SIMPANG
Simpang adalah suatu area yang kritis pada suatu jalan raya yang merupakan tempat titik konflik
dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973). Karena
merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang terutama di
perkotaan membutuhkan pengaturan.
83
84
3. Meminimumkan Tundaan
Pada suatu simpang yang terdiri dari dua macam arus pendekat yakni bagian utama (major)
dan minor, maka biasanya arus dari arah utama merupakan arus menerus dengan kecepatan
yang tinggi. Jika tanpa pengaturan sama sekali maka arus yang datang dari arah minor akan
sulit sekali menyela terutama jika arus dari arah utama cukup tinggi. Dengan demikian
maka arus dari arah minor akan mengalami tundaan yang cukup besar. Dengan adanya
pengaturan maka tundaan dari arah minor akan bisa dikurangi, sekalipun tundaan dari arah
utama menjadi bertambah, namun perhitungan secara keseluruhan tundaan akan menurun.
Pengaturan simpang disusun berdasarkan kebutuhan arus dari tiap-tiap pendekat. Faktor besar
kecilnya arus merupakan pertimbangan utama untuk menentukan jenis-jenis pengaturan,
disamping tentunya pertimbangan masalah dana yang tersedia, karena jumlah arus yang besar
akan menyebabkan tundaan yang berlebihan akibat distribusi kesempatan jalan yang tidak
merata pada setiap bagian, dan meningkatnya angka kecelakaan. Sebaliknya pengaturan simpang
yang tidak tepat juga akan menyebabkan jumlah tundaan meningkat, pemborosan fasilitas, dan
meningkatnya kecenderungan pengemudi untuk melanggar.
b. Memberi hak jalan pada kendaraan lain yang berada pada posisi lebih kiri dari pada
kendaraan tinjauan.
c. Kendaraan yang hendak belok ke arah kanan pada suatu simpang diwajibkan memberi hak
jalan kepada kendaraan dari arah lainnya.
d. Memberi hak jalan pada penyeberang jalan yang telah menyentuh garis marka
penyeberangan (zebra cross)
Berbeda dengan rambu Yield, pengemudi yang melihat rambu pada rambu Stop ini
diwajibkan untuk menghentikan kendaraannya pada garis stop, sekalipun tidak ada kendaraan
yang datang dari arah lain, dan baru boleh meneruskan perjalanannya bilamana kondisi lalu-
lintas cukup aman. Rambu Stop biasanya dipasang pada jalan arah minor pada simpang
dengan pertimbangan:
Jarak pandangan tidak memenuhi syarat karena kondisi geometrik maupun oleh sebab
lainnya
Angka kecelakaan cukup tinggi
Adanya simpangan dengan kendaraan lain yang mendapat prioritas seperti kereta api
misalnya.
Arus kendaraan dari masing-masing pendekat minimal sudah mencapai 500 kendaraan
per jam selama 8 jam operasi tertinggi per hari
Pertimbangan untuk memakai lampu sinyal belum ada dananya
4. Kanalisasi Simpang
Kanalisasi simpang dimaksud untukmengarahkan kendaraan ataupun memisahkannya dari
arah pendekat yang mau belok ke kiri, lurus, ataupun belok ke kanan. Kanalisasi dapat berupa
pulau dengan kerb yang lebih tinggi dari jalan ataupun hanya berupa garis marka jalan.
Untuk mencapai arah tujuan yang dimaksud, yakni arah ke kanan, kendaraan harus
menempuh arah lurus sampai pada suatu tempat yang dipandang aman dari pengaruh
simpang kemudian berputar arah dan kembali menuju simpang baru kemudian belok ke
kiri.
88
Atau dapat pula ditempuh jalur yang lain yang dapat ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
Pembuatan arah yang demikian akan menambah jarak dan waktu tempuh bagi kendaraan,
namun demikian dengan ini jumlah konflik akan dapat terkurangi terutama jika arus lurus
dari arah lawan sangat besar yang menyebabkan kesempatan belok kanan sangat kecil
karena tidak adanya gap dari kendaraan arah lurus tersebut.
kecuali konflik yang terjadi dalam arah yang sama misalnya : tabrak dari belakang atau juga
bersinggungan antar kendaraan. Pengambilan keputusan pemakaian bentuk simpang yang
tidak sebidang ini merupakan pilihan terakhir bilamana dengan sinyal lalu lintas sudah tidak
memungkinkan lagi karena terjadinya tundaan yang berlebihan akibat kemacetan sementara
siklus lampu lalu-lintas sudah sangat jenuh. Disamping itu juga tersedia dana bagi
pembuatan simpang yang tidak sebidang.
Hal yang perlu diingat bahwa keputusan pembuatan simpang tidak sebidang merupakan
keputusan yang terintegrasi antara simpang satu dengan simpang yang lain dalam satu
wilayah (Area Traffic System). Kajian tentang kelayakan penerapan simpang tidak sebidang
pada suatu tempat tidak dapat berlaku tunggal hanya pada simpang yang ditinjau melainkan
harus pula dikaji dampaknya pada simpang yang berdekatan dalam satu wilayah. Apabila
perencanaan simpang ini menafikan simpang yang lain maka boleh jadi kelancaran arus
pada simpang tersebut justru akan menyebabkan kemacetan pada simpang lainnya karena
terjadinya tambahan arus demand pada suatu pendekat yang berlebihan.
Bentuk simpang yang tidak sebidang ini bisa berupa jembatan layang (fly over) atau bisa
juga dengan bentuk terowongan bawah tanah (underpass)
Lampu lalu lintas secara sederhana dapat diterangkan sebagai lampu yang berada pada kanan kiri
pendekat dari simpang berupa tiang dengan tiga buah lampu yang berderet dari atas ke bawah
dengan warna merah pada deret paling atas kemudian kuning dan hijau yang paling bawah.
Pemasangan lampu lalu-lintas merupakan suatu upaya pengaturan simpang yang mengacu pada
pertimbangan:
Tundaan dari arah minor 30 detik selama delapan jam dalam sehari.
Arus kendaraan dari masing-masing lengan 750 kendaraan / jam selama delapan jam
dalam sehari.
Arus pejalan kaki dari masing-masing lengan 175 orang / jam selama delapan jam dalam
sehari.
Angka kecelakaan 5 kejadian/tahun.
90
Apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka pemasangan lampu lalu-lintas menjadi tidak
layak dan jika dipaksakan maka:
Terjadi pemborosan karena biaya pengadaannya cukup mahal
Timbul tundaan yang tidak perlu pada jalan utama
Menimbulkan ketidakpatuhan dari pengemudi karena memang dirasakan tidak perlu atau
tidak ada gunanya
Mengurangi kapasitas simpang
Jenis sistem pengaturan Lampu lalu-lintas dikelompokkan menjadi tiga macam, yakni:
1. Pretime Controller
Sistem ini disebut juga sebagai sistem dengan pengaturan waktu tetap (fixed time controller)
karena pada sistem ini, lama waktu siklus, phase, waktu hijau, merah, dan lainnya disetel
secara tetap sepanjang hari.
Cara seperti ini sangat baik dipasang pada simpang dengan pola lalu lintas yang stabil,
ataupun jika terjadi variasi arus lalu lintas maka variasi itu masih dalam koridor yang bisa
diakomodasi oleh sistem, ini tanpa terjadi tundaan atau kemacetan yang berarti.
2. Semiactuated Controller
Pada sistem ini didisain agar lampu hijau pada jalan utama selalu menyala sepanjang hari.
Lampu hijau akan berubah menjadi merah manakala detektor pada jalan minor menangkap
sinyal akan adanya kendaraan yang hendak memasuki simpang. Pengoperasian ini adalah
bahwa: panjang waktu siklus dan hijau bervariasi dari siklus satu ke siklus berikutnya sesuai
dengan arus demand.
1. Karena semua diseting secara tetap yakni: lama waktu siklus, waktu hijau, dan lain-lainnya
maka akan lebih tepat koordinasinya terutama pada simpang simpang yang berurutan atau
berderet karena rata-rata tundaan akibat berhenti (stopped delay) lebih kecil daripada sistem
actuated.
2. Kerja alat tidak terpengaruh oleh pergerakan kendaraan dari arah pendekat sehingga tidak ada
pihak yang dirugikan akibat pengaruh mobil mogok misalnya atau oleh adanya perbaikan
jalan.
3. Lebih tepat jika dioperasikan pada suatu daerah simpang dengan jumlah pedestrian besar.
4. Harga peralatannya jauh lebih murah dibandingkan dengan sistem actuated dan lebih mudah
perawatannya.
1. Lebih efisien dipakai pada simpang-simpang dimana fluktuasi arus lalu lintasnya tidak bisa
diatasi dan diprogram dengan sistem pretime controller.
2. Lebih efisien diterapkan pada simpang-simpang yang kompleks.
3. Lebih efisien baik bagi jalan utama maupun jalan minor karena pemutusan waktu hijau hanya
terjadi jika dibutuhkan oleh arus minor ataupun oleh pejalan kaki.
4. Lebih efisien pada simpang-simpang yang lokasinya tidak menguntungkan
5. Lebih menguntungkan pada operasi yang menerus tanpa membutuhkan tundaan pada jalan
utama
6. Diterapkan terutama pada alokasi dimana lampu kontrol lalu lintas hanya diperlukan dalam
waktu yang singkat dalam sehari.
7. Sistem actuated secara umum dapat meminimalkan tundaan terutama jika arus demand sangat
bervariasi.
92
4. Phase
Bagian dari waktu siklus yang dialokasikan bagi sembarang lalu lintas untuk mengadakan
pergerakan.
Adalah waktu dimana simpang tidak efektif digunakan untuk pergerakan yang dalam hal ini
terjadi selama waktu antara dan awal dari masing-masing phase dimana kendaraan dalam
antrian mengalami kelambatan dan diberi simbol: l.
9. Rasio Hijau Efektif (Green Time Ratio)
Perbandingan antara waktu hijau efektif dengan panjang siklus diberi simbol: u.
ui = gi / C (7.2)
Adalah waktu efektif dimana tidak diijinkan adanya pergerakan, yakni merupakan panjang
siklus dikurangi dengan waktu hijau efektif untuk phase tertentu, dan diberi simbol ri.
ri = C – gi (7.3)
Karakteristik pergerakan meliputi: Arus jenuh (saturation flow), waktu hijau efektif (effective
green time), dan waktu hilang (lost time) yang secara garis besar karakteristik pergerakan
ditampilkan pada Gambar 7.2.
Pada saat lampu merah kendaraan akan terhenti. Jika lampu hijau mulai menyala arus yang akan
melewati stopline akan bertambah dan inilah yang disebut sebagai arus jenuh atau saturation
flow. Dengan demikian maka arus jenuh adalah jumlah maksimum kendaraan yang bisa
diberangkatkan dari antrian pada periode waktu hijau. Syarat adanya antrian merupakan hal yang
bersifat mutlak. Bilamana tidak terjadi antrian, sebagai misal di daerah yang kondisinya masih
sangat sepi, arus lalu lintas sangat rendah, kemudian dipasang lampu sinyal maka boleh jadi
ketika lampu merah menyala tidak ada kendaraan yang memasuki kaki simpang.
sedangkan :
Start
Intergreen, I loss End lag,b =
Saturation flow ,s End gain
Time
Displayed Green
Time, G
Sumber: Akcelik, R, 1981, Traffic Signal: Capacity and Timing Signal, Australian Road and
Gb.7.2 - Model Dasar Arus Jenuh dan Definisi
Research, Victoria, Australia.
Apabila digambarkan dalam suatu simpang dengan tiga kaki yang mempunyai tiga phase,
maka secara jelas dapat dilihat pada Gambar 7.3. di bawah ini.
95
1 1
2
3
4
Dari Gambar 7.3. terlihat bahwa nomor pergerakan 1 berjalan dalam dua phase yakni phase A
dan B. Sedang pergerakan lainnya berlangsung hanya dalam satu phase. Siklus simpang yang
terdiri dari tiga phase yakni phase A, B, dan C, akan lebih mudah dipahami jika digambarkan
dalam bentuk diagram siklus sinyal seperti tampak pada Gambar 7.4.
Sedangkan untuk mengetahui waktu pergerakan tiap-tiap nomor gerakan dalam satu siklus dapat
dilihat pada Gambar 7.5.
96
Sumber: Akcelik, R, 1981, Traffic Signal: Capacity and Timing Signal, Australian Road and
esearch, Victoria, Australia.
Sumber: Akcelik, R, 1981, Traffic Signal: Capacity and Timing Signal, Australian Road and
esearch, Victoria, Australia.
Konsep kapasitas dan tingkat pelayanan merupakan analisis utama pada simpang . Kedua konsep
tidak secara jelas berhubungan dan dua parameter tersebut dianalisis secara terpisah.
Kapasitas dihitung dari masing-masing lane group dari pendekat suatu simpang. Lane group
didefinisikan sebagai satu atau lebih lajur yang melayani arus lalu-lintas dan mempunyai stopline
bersama dan kapasitas terbagi oleh semua kendaraan. Analisis kapasitas menghasilkan v/c ratio
untuk tiap lane group. Sedangkan v/c ratio adalah arus yang ada atau arus yang diperkirakan
pada desain pada lane group untuk periode 15 menitan dibagi dengan kapasitas lane group.
Tingkat pelayanan (LOS) didasarkan pada rata-rata tundaan per kendaraan untuk berbagai
pergerakan di simpang. Meskipun v/c ratio mempengaruhi tundaan, tapi ada parameter lain yang
lebih berpengaruh yakni: kualitas progress, panjang siklus, dan waktu hijau.
Kapasitas suatu simpang bersinyal ditentukan untuk masing-masing lane group dari pendekat.
Kapasitas lane group adalah arus maksimum rata-rata pada lane group yang dapat dilepaskan
pada simpang di bawah kondisi ada, kondisi geometrik, dan kondisi sinyal yang ada. Rata-rata
arus yang ada biasanya diukur untuk periode 15 menitan dan satuan kapasitas adalah kendaraan /
jam.
Kondisi lalu lintas meliputi: volume pada tiap pendekat, distribusi pergerakan kendaraan (kiri,
lurus, kanan), lokasi perhentian bus, arus pejalan kaki, dan parkir pada daerah simpang. Kondisi
geometrik meliputi jumlah lajur, lebar laju, kelandaian, dan jalur khusus untuk parkir. Sedangkan
kondisi sinyal meliputi phase sinyal dan tipe dari controller.
Arus jenuh atau saturation flow merupakan jumlah maksimum kendaraan yang bisa
diberangkatkan pada saat lampu hijau jika terjadi antrian pada saat lampu merah. Notasi dari arus
jenuh adalah: ’s’ dengan satuan kendaraan per jam pada efektif hijau ( kpjh,kend.per jam hijau =
vphg, vehicle per hour green).
Hal penting yang perlu diingat bahwa variabel-variabel seperti arus atau flow (q), kapasitas (c),
dan arus jenuh (s) merupakan nasukan yang penting untuk analisis simpang.
98
Flow ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara arus yang ada atau arus yang diperkirakan
(arus disain) pada lane group i (vi) dengan arus jenuh (si).
Flow ratio = vi / sI (7.7)
ci = si x g/C (7.8)
Ratio antara arus dengan kapasitas disebut sebagai v/c ratio diberi simbol X
X = v/c (7.9)
dan perbandingan antara g/C disebut sebagai ratio hijau efektif (green time ratio) diberi simbol
‘U’, sehingga :
U = g/C (7.10)
Dengan demikian maka rumus (7.9) dan (7.8) untuk lane group i menjadi:
Xi = (v / c)I
Xi =
Xi = (7.11)
Dari rumus (7.11) dapat dikatakan bahwa: v/c ratio untuk lane group i merupakan hasil bagi
antara flow ratio dengan green time ratio.
Jika suatu pendekat I mempunyai arus demand sebesar 40 % dari saturation flow dan gi/C
sebesar 0,35 maka :
Xi = = 1,14
Harga Xi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Nilai Xi = 1 terjadi jika arus yang ada sama dengan
kapasitas. Sedangkan harga Xi = 0 terjadi jika tidak ada arus yang lewat. Jika nilai Xi lebih
99
besar dari 1 maka hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas jalan sudah tidak mencukupi
terhadap tuntutan demand.
Konsep kapasitas lainnya yang penting adalah v/c ratio kritis atau Xci yakni v/c ratio simpang
secara keseluruhan yang didasarkan dengan hanya mempertimbangkan flow ratio (v/s) lane
group yang tertinggi pada suatu phase sinyal.
Jika pada suatu simpang terdapat 3 lane group kritis, memerlukan v/s berturut-turut : 0,40 ;
0,30 ; dan 0,20 sedangkan L = 6 detik dan C = 90 detik, maka v/c ratio kritisnya adalah :
V/c ratio merupakan ukuran dari kecukupan kapasitas yakni apakah kondisi geometrik dan disain
dari sinyal cukup menyediakan kapasitas bagi pergerakan. Sedangkan tundaan merupakan
ukuran kualitas bagi pelayanan terhadap pengguna jalan. Kedua parameter tersebut harus
dianalisis secara mendalam untuk mengoptimalkan operasi dari simpang.
A 5,0
B 5,1 – 15,0
C 15,1 – 25,0
D 25,1 – 40,0
E 40,1 – 60,0
F >60
100
Perhitungan tundaan merupakan hal yang sangat rumit, pengukurannya tergantung pada
banyaknya variabel meliputi: kualitas progress, panjang siklus, green time ratio (g/C), dan v/c
ratio. Tundaan juga dapat diukur langsung di lapangan.
Tingkat Pelayanan A menggambarkan tingkat operasi dengan tundaan yang rendah, lebih kecil
dari 6 detik. Terjadi pada kualitas progress yang sangat baik, artinya hampir semua kendaraan
datang pada saat lampu hijau dan sebagian besar tidak mengalami henti. Tingkat Pelayanan B
dapat menggambarkan kualitas progress yang baik , lama siklus pendek, lebih banyak kendaraan
yang terhenti daripada A dan tundaan lebih besar dari A. Tingkat Pelayanan C dapat
menggambarkan kualitas progress yang cukup , lama siklus lebih panjang, jumlah kendaraan
yang terhenti lebih banyak tapi masih ada juga kendaraan yang tidak mengalami stop. Tingkat
Pelayanan D: menggambarkan tingkat operasi dengan tundaan berkisar antara 25 sampai dengan
40 detik. Pada tingkat ini pengaruh kemacetan sudah mulai nampak. Rata-rata tundaan yang
panjang diakibatkan oleh kombinasi progression yang kurang baik, siklus yang panjang, atau v/c
ratio yang tinggi. Kendaraan yang stop semakin banyak dan yang tidak stop semakin sedikit.
Tingkat Pelayanan E: merupakan LOS dengan tundaan mendekati batas yang tidak bisa diterima
yang diakibatkan oleh progression yang jelek, siklus yang lama, dan v/c ratio yang tinggi.
Tingkat Pelayanan F: merupakan LOS dengan tingkat tundaan yang tidak bisa diterima oleh
pengemudi karena terjadinya oversaturation dimana arus yang datang melebihi kapasitas dan v/c
ratio melebihi angaka 1.
Karena tundaan sangat sulit diukur maka hubungannya dengan kapasitas juga sangat kompleks.
Tundaan yang tinggi dapat terjadi pada berbagai v/c ratio bilamana terjadi kombinasi dari
berbagai kondisi:
1. Waktu siklus lama
2. Lane group yang ditinjau tidak diuntungkan karena waktu sinyal misalnya waktu merah terlalu
lama.
3. Sinyal progress untuk pergerakan utama jelek.
Hal sebaliknya dapat terjadi yakni pada lane group yang jenuh yakni v/c ratio mendekati angka 1
tetapi tundaan rendah bilamana waktu siklus pendek dan progress sinyal pada pergerakan utama
bagus.
Banyak hal-hal yang sama pada berbagai metoda di atas sebagai langkah untuk menganalisis
simpang, sekalipun terdapat pendekatan yang berbeda untuk masing-masing metoda misalnya
pemakaian rumus dan pemakain faktor lainnya. Pada semua metoda variabel yang harus
dimasukkan sebagai faktor untuk analisis adalah kondisi geometrik, kondisi arus lalu-lintas, dan
kondisi sinyal. Sedangkan hasil akhir yang akan dicapai oleh semua metoda adalah untuk
menentukan: waktu siklus, pembagian phase sinyal, v/c ratio, v/s ratio, dan menghitung tundaan
untuk menentukan tingkat pelayanan yang ada.
Untuk mengatasi hal itu maka perlu dipikirkan untuk mengalirkan beberapa arus lalu lintas
secara bersamaan untuk mempercepat waktu siklus dan pada akhirnya diperoleh efisiensi
penggunaan sinyal yang tinggi dengan tetap berprinsip pada aspek keselamatan. Terdapat
beberapa teknik untuk mengatur pergerakan yakni: mengijinkan pergerakan, membatasi
pergerakan, dan memisahkan pergerakan.
1. Mengijinkan pergerakan
Aplikasi dari mengijinkan pergerakan pada suatu simpang dengan empat kaki adalah dengan
melepas arus lalu lintas dari dua arah yang berlawanan sedangkan kedua arah lainnya ditahan.
Kendaraan yang berjalan lurus mendapatkan prioritas untuk jalan terlebih dahulu dan
kendaraan yang hendak berbelok ke kanan harus menunggu kesempatan. Bila jumlah lajur
hanya satu maka kendaraan yang hendak belok kanan dapat berjalan menuju ke tengah
simpang untuk menunggu kesempatan menyela sehingga kendaraan di belakangnya yang
berjalan lurus tidak terganggu. Pada cara ini berarti hanya dibutuhkan dua phase sinyal
sehingga waktu siklus menjadi kecil.
1
6
12
4
9 7
10
2
5
8
11
3
PHASE A PHASE B
2. Membatasi Pergerakan
103
Maksud dari membatasi pergerakan adalah dengan tidak mengijinkan belok kanan. Hal ini
diterapkan dengan pertimbangan arus lalu-lintas yang belok kanan cukup besar sehingga akan
mengganggu arus kendaraan lurus di belakangnya. Hal ini disebabkan ruang tengah simpang
sudah penuh dengan kendaraan belok kanan yang sedang menunggu kesempatan jalan.
6 1
12
4
10
2 9 7
5
8
3
11
PHASE 1 PHASE 2
3. Memisahkan pergerakan
Diterapkan pada simpang berkaki empat yang dilakukan dengan tiga tahapan:
6 1 6 1
12
4 4
10
9
2 2 7
5 5
8
3 3
11
Alternatif lain jika arus belok kanan pada salah satu kaki cukup besar disamping dengan
pemutusan cepat adalah dengan cara awal yang terlambat. Prinsip kerja pada cara ini
adalah dengan melepas arus lurus dan belok kanan terlebih dahulu dan menahan arus yang
berlawanan arah. Setelah beberapa detik berjalan baru arus dari arah lawan dilepas. Baik
cara pemutusan cepat dan awal terlambat keduanya memakai prinsip bahwa arus yang
berlawanan arah berjalan dalam satu phase. Sedangkan kelebihan cara awal yang terlambat
adalah arus yang hendak belok kanan dengan jumlah besar tidak perlu disediakan lajur
khusus karena tidak akan terjadi antrian kendaraan yang menunggu kesempatan untuk
belok kanan.
6 1 6 1
12
4 4
10
2 2 9 7
5 5
8
3 3
11
6 1 6 1
4 12
4
10
2 2 9 7
5 5
8
3 3
11
Prosedur yang diberikan ini merupakan petunjuk cara pembagian waktu pada simpang yang
terisolasi artinya antar simpang satu dengan simpang yang lain tidak dikoordinasikan setting-
nya atau terpisah. Sasaran dari prosedur perhitungan adalah mengoptimalkan tingkat operasi
simpang dengan waktu tunggu yang ditekan seminimal mungkin tanpa harus mengorbankan
keselamatan pemakai.
Data geometrik dari simpang perlu dihimpun untuk menentukan arus jenuh dari simpang. Data
itu meliputi:
1. Radius Tikungan
2. Sudut yang dibentuk oleh kaki-kaki simpang
3. Lebar pendekat
4. Data-data lain seperti:
Pembagian lajur (kiri,lurus,kanan) serta lebar masing-masing
Tata guna tanah di sekitar simpang
Lebar bahu dan trotoar di sekitar simpang
Rambu dan marka di daerah simpang
Lokasi tempat parkir di sekitar simpang
Kelandaian jalan
Data arus lalu-lintas di simpang yang dibutuhkan tidak hanya data tentang jumlah kendaraan saja
melainkan juga tentang arah pergerakannya yaitu arah kiri (L), lurus (T), dan kanan (R).
Disamping itu pencatatan kendaraan yang melewati simpang perlu dilakukan untuk masing-
masing jenis kendaraan. Agar bisa dihitung maka jenis-jenis kendaraan yang ada perlu
dikonversikan ke dalam satuan yang sama yakni menjadi satuan mobil penumpang (smp). Pada
dasarnya pada setiap simpang setiap kendaraan mempunyai nilai emp yang berbeda, akan tetapi
MKJI memberikan nilai acuan untuk konversi nilai emp.
Besarnya arus jenuh tidaklah sama untuk tiap simpang tergantung pada berbagai faktor, seperti:
kondisi gradien jalan, lokasi parkir, radius tikungan, dan ada tidaknya lalu-lintas belok kanan
yang berpapasan dengan lalu-lintas yang datang dari arah berlawanan. Berikut ini rumus-rumus
pendekatan untuk mencari arus jenuh:
1. Untuk arus lalu-lintas lurus
s = 525 x W (7.13)
dimana : s = Arus Jenuh (saturation flow = smp/jam)
W = Lebar Lajur (meter)
S = (7.14)
S = (7.15)
Pada kondisi seperti ini yakni terdapat arus yang melawan namun tidak terdapat lajur
khusus belok kanan, maka akan berpengaruh pada kondisi sekitar simpang yaitu:
Akan menyebabkan tundaan pada arus belok kanan itu sendiri dan arus arah lain (selain
yang belok kanan) pada satu pendekat yang sama
Akan menghalangi pemakain lajur lainnya untuk kendaraan lurus yang juga
mengakibatkan tundaan
Sisa kendaraan yang berada di tengah simpang pada akhir periode hijau akan tetap
dihabiskan sehingga menyebabkan terlambatnya kendaraan pada phase berikutnya.
Pengaruh yang pertama dan kedua dapat dinetralisisr dengan menganggap bahwa arus
belok kanan rata-rata diasumsikan sebesar 1,75 kali arus yang lurus. Sedangkan pengaruh
yang ketiga ini yang cukup rumit. Belok kanan bisa berjalan jika terdapat gap yang cukup
dari kendaraan arah lawan, yang berdasarkan pengamatan gap ( ) tersebut berkisar 5
sampai 6 detik. Gambar 7.11 yang secara teoritis diberikan oleh Tanner menggambarkan
arus jenuh dengan kondisi: pertama jika arus melawan terdiri dari satu lajur dengan gap (
) 5 detik dan kedua jika arus melawan terdiri dari dua lajur dengan gap ( ) 6 detik .
Gambar 7.11 tersebut memberikan nilai saturation flow teoritis (Sr) yang dapat lolos
melalui gap yang terjadi pada arus lawan. Untuk mengkonversikan nilai Sr kepada jumlah
maksimum kendaraan belok kanan per siklus (cycle) atau Nr maka dipergunakan
persamaan:
Nr = Sr (7.16)
Gambar 7.11 Estimasi dari Arus jenuh Belok Kanan Efektif (Sr)
Selisih antara jumlah rata-rata kendaraan belok kanan per siklus dan Nr menunjukkan
jumlah rata-rata kendaraan sisa pada akhir periode hijau (N W). Laju pelepasan dari
kendaraan ini kurang lebih satu kendaraan setiap 2,5 detik dengan asumsi bahwa kendaraan
pertama ,yang menunggu belok kanan, melewati titik pada centre line simpang begitu
sinyal berubah merah (yakni 3 detik setelah periode intergreen mulai) sehingga lama
waktu kendaraan kedua untuk mencapai titik ini adalah pada 2,5 detik berikutnya dan 5
detik berikutnya untuk kendaraan yang ketiga dan seterusnya. Agar tidak ada waktu yang
dibuang antara waktu begitu kendaraan belok kanan habis dan kendaraan arah lawan mulai
berangkat maka kendaraan pertama pada phase berikutnya diharapkan datang di titik ini
pada 2,5 detik setelah kendaraan belok kanan terkhir. Dengan asumsi bahwa kendaraan
109
pertama pada phase berikutnya memerlukan waktu kurang lebih 3 detik dari mulainya awal
periode hijau untuk mempercepat dari sisa dan mencapai titik ini (yaitu datang 3 detik
setelah akhir periode intergreen) , mengabaikan variasi jumlah kendaraan belok kanan
yang menunggu, tidak akan ada waktu terbuang jika periode intergreen sebesar 2,5 NW
detik. Jika intergreen kurang dari 2,5 NW detik perbedaan ini memberikan estimasi kasar
tundaan ekstra pada ‘waktu mulai’ dari kendaraan lawan. Dengan jumlah random dari
kendaraan datang yang belok kanan per siklus maka efek tundaan pada kendaraan lawan
akan lebih besar daripada jika jumlah rata-rata diperkirakan datang tiap siklus, namun pada
kebanyakan keperluan, kemungkinan tidak dibutuhkan dalam perhitungan.
Untuk memperkirakan apakah rangkaian fakta dari waktu sinyal memerlukan kapasitas hal
ini dibutuhkan untuk membuat perhitungan.
d. Dengan terdapat arus lawan dan dengan lajur khusus belok kanan
Dengan kondisi seperti ini maka tidak ada tundaan pada kendaraan lurus pada pendekat
yang sama , namun akan ada efek pada phase berikutnya yang dihitung sesuai dengan
keterangan pada butir ‘ b ‘ di atas.
4. Pengaruh Pedestrian
Pengaruh pedestrian tidak begitu menentukan dan tergantung pada kondisi luas lapangan.
Namun jika arus pedestrian tinggi maka pengaruhnya perlu dipertimbangkan dengan
mengklasifikasikan lapangan sesuai dengan ‘efek karakteristik lapangan’ seperti di bawah.
Kondisi Prosentase
Lapangan Keterangan Terhadap Standar
Arus Jenuh
Sumber: Directorate General of Highways Ministry of Public Works, 1997,Indonesian Highway Capacity
Manual, Urban Roads,Indonesia 7.4.2.4. Ratio Arus Jenuh ( Flow Ratio)
111
Ratio arus atau flow ratio (Y), yang terjadi pada tiap-tiap pendekat pada kaki simpang dengan
phase yang sama, merupakan perbandingan antara arus (flow=q) dan arus jenuh (saturation
flow=S) atau Y= q/S. Jika tiap kaki terdapat 3 lajur terpisah misalnya belok kiri, lurus, dan
kanan maka perhitungan dilakukan untuk tiap-tiap lajur. Kemudian apabila pada satu phase
misal phase A yang bergerak adalah dua kaki dan tiap kaki dengan 3 lajur, maka akan terdapat 6
(enam) flow ratio. Karena jumlah flow ratio dalam satu phase lebih dari satu maka perlu diambil
nilai yang krritis yakni nilai terbesar sebagai dasar perhitungan.
Periode intergreen (I) merupakan periode waktu yang dipakai untuk mengosongkan atau
membersihkan simpang yang terdiri dari periode amber (kuning) dan semua merah (all red).
Besarnya periode intergreen biasanya diambil 5 detik dengan amber 3 detik dan semua merah 2
detik.
Co = (7.19)
Cmin = (7.20)
Cp = (7.21)
L = 2n + l (7.22)
g = (7.23)
G = g+l (7.24)
k = G-a (7.25)
d = (7.26)
x = ( derajad kejenuhan)
E = (7.28)
4. Antrian Rata-rata
N = qx (7.30)
CONTOH KASUS
JL. BKR
JL. MARTANEGARA
JL. LODAYA
JL. BKR
UTARA
115
PHASE C
PHASE A PHASE B