupakan suatu bentuk
pendidikan yang melibatkan siswa secara langsung di industri agar
siswa mempunyai pengalaman pekerjaan dan juga tercapai kompetensi
serta tuntutan sesuai dengan harapan dunia industri. Hal ini dikarenakan
dunia industri memerlukan sumber daya yang berkualitas dan
profesional dibidangnya untuk mengoprasikan peralatan berteknologi
canggih. Upaya pemerintah dalam hal ini Direktorat Menengah dan
Kejuruan (Dikmenjur) sebagai upaya mendekatkan pendidikan kejuruan
dengan dunia industri, telah dilaksanakan denan adanya kebijakan link
and match. Sebagai realisasi dari pendekatan tersebut, maka telah
dibuat suatu konsep pendidikan dengan sistem ganda (PSG). PSG
adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memadukan
pendidikan sekolah dengan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui

8
kegiatan bekerja langsung di dunia kerja (Depdikbud,1994). Realisasi
dari konsep PSG tersebut yaitu dilaksanakannya prakerin. Tujuan
Praktek Kerja Industri adalah untuk:
a) Menyiapkan siswa untuk bekerja mandiri, bekerja dalam tim dan
mengembangkan kreatifitas serta potensi sesuai dengan minat dan
bakat masing-masing.
b) Meningkatkan status dan kepribadian siswa sehingga mampu
berinteraksi, disiplin dan memiliki rasa tanggunng jawab.
c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi tenaga
kerja terampil dan produktif berdasarkan pengakuan standar
profesi lapangan kerja.

3. Model pelaksanaan
Pelaksanaan Praktik Kerja Industri ada empat (4) model
pelaksanaan yang telah dirumuskan oleh Direktorat Pendidikan
Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur, 1994:10) antara lain:
a) Day Release yaitu sistem pelaksanaan Praktik Kerja Industri
enam hari belajar dalam satu minggu, beberapa hari di institusi
(DU/ DI) pasangan dan beberapa hari di sekolah.
b) Block Release yaitu sistem pelaksanaan Praktik Kerja Industri
dalam hitungan bulan atau semester di institusi pasangan (DU/
DI) dan kemudian kembali belajar di sekolah.
c) Hours Release yaitu sistem pelaksanaan Praktik Kerja Industri
dimana jam-jam belajar yang harus dilepas di sekolah diganti
dengan jam belajar di institusi pasangan.
d) Kombinasi dari ketiganya.

4. Tahapan-tahapan Pelaksanaan
Agar pelaksanaan prakerin dapat berjalan dengan lancar, maka
tahapan-tahapan yang harus dilalui meliputi:

9
a) Perencanaan prakerin
Tahap perencanaan merupakan tahap merencanakan aspek-
aspek yang berperan dalam pengelolaan dan keberhasilan KBM di
sekolah dan di industri pasangan. Aspek-aspek yang berperan
dalam menentukan proses belajar mengajar di sekolah dan industri
pasangan antara lain: guru, insfrastuktur, siswa, peralatan, bahan,
bahan ajar, metode, jadwal, waktu, pembiayaan, perangkat lunak.
Selain aspek diatas menurut Wahyu Nurharjadmo (2008: 222)
menyatakan bahwa dalam pelaksanaan praktek kerja industri
diawali dengan tahap persiapan meliputi: (1) persiapan perangkat
administrasi, meliputi: buku jurnal siswa, buku saku petunjuk siswa
prakerin, buku jurnal, buku jurnal untuk pembimbing, surat
permohonan prakerin ke industri pasangan, surat pengantar
pengiriman siswa keindustri, blangko surat keterangan prakerin,
dan blangko monitoring; (2) pemetaan prakerin, yaitu kegiatan
yang dilakukan untuk memperoleh kejelasan tentang berbagai hal,
diantaranya adalah kejelasan pihak yang terlibat serta jadwal
kegiatan prakerin; (3) pembekalan prakerin, dilakukan untuk
pembenahan mental dan etos kerja siswa. Adapun materi didalam
pembekalannya adalah orientasi dunia kerja atau industri, tugas dan
kewajiban siswa prakerin di industri, petunjuk pengisian buku-
buku prakerin seperti jurnal prakerin dan pembuatan laporan
lainnya, pembenahan sikap siswa selama di industri; (4)
pembentukan pembimbing prakerin, pembimbing prakerin bertugas
membimbing siswa prakerin mulai saat penerjunan, monitoring,
penarikan sampai dengan pengujian hasil prakerin.
b) Pembekalan
Merupakan kegiatan menyusun struktur organisasi, pemilihan
personal, penyusunan uraian tugas, penyusunan mekanisme kerja
termasuk memberikan pengarahan kepada siswa, serta penyusunan
sistem koordinasi.

10
c) Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap dimana siswa
melaksanankan pembelajaran di industri. Idealnya, lamanya
pelaksanaan prakerin dilaksanakan mengacu pada pencapaian
target kompetensi sesuai dengan standar keahlian. Diperlukan
komunikasi secara intensif antara sekolah dengan industri agar
proses pelaksanaan berjalan dengan baik. Tujuan dari komunikasi
tersebut untuk mengatasi adanya masalah yang terjadi pada
pelaksanaan prakerin. Selanjutnya menurut Herdi Bangkit (2015:
47) kegiatan monitoring dimaksudkan untuk: (1) Mengetahui
keterlaksanaan program siswa di dunia di dunia industri yang
telah direncanakan, (2) Mengetahui sikap dan perilaku siswa
selama pelaksanaan prakerin, (3) Mengetahui hambatan-
hambatan yang dialami siswa selama melaksanakan Prakerin
beserta pemecahan masalahnya. Kegiatan monitoring
dilaksanakan oleh pembimbing saat pelaksanaan Prakerin. Hasil
dari pelaksanaan monitoring akan menjadi salah satu bahan dalam
pelaksanaan evaluasi prakerin.
d) Pengawasan dan Evaluasi
Merupakan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
prakerin di industri. Pengawasan bertujuan untuk mengetahui
keberhasilan pelaksanaan prakerin. Untuk mengetahui
keberhasilan prakerin diperoleh dengan cara penilaian terhadap
pembelajaran siswa di industri. Penilaian siswa yang dilakukan
oleh industri melalui uji kompetensi oleh instruktur lapangan.
Penilaian di sekolah diwujudkan dalam bentuk laporan tertulis
yang berisi kegiatan selama prakerin. Bentuk
pertanggungjawaban dari laporan ialah dengan ujian lisan oleh
guru pembimbing di sekolah. Ujian lisan yang dilakukan dapat
mengetahui dan mengungkap pengalamanpengalaman yang
diperoleh siswa selama prakerin.

11
Menurut Wardiman Djojonegoro (1998:84) pengukuran dan
penilaian peserta didik dalam pencapaian kemampuan sesuai
dengan tuntutan standar kompetensi dilaksanakan secara
bersamaan, yaitu pihak sekolah dan industri terkait yang telah
disepakati sebelumnya. Industri 38 melaksanakan sertifikasi
kepada peserta didik yang bertujuan untuk memberikan jaminan
terhadap kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh
pemiliknya (Wardiman Djojonegoro, 1998:88).
Berdasarkan penyataan di atas, dalam penelitian ini siswa
menerima hasil sertifikasi yang dilengkapi dengan penilaian atas
pekerjaan yang dilaksanakan selama Praktik Kerja Industri dan
juga atas dasar laporan yang dipertanggungjawabkan lewat ujian
lisan.

2. Magang
Masalah magang telah diatur dalam Undang-undang No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal 21-30. Dan lebih
spesifiknya diatur dalam Peraturan menteri Tenaga Kerja dan
transmigrasi Nomor 22/PER/MEN/IX/2009 tentang Penyelenggaraan
Permagangan di Dalam Negeri.
Dalam peraturan Menteri tersebut, permagangan diartikan
sebagai bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara
terpadu antara pelatihan si lembaga pelatihan dengan bekerja secara
langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja
yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa
di perusahaan dalam rangka menguasai ketrampilan atau keahlian.
Magang merupakan bagian program pelatihan kerja yang
mengandung unsur belajar sambil bekerja. Dilakukan oleh siswa SMK
kelas 3 sebagai salah satu syarat utama untuk menyelesaikan proses
pendidikan.

12
Program pembelajaran magang adalah suatu pembelajaran
dimana dalam proses pembelajarannya pemagang (peserta didik) turut
membantu langsung dalam pekerjaan pemagang (pendidik) yang mana
diharapkan pemagang (peserta didik) dapat memiliki ketrampilan dan
perubahan dalam pengetahuan dan sikap selama menjalani pekerjaan
tersebut dan yang pada akhirnya pemagang (peserta didik) dapat
melakukannya sendiri setelah proses pembelajaran magang selesai. Inti
dari proses pembelajaran magang sendiri adalah adanya interaksi
edukatif melalui belajar sambil bekerja atau bekerja sambil belajar
dimana unsur peniruan memegang peranan penting dalam keberhasilan
program pembelajaran magang.

3. Kunjungan Industri
Kunjungan Industri (KI) adalah salah satu pelaksanaan siswa
untuk melakukan pengamatan dan kunjungan sekaligus pengenalan
mengenai kondisi lingkungan industri yang akan mereka jalani
nantinya. Selain itu kunjungan industri juga dapat memberikan
pembekalan kepada siswa secara langsung mengenai keadaan
sebenarnya sebuah idustri, karena siswa peserta kunjungan industri
akan dibimbing dan diberi penjelasan oleh para pelaku industri secara
langsung di lapangan. Merupakan sebuah kesempatan yang sangat baik
40 bagi siswa untuk lebih dalam mengerti tentang aplikasi dari
keilmuan di industri yang bergerak di bidangnya secara langsung.

4. Unit Produksi di Sekolah


Menurut Rusnani dan Moerdiyanto (2012) Secara umum unit
produksi/jasa merupakan suatu proses kegiatan usaha yang dilakukan di
dalam sekolah dan bersifat bisnis serta dilakukan oleh warga sekolah
(Kepala sekolah, ketua jurusan/ program, guru, dan siswa) dengan
memberdayakan sumber daya sekolah yang dimiliki serta dikelola
secara profesional. Dengan kata lain unit produksi merupakan suatu
aktivitas bisnis yang dilakukan secara berkesinambungan dalam

13
mengelola sumber daya sekolah sehingga dapat menghasilkan produk
dan jasa yang mendatangkan keuntungan. Pengertian tersebut pada
dasarnya berakar pada pengertian budaya industri dalam upaya
meningkatkan produktivitas kerja melalui perwujudan etos kerja. Secara
organisasi, budaya perusahaan atau industri sebagai suatu nilai yang
menjadi pegangan bagi setiap pekerja baik sebagai atasan maupun
bawahan dalam menjalankan kewajibannya dan juga perilakunya.
Kepmendikbud nomor 0490/U/1992 pasal ayat 2 menyebutkan tujuan
unit produksi sekolah adalah :
a. Pemberikan kesempatan kepada siswa dan guru mengerjakan
pekerjaan praktek yang berorientasi kepada pasar.
b. Mendorong siswa dan guru dalam hal pengembangan wawasan
ekonomi dan kewiraswastaan.
c. Memperoleh dana tambahan bagi penyelenggaraan pendidikan.
d. Meningkatkan pendayagunaan sumberdaya pendidikan yang ada
disekolah.
e. Meningkatkan kreatifitas siswa dan guru.

5. Kajian Tuntunan Global Dasar Global


Era Global adalah era yang ditandai dengan pentingnya untuk memiliki
sudut pandang mendunia. Di dalam era global, batas antar negara seakan
tidak terlihat lagi. Hubungan antar manusia tidak lagi dibatasi oleh wilayah
hukum teritorial satu negara saja. Budaya komunikasi lintas negara ini
menuntut dimilikinya kemampuan untuk mengenal, menghargai, dan
memanfaatkan pemahaman terhadap berbagai macam budaya di seluruh jagad
tersebut untuk berkontribusi bagi kemajuan peradaban.
Teknologi informasi telah memungkinkan semua itu terwujud. Dengan
teknologi informasi, fakta-fakta dan fenomena baru senantiasa bisa direkam
dan disebarluaskan dalam hitungan waktu yang sangat cepat. Bahkan,
informasi tersebut bisa disimpan dalam waktu yang lama sekali dan dapat

14
digunakan berkali-kali. Karena itu, menurut penulis, tantangan pertama di
dalam era global ini adalah perlunya setiap orang untuk memiliki:
1. Resource-locating skills adalah keterampilan untuk menentukan lokasi
sumber informasi yang darinya seseorang bisa belajar dan beroleh
manfaat. Resource skills adalah keterampilan untuk menentukan dimana
informasi bisa diperoleh, dan dengan cara bagaimana. Dengan begitu,
resource-locating skills ini sangat bermanfaat bagi seseorang untuk bisa
menemukan dimana informasi yang diperlukan untuk membantu
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2. Information skills adalah keterampilan untuk memilah dan memilih
informasi yang ditemukan. Keterampilan ini memungkinkan seseorang
untuk terhindar dari informasi yang sifatnya hoax (olok-olok, tipuan),
yaitu informasi yang tidak pantas untuk digunakan menalar atau
mengasosiasi. Information skills ini memungkinkan seseorang memilih
informasi yang tepat dan sesuai kebutuhan. Information skills juga
memungkinkan seseorang memproduksi informasi yang sesuai dengan
kebutuhan.
3. Thinking & Reasoning Skills adalah keterampilan yang diperlukan
untuk merangkai dan mengolah informasi yang tersedia untuk
menghasilkan suatu kesimpulan. Keterampilan ini mencakup
keterampilan untuk bernalar secara induktif atau deduktif yang
mencakup antara lain: comparing & contrasting (membanding-
bandingkan), categorizing (mengelompokkan), inferencing
(menyimpulkan), dan decision making (mengambil keputusan).
4. Communication skills adalah keterampilan yang diperlukan untuk
mendengarkan dan menyajikan ide dari dan kepada orang lain sehingga
diperoleh pemahaman yang sama dan kesejalanan tindak lanjut yang
menguntungkan kedua belah pihak. Keterampilan ini memungkinkan
seseorang untuk memahami orang lain, mengetahui kebutuhannya,
memahami diri sendiri, dan menyediakan apa yang dimilikinya untuk

15
kepuasan orang lain. Dengan cara begitu, kedamaian akan tercipta, dan
memberi peluang terkembangkannya peradaban yang lebih baik.
Terkait dengan uraian di atas, pendidikan harus mendukung terwujudnya
pebelajar yang memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan-tantangan di
atas. Pendidikan harus mengupayakan agar warga negara, di seluruh dunia,
memiliki beberapa kemampuan berikut:
1. Kemampuan untuk menemukan sumber informasi utama, yang
sahih dan terpercaya, yang dapat digunakan untuk bekal
mengambil keputusan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan,
2. Kemampuan untuk memilah dan memilih informasi yang sahih
(valid) dan reliable (terpercaya) yang bisa digunakan untuk
menalar dan berpikir.
3. Kemampuan untuk menggunakan kemampuan berpikir dan
bernalarnya untuk mengolah informasi yang tersedia dan
menghasilkan kesimpulan dan keputusan yang bisa diandalkan,
serta menghasilkan suatu ide baru yang memberikan peluang untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban.
4. Kemampuan untuk menerima dan mengomunikasikan ide sesuai
dengan sudut pandang yang disepakati bersama.
Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menempatkan peserta didik sebagai
subyek dalam belajar, bukan obyek. Tugas guru, lebih bersifat sebagai
penyedia pengalaman belajar (fasilitator). Guru tidak lagi diposisikan sebagai
satu-satunya sumber belajar, tetapi hanya sebagai salah satu dari semua
sumber belajar yang bisa digunakan peserta didik. Pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 menuntut peserta didik untuk aktif, mulai dari melokalisir
sumber informasi yang diperlukan, memilah dan memilih informasi sesuai
dengan kebutuhan, dan memproses dengan nalar dan pikirannya agar
diperoleh kesimpulan dan keputusan yang diperlukan.
Kurikulum 2013 lebih mengutamakan penerapan kemampuan berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking skills). Pembelajaran dalam Kurikulum
2013 mendorong siswa yang mendorong siswa untuk menggunakan

16
kemampuan berpikir logis, kritis, reflektif, dan kreatif. Pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 tidak semata-mata diarahkan untuk penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 lebih
diarahkan kepada dimilikinya life skills (kecakapan hidup) yang lebih bersifat
adaptif dalam segala peradaban. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013,
terutama dengan dianjurkannya penggunaan pendekatan saintifik,
memungkinkan dikembangkannya rasa ingin tahu peserta didik, dan
mengarahkannya kepada kegiatan menggali informasi (baik dengan cara
melakukan eksperimen, bertanya kepada pakar, atau mengkaji dokumen),
serta menggunakan penalaran dan kemampuan berpikirnya untuk mengambil
kesimpulan.Penerapan kurikulum 2013 sangat sesuai dengan perspektif
global. Penerapan kurikulum 2013, pembangunan sumber daya manusia
Indonesia bisa diharapkan sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan global.
Penerapan kurikulum 2013 memungkinkan sumber daya manusia Indonesia
tumbuh berkembang dan bergaul dalam percaturan global secara produktif
dan damai.

6. Kajian Kebutuhan Ketenaga Kerjaan Pengembangan Kurikulum


Tujuan pendidikan nasional sesuai UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam Pasal 3 disebutkan tujuan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional maka pemerintah membuat suatu kurikulum. Dalam
pembuatan dan pengembangannya, kurikulum harus memperhatikan beberapa
aspek yang tertuang dalam Pasal 36 ayat (3) seperti tuntutan dunia kerja,
perkembangan iptek dan seni, serta dinamika perkembangan global.
Relevansi antara dunia pendidikan dan dunia kerja harus ditingkatkan
karena tuntutan zaman yang semakin berkembang. Sebagaimana penulis
ungkap dalam tulisan awal, kondisi dunia kerja menuntut kebutuhan akan

17
skill yang terbaik, kreativitas dan inovasi, serta efisiensi dan produktivitas
tenaga kerja. Kebutuhan tersebut bukan berarti tujuan pendidikan kita harus
merujuk pada permintaan pasar. Tetapi sesuai dengan misi pendidikan
nasional bahwa profesionalitas dari lembaga pendidikan yang menghasilkan
lulusan-lulusan harus mengacu pada standar nasional dan global. Keselarasan
tersebut timbul tatkala adanya sinergitas yang terjaga antar keduanya.
Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 mengakibatkan terpuruknya
kondisi ekonomi nasional. Keterpurukan ini merupakan tanda lemahnya
fundamental ekonomi Indonesia. Penyebab lemahnya fundamental
perekonomian Indonesia tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kualitas sumber daya manusia yang masih relatif rendah
2. Masih banyaknya produk-produk yang dihasilkan dengan daya saing
rendah dan tidak efisien.
3. Masih rendahnya tingkat penguasaan teknologi
4. Terbatasnya fasilitas infrastruktur dan masalah birokrasi
Dengan kata lain masalah sumber daya manusia dan teknologi menjadi
dua dimensi yang sangat penting dalam upaya memperkokoh fundamental
perekonomian. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan kualitas tenaga kerja
di perusahaan dengan memahami strategi sumber daya manusia meliputi hal
berikut:
1. Pengembangan Kemampuan
Dimensi ini menelaah pengembangan kemampuan karyawan dan
kemampuan manajer.
2. Pengelolaan Prestasi
Dimensi ini merujuk pada upaya pengelolaan prestasi kerja karyawan.
Hal ini sangat penting karena implementasi strategi bisnis memerlukan
karyawan yang senantiasa diberi bimbingan, dukungan, otoritas, dan
sumber-sumber yang dibutuhkan guna memenuhi rencana tindakan
dantujuan perusahaan.
3. Pengelolaan Fungsi SDM

18
Dimensi ini meninjau bagaimana pengelolaan fungsi sumber daya
manusia yang meliputi peranaan layanan (service role), organisasi, dan
penetapan staf dan pengembangannya.Ilmu pengetahuan adalah
seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan
melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari
ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan.
Dalam rangka mengantisipasi upaya daya saing, masalah alih
teknologi menjadi wancana penting, Kebijakan alih teknologi harus
sejalan dengan strategi bisnis yang telah di tetapkan yang ditujukan untuk
mendapat keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan dan dapat
memperkuat posisi terhadap konsumen atau mengalokasikan sumber daya.
Ketiga hal tersebut di atas dinilai sangat dibutuhkan dalam rangka
merumuskan dan menerapkan alih teknologi yang akan efektif jika SDM
yang tersedia memenuhi kualitas yang layak dan berada dalam situasi
kondusif untuk mengmbangkan dirinya.
Kualitas sumber daya manusia sangat menentukan dinamika dan
kelangsungan perusahaan dan upaya pencapaian tujuan termasuk
keunggulan kinerja. Oleh karena itu, kesiapan sumber daya manusia
penting untuk mencapai efisiensi. Hal tersebut sejalan dengan sasaran
yang paling utama dari program pengembangan manajemen. yaitu untuk
menaikkan kinerja masa depan dari perusahaan itu sendiri. Usaha
meningkatkan produktivitas dan kualitas tenaga kerja (SDM) perusahaan
dapat disatukan dengan berbagai program pemerintah sebagai berikut.Ilmu
dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Teknologi banyak digunakan dalam
berbagai bidang kehidupan.Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu
kondisi yang efektif, efisien dan sinergis terhadap pola perilaku manusia.
Perkembangan yang begitu cepat pada beberapa dekade terakhir adalah
perkembangan teknologi transportasi, komunikasi, dan informatika, serta
media cetak. Perkembangan teknologi terbesar dalam pertengahan abad
ke-20 berkenaan dengan penjelajahan luar angkasa.Temuan-temuan
dibidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan teknologi ruang

19
angkasa dan kemiliteran. Upaya untuk menyiapkan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan ketenaga kerjaan:
1. Menyiapkan tenaga ahli dan terampil dengan menyiapkan pendidikan
formal bagi penduduk. Contoh melalui investasi-investasi:
a. Wajib belajar Sembilan tahun,
b. Mendirikan sekolah Menengah dan Kejuruan.
c. Merintis pendidikan kewirausahaan diperguruan tinggi dengan
menyelenggarakan program studi kewirausahaan sebagai mata
kuliah sebab kemajuan suatu Negara lebih banyak ditentukan oleh
kwantitas dan kwalitas pengusahanya dari pada oleh faktor-faktor
lain seperti kekayaan alam.
d. Menyesuaikan kurikulum yang dibutuhkan dengan lapangan
pekerjaan, karena lulusan kejuruan yang sangat berkompeten
untuk terjun langsung kedalam pekerjaan.
2. Menyiapkan tenaga kerja yang mampu bekerja keras dan produktif
dengan meningkatkan kesehatan melalui perbaikan gizi penduduk,
memberikan jaminan social yang memadai dan menjamin kesehatan
yang baik.
3. Mengadakan latihan-latihan atau job training bagi tenaga-tenaga kerja
agar memiliki kemampuan kerja yang baik, melalui diklat-diklat,
penataran, kursus-kursus atau loka karya.
Mengadakan penelitian-penelitian untuk memberikan keteranpilan
kepada tenaga kerja yang sedang mencari pekerjaan agar dapat mengisi
lowongan pekerjaan sesuai dengan permintaan pasar tenaga kerja. Melalui
kursus-kursus keterampilan, baik yang dilakukan oleh pemerintah seperti
Balai Latihan Kerja (BLK) maupun kursus-kursus keterampilan yang
dilakukan oleh masyarakat seperti, kursus computer, mengetik, kursus
akuntansi, dll. Melalui pelatihan di BLK calon-calon tenaga kerja maupun
memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh dunia usaha atau dapat
menciptakan kesempatan kerja baik bagi dirinya maupun bagi orang
lain.Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak

20
dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia
seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Work based learning mengacu pada berbagai kegiatan yang
memperkenalkan orang-orang muda untuk bekerja profesional dan
membantu orang-orang muda memahami pekerjaan, karir, dan
keterampilan yang penting dalam angkatan kerja saat ini.

2. Tujuan dalam WBL ini juga adalah untuk mendekatkan kegiatan


pembelajaran dengan pekerjaan. Manfaatnya selain sebagai wahana
transisi pembelajar dari sekolah/kampus ke tempat kerja juga untuk
pengembangan pengetahuan melalui tempat kerja dengan pelibatan
pengusaha.

3. Dalam pengupayaan nya di Smk yaitu dengan cara prakerin (praktek kerja
industry, magang, kunjungan industry, unit produksi di sekolah kajian
tuntutan global, kajian kebutuhan ketenaga kerjaaan.

22
Daftar Pustaka
Boud, D., & Solomon, N. (2003). Work-based Learning: A New Higher
Education. Great Britain: Marston Book Services Limited, Oxford.
Budi Tri Siswanto. (2011). Pengembangan Model Penyelenggaraan Work-Based
Learning pada Pendidikan Vokasi Diploma III Otomotif. Yogyakarta.
Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
(UndangUndang Prakerin dikmendikti, 2003).
Depdikbud . 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar (GBPP). Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud. 1992. Tentang Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. (2003). Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Depdiknas.
Dikmenjur. 1994. Konsep Sistem Ganda Pada SMK di Indonesia. Jakarta:
Dikmenjur.
Dwi Sapitri Iriani dan Soeharto. (2015). Evaluasi Pelaksanaan Praktek Kerja
Industri Siswa Kompetensi Keahlian Jasa Boga SMK N 3 Purworejo. Jurnal
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. (Volume 22 Nomor 3). Hal 276.
Herdi Bangkit. (2015). Pelaksanaan Praktek Kerja Industri (Prakerin) Kompetensi
Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan Tahun
2013/2014. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Kepmendikbud. 1997. Tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah
Menengah Kejuruan. Jakarta: Kepmendikbud.
Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Little, B. (2006). Employability and work-based learning. London: HEA.
Putu Sudira. (2012). Filosofi Dan Teori Pendidikan Vokasi Dan Kejuruan.
Yogyakarta. UNY Press.
Reeve and Gallacher (2005). Integrating Work-Based Learning into Higher
Education: A Guide to Good Practice.
Rusnani dan Moerdiyanto, (2012). “Pelaksanaan Unit Produksi Pada Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri Kelompok Bisnis dan Manajemen di
Banjarmasin”. Artikel Penelitian, Universitas Negeri Yogyakarta.

25
Tuatul Mahfud. (2016). Evaluasi Program Praktek Kerja Lapangan Jurusan Tata
Boga Politeknik Negeri Balikpapan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan. (Volume 23 Nomor 1). Hal 111.
Wahyu Nurharjadmo. (2008). Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan. Skripsi. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Wardiman Djojonegoro. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta. PT. Jaya Agung Offset
Wonacott, M. E. (2002). The impact of work-based learning on student. ERIC
Digest, 242 (EDO-CE02-242) ERIC Clearinghouse on Adult, Career, and
Vocational Education.
Pardjono, dkk. 2003. Pendidikan Kejuruan dengan kurikulum berbasis kompetensi
berorientasi kecakapan hidup. Makalah disampaikan dalam Lokakarya
Pembelajaran dengan KBK Berorientasi Kecakapan Hidup. Tanggal 29 dan
30 April 2013 di FT UNY
Reksoatmodjo, Tedjo Narsoyo. (2010). Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan. Bandung: PT Refika Aditama.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah.
Bandung : Sinar Baru Algesindo.

26

Anda mungkin juga menyukai