M.S. Nugroho
Karakter : WEWEGOMBEL, GONDORUWO, BELA, MAMA, ORANG-ORANG, ANAK-
ANAK
WEWEGOMBEL, GONDORUWO
Dalam bayangan hitam, WEWEGOMBEL menangis sedih.
GOMBEL : Ruwo... malam datang lagi. Malam datang lagi.
RUWO : Malam akan selalu datang, Gombel...
GOMBEL : Malam akan selalu menyiksaku, Ruwo. Malam akan membuatku kesepian.
RUWO : Tidak, Gombel. Aku akan menemanimu. Aku akan selalu di dekatmu.
GOMBEL : Ya, dan tanpa anak.
RUWO : Maafkan aku, Gombel. Aku tidak bisa memberi yang kau inginkan.
GOMBEL : Ratusan tahun aku menunggu. Sampai kapan lagi aku sanggup menunggu seorang anak
menghiburku.
RUWO : Inilah nasib kita, Gombel. Ratusan tahun usia kita. Kita tidak perlu anak untuk
melanjutkan hidup kita. Kitalah yang mendampingi sang waktu. Malam bukanlah
kesedihan kalau kita bersabar.
GOMBEL : Aku tidak bisa bersabar lagi, Ruwo. Setelah ratusan tahun kata sabar jadi tidak bermakna.
Ayolah, kita akan dapatkan anak yang manis.
WEWE GOMBEL terus merajuk. Kemudian percakapan terhenti karena sayup terdengar anak
belajar bernyanyi.
02. Malam hari, di dalam rumah terang dan bersih, pinggiran kota.
BELA, MAMA
BELA sedang belajar di kamar atas; di ruang tamu MAMA lelah sepulang kerja.
MAMA berolah raga sekedarnya dan menyalakan lampu teras. BELA turun membawakan air
hangat. Mama menyentuh air langsung marah.
MAMA : Terlalu panas, Goblok. Kau mau merebus Mama! Kurang ajar!
MAMA memukuli BELA dengan handuk. BELA cepat-cepat mengambil air sambil menangis.
BELA : Maaf, Ma. Bela tambahkan air dingin dulu.
MAMA mengumpat seraya menyalakan televisi dan memencet-mencet remot. BELA mengurut
kaki Mama sambil terus menangis.
MAMA : (Mentertawakan acara televisi) Bela, sudah. Diam. Tidak kau lihat Mama sedang
menonton sinetron*).
03. Malam yang sama, di halaman rumah. Gembira.
MAMA : Hei, bubar. Tidak punya rumah apa. Malam-malam begini ribut saja. Diculik Wewe
Gombel, tahu rasa kalian!
ANAK-ANAK menyoraki. MAMA melempari anak-anak sesuatu. ANAK- ANAK bubar. BELA
sendirian.
BELA : (Berbisik) Teman-teman kalian di mana? Aku ikut.
BELA mencari-cari teman-temannya. BELA tersesat.
BELA : (Berteriak) Teman-teman kalian di mana! (Terkejut) Lho, aku sekarang di mana, ya?
04. Malam semakin larut. Di bawah pohon. Mistis.
GOMBEL : (Mengeluarkan boneka cantik) Bela... Bela... Ini Ibu punya. Kamu mau boneka?
BELA : Siapa k-kamu...
GOMBEL : (Menyerahkan boneka) Terimalah. Jangan takut. Cantik, bukan? Ciumlah.
Setelah mencium boneka, BELA pingsan. GOMBEL membawa BELA sambil menari-nari
gembira.
ORANG TUA menusuk WEWE GOMBEL dengan keris. WEWE GOMBEL perutnya terluka.
Pegangannya terlepas. BELA terjatuh dan pingsan. ORANG- ORANG mengangkat BELA.
GONDORUWO menyerang ORANG-ORANG tetapi keris PAK TUA telah bersarang pula di
dadanya.
ORANG-ORANG: (Bersorak) Enyahlah Wewe Gombel. Kita dapatkan Bela!
Kita dapatkan Bela! Hidup Pak Tua.
Orang-orang pergi dengan puas dan penuh kemenangan. ANAK-ANAK melempari WEWE
GOMBEL dengan batu dan menusuk-nusuk dengan kayu. WEWE GOMBEL kesakitan dan sangat
sedih.
ANAK itu meludahi WEWE GOMBEL. WEWE GOMBEL marah. Wajahnya dibuat sangat
mengerikan. Anak-anak lari ketakutan.
GOMBEL : Kalian anak-anak nakal!
ORANG TUA : (Berpidato) Bapak Ibu sekalian. Telah terbukti bahwa Bela telah diculik Wewe Gombel.
Ini berarti bahwa anak-anak kita dalam keadaan tidak aman. Kita harus setiap saat
menjaga dan melindungi anak-anak kita.
Malam ini kita bersama bisa atasi. Kita harus waspada juga untuk malam- malam nanti.
Hari ini seorang anak diculik Wewe Gombel, mungkin besok oleh yang lainnya. Atau
bahkan, maaf, oleh diri kita sendiri karena kita kadang telah menculik dunia anak-anak
menjadi dunia orang dewasa.
BELA : Mana jalannya? Siapa orang tuaku? Siapa guruku? Siapa aku?
MAMA : Bela kau berkata apa? Ini Mama, Sayang?
BELA : (Tertawa) Apa yang telah kau lakukan padaku? Apa kewajibanmu? Mana punyaku?
(Menangis) Aku tidak mau dipaksa. Aku tidak mau dibiarkan.
MAMA : Bela, sadarlah. Lihatlah, semua orang melihatmu.
ORANG TUA : (Mengucap mantra) Sss. Bumi berkata langit mendengar, udara mengingsut pepohonan
bergetar, air memercik cahaya terlempar. Tuangkan dalam darah, jerang dalam pikiran,
seduh dalam hati.
BELA langsung tertidur. ORANG TUA memijit kening dan tengkuknya.
ORANG TUA : Hatinya masih terguncang. Pikirannya tegang. Jiwanya terombang-ambing dalam
gelombang besar yang membingungkan. Sekarang semua tenanglah. Pulanglah, lihat anak
kalian sendiri. Barangkali ada yang belum di rumah. Jaga mereka, jangan lengah.
Semua pergi.
MAMA (VO) : (Memukul-mukul meja) Diam. Diam. Berisik. Sinetronnya*) sudah mulai!
BELA (VO) : Besok ada ulangan, Mama.
MAMA (VO) : Cerewet. Kau dengar tidak, Mama sedang nonton televisi!
MAMA melempar sesuatu. BELA mengaduh kesakitan. Tangis WEWE GOMBEL makin keras.
WEWE GOMBEL hendak mendatangi BELA tetapi dicegah RUWO.
GOMBEL :
Anakku. Aku tak tahan lagi.
RUWO :
Adat manusia memang begitu, Gombel. Kita hanya bisa menonton.
GOMBEL :
Betapa sedihnya, Ruwo.
RUWO :
Tutup matamu, tutup juga telingamu, Gombel.
BELA :
(Datang) Ibu Gombel... Aku datang...
RUWO :
(Memberi isyarat kepada Bela supaya pergi) Sss...
BELA :
(Malah tersenyum menggoda) Ibu Gombel, Bapak Ruwo, aku di sini!
GOMBEL :
(Membuka mata. Kaget dan senang. Memeluk Bela) Anakku... Aku merindukanmu.
BELA :
Ibu, Bela mau di sini saja. Aku takut. Mama jahat. Mama...
GOMBEL :
(Berusaha marah) Tidak. Pulanglah. Mamamu menunggumu. Dialah mamamu yang
sesungguhnya.
BELA : Tidak. Bela sayang Ibu. Bela mau bersama Ibu Gombel saja.
GOMBEL : (Mengubah wajahnya menjadi sangat mengerikan) Lihatlah. Aku akan lebih jahat
lagi. Aku akan memukulimu. (Memukul dengan keras) Kembalilah kepada mamamu
lagi! Pulang!
BELA : (Kaget, tidak percaya) Ibu Gombel jahat. Ibu Gombel jahat!
BELA melempar WEWE GOMBEL dengan boneka lalu menangis pergi.
WEWE GOMBEL tertawa mengerikan, sebentar kemudian menangis sedih sekali. WEWE
GOMBEL memungut boneka.
GOMBEL : (Kepada boneka) Maafkan aku Bela. Kau tidak akan mengerti. Aku sangat sayang
kepadamu. Aku terpaksa melakukan ini.
RUWO : Sudahlah, kau telah melakukan yang seharusnya.
GOMBEL : Ruwo, ini siksaan tak ada habisnya. Kita adalah korban nasib terabaikan.
RUWO : Betapa sengsaranya hidup ini. Umur panjang kita adalah kutukan.
WEWEGOMBEL, GONDORUWO
Tiba-tiba GONDORUWO tertawa dan menangis hebat. WEWE GOMBEL kaget dan memukul
GONDORUWO keras-keras.
GOMBEL : Ruwo, apa-apaan kau ini. Sudah, diam. Jangan mengundang orang-orang untuk
membunuh kita.
RUWO : (Marah dan mencabut keris di dadanya) Lebih baik mereka membunuhku. Biarkan
aku mati. Aku tidak berguna lagi.
GOMBEL : Ada apa kau ini. Ini adalah kelangsungan hidup kita.
RUWO : Yang kau pikirkan cuma anak. Anak yang tak akan pernah menjadi milik kita. Sementara
aku yang beratus-ratus tahun mencintaimu, kau abaikan begitu saja. Apakah ini tidak
sangat menyedihkan?
Mereka berpelukan.
MAMA : (Turun dari tangga) Bela, kamu di mana? (Melihat televisi dengan nyalang) Kaulah
yang mencuri anakku. Jangan tersenyum. Kuhancurkan kau.
MAMA menghajar televisi dengan sapu. Tampak percikan listrik dan kepulan asap.
MAMA : Kaulah Wewe Gombel, kaulah Wewe Gombel sebenarnya! (Memegang puingan
televisi) Kaulah yang menculik anak-anak di seluruh dunia. Kaulah Wewe Gombel
itu!
MAMA menangis, kecapekan, dan terduduk di lantai. Ia benar-benar merasa sendiri.
MAMA : Bela kau di mana? Pulanglah, anakku. Apa gunanya Mama bekerja setiap hari, kalau
tidak untuk kamu. (Menghamburkan tas berisi uang dan tertawa) Apa gunanya
Mama melanjutkan hidup kalau Mama menyia- nyiakan kamu. Mama khilaf. Mama
berdosa. Lihatlah wajah Mama sebenarnya. Mama sangat sayang kepadamu. Engkaulah
hidup Mama.
MAMA : (Tersenyum) Pandanglah hari-hari akan datang. Mama akan selalu ada untuk kamu. Mama
akan ada di sampingmu kalau kamu belajar. Waktu Mama hanya untuk kamu. Bela,
pulanglah. Mama menunggumu.
BELA : (Muncul di pintu) Benarkah itu Mama?
MAMA : Bela? (Berpelukan) Mama sayang kamu.
BELA : Bela juga sayang Mama.
SEMUA PEMAIN
Selesai