me/overebook
Rindukan Aku
by
Andros Luvena
1
Fb.me/overebook
PROLOG
Aku sedang mewarnai buku bergambar bersama Gagah ketika tawa seorang
wanita menarik perhatian kami. Aku menoleh ke asal suara, melihat Gagah juga
melakukan hal yang sama denganku. Kami melihat Tanta Delita memasuki
ruangan bersama seorang pria yang membuatku tertawa kecil karena perutnya
yang buncit.
Tante Delita masuk ke kamarnya, diikuti laki-laki itu, melewati kami yang
duduk di depan pintu kamarnya. Lalu mereka menutup pintu kamar. Kemudian
kami mendengar suara cekikikan Tante Delita.
Aku ingat, terkadang mama juga membawa seorang pria ke kamarnya, dan dia
akan melarangku masuk ke dalam kamar.
Tiba-tiba Gagah berdiri dari duduknya, menghampiri dinding kamar tante Delita
yang terbuat dari bilik. Tangannya mengorek-ngorek bilik tersebut, membuat
lubang sebesar ibu jari. Lalu dia membungkuk, melihat melalui lubang tersebut.
2
Fb.me/overebook
“Tidak apa-apa, kalau Mamamu marah, aku akan melindungimu.” Kata Gagah
membujukku.
“Iya. Tante Delita menaiki Om itu.” jawab Gagah, “Kau ingin lihat?” tanyanya
seraya menegakkan tubuhnya kembali.
Aku agak mendongak menatapnya ragu, meski aku tiga tahun terlahir lebih dulu
dari Gagah, tapi tinggi Gagah jauh melebihi aku.
“Ya sudah,” gumam Gagah, kemudian dia membungkuk lagi. “Hei, Om itu
ngempeng kaya bayi.” Kata Gagah sambil cekikikan.
3
Fb.me/overebook
“Sebentar, Amy.” Bisiknya lagi. “Apa aku sudah bilang kalau mereka
telanjang?” tanya Gagah kemudian.
“Mereka telanjang?”
Suara deheman membuat aku dan Gagah menegakkan tubuh kami dan berbalik.
Aku mengkeret ketakutan melihat siapa yang memergoki kami, Gagah
menggeser tubuhnya ke depanku, seakan ingin melindungiku dari amukan
wanita dewasa yang kini berdiri garang di hadapanku.
“Mamih ...” bisik Gagah dengan cengiran pada wajahnya. Aku heran kenapa dia
masih bisa tertawa di depan mamihnya yang terlihat marah.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Mamih. Tangan gemuknya yang
penuh dengan gelang emas menggerak-gerakkan kipasnya. Membuat gelang-
gelang tersebut saling berbenturan dan menimbulkan bunyi yang terdengar
indah di telingaku.
Tapi aku sedang tidak ingin menikmati bunyi gelang itu kali ini.
4
Fb.me/overebook
Aku masih mendengar suara Gagah sampai dia sudah tidak terlihat lagi.
®RatuBuku
5
Fb.me/overebook
SATU
Semua ini berawal dari waktu. Waktu adalah benih dari segalanya wahai
Dhananjaya. Jika tiba saatnya, sang waktu akan mengambil sesuai
kehendaknya. (Perkataan Resi Vyata pada Arjuna)
Suasana temaram, sudah menjadi ciri khas komplek Kembang Dadap ketika
malam menjelang. Aku berjalan tergesa-gesa menyusuri sebuah gang sempit,
menyelinap masuk ke dalam sebuah bilik.
“Amy, kaukah itu nak?” suara parau yang kukenal bertanya padaku, menyusul
kemudian suara batuknya.
“Ya, Ma.” Jawabku menghampiri satu-satunya ranjang kecil yang ada di kamar
ini. Mengambil segelas air putih dan meminumkannya pada wanita renta yang
telah melahirkanku 25 tahun silam.
“Tadi Mba Vero nitip beli obat, Ma. Jadi, Amy pulangnya mampir dulu ke
apotik.” Jelasku. Meletakkan kembali gelas itu ke atas meja dan menutupnya.
6
Fb.me/overebook
Aku tahu Mama sedang memperhatikanku, tapi aku pura-pura sibuk melipat
baju.
“Amy.”
Selesai mandi, aku kembali ke kamar. Melihat Mama yang sudah terlelap. Aku
menggantungkan handukku di tempatnya dan meletakkan kembali perlengkapan
mandiku. Lalu menghampiri Mama, memandangnya dengan sayang.
Perlahan aku berjalan menuju meja kecil, membuka lacinya dengan kunci yang
ada di saku celanaku, mengambil buku bersampul hitam dan sebuah pulpen.
Kemudian menutup lagi laci tersebut, menguncinya dengan hati-hati. Lalu aku
mengambil sebuah selimut dan senter. Berjalan mengendap-endap menuju
pintu, membukanya pelan-pelan.
7
Fb.me/overebook
Aku menaiki tangga besi yang curam menuju tempat jemuran. Sampai di atas,
aku menggelar selimutku, berbaring telentang dengan kedua tanganku sebagai
bantalnya. Menatap bintang-bintang yang bertebaran memenuhi langit malam.
“Jangan menangis. Aku akan membawamu ke suatu tempat yang sangat indah.”
“Benarkah?”
Gagah mengangguk, “Tapi berjanjilah kau tidak akan pernah menangis lagi.”
“Aku berjanji.”
Aku tersenyum mengingat kejadian 15 tahun yang lalu. Ke tempat inilah Gagah
membawaku, kami membawa banyak lilin dan menyalakannya, lalu berbaring
di sekitarnya.
Gagah.
Menyebut namanya saja membuat denyut jantungku bekerja lebih keras. Apa
kabarmu sekarang? Apa kau baik-baik saja? Tentu saja. Mama baru
memberitahuku tadi, dia pasti mendengarnya dari Mamih. Mungkin Mamih
baru menerima telepon darinya.
22 Juni 2010
Kau bertengkar dengan Mamih, aku tidak tahu apa yang kalian
pertengkarkan. Tapi itu membuatmu sangat marah.
8
Fb.me/overebook
Kali ini kau memandangku. Mata hitammu terlihat sedih. “Aku akan
pergi jauh, Amy.” Katamu lirih.
“Gah.” Panggilku.
Sebaris air mata membasahi pipiku. Dadaku terasa sesak. Lalu, aku tertidur
dalam kesedihanku.
®RatuBuku
9
Fb.me/overebook
Kokok ayam jantan membangunkanku, aku tersentak dan segera bangun dari
tidurku. Terburu-buru membungkus buku dan senterku dengan selimut, lalu
setengah berlari menuruni tangga besi. Kakiku dengan lincah melewati undakan
demi undakan, tanpa takut tergelincir. Aku sudah terbiasa melakukan ini.
Sampai di depan kamarku, aku masuk dengan hati-hati. Melihat Mama yang
masih tertidur pulas. Aku agak tenang karenanya.
Aku mendongak, melihat Megy yang baru datang. “Iya.” Jawabku. “Mau mandi
Meg?”
“Iya, tapi masih kepagian nih.” Megy jongkok di depanku, “Eh, bajuku yang
kemaren sudah?” tanyanya.
“Sorean juga gak pa-pa kok.” Megy mengulurkan tangannya ke bak cucianku,
mengambil sebuah baju dan menguceknya.
“Eh, jangan Meg, biar aku aja.” Cegahku merasa tidak enak.
10
Fb.me/overebook
“Sudah ga pa-pa.”
Aku tidak mencegah lagi, untuk gadis sekeras kepala Megy, percuma melarang
apa yang ingin dia kerjakan.
Mba Vero, Kak Vely dan Kanya yang baru datang menghampiri kami.
“Eh, My. Makasih ya, kemaren dah beliin obatnya, badanku jadi ga sakit lagi.”
kata Mba Vero.
Aku mengangguk.
“Pasti, lah. Semalem aja aku dapet empat tamu.” Jawab Mba Vero disambut
cekikikan gadis lainnya.
“Masih banyak ya, My. Aku bantuin ya?” kata Kanya, tanpa menunggu
jawabanku dia ikut mengucek baju.
Kak Vely menimba air, dan mengisi ember-emberku, Mba Vero membilas baju-
baju yang sudah di cuci.
11
Fb.me/overebook
“Eh, ko malah jadi pada nyuci sih. Jangan dong.” Seruku berusaha mencegah
mereka. Tapi mereka tidak mendengarkanku.
Selesai menjemur, aku mandi, lalu kembali ke kamar. Sudah pukul tujuh pagi.
Mama masih terlelap, aku membiarkannya, tersenyum melihat wajahnya yang
tampak tenang.
Keranjang terkahir yang kuantar milik Mamih, aku mengetuk pintu rumahnya.
12
Fb.me/overebook
“Masih Mih.” Aku selesai menata baju. “Sudah selesai, Mih. Amy ke kamar
dulu ya.”
“Ah, enggak.” Kata Mamih. Lalu dia merogoh sakunya dan meletakkan
beberapa lembar uang ratusan ribu ke tanganku. “Ini yang bulan kemarin ya.”
Kali ini aku panik, aku membuka selimut Mama dan mencari-cari pergelangan
tangannya. meraba nadinya ....
13
Fb.me/overebook
Rantang bubur yang kupegang terjatuh, suaranya riuh saat menyentuh lantai.
Tanganku gemetar ketika tidak menemukan denyut pada nadinya.
“MAMA ....” Teriakku histeris, sebelum akhirnya tubuhku terasa lemas dan
semuanya menjadi gelap.
®RatuBuku
14
Fb.me/overebook
DUA
Aku tidak peduli dengan aroma petrichor, aku tidak peduli dengan hujan deras
yang kini menghujamiku dengan tetesan-tetesannya, membuat bajuku menjadi
kuyup. Yang aku pedulikan sekarang ... kepergian Mama untuk selamanya.
Aku tahu dia menungguiku dari tadi, membawa payung hitam yang tidak bisa
melindunginya dari tetesan air hujan.
15
Fb.me/overebook
Air hujan membuat kaca mobil menjadi berembun, aku meletakkan ujung-ujung
jari tangan kananku ke atasnya, menyandarkan kepalaku pada jendela mobil.
Semua yang ada di dalam mobil terdiam. Membuat suasana semakin kelam.
Kini ... aku tidak punya siapa-siapa lagi. Semua pergi meninggalkanku ....
®RatuBuku
Melalui hari-hari tanpa Mama menjadi berat buatku. Aku akan tertegun saat
membuka pintu kamar sepulang bekerja, berharap mendengar suara paraunya
yang menyapaku ... atau mendengar suara batuknya, atau mendengar deru
napasnya yang seperti kelelahan. Lalu, aku akan tersadar, semua itu tidak akan
mungkin bisa aku dengar lagi.
Tiga bulan seperti itu, aku nyaris melupakan kesedihanku. Aku mulai bisa
tersenyum lagi, terkadang tertawa ketika Mba Vero kembali menceritakan
tingkah para tamunya.
16
Fb.me/overebook
Aku kembali pada kebiasaanku yang dulu, berbaring di tempat jemuran seraya
menghitung bintang, berharap suatu saat aku akan bisa menghitung
kesemuanya.
Mamih meletakkan amplop putih ke atas meja yang ada di depannya. “Amy,
Mamamu pernah berpesan pada Mamih agar menjagamu seperrti anakku
sendiri.” Mamih menghela napas, “Sejauh ini Mamih berusaha melakukannya
dengan baik.”
“Mamih pikir, sekarang sudah waktunya kau mandiri. Jangan salah sangka,
Mamih tidak mengusirmu. Tapi Mamih pikir, tempat ini tidak baik untukmu.
Kau gadis baik, bukan di sini tempatnya.”
“Mamih tahu, kita sudah seperti keluarga. Tapi Mamih sudah tua, tidak akan
bisa selamanya menjaga kamu.” Mamih mendorong amplop yang dipegangnya
ke arahku, “Pergilah mengenal dunia, Nak. Mamih tahu kau bisa menjadi lebih
baik.”
17
Fb.me/overebook
Aku tidak menerima amplop itu, masih tetap menundukkan kepalaku. “Amy
akan tetap di sini. Amy lahir di tempat ini, besar di sini. Amy enggak akan pergi
dari Kembang Dadap. Jadikan Amy anggota, Mih.”
Aku tidak bisa melihat Mamih, tapi aku tahu dia terkejut mendengar
keputusanku.
“Mamamu tidak akan suka kalau mendengar ini, Amy.” Gumamnya menarik
napas panjang.
Aku terdiam. Aku tahu itu. Mama ingin aku mendapatkan pekerjaan yang baik,
bukan seperti dia. Tapi aku tidak akan bisa meninggalkan tempat ini, ada yang
kutunggu di sini.
®RatuBuku
Malam ini, di usiaku yang ke 25 tahun, untuk pertama kalinya aku berdandan.
Megy dan Mba Vero membantuku. Mereka memoleskan make up minimalis
pada wajahku, lalu menata rambutku menjadi ikal dan memberikan jepitan
berbentuk kembang dadap pada salah satu sisinya. Aksesoris wajib yang di
pakai penghuni komplek Kembang Dadap.
Megy memilihkan baju untukku, salah satu dari yang diberikan penghuni
komplek padaku. Gaun model bakcless hitam selutut yang menempel ketat pada
18
Fb.me/overebook
tubuhku. Dengan hiasan manik-manik pada bagian dadanya yang bergaris leher
V.
Megy tertawa, mengeluarkan semua baju yang ada di lemariku, akhirnya aku
setuju dengannya.
Mba Vero meminjamkan sepatu hak tingginya yang mempunyai warna senada
dengan gaunku.
“Sudah siap?” Mamih memasuki kamarku dan tertegun ketika melihatku. “Kau
sangat cantik.” Bisiknya lirih, menatapku sedih. “Aku masih berharap kau
berubah pikiran.”
Aku mengikuti Mamih keluar dari kamarku, beriringan dengan Megy dan Mba
Vero.
Memasuki ruangan tempat semua berkumpul, aku merasa risih ketika hampir
semua mata memandangku. Beberapa orang lelaki terlihat langsung
19
Fb.me/overebook
Aku menerima gelas itu dan meminumnya, mengernyit ketika merasakan asam
di lidahku.
“Kenalkan ini Mas Rangga.” Kata Mamih, “Kau akan menemaninya malam
ini.”
20
Fb.me/overebook
Mas Rangga menggenggam tanganku, “Tidak usah buru-buru, aku tahu ini baru
buatmu.”
Saat aku terbangun, Mas Rangga masih tertidur dengan tangannya yang
melingkar di pinggangku. Aku menyingkirkannya hati-hati. Tapi ketika aku
mencoba bangun, tangan kokoh itu kembali melingkari pinggangku, kali ini
lebih kuat.
“Satu kali lagi saja.” Bisiknya dengan suara serak khas bangun tidur, menciumi
punggung telanjangku.
®RatuBuku
Aku sudah selesai mandi ketika Mamih masuk ke kamarku. Mas rangga sudah
pergi sejak satu jam yang lalu.
Mamih duduk di ranjangku yang sudah rapi. Menatapku yang sedang menyisir
rambut.
21
Fb.me/overebook
Mamih menghela napas, “Mas Rangga bilang, semalam bukan yang pertama
buatmu.”
“Jangan takut. Mas Rangga tidak marah.” Mamih mendesah. “Meski Mamih
mengatakan kau masih perawan.”
“Itu tidak menjadi masalah buat Mas Rangga, dia sangat puas denganmu dan
tidak mengambil kembali uangnya.”
“Mamih hanya ingin tahu, siapa yang pertama. Apa pria itu memaksamu?”
“Gagah?”
“Gagah kan?”
Mamih memelukku, “Bukan salahmu. Oh, Amy ... andai Gagah mau kembali,
aku akan dengan senang hati menerimamu menjadi menantuku.”
®RatuBuku
22
Fb.me/overebook
TIGA
6 tahun kemudian.
Mamih meninggal. Kabar itu menyebar dengan cepat. Kembang Dadap menjadi
muram, tidak ada keceriaan seperti hari-hari biasa. Semua penghuni komplek
terlihat bersedih, tidak terkecuali aku yang kini tengah berkumpul bersama yang
lain. Tak ada yang banyak bicara setelah acara pemakaman Mamih. Hati kami
terasa gamang memikirkan apa yang terjadi selanjutnya dengan kami. Apa
tempat ini akan ditutup? Lalu bagaimana dengan nasib kami?
Sore ini, aku duduk di atas atap sendirian. Menatap langit senja yang tampak
temaram. Bola jingga besar yang mulai kembali ke peraduan, menghadirkan
semburat kemerahan. Beberapa burung terlihat terbang melintas di bawahnya,
bersiap untuk pulang.
Aku mendengarnya siang tadi, gosip yang beredar dia akan menggantikan
Mamih. Sekarang, aku merasa bingung apa harus gembira atau bersedih dengan
kematian Mamih.
Terpikir dalam benakku, apa dia merindukan aku? Apa dia akan merangkul
pundakku -seperti biasa yang dia lakukan dulu- jika kami bertemu? Apa
senyumnya masih terlihat sama seperti dulu? Dengan cengiran khas yang selalu
membuatku tertawa jika melihatnya.
“Kau tahu, Amy. Kalau aku dewasa, aku akan bermain kuda-kudaan
bersamamu.”
23
Fb.me/overebook
Gagah menatapku meremehkan, seolah dia tahu segalanya. “Kata Mamih, kita
hanya boleh bermain saat sudah dewasa.”
“Kenapa?”
Kali ini Gagah menggaruk-garuk belakang telinganya, “Aku enggak tahu ...”
gumamnya berpikir, “ayo tanya Mamih.” Gagah menyeret tanganku setengah
berlari.
Kami menemukan Mamih yang tengah berbincang dengan seorang wanita yang
menawarkan perhiasan.
“Mih. Kenapa aku dan Amy tidak boleh bermain kuda-kudaan seperti Tante
Delita, sekarang?”
“Sebentar ya, Jeng.” Katanya tersenyum kikuk pada tamunya yang sedang
menahan tawa. Berdiri untuk menjewer telinga Gagah dan menariknya ke
belakang.
Aku yanng masih bergandengan tangan dengan Gagah ikut terseret Mamih.
“Kamu jangan bikin Mamih malu dong, Gah.” Bisik Mamih terlihat kesal,
melepaskan jewerannya.
24
Fb.me/overebook
Mamih menghela napas, “Karena kalau kau lakukan sekarang, Gagaaah ...”
gumam Mamih geram, “Amy akan kesakitan. Kau mau Amy kesakitan?”
Gagah tidak suka melihat aku kesakitan, dulu ... dia akan menangis lebih keras
dariku setiap aku terluka karena terjatuh atau tanganku berdarah karena teriris
pisau. Itu berlanjut sampai aku beranjak remaja ....
“Amy!”
Aku mengangkat kedua alisku tinggi-tinggi melihat wajahnya yang pucat pasi.
“Kau kenapa? Tanyaku heran.
25
Fb.me/overebook
Aku menggeleng.
Aku terkejut, memutar tubuhku untuk melihat bagian belakang rok. Gagah
benar, ada noda darah yang melebar pada rok biruku.
“Kau sakit Amy ...” kata Gagah mengernyit seolah sedang menahan sakit yang
amat sangat. Lalu dia menurunkan tas, melepas seragam putih yang
dikenakannya dan mengikatkan seragam itu di pinggangku, hingga bagian
belakang rokku tertutup. “Aku akan membawamu ke rumah sakit.” Gumamnya
mengambil kembali tasnya yang tergeletak di tanah kemudian membimbingku.
Aku yang masih bingung berjalan mengikuti Gagah yang kini hanya
mengenakan kaos singlet berpasangan dengan celana merah SD-nya.
Gagah membawaku ke rumah sakit kecil yang letaknya tidak jauh dari gedung
sekolah kami, tangannya tak pernah lepas dari tanganku. Sampai di dalam
rumah sakit, kami menghampiri seorang perawat yang tengah berjalan di
lorong.
“Teman saya sakit, Kak.” Kata Gagah menoleh ke arahku dan mempererat
genggaman tangannya pada tanganku.
Perawat itu tersenyum, “Kalian daftar aja sama kakak perawat yang di sana,”
katanya menunjuk seorang perawat yang duduk di belakang loket pendaftaran.
26
Fb.me/overebook
Kali ini perawat itu terlihat terkejut, berpaling ke arahku. “Kau masih bisa
berjalan, Dik?” tanyanya padaku.
“Kalian ikuti kakak, ya..” Kata kak perawat, kemudian dia berbalik dan
melangkah cepat.
Setengah berlari kami mengikuti langkah kak perawat, sampai di depan sebuah
ruangan dengan tulisan UGD pada pintunya.
Kak perawat membuka pintu, mengajak kami masuk ke dalam ruangan, lalu dia
meletakkan papan yang dari tadi didekapnya ke atas meja, dan menghampiriku.
“10 tahun.” Jawab Gagah cemberut. “Amy kesakitan Kak, Kakak harus cepat
mengobati dia, bukannya mengajak kami mengobrol. Aku tidak suka melihat
Amy sakit.”
Senyum kak perawat semakin lebar, “Kakak tidak melihat Amy kesakitan.”
Gumamnya melirikku.
27
Fb.me/overebook
Aku memang tidak merasakan sakit, hanya perutku yang sedikit mulas karena
gugup.
“Okey, siapa nama pria kecil ini Amy?” tanya kak perawat padaku.
“Gagah, sekarang kamu keluar biar Kakak bisa memeriksa temanmu, okey?”
Gagah terlihat ragu. Tapi kemudian dia mengangguk dan meninggalkan kami
keluar dari ruangan setelah sebelumnya menatapku sedih.
Besok aku bisa melihat Gagah lagi ... setelah 10 tahun terlewati, apa dia masih
terlihat sama? Apa dia akan tetap bersikap baik padaku? Apa dia masih akan
menatapku dengan tatapan yang sama seperti dulu. Seperti malam itu .... ketika
untuk terakhir kalinya aku dan dia berbaring di tempat yang sama denganku
berbaring saat ini.
“Lihat, bintang itu bersinar lebih terang daripada yang lainnya.” kataku
menunjuk salah satu cahaya di gelapnya langit malam.
28
Fb.me/overebook
“Honey Amy, bintang akan selalu berkelap-kelip sedangkan planet tidak. Yang
kau lihat itu, apa dia berkelap-kelip?”
“Planet Venus.” Lalu Gagah menunjuk ke tiga buah bintang yang membentuk
garis sejajar. “Itu baru bintang, kau lihat ketiga bintang itu berkelap-kelip kan?”
Aku mengangguk, “Ketiga bintang itu terlihat sangat indah ...” gumamku.
“Kau lihat di sebelah kiri ketiga bintang itu?” Gagah agak menggeser letak
telunjuknya. “Ada dua bintang di sana, yang terang bernama Rigel dan yang
redup bernama Saiph. Terus di sebelah kanan ketiga bintang yang sejajar ada
dua bintang lagi,” Gagah kembali menggeser jari telunjuknya ke arah yang
berlawanan, melewati bintang Mintaka, Alnilam dan Alnitak, “yang berwarna
merah namanya Betelgeuse, sedangkan yang putih agak redup itu namanya
Bellatrix.”
29
Fb.me/overebook
“Mereka bergabung menjadi satu membentuk rasi bintang Orion.” Lanjut Gagah
menurunkan tangannya, berpaling ke arahku. “Kau lihat kabut tipis sayup-sayup
di antara ketujuh bintang itu, Honey Amy?”
“Aku gadis 21 tahun yang bodoh, sama sekali tidak mengerti tentang itu.”
gumamku rendah diri.
“Kau tidak bodoh Honey Amy, aku tahu karena aku mempelajarinya di
sekolah.”
Mataku meredup, “Kalau Mama tidak sakit-sakitan, mungkin aku bisa sekolah
SMA sepertimu ... dan aku akan tahu lebih dulu tentang bintang-bintang itu.”
“Ada sebuah kisah mytologi tentang rasi bintang Orion.” Kata Gagah
membalikkan tubuhnya menyamping, menghadap kepadaku.
30
Fb.me/overebook
“Dulu ada seorang pemburu dari bangsa Boetia yang tampan dan perkasa
bernama Orion. Dia menjalin cinta dengan Eos sang Dewi Fajar. Menjelang
fajar, Eos akan membuka gerbang istana emasnya di timur, kemudian akan
terbang dengan sayap-sayapnya yang bersinar redup namun makin lama makin
terang. Melintasi angkasa dari timur ke barat menghalau bintang-bintang
memasuki Sungai Ocean, kecuali rasi ursa Mayor dan Minor yang tak pernah
tenggelam dan terbit di ufuk saat fajar menyingsing maupun senja menjelang.
Eos membawa sekendi air dingin dalam perjalanannya dan memercikkan air
tersebut ke atas permukaan rerumputan, dedaunan, dan bunga-bungaan sebagai
embun pagi.” Gagah berhenti, tersenyum saat melihatku menatapnya tak
berkedip. “Kau suka mendengarnya, Honey Amy?” bisiknya.
“Karena kecantikan Eos yang teramat sangat ...” Gagah menatapku sayu,
meletakkan ujung jarinya di atas pipiku dan menjalankannya pelan sampai ke
ujung dagu. “Orion menjadi sangat tergila-gila padanya, sehingga mengucapkan
sesumbar akan memusnahkan semua hewan buas di muka bumi dan
mempersembahkannya untuk Eos.”
Aku harus menjaga konsentrasiku ketika jari Gagah meluncur turun ke leherku.
31
Fb.me/overebook
Aku tercekat dan menahan napas bersamaan dengan ujung jari Gagah yang
menekan ceruk di pangkal leherku. Jantungku berdebar kencang, entah karena
kisah itu atau apa yang dilakukan Gagah.
“Sehingga anak panahnya meleset dan mengenai Orion yang tewas seketika.”
Lanjut Gagah, jarinya kembali berkelana menyusuri leher dan bahuku. “Diana
yang berduka karena tidak bisa menyelamatkan Orion kemudian menempatkan
Orion di angkasa sebagai rasi bintang Orion. Sedangkan kalajengking raksasa
itu oleh Apollo juga di tempatkan di angkasa sebagai rasi bintang Scorpion
dalam posisi sedang memburu Orion.” Gagah menghela napas, “ Cerita
berakhir...” bisiknya parau, jarinya mulai menyusuri dadaku.
Rasanya ... dadaku akan meledak karena menahan napas terlalu lama.
“Bernapas, Honey Amy ...” bisik Gagah lagi, mendekatkan bibirnya ke arahku.
Aku terbelalak, menyadari jarak kami yang semakin dekat, dan saat dia benar-
benar dekat ... aku memejamkan mataku, merasakan sentuhan bibirnya pada
bibirku.
32
Fb.me/overebook
Aku terbangun dari euforia yang kurasakan dan melihat Gagah yang meringkuk
di sampingku. Wajahnya terlihat muram dan sedih, aku memeluknya ...
mencoba untuk menghiburnya, meski aku sendiri merasa bingung dengan apa
yang terjadi. Yang ingin kulakukan sekarang hanyalah menghilangkan wajah
sedih Gagah.
“Aku menyakitimu, aku sudah menyakitimu, Honey Amy ....” bisiknya dengan
suara parau.
“Itu tidak benar, kau tidak menyakitiku. Aku baik-baik saja sekarang.”
“Aku melihat kau kesakitan tadi, dan aku tidak bisa berhenti ... aku terus
melakukannya meski melihatmu kesakitan.”
“Jangan bodoh,” bisikku dengan wajah memerah. “tadi aku memang kesakitan,
sekarang aku baik-baik saja.”
“Kau yakin?”
Aku mengangguk.
“Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi, Honey Amy. Aku tidak suka
melihatmu kesakitan.” Gumamnya, lalu dia membantu merapikan pakaianku,
kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya padaku.
33
Fb.me/overebook
Aku menggeleng, aku baru selesai haid dua hari yang lalu.
Kali ini Gagah terlihat panik, “Kau harus ke rumah sakit Honey Amy.” Dia
berdiri dan menyeretku.
“Aku baik-baik saja, percaya padaku.” Gumamku dengan penekanan pada kata-
kataku.
Entah sejak kapan Gagah selalu memanggilku dengan panggilan itu, dan aku
suka saat mendengar nama „Honey Amy‟ terucap dari bibirnya.
®RatuBuku
34
Fb.me/overebook
EMPAT
Aku tidak bisa menyembunyikan kesedihanku, hancur dan terluka melihat sikap
Gagah padaku.
35
Fb.me/overebook
Aku mendengar Megy menghela napas, “Dia tidak bersikap baik padamu ya?”
desahnya pelan.
Aku dan Megy terdiam, melihat Gagah yang menatap kami tajam.
“Amy sakit, aku akan menemani dia ke kamar.” Megy menjawab pertanyaan
Gagah gugup, bagaimanapun sikap mengintimidasinya membuat orang yang
tidak mengenal dia akan ketakutan.
“Megy.”
Aku memalingkan wajah sedih, mencoba menyembunyikan air mata yang ingin
menyeruak begitu saja. Lalu berjalan perlahan menuju kamarku.
36
Fb.me/overebook
Aku menatap wajahnya yang mengabur karena mataku penuh air mata.
Menggelengkan kepala kuat-kuat.
Aku kembali menunduk, lirih ... sebuah kalimat terucap dari bibirku. “Apa anak
seorang pelacur sepertiku, akan menjadi pelacur juga?”
“Siapa yang mengatakan itu padamu?” ulangnya masih dengan ekspresi yang
sama.
“Radita.” Bisikku.
Aku menunduk.
37
Fb.me/overebook
“Gagaaah ... tunggu.” Panik aku ikut berdiri dan berlari mengejarnya.
Aku tahu apa yang akan dilakukan Gagah. Aku harus mencegahnya, anak kelas
6 SD tidak akan mungkin bisa melawan siswa kelas 9.
Aku kehilangan Gagah, dia menghilang begitu saja. Di bawah curahan hujan,
aku memutar tubuhku, mencari sosok yang kini menghilang dari pandangan.
Berlari, aku menuju asal suara itu. Menjatuhkan sepatu dan menutup mulut
dengan kedua tangan melihat apa yang kusaksikan.
Gagah terlihat kalap memukuli Radita. Bertubi-tubi .... Darah segar menetes
dari sudut bibir Radita, matanya sudah mulai meredup.
38
Fb.me/overebook
Aku terbangun dengan mata yang basah, tengkurap dengan kepala menghadap
ke samping di atas pipiku. Aku tidak ingin bangun ... aku hanya ingin berdiam
diri di kamar. Aku tidak ingin bertemu Gagah ....
Beberapa saat aku terdiam dalam posisi seperti itu, sampai akhirnya aku
menguatkan hati untuk mulai beraktifitas. Waktu terus berjalan, dan aku harus
terus melangkah apapun yang terjadi.
Bangkit dari tempat tidur, aku keluar dari kamar, menuju kamar Megy untuk
mengambil baju kotor yang harus kucuci.
Sampai di depan kamar Megy, aku mengetuk pintu. Tidak ada sahutan.
“Meg ... Megy ...” panggilku pelan, takut membangunkan yang lain.
Aku mendesah dan mendorong pintu kamar Megy, itu yang selalu kulakukan
jika Megy tidak menyahuti panggilanku. Aku bebas keluar masuk kamarnya
kecuali di hari kerja—dengan tanda kutip—.
Aku masuk ke kamar Megy, mendapati ruangan yang masih dalam keadaaan
gelap gulita. “Kau masih tidur, Meg?” tanyaku seraya meraba-raba mencari
saklar lampu.
39
Fb.me/overebook
Megy membuka mata, terkejut melihat kehadiranku. “A-Amy ... k-kau di sini?”
dia mengangkat kepalanya, terlihat salah tingkah. Tangannya menarik selimut
untuk menutupi tubuhnya yang polos.
Aku heran kenapa Megy terlihat gugup, bukan hanya sekali aku memergoki dia
bersama tamunya, dan biasanya dia selalu bersikap santai.
“Siapa, Sayang?”
Jantungku seakan berhenti berdetak. Suara serak khas bangun tidur itu ... aku
sangat mengenalnya.
Duniaku seakan terbalik ketika muncul seraut wajah maskulin dari balik
punggung Megy, dengan mata yang masih agak terpejam karena mengantuk.
“Gagah ...” bibirku bergetar saat menyebut namanya lirih, tak percaya dengan
apa yang kulihat.
Mataku mengabur, lupa dengan tujuanku mendatangi tempat ini aku berbalik
dan berlari keluar. Masih sempat mendengar suara Megy yang memanggilku.
40
Fb.me/overebook
Aku tidak beranjak, tidak ... aku tidak marah pada Megy. Aku hanya marah
pada diriku sendiri. Aku yang terlalu bodoh untuk berharap Gagah mencintaiku,
bahkan setelah 10 tahun dia meninggalkanku.
Mataku terpejam berusaha menahan air mata, tapi air mata ini masih saja terus
mengalir tanpa aku bisa menghentikannya ....
“Jangan menangis, Honey Amy .... Aku tidak pernah suka melihatmu
menangis....”
®RatuBuku
41
Fb.me/overebook
LIMA
Aku keluar dari kamar menjelang sore, mendapati Megy yang duduk meringkuk
di depan pintu. Melihatku, Megy langsung berdiri dan memelukku.
Aku mengelus punggungnya pelan, “Tidak ada yang harus dimaafkan ... ini
bukan salahmu.” Bisikku.
Megy melepas pelukannya, “Tidak. Kau salah. Ini tidak seperti yang kau
pikirkan, ada yang harus kubicarakan denganmu.”
“Semalam ...”
“Bagus. Sekarang kau bisa bersiap-siap dengan yang lainnya. Malam ini kita
buka kembali.” Lalu dia menyeret Megy menjauh dariku.
Aku memperhatikan mereka, terlihat sekali Gagah tidak ingin jauh dari Megy.
Menghela napas, aku menekan dada, berusaha mengurangi rasa sakit yang tiba-
tiba muncul di sana.
42
Fb.me/overebook
“Apa yang kau lakukan?” tanya Megy melihat aku membongkar seluruh isi
lemari.
Aku mengangkat bahu, “Kau tidak dengar, tadi Gagah menyuruhku bersiap
seperti yang lainnya.”
Sesaat aku terdiam, lalu menggeleng pelan. “Biarkan saja, Megy. Biar saja
seperti ini.” Gumamku.
“Oh, Amy ... andai Gagah mau kembali, aku akan dengan senang hati
menerimamu menjadi menantu.” Mamih melepas pelukannya, “Mulai sekarang,
aku tidak akan pernah mengijinkan kau melakukan pekerjaan ini lagi.”
“Tinggallah di sini, Amy. Kau bisa mencari pekerjaan yang lain, atau mencuci
baju penghuni kompleks seperti yang biasa kau lakukan. Tapi aku tidak akan
pernah memaafkan diriku sendiri, jika tetap membiarkan kau menjual diri.”
43
Fb.me/overebook
“Saat Gagah kembali nanti ... aku ingin kau menjadi pengantin wanita yang
paling cantik ....”
Gugup aku melepas baju yang kupakai dan mengenakan gaun sekenanya. “Ya,
sebentar.” Jawabku menghentikan gedoran pada pintu.
Sial, aku salah memilih baju. Gaun ini terlalu mini ... terlalu ketat ... terlalu
terbuka .... Aaahh. Aku menghentakkan kaki kesal.
Tidak ada waktu buat mengganti apa yang sudah aku kenakan.
“Apa yang kau ...” Gagah tidak meneruskan ucapannya, menatapku dengan
mulut terbuka. “Huh, kau berdandan habis-habisan rupanya.” Lanjutnya sinis,
kemudian memalingkan wajah dan meninggalkanku.
“Dia malu mengakui kalau dia terpesona melihatmu.” Bisik Mba Vero di
telingaku.
Wajahku memerah, itu tidak benar. Gagah tidak mungkin terpesona padaku, dia
tertarik pada Megy.
44
Fb.me/overebook
Mba Vero menyenggol bahuku, “Jangan kaku seperti itu, Amy. Goyangkan
tubuhmu.”
Aku merasa gerah berada di sini, rasanya ... ingin lari dan kembali ke kamar.
Mba Vero mengangkat tangan dan menggerak-gerakkan tubuhnya mengikuti
irama, menatap tajam menyuruhku menirukannya. Aku berpaling berusaha
menghindar, tapi Mba Vero meraih tanganku, mengangkat dan menggerak-
gerakkannya. Menyenggol kakiku dengan lututnya, terpaksa aku mengikuti
kemauannya, bergerak canggung mengikuti irama.
Seorang lelaki berbisik di telinga Gagah, aku mengernyit ketika melihat dia
menenggak habis minumannya. Gagah mengangguk, kemudian berdiri dan
berjalan menghampiriku bersama pria itu.
Aku memperhatikan laki-laki itu, agak ngeri melihat caranya menatapku, tapi
tak urung aku mengangguk juga.
45
Fb.me/overebook
“Tunggu, Om.” Kataku ketika pria itu membuka pintu kamar dan menyeretku
kasar.
Pria itu terkekeh, “Karena aku suka padamu, kau boleh memanggilku Danu.
Aku belum terlalu tua untuk dipanggil „Om‟.” Katanya tetap menyeretku.
Tanganku terasa panas saat Danu sudah melepas pegangannya. Aku mengelus
bagian pergelangan yang memerah, memperhatikannya yang sedang mengunci
pintu.
Pria bernama Danu itu ... mungkin dia hanya dua atau tiga tahun lebih tua
dariku. Wajahnya terlihat biasa saja, memiliki bekas luka pada sudut mata
bagian kiri. Tapi yang aku tidak suka darinya adalah matanya. Caranya menatap
terlihat ... aneh.
“Kemari ... siapa namamu? ... ah ya, Amy. Kemari Amy, kau harus berbaring di
ranjangmu.” Gumamnya lebih terdengar seperti racauan.
46
Fb.me/overebook
Aku terdiam, melihat ekspresi Danu yang kini terlihat datar. Dia mengikat
dengan kuat. Kemudian membuka kedua kakiku dan mengikat masing-
masingnya pada sudut ranjang.
Aku mulai ketakutan. “Meggyyy ... Mba Verooo ...” teriakku panik. Aku pikir
orang ini gila, aku tidak pernah mendengar ada tamu yang berbuat seperti ini.
“Berani kau berteriak seperti itu lagi, aku akan lebih keras menamparmu.”
Geramnya marah.
Danu kembali melecut cambuk itu di udara, lalu mendekatkan cambuk itu ke
atas tubuhku. Ujung cambuk itu menyentuh pipi, kemudian turun perlahan ke
dada ... lalu ke perut ... dan berhenti tepat di paha. Tiba-tiba Danu melecutkan
cambuknya, rasa perih seperti terbakar langsung menyengat kulit telanjangku.
Kembali berteriak ketika ujung cambuk itu singgah lagi di bagian tubuhku yang
lain. Entah sampai berapa lama, yang aku rasakan kemudian hanya rasa pening
di kepala, pandangan mataku sudah mulai kabur.
47
Fb.me/overebook
Lalu aku melihat pintu yang terbuka dengan paksa, beberapa orang yang
menghambur ke arahku. Di antara batas kesadaran, tiba-tiba semuanya bergerak
menjadi sangat lambat dalam penglihatanku ... Megy yang berusaha melepas
ikatanku ... Mba Vero yang berteriak-teriak marah ... dan Gagah yang memukuli
Danu ... terlihat sangat marah.
Mataku mulai menggelap ... bumi seakan berputar mengelilingiku ... pusaran
gelap menyedotku ke dalamnya ketika aku mendengar suara yang sangat
kukenal menyebut namaku dengan panggilan yang paling ingin aku dengar ....
®RatuBuku
48
Fb.me/overebook
ENAM
Semua ini berawal dari waktu. Waktu adalah benih dari segalanya wahai
Dhananjaya. Jika tiba saatnya, sang waktu akan mengambil sesuai
kehendaknya. (Perkataan Resi Vyata pada Arjuna)
Aku merasa ada kekuatan yang mendorongku keluar dari kenyamanan yang
kurasakan saat ini. Membangkitkan kembali rasa perih pada sekujur tubuh, aku
mencoba bertahan di ambang batas ... tidak ingin rasa sakit itu menguasaiku
lebih jauh.
Gagah melihat aku telah sadar, wajahnya terlihat sangat lega ketika dia
mengencangkan pelukannya. “Oh, Syukurlah ...” gumamnya lirih.
49
Fb.me/overebook
Saat itulah aku baru tahu ada banyak orang yang berkerumun di kamarku,
termasuk Mba Vero dan Megy. Megy ... aku bergerak gelisah, merasa tidak
enak padanya, dia pasti melihat perlakuan Gagah padaku barusan.
“Aku akan kembali.” Kata Gagah seraya berdiri, lalu keluar meninggalkanku.
Hanya tinggal aku dan Megy sekarang. Dia menghampiri, duduk di samping
ranjang.
“Andai kau melihat saat dia menghajar laki-laki itu, Amy ...” gumam Megy
menyentuh lenganku.
“Gagah membuat pria itu tidak bisa berdiri. Mereka membuangnya ke jalanan
dalam keadaan pingsan.”
Memberanikan diri, aku menatap Megy. Melihat tidak ada kemarahan sama
sekali di matanya.
Jantungku berdebar keras. Benarkah yang dikatakan Megy? Sesaat aku merasa
melambung, tapi kemudian tertunduk sedih saat mengingat kejadian yang
kulihat di kamar Megy.
50
Fb.me/overebook
“Ssshhh ... santai saja, kau tetap bisa mendengarkan sambil tiduran.” Gumam
Megy geli, membantu memperbaiki posisi tidurku.
“Malam itu, tidak ... pagi itu. Dia datang ke kamarku pukul 4 pagi, menanyakan
apa kau berhubungan secara serius dengan salah satu langgananmu.”
“Aku hampir menjelaskan pada Gagah bahwa dia salah sangka padamu ketika
kau datang, dan ...” Megy mengangkat bahu, “entah ide dari mana, tiba-tiba
Gagah membuka kaosnya lalu menarikku ke tempat tidur, menutupi tubuh kami
dengan selimut. Dia menurunkan tali dasterku sehingga terlihat seolah-olah aku
telanjang. Tapi aku tidak telanjang, Amy.” Lanjutnya cepat. “Kau melihat kami,
dan yah ... bisa diduga kelanjutannya seperti apa.”
51
Fb.me/overebook
“Aku ingin menceritakan padamu sore itu, tapi kau tahu Gagah mencegahku.
Dia mengancam akan mengusirku kalau aku berani menceritakan ini padamu.
Tapi sekarang aku tidak peduli lagi.”
Aku mengangkat punggung, bertumpu pada salah satu tangan untuk duduk.
Tidak mempedulikan lagi rasa sakit yang kurasakan. “Kau tidak bohong, kan?”
tanyaku tak percaya.
Aku belum sempat menoleh ketika tangan kokoh itu meraih tubuhku dan
merebahkan aku kembali ke atas ranjang. Saat aku sudah terbaring, aku melihat
sorot matanya yang menatapku lembut. saat itulah aku tahu, Megy tidak
berbohong.
“Aku akan mengobati lukamu.” Gumamnya lirih, tanpa melepas tatapan. Kedua
tangannya masih berada di bawah tubuhku.
Lalu dia meloloskan tangan kanannya dan membelai pipiku dengan ibu jari.
“Tangan yang membuat tanda ini ... sudah kupatahkan.” Katanya bergetar, sarat
dengan amarah.
Aku terpana melihat ekspresi Gagah, bodohnya aku melupakan satu hal yang
paling kutahu dari dirinya. Caranya melindungiku.
Aku berpaling ke arah Megy, melihatnya sudah melangkah menuju pintu. “Meg
...” panggilku.
Megy menoleh.
52
Fb.me/overebook
Aku menautkan kedua alis penuh tanya, melihat Gagah penuh rasa ingin tahu.
Tapi Gagah hanya diam, tangannya dengan cekatan mengoleskan kapas basah
ke pipi dan sudut bibirku.
“Megy berkata apa?” tanyaku tidak tahan. Aku benar-benar ingin tahu.
Gagah terkekeh, “Aku tidak akan macam-macam, Honey Amy. Aku hanya
ingin mengobati lukamu.”
Tanpa merasa risih, Gagah mulai merawat lukaku. “Kau malu padaku?”
tanyanya.
53
Fb.me/overebook
Gagah tertawa geli, “Tidak usah malu, aku pernah melihatmu lebih dari ini?”
Aku menoleh, menatapnya tajam. Bahkan ketika kami melakukan itu pun, aku
tidak melepas baju.
“Kau lupa? Dulu kita sering mandi bersama.” Gumamnya masih menatapku
geli.
Aku kembali berpaling, merasakan pipi yang mulai memanas. “Itu dulu. Kita
masih kecil waktu itu.”
Kali ini Gagah tertawa. Tawanya menular, tanpa bisa ditahan, aku
melengkungkan bibir membentuk senyuman lebar. Gagah sudah selesai dengan
lukaku, dia menyingkirkan perlengkapan yang baru digunakannya, kemudian
naik ke atas ranjang hati-hati.
“Tunggu. Apa yang ...” Ucapanku terhenti ketika Gagah mengecup bibirku
sekilas. Tapi mampu membuat jantungku berdebar dengan sangat keras.
Aku memejamkan mata, meresapi perasaan yang kini hadir di dalam dada ....
Oh, Tuhan ... betapa aku sangat merindukan laki-laki ini.
®RatuBuku
54
Fb.me/overebook
TUJUH
“Kau tidur nyenyak sekali, untungnya kau tidak kesakitan semalam.” Gagah
menarik kursi kayu yang ada di tengah ruangan dan membawa ke samping
ranjang, kemudian duduk di atasnya. Menyuapiku ketupat sayur yang
dibawanya perlahan.
Aku makan dalam diam, dia menyuapi sampai mangkuk kosong. Kemudian
meletakkan mangkuk itu di atas meja samping tempat tidur dan mengambilkan
segelas air putih yang sudah ada di sana untukku.
Gagah tertawa, “Tentu. Kau pikir ini mimpi?” candanya, meletakkan gelas ke
tempatnya semula.
Aku menundukkan pandangan, “Ya, kupikir ini mimpi. Aku terlalu sering
memimpikanmu sampai tidak tahu lagi ini kenyataan atau hanya sebuah
mimpi.” Gumamku.
55
Fb.me/overebook
Aku memberanikan diri menatap wajahnya, sorot mata yang semula hangat kini
meredup. Mendekatkan bibirnya, dia menciumku. Bukan kecupan singkat
seperti semalam, tapi ciuman yang panjang dan dalam ... seperti yang pernah
kami lakukan dulu, dan masih sama seperti dulu ... ciumannya masih tetap
membakarku. Membuat seluruh tubuhku bereaksi sepenuhnya akan dirinya,
menyadari keberadaanya secara nyata.
“Aku sangat marah ketika Mamih memberitahu kau memilih menjadi anggota.”
Aku meletakkan tangan di atas tangan Gagah yang masih berada di pipiku,
meremasnya lembut, menatap meminta maaf.
Gagah tersenyum, “Aku tahu kau melakukan itu hanya karena kau ingin tinggal.
Kau menungguku. Megy yang mengatakannya kemarin.”
“Megy ...”
“Itu yang dia katakan kalau kau ingin tahu.” Gagah menghela napas. “Tepat
setelah kau masuk kamar bersama pria brengsek itu.” Sesaat aku melihat sorot
matanya berubah menjadi dingin saat mengucapkan kalimat terakhir. “Maafkan
aku Honey Amy ... aku terbakar rasa cemburu sehingga memperlakukanmu
dengan kasar.”
Ada dorongan yang besar untuk memeluknya ... dan aku tidak melawan
dorongan itu. Aku memeluknya, erat.
56
Fb.me/overebook
“Jangan bicara seperti itu. Melihatmu lagi itu sudah cukup buatku.” Gumamku.
“Aku pernah menjadi anggota meski hanya semalam,” aku terdiam sesaat,
merasa berat mengucapkan kalimat selanjutnya. Menekatkan hati, aku
mengatakan apa yang mengganjal dalam hatiku. Lebih baik Gagah tahu
sekarang. “Apa kau tahu yang kulakukan di satu malam itu?” lanjutku
menundukkan kepala.
Aku menunggu tanggapan dari Gagah. Tapi dia hanya diam, dan tiba-tiba saja
perutku terasa mulas. Apa dia kecewa padaku? Memberanikan diri, aku
meliriknya dari balik bulu mataku. Melihat dia yang menatapku dengan sorot
mata geli.
“Bagiku kau tetap gadis kecilku, Honey Amy.” Katanya, beralih duduk di
samping dan merangkul bahuku.
57
Fb.me/overebook
Aku tak bisa bersuara, rasanya bernapas saja susah melihat dia sedekat ini. Aku
tidak bisa menghentikan tanganku yang terulur menyentuh rahangnya,
menyapukannya pada bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitarnya.
“Kenapa kau boleh naik ke atas dan aku tidak?” teriakku mendongakkan kepala
melihat Gagah yang sudah berada di atas pohon.
“Diamlah, Amy.”
Aku menatapnya khawatir ketika melihat tangan kecilnya meraih sarang lebah
yang menggantung di salah satu dahan. Melihatnya menyeringai ketika sarang
itu sudah berada di tangannya. Dengan lincah dia turun dari atas pohon dan
melompat begitu jaraknya sudah tidak terlalu jauh dari tanah.
“Ini namanya madu, lebih enak dari permenmu yang jatuh tadi.” Katanya sok
tahu. Lalu dia mengulurkan jarinya ke mulutku. “Coba jilat.”
Aku menjilat jari Gagah sekali, dia benar. Rasanya manis. Aku menjilat lagi
sampai jari-jarinya bersih.
58
Fb.me/overebook
“Hmm ... ini enak.” Gumamku sambil mengangguk. “Madu ya? ... honey.”
Gagah tertawa. “Aku suka nama itu. Honey Amy. Kau manis seperti madu, jadi
aku akan memanggilmu „Honey Amy‟ mulai sekarang.”
Aku mengangkat bahu tak peduli, ikut merogoh rongga sarang lebah dan
menjilati jari-jari ketika mendapatkan cairan itu di tanganku.
“Kenapa tadi aku tidak boleh ikut naik ke atas pohon.” Tanyaku saat madu di
sarang lebah tersebut sudah habis.
“Kau terlalu kecil untuk naik ke atas pohon.” Gumam Gagah melempar belahan
sarang lebah ke semak-semak.
®RatuBuku
Aku merasakan kebahagiaan yang teramat sangat dalam hatiku ... sampai-
sampai aku takut ini tidaklah nyata. Berkali-kali mengelus pipi bercambang
pria yang kini terbaring di sampingku, mencoba meyakinkan diri bahwa dia
benar-benar ada.
59
Fb.me/overebook
Aku melirik kisi-kisi di atas jendela kamar yang tertutup, kurasa ini sudah
terlalu siang. Aku mengangkat tangan Gagah yang berada di pinggangku,
menyingkirkannya perlahan.
“Tidak. Aku hanya ingin menggerakkan tubuh. Badanku pegal-pegal kalau aku
tidak bergerak.” Kataku meletakkan tangan di pipi Gagah.
“Aku sudah baikan.” Gumamku, tidak lagi merasakan nyeri pada memar-memar
di tubuhku. Mungkin karena aku terlalu bahagia sehingga rasa sakit itu
terkalahkan.
Gagah bangun dan melompat turun, “Aku akan mengajakmu ke suatu tempat.
Bersiap-siaplah.” Katanya, bibirnya mengembang membentuk senyuman yang
paling indah.
Aku ikut tersenyum melihat matanya yang berbinar, seakan mengajakku untuk
ikut merasakan apa yang dia rasakan. “Kemana?” tanyaku ingin tahu.
60
Fb.me/overebook
Aku menghela napas, kemudian turun dari ranjang dan menghampiri handuk
yang tersampir. Bersiap untuk mandi.
“Hei, percaya saja. Dia kan dirawat dokter paling handal. Dokter cinta.” Goda
mba vero membuat sebagian yang ada di sini tertawa.
“Pasti lah, mereka di kamar terus setengah hari ini.” Aku tahu itu suara Melisa.
61
Fb.me/overebook
“Ah, sudahlah.” Gumamku putus asa, masuk ke kamar mandi dan menutup
pintu rapat-rapat. Meredam suara tawa dan selorohan nakal mereka.
Di dalam kamar mandi, aku tersenyum mengingat kalimat yang Gagah ucapkan
setelah dia menciumku.
“Kalau Orion berakhir dengan menjadi rasi bintang karena cintanya pada Eos,
aku ingin berakhir sebagai denyut pada nadimu, Honey Amy.”
®RatuBuku
Masuk ke kamarku, aku dikejutkan dengan kotak bercorak cantik warna biru
muda yang ada di atas ranjang. Aku menyampirkan handuk tanpa melepaskan
pandangan dari kotak tersebut, kemudian menghampirinya. Menemukan sehelai
kertas merah jambu yang tertempel di atas tutup kotak. Membungkuk, aku
membaca pesan itu.
„Ketika melihat gaun ini, aku tahu kau akan terlihat sangat cantik jika
memakainya.‟
Aku membuka penutup kotak, tersenyum ketika mendapati potongan kain batik
berwarna biru tua dengan corak lingkaran obat nyamuk. Mengambilnya dan
mengepaskan ke tubuh sambil bercermin. Lalu, dengan tidak sabar mengenakan
gaun tersebut.
Berkaca, aku terpana melihat betapa potongan gaun itu sangat pas di tubuhku.
Sackdress dengan tali bahu berbentuk A-Line yang panjangnya tepat di atas
lutut, ada kerutan pada bagian pinggang belakang dan selembar kain sifon biru
muda yang menutupi bagian kiri gaun dari bawah lengan sampai panggul,
berakhir dengan tiga corsage yang menempel di tengah pinggang.
62
Fb.me/overebook
Aku merapikan rambut ikalku, menyisirnya menjadi satu di tengah dan menjepit
kedua pinggirnya dengan jepitan rambut. Menyapukan make-up tipis pada
wajah. Mengambil sebuah selop, aku berdiri sekali lagi di depan cermin. Kini
aku sudah siap.
Saat aku keluar dari kamar, Gagah sudah menunggu. Berdiri bersandar pada
samping pintu dengan kedua tangan di dalam saku celana. “Gah.” Panggilku.
“Tidak. Aku suka kamu.” Katanya, tapi aku tidak yakin dia tidak
menertawakanku.
“Itu karena dulu, kau tidak pernah memberiku kesempatan untuk lebih dewasa
darimu.” Kelitku.
63
Fb.me/overebook
“Itu karena kau selalu tergantung padaku.” Gagah tidak mau kalah.
“Tidak.” Bantahku cepat, melupakan betapa aku kehilangan dia saat Gagah
meninggalkanku.
Gagah tertawa, mencubit hidungku pelan. “Sekarang kau bisa lihat siapa yang
lebih dewasa.”
Aku tersenyum, kemanapun ... yang penting bersamanya. Itu sudah cukup
buatku.
Semua ini berawal dari waktu. Waktu adalah benih dari segalanya wahai
Dhananjaya. Jika tiba saatnya, sang waktu akan mengambil sesuai
kehendaknya. (Perkataan Resi Vyata pada Arjuna)
®RatuBuku
64
Fb.me/overebook
DELAPAN
Aku merasa sedang berada di atas langit, melompat-lompat dari awan yang satu
ke awan yang lainnya, berlari sambil tertawa. Gagah mengejar di belakang,
tertinggal satu awan dariku. Hatiku terasa ringan, penuh dengan kebahagiaan.
Setiap aliran darah di nadiku seakan meneriakkan kata „aku bahagia‟.
Gagah menangkapku, dia membuat aku terguling ... terhempas pada lembutnya
hamparan awan.
“Ya.”
Aku memperhatikan sekeliling, sepertinya dulu ... sudah lamaa sekali, aku
pernah ke sini.
65
Fb.me/overebook
Gagah membuka pintu mobil, keluar dan berjalan memutar, membukakan pintu
untukku. Lalu mengulurkan tangan, membantu aku turun.
Sesaat aku diam, mencoba menggali ingatan yang paling dalam. Kemudian
kedua bola mataku terbuka lebar ketika mengingat sesuatu. “Ini rumah Nini
kan?”
“Ayo Amy.”
Aku melangkah ragu mengikuti Gagah, memandang perempuan tua yang berdiri
di depan pintu ketakutan. Perempuan itu sangat menakutkan, tubuhnya bungkuk
dengan tonjolan besar pada punggung, rambutnya yang putih tergerai
berantakan, dan mulutnya tidak berhenti mengunyah sesuatu.
“Ini nenekku, kau bisa panggil dia Nini seperti aku.” Kata Gagah meraih tangan
perempuan tua itu dan menggoyang-goyangnya.
66
Fb.me/overebook
“Ulah sieun ka Nini ...” Nini bergumam menggunakan bahasa asing yang tidak
pernah aku dengar sebelumnya. Lalu, dia meludahkan darah yang ada di mulut.
Aku tidak tahu apa itu nyeupah, tapi aku agak tenang ketika tahu itu bukan
darah.
Nini tertawa, dia mengambil benda coklat kehitam-hitaman dari mulutnya dan
meletakkan di sebuah wadah yang terbuat dari anyaman bambu, lalu
menggelung rambutnya menjadi satu.
“Ayeuna meureun babaturan maneh teu sieun deui ka Nini, Gah. Pan Nini geus
teu siga jurig deui.” Katanya masih tertawa.
Memasuki ruang depan, aku ingat ruangan ini masih sama seperti dulu. Lantai
yang masih tanah, tiga kursi kayu yang mengelilingi meja bundar kecil, dan
sebuah dipan bambu beralas tikar yang terletak di salah satu sisi ruangan.
Bahkan lentera dari botol masih menempel di dinding biliknya.
“Aku menyuruh orang untuk membersihkan tempat ini, imbalannya mereka bisa
memanfaatkan lahan sekitar.” Kata Gagah memperhatikan sekeliling.
“Apa desa ini masih sepi seperti dulu?” aku ingat hanya ada sedikit orang di
desa ini, mungkin sekitar 20 orang, dengan tempat tinggal yang saling
berjauhan.
“Ya. Tidak ada yang suka tinggal di tempat terpencil. Hanya ada orang tua di
sini, mereka yang muda pergi merantau.”
67
Fb.me/overebook
“Aku akan suka tinggal di sini ...” gumamku melongok ke ruangan yang
satunya. Seperti dugaanku, ruangan besar itu masih berupa dapur. Terlihat luas
karena hanya diisi dengan rak piring kayu dan sebuah tungku panjang dari
tanah. Setumpuk kayu bakar berada di salah satu sudut ruangan, tertutup
selembar plastik yang lebar.
Aku harus menunda rasa ingin tahuku, mengikuti Gagah menuju belakang
rumah. Melirik sebuah sumur pompa yang ada di situ, aku bertanya-tanya apa
sumur pompa itu masih berfungsi seperti dulu.
Aku tertawa geli melihat Gagah yang bergerak naik turun untuk memompa
tangkai besi sumur. Menghasilkan air yang melimpah di ember kecil kami.
Tawaku terhenti ketika seember air itu mengguyurku, kali ini Gagah yang
tertawa keras. Aku menyapukan telapak tangan ke muka, menghapus air di
wajahku. Menunduk memperhatikan baju yang basah kuyup, lalu berpaling
menatap Gagah marah. Tapi melihat ia yang terpingkal, membuat aku
tersenyum. Kemudian kami tertawa bersama sambil saling memercikkan air.
“Lihat!” tunjuk Gagah pada satu-satunya pohon besar di atas bukit belakang
rumah Nini. “Ayo ke sana.” Ajaknya kembali menggandengku.
Kami berjalan mendaki bukit yang tidak begitu tinggi, yang terhampar rumput-
rumput hijau sejauh mata memandang. Beberapa bunga liar tumbuh
bergerumbul, mempercantik bukit tersebut.
68
Fb.me/overebook
“Ayunannya masih ada.” Teriakku tak percaya. Dulu Aki yang membuatkan
ayunan itu untukku dan Gagah, membuat kami betah berlama-lama di tempat ini
jika berkunjung. “Apa masih kuat?” aku mendongak dan menyentak tali ayunan
ke bawah, mencoba kekuatan tali tersebut.
Hati-hati aku duduk di ayunan yang berbentuk seperti donat itu, tersenyum
ketika mengingat masa kecilku bersama Gagah. Dulu, Gagah akan mengayunku
dengan kencang, membuat aku berteriak-teriak antara rasa takut dan senang.
“Di tempat ini aku memberimu nama „Honey Amy‟.” Gumam Gagah
mengayunku pelan. Ada senyum pada suaranya.
“Aku ingat dengan pasti ketika kau menangis karena permenmu jatuh, dan aku
menaiki pohon ini untuk mendapatkan madu dari sarang lebah agar kau berhenti
menangis.”
Aku tertawa mendengar ceritanya, sedikit merasa malu karena aku juga
mengingat bagaimana kekanakannya aku saat itu.
Tiba-tiba Gagah berbalik menghampiri salah satu sisi pohon, berjongkok dan
memperhatikan sesuatu.
69
Fb.me/overebook
Salah satu tangan Gagah menempel pada pohon, jarinya menelusuri sebuah
guratan di atas kulit pohon tersebut. Gambar dua orang anak yang sedang
bergandengan. Agak jauh dari gambar tersebut, ada dua buah garis dengan
inisial nama di samping-sampingnya. Garis yang atas bertuliskan huruf G dan
garis yang bawah bertuliskan huruf HA. Di bawah gambar kedua anak itu juga
tertulis huruf yang sama.
Aku tersenyum, ikut menelusuri guratan tersebut dengan jari. “Masih ada ya ...”
gumamku teringat saat kami mengukur tinggi badan di pohon itu.
“Aku akan menikah denganmu, Honey Amy. Di tempat ini.” Kata Gagah,
tangan kecilnya sibuk menggoreskan pisau kecil di atas kulit pohon.
Mataku berbinar, berpaling menatap Gagah. “Apa aku juga akan mengenakan
pakaian itu?” tanyaku antusias.
Jariku terhenti ketika Gagah meletakkan tangan di atas tanganku, meraih dalam
genggamannya. Masih berjongkok, dia berbalik. Menatapku tajam dari balik
bulu matanya yang lentik.
70
Fb.me/overebook
Aku tidak tahu seperti apa reaksiku, tapi hatiku terasa melambung ke tempat
yang penuh dengan bunga-bungaan, diselimuti dengan kabut merah jambu.
Aku pikir, aku mengangguk. Karena kemudian Gagah berdiri dan memelukku
erat, mencium bibirku penuh kelembutan.
Saat Gagah melepas ciumannya, dia menatapku dengan sorot matanya yang
redup, bibirnya membentuk senyum yang sangat indah.
Sudut mataku terasa basah, aku menghapusnya cepat-cepat. Aku tidak akan
menangis di hari bahagiaku. Tapi ketika Gagah kembali menciumku, aku tidak
bisa menghentikan air mata yang mengalir.
®RatuBuku
“Saha Maneh?”
Laki-laki tua itu terlihat mengerutkan kening, seolah sedang berpikir keras.
Kemudian berteriak-teriak seraya mengacung-acungkan sabit. “Aaahh ... anjeun
teh Gagah? Leres pisan ieu teh Gagah?”
“Gah ...” panggilku ngeri melihat laki-laki tua itu mengacung-acungkan sabit.
71
Fb.me/overebook
Aku menarik napas lega ketika laki-laki tua itu meletakkan sabit di tanah,
berlari menghampiri Gagah dan menggoncang-goncangkan bahu Gagah.
“Atuuhh ... meuni ganteng pisan ayeuna mah. Teu siga abdi, enggeus kolot.”
Laki-laki itu terlihat sangat senang, “Gimana kabarnya sekarang?”
Gagah tertawa, merangkul laki-laki tua itu hangat. “Damang, Mang. Saya
sehat.” Gagah membimbing laki-laki tua itu, menghampiriku.
“Tepangkeun, Mang. Ieu teh Amy, calon pamajikan abdi” Kata Gagah
menyentuh bahuku. “Honey Amy, ini Mang Karsim. Yang selama ini mengurus
rumah Nini.”
Aku dan Gagah hanya saling pandang menahan senyum. Tak lama kemudian
Mang Karsim kembali membawa singkong yang masih utuh dengan batangnya.
“Ubi ti kebon.” Katanya meletakkan singkong itu di samping Gagah. “Sok atuh
dibakar.”
72
Fb.me/overebook
“Iya, Mang.”
“Tidak sopan menertawakan orang tua,” tegur Gagah ketika Mang Karsim
sudah tidak ada, tapi senyum lebar juga tak lepas dari wajahnya.
“Tidak sebelum dibakar.” Sahut Gagah seraya mengambil singkong yang ada di
tanganku.
Kemudian dengan cekatan dia memotong singkong itu dari batangnya, dan
melemparkan ke dalam nyala api dalam tungku.
73
Fb.me/overebook
Aroma singkong bakar mulai menguar di udara. Aku menegakkan tubuh, tiba-
tiba merasa kelaparan. Perutku yang berbunyi menarik perhatian Gagah, dia
menoleh padaku dan menyeringai. Wajahku merah padam.
Menjelang malam, setelah mandi dengan air yang sedingin es, Mang Karsim
meminta kami untuk makan malam di rumahnya. Istrinya sangat ramah, tidak
pernah berhenti tersenyum. Dia menghidangkan pepes ikan untuk kami, dengan
beberapa macam sayuran mentah sebagai lalap. Masakannya sangat enak, aku
bahkan tanpa malu-malu menghabiskan satu ekor ikan besar. Gagah tertawa
melihatku makan sangat banyak.
74
Fb.me/overebook
“Enak sekali.” Gumamku, ketika aku merasa perutku sudah tidak kuat lagi
menampung makanan.
“Mang Karsim punya kolam ikan?” tanya Gagah masih menghisapi kepala ikan
yang ada di tangannya.
“Emang kamu pikir, danau seluas itu bisa menghilang begitu saja.” Kata Gagah
mencolek daguku.
Aku merengut kesal, melap bekas colekannya yang menyisakan bumbu pepes di
dagu. “Aku kan hanya tanya.” Gerutuku.
“Masih, besok ke sana atuh, kalian bisa berkeliling danau naik perahu
Mamang.” Kata Bi Warmi, istri Mang Karsim sambil memberesi bekas makan
kami, aku beranjak membantunya. “Tidak usah, Neng.” Larangnya.
Gagah dan Mang Karsim terlibat pembicaraan seru menggunakan bahasa sunda
yang tidak aku mengerti, sesekali tertawa bersama.
“Kau ingin tidur?” tanya Gagah menoleh padaku setelah terdiam beberapa saat.
75
Fb.me/overebook
Aku menggeleng, “Tidak.” Jawabku. Meski aku tidak mengerti apa yang
dibicarakannya bersama Mang Karsim, tapi aku menikmati melihat dia tertawa
ceria.
“Iya, Jang. Isuk kadieu deui nyak.” Sahut Bi Warmi dari dalam.
Bi Warmi kembali menyahut dari dalam, kali ini aku tidak begitu jelas
mendengarnya.
Bulan yang bersinar menerangi jalan setapak yang kami lalui, suara binatang
malam terdengar di balik semak di pinggir jalan. Mataku berkeliling mencari-
cari sesuatu.
“Kunang-kunang.”
76
Fb.me/overebook
“Atau mungkin sekarang sudah tidak ada anak yang menanam potongan kuku
mereka lagi.” Gagah tersenyum dan melirikku penuh arti.
Aku tersenyum.
“Aku akan menanam ini di bawah pohon kita.” Kata Gagah menunjukkan
potongan kuku yang ada di telapak tangannya.
“Kalau kita menanamnya, apa akan menjadi pohon kuku?” tanyaku ingin tahu.
Gagah tertawa, “Tidak. Tapi kuku-kuku ini akan berubah menjadi kunang-
kunang.”
Gagah mengangguk.
Malamnya aku dan Gagah menunggu di bawah pohon. Bersorak gembira ketika
puluhan kunang-kunang beterbangan di sekitar kami. Tertawa gembira, kami
berlari-lari mengejar kunang-kunang itu.
Tentu saja kisah itu hanya trik para orangtua agar anak-anaknya mau memotong
kuku. Tapi bagiku saat itu, kisah itu adalah hal yang paling luar biasa yang
pernah aku dengar.
Sampai di atas bukit, kira-kira sepuluh langkah dari ayunan kami, Gagah
merebahkan tubuh. “Kemarilah, Honey Amy.” Katanya padaku.
Aku ikut berbaring di sampingnya, mengikuti cara dia meletakkan satu tangan
di bawah kepala. Kami terdiam, memperhatikan langit yang penuh bintang
malam ini. Dengan bulan yang bersinar keperakan. Langit terlihat sangat cerah,
hanya ada beberapa kabut tipis di antara bintang-bintang.
77
Fb.me/overebook
“Kau ingat ketika menceritakan kisah Orion padaku?” tanyaku lebih berupa
bisikan.
“Yah ....”
Gagah terdiam sejenak, kemudian menghela napas. “Ini kisah tentang bulan
yang selalu berwajah muram.” Gumamnya memulai.
“Tiap malam, Selene melintasi angkasa dari istana emasnya di timur dengan
mengendarai kereta yang dihela dua ekor sapi jantan bertanduk sabit. Dia
memberikan cahayanya yang lembut keperakan bagi bumi di malam hari.”
“Kau tahu, Honey Amy? Dalam perjalanannya, dia selalu ditemani oleh Vesper,
sang Bintang Senja. Kala fajar menyingsing, bersama mereka akan menuju ke
Sungai Ocean di sebelah barat dan kembali ke istananya di timur dengan
mengendarai perahu.”
“Selene terdengar bahagia, lalu kenapa dia selalu berwajah muram?” tanyaku
memandang lurus ke arah bulan di atas langit.
Aku mengangguk.
“Itu adalah gambaran Selene, dia dilukiskan sebagai wanita cantik yang
mengenakan gaun dan berkerudung keperakan. Wajahnya pucat oleh duka.”
78
Fb.me/overebook
“Konon suatu malam, saat dia sedang menjalankan tugasnya menerangi bumi,
dia berjumpa seorang penggembala yang tampan bernama Endymion di Gunung
Latmos. Selene jatuh cinta pada Endymion.” Gumam Gagah tak melepas
pandangannya dari bulan. “Endymion yang juga jatuh cinta pada Selene
memohon pada Jupiter agar disatukan dengan Selene. Jupiter memberikan
pilihan pada Endymion untuk tetap menjadi manusia atau awet muda.
Sayangnya Endymion memilih untuk tetap awet muda.” Gagah mempererat
genggaman tangannya, “Akibatnya ia harus tidur selamanya .... Maka dia tidak
akan pernah terbangun oleh sentuhan lembut jemari Selene yang membelai
wajahnya, untuk mengatakan pada Selene bahwa dia juga mencintainya.”
Entah kenapa air mataku mengalir begitu derasnya, terus dan terus-terusan.
Sama sekali tidak bisa kuhentikan.
®RatuBuku
Keterangan
Nini: Nenek
Aki: Kakek
Ulah: Jangan
Sieun: Takut
Meureun: Mungkin
Nyeupah: Menginang
79
Fb.me/overebook
Ayeuna: Sekarang
Babaturan: Teman
Maneh/Anjeun: Kamu
Teu/Enteu: Tidak
Deui: Lagi
Siga: Seperti
Enggeus: Sudah
Jurig: Hantu
Saha: Siapa
Leres: Betul
Ieu: Ini
Pisan: Banget
Tepangkeun: Kenalkan
Pamajikan: Istri
Geulis: Cantik
Abdi: Saya
Imah: Rumah
Lamun: Kalau
Catatan penulis
Kisah Mytology dalam novel ini bersumber dari The Golden Age of Clasiccal Myths.
80
Fb.me/overebook
SEMBILAN
Aku bermimpi ... berada di suatu padang yang luas ... tertidur di hamparan
rumput hijau. Berpuluh-puluh ekor sapi dan domba mengelilingi, lalu aku
melihat Gagah menghampiri ... dia meraih kepalaku ke atas pangkuannya, tapi
kenapa wajahnya terlihat sedih? Aku melihat buliran kristal menetes dari sudut
matanya, jari-jarinya menyentuhku lembut ....
Aku ingin membuka mata, aku ingin menghapus air matanya ... mengatakan
padanya bahwa aku sangat mencintai dia. Tapi entah kenapa, aku tidak bisa
menggerakkan tubuh, bahkan aku tak bisa membuka mataku. Hanya cahaya
keperakan di atas sana ... menyinari tubuh kami dengan kelembutannya ....
“Honey Amy ... kenapa, Sayang?” Gagah terbangun, bergeser mendekat dan
menyentuh bahuku lembut.
Aku menyelusupkan wajah ke dada Gagah, menahan isakanku. Aku tidak tahu
kenapa menangis, aku hanya merasa sedih ... sangat sedih. Beberapa lama aku
masih terisak dalam dekapan Gagah, sampai aku merasakan kenyamanan,
perlahan aku berhenti menangis, dan kembali mengantuk. Aku pun tertidur
dalam pangkuan Gagah.
81
Fb.me/overebook
Saat aku terbangun, aku masih berada di pangkuan Gagah, melihatnya yang
tengah membelaiku sayang.
Terkejut, aku segera menyingkir dari pangkuannya. “Maafkan aku, apa aku
tertidur lama?”
“Tidak juga,” Gagah bangkit dari duduknya, “aku cukup kuat jika hanya untuk
memangkumu, Honey Amy.”
Aku tidak ingin menunggu, aku turun dari ranjang dan mengikutinya. Di dapur,
aku melihat Gagah tengah menyeduh teh dari air yang dijerangnya di atas
tungku.
Gagah tertawa, “Tentu saja kau kelaparan, ini sudah pukul 10 pagi.” Dia meraih
tangan dan menyeretku hingga berdiri, menggandengku menuju dipan
beralaskan tikar yang ada di ruang depan.
82
Fb.me/overebook
Nasi putih yang masih mengepul terhidang di dalam bakul bambu, sepiring
tempe goreng, ikan goreng dan sambal terasi tertata rapi di samping bakul nasi
tersebut. Ditambah sayur asam khas Jawa Barat terlihat sangat menggoda.
“Sepertinya berat badanku akan bertambah drastis jika terlalu lama tinggal di
sini.” Gumamku, tidak benar-benar peduli dengan kenaikan berat badanku.
Biasanya, aku susah makan. Beberapa tahun terakhir, selera makanku
berkurang, membuatku terlihat kurus. Aku ingin menambah berat badan
beberapa kilo lagi.
“Mungkin, tapi bukan karena makanan ini ...” Gagah melirikku penuh arti,
“Berat badanmu akan bertambah karena hamil anakku.”
“Kita akan menikah, Honey Amy. Hari ini kita akan pulang dan mempersiapkan
segalanya, setelah kita menikah, kita kan tinggal di tempat ini. Apa kau
keberatan.
®RatuBuku
83
Fb.me/overebook
Kami akan pulang sore ini, tapi sebelum pulang, Gagah mengajakku ke danau.
Menaiki perahu yang biasa dipakai memancing oleh Mang Karsim.
Matahari belum terlalu tinggi, cahayanya hangat menyentuh kulit terasa sangat
nyaman. Aku memandang tak berkedip pada Gagah yang ada di ujung perahu,
berhadap-hadapan denganku yang duduk di ujung lainnya. Sedangkan tangan
kananku menyentuh permukaan air, merasakan kesejukannya.
Tiba-tiba aku merasa lelah, merebahkan tubuh, aku setengah berbaring di atas
perahu, bersandar pada gulungan jaring dan pelampung milik Mang Karsim.
Gagah berhenti mendayung, dia meletakkan kedua dayung itu pada tempatnya
dan bergeser agak ke tengah. “Kemarilah. Letakkan kepalamu di pangkuanku.”
Gumamnya.
84
Fb.me/overebook
Refleks aku terduduk, melap hidung dengan punggung tangan, melihat cairan
kental kehitaman menempel di sana.
“Diam, Honey Amy.” Gagah membuka kaosnya, menempelkan kaos itu pada
lobang hidungku yang berdarah dan mendongakkan kepalaku.
“Tidak apa-apa, Gagah. Aku sudah sering seperti ini, nanti juga sembuh
sendiri.” Kataku agak susah karena sebagian kaos menutup mulutku.
Aku berpikir, “Sudah 2 tahunan ... mungkin lebih ...” gumamku ragu.
“Kumohon ...” pinta Gagah memelas. Membuat aku tidak bisa menolaknya.
®RatuBuku
85
Fb.me/overebook
SEPULUH
Gagah melajukan mobil dengan pelan, dia terlihat tidak sesenang waktu
berangkat.
Gagah menoleh, tersenyum padaku dan menurunkan satu tangannya dari roda
kemudi untuk meremas tanganku. “Aku punya kejutan untukmu.” Gumamnya.
Gagah tertawa, “Nanti, kau akan tahu kalau sudah sampai.” Jawabnya misterius.
“Tidurlah, wajahmu pucat, mungkin kau terlalu lelah.” Gumam Gagah lagi,
melirikku sekilas.
“Aku tidak lelah.” Aku berbohong. Aku memang lelah, tapi aku bisa mengatasi
ini. Aku sudah terbiasa menahan rasa lelahku. “Berceritalah.” Kataku lagi,
menyandarkan kepala menyamping agar bisa mengamati pria yang ada di
sampingku.
Gagah melirikku lagi, tersenyum tipis. “Cerita apa? Kisah mitologi Yunani
lagi?”
Raut wajah Gagah langsung berubah keras, aku khawatir dia akan marah.
Gagah menghela napas. “Aku bukannya tidak ingin cerita, Honey Amy. Aku
hanya tidak ingin mengingat hal itu sekarang.”
86
Fb.me/overebook
“OK.”
Gagah berpaling sekilas ke arahku, kemudian kembali fokus pada jalan raya.
“Mungkin aku bisa menceritakan yang lainnya.” Tawarnya mencoba
menghibur.
“Tanyakanlah.”
“Aku ingin tahu kau ke mana? Apa saja yang kau lakukan selama menghilang
...” aku mendesah, “apa kau merindukan aku?” aku melirik Gagah saat
mengucapkan kalimat terakhir, melihatnya yang menatapku sekilas.
Aku tidak tahu harus berkata apa, sorot matanya mengatakan semua itu.
“Cafe? Di Bali?”
“Aku sungguh-sungguh.”
87
Fb.me/overebook
“Cantik?”
“Kenapa tidak? Kita bisa bulan madu di Bali jika kau mau.”
Deg ....
Beberapa saat kami terdiam, aku menyandarkan kepala pada kaca jendela dan
menikmati pemandangan yang kami lewati. Jalan yang berkelok-kelok dengan
sawah-sawah berbentuk terasering pada sisinya, sungai yang sangat jernih
mengalir di bawah sawah tersebut, terpecah menjadi dua arus ketika
menghantam batu-batu besar di tengah-tengah sungai. Andai aku bisa
mencelupkan kakiku ke sungai itu, sebentar saja ....
“Kau ingin kita berhenti sebentar?” tanya Gagah seolah mengerti apa yang
kupikirkan.
88
Fb.me/overebook
Aku membuka pintu, langsung merasakan hembusan angin segar bagitu keluar
dari mobil. menyatukan kedua tangan, aku meregangkannya ke atas,
melemaskan otot-otot tubuhku yang mulai kaku.
“Ayo turun.” Ajak Gagah yang sudah di sampingku, menggamit tanganku dan
menuntun menuruni tepi jalan.
Aku duduk di sebuah batu besar di tepi sungai, melepas sepatu dan
mencelupkan kedua kaki ke dalamnya, airnya yang sejuk membuatku berjingkat
sedikit, kemudian tertawa senang. Gagah melinting celana panjangnya sebatas
lutut, kemudian mengikuti caraku.
®RatuBuku
89
Fb.me/overebook
SEBELAS
“Kau harus menutup matamu, aku tidak ingin merusak kejutannya.” Gumamnya
dengan nada yang luar biasa gembira.
Aku tersenyum karenanya, menurut ketika dia mulai melingkarkan kain itu
menutupi mataku. Lalu, aku mendengar Gagah membuka pintu mobil, dan tak
lama kemudian dia sudah menuntun tanganku untuk turun dari mobil.
Aku tidak langsung membuka mata begitu kain itu terlepas, merasa takut
dengan apa yang akan kulihat. Debaran di dadaku memperkuat itu. Tapi, Gagah
mendorongku dengan suaranya yang lembut, meyakinkan aku bahwa semuanya
baik-baik saja.
90
Fb.me/overebook
Sudut mataku terasa panas, dadaku terasa membengkak karena gairah yang
kurasakan. Sama seperti beberapa pasang mata yang menatapku penuh harapan.
Nanar, aku menatap plang yang terpasang di atas pintu masuk Kembang Dadap.
Bukan lagi papan dari kayu tua bercat jingga yang warna-warnanya sudah
memudar dengan beberapa kerutan di bagiannya karena terkena hujan. Tapi,
sebuah plat besi yang terlihat kokoh. Dicat warna putih menuju krem dengan
hiasan bunga-bunga kecil di sudut-sudutnya. Tidak ada tulisan „Kembang
Dadap‟ dengan huruf besar-besar berwarna merah mencolok, dan garis putih
tipis yang mengelilingi tulisan tersebut. Tapi, tiga kata yang tertulis di plang itu
membuat dadaku membuncah karena bahagia.
Ada gambar sebuah mesin jahit di samping tulisan tersebut, lalu meteran dan
gunting ... dan gambar sederhana sebuah baju.
Aku berbalik dan memeluk Gagah, meluapkan perasaan gembira yang kini
memenuhi dadaku. Sorak sorai warga sekitar memenuhi komplek Kembang
Dadap, salah ... bukan komplek Kembang Dadap lagi .... Batinku dengan
bangga.
“Kau ingin masuk?” tanya Gagah, terdengar samar karena gemuruh suara
orang-orang belum juga mereda.
91
Fb.me/overebook
“Suatu saat nanti, aku akan mempunyai toko baju yang kujahit sendiri. Aku
akan membuat baju yang indah-indah.”
“Aku akan membantumu, Honey Amy. Aku berjanji, aku akan membuatkanmu
toko baju dengan mesin-mesin canggih seperti milik Bu Kartika.”
“Siapa laki-laki itu?” tanyaku pada Gagah, daguku sedikit terangkat menunjuk
pada laki-laki yang kumaksud.
“Dia salah seorang pekerja temanku yang membuka konveksi juga. Akan
tinggal di sini selama beberapa bulan untuk mengajari mereka mengoperasikan
mesin.”
“Aku bisa mengajari mereka juga.” Kataku bersemangat. Aku lama bekerja di
konveksi, sangat paham untuk mengoperasikan mesin-mesin tersebut.
92
Fb.me/overebook
Gagah tertawa, “Tentu saja kau bisa.” Gumamnya, “Tapi, sekarang kau harus
istirahat. Wajahmu terlihat pucat, besok pagi kita ke dokter.”
“Aku merasa baik-baik saja, Gagah. Aku masih ingin di sini.” Kataku tanpa
berpaling dari kesibukan di depanku.
“Biarkan aku mandi dulu.” Gumamku kesal, meraih handuk yang tersampir di
ujung ranjang.
Aku melemparkan handuk yang ada di tanganku ke arah Gagah, namun meleset
karena dia berkelit dan bisa menangkap handuk itu dengan mudah. Aku
menghampirinya dengan langkah menghentak, merebut kembali handukku dan
meninggalkan dia yang masih terkekeh.
®RatuBuku
Malam ini aku tertidur sangat lelap, bermimpi Gagah mendatangiku di tengah
malam, tidur di sampingku, dan memelukku hangat.
93
Fb.me/overebook
Jantungku seakan mengembang dan siap meledak karena terisi rasa bahagia
yang berlebihan. Yang membuat bibirku terus mengembangkan senyuman.
Lalu, tanganku kembali terulur menyentuh dagunya yang kasar. Yang mulai
ditumbuhi cambang-cambang kecil di sekitarnya.
“Siapa? Aku? Itu tidak benar.” Sangkalnya seraya memanaskan telapak tangan
di samping api unggun yang kami buat.
94
Fb.me/overebook
Tentu saja aku mengingtnya, dia mengucapkan dengan sangat jelas. Berkali-kali
menyebut namaku dan mengatakan mencintaiku.
Tidak kusangka dia masih memiliki kebiasaan itu, berbicara dalam tidurnya.
Kali ini Gagah tidak mengigau, matanya terbuka lebar. Aku tertangkap basah
sedang meraba pipinya.
Lalu ... aku mulai mengerti ketika dia membawaku terbang menembus seluruh
lapisan imajinasi yang tidak pernah terbayangkan. Menggenggam seluruh isi
langit malam dan menebarkannya, menghasilkan kerlipan bintang perak di
sekeliling kami.
Dalam desahan napas tipis kami, aku masih bisa mendengar suaranya yang
berbisik lirih
®RatuBuku
95
Fb.me/overebook
Aku tidak berani berbalik untuk menatap wajahnya, bagaimana tidak ....
mengingat apa yang baru saja kulakukan membuatku sangat malu. Aku sudah
pernah melakukan ini sebelumnya, tapi belum pernah aku merasa lepas seperti
ini, mendesah dengan sangat keras ... meliukkan tubuh bersemangat mengikuti
gerakannya ....
Aku tahu pipiku sudah sewarna dengan tomat sekarang. Aku mencubit perut
kerasnya, membuatnya semakin tergelak, lalu menyembunyikan wajahku pada
dada bidangnya.
Beberapa saat dia memelukku hangat, sampai aku merasa lebih baik.
“Ya, kita ada janji dengan dokter jam sembilan.” Sahutnya terdengar enggan
juga.
“Huh, kau masih mau membawaku ke dokter. Aku baik-baik saja, Gagah.”
“Aku akan yakin kalau dokter yang mengatakan itu padaku.” Katanya,
mengecup bibirku sekilas sebelum bangun untuk memakai boxer-nya.
96
Fb.me/overebook
Dia gila!
Bagaimana mungkin dia bersikap seperti itu, ada puluhan pasang mata di sini.
®RatuBuku
97
Fb.me/overebook
DUABELAS
Gagah mengajakku ke rumah sakit di pusat kota. Katanya, dia mengenal salah
seorang dokter di sana.
Gagah tertawa, “Sebenarnya tidak, dia malah senang karena mobil jualannya
laku.”
Gagah menatapku meminta maaf, “Bisa dibilang begitu sih, aku meminjam
dengan memberikan DP padanya. Itu artinya aku membeli mobil ini dengan
mengangsur.”
Aku menyipitkan mata tidak suka, “Kenapa kau tidak bilang dari awal.”
Aku menahan senyum, “Jadi lebih baik bilang pinjam daripada hutang?”
“Honey Amy.”
“Hmm.”
“Dokter ini, dokter yang akan kita temui namanya Dr. Wiguna. Aku
mengenalnya waktu di Bali. Dia menangani temanku yang sakit, dan setahun
yang lalu dia pindah ke Jakarta.”
98
Fb.me/overebook
Aku tertarik pada bagian Gagah mengatakan „temanku‟, menoleh padanya dan
menatap antusias. “Teman? Kau tidak pernah bercerita memiliki teman.”
Sesaat aku melihat kesedihan di mata Gagah, tapi lalu menghilang bersamaan
dengan senyumannya yang tulus.
“Dr. Wiguna ini, orangnya sangat ramah. Kau pasti menyukai beliau.” Kata
Gagah dengan antusias yang dilebih-lebihkan.
“Honey Amy.”
99
Fb.me/overebook
Suara tawa yang serak terdengar, dilanjutkan dengan bunyi langkah yang
tergopoh-gopoh. “Ayo, masuk.” Seru seseorang dari dalam, suaranya terdengar
seperti laki-laki setengah baya.
Gagah membuka pintu lebih lebar, sekarang aku bisa melihat Dr. Wiguna.
Seperti dugaanku, laki-laki itu sudah berumur, dengan kepala agak botak di
bagian depan. Tapi, gerakannya masih cekatan.
“Jadi ini yang namanya Amy? Atau Honey Amy?” Dr. Wiguna berkata ramah,
kilat canda terlihat di mata sejuknya.
Aku tersipu, hanya bisa mengangguk kepada Dr. Wiguna. Sedangkan Gagah
tertawa pelan, mengulurkan tangannya pada Dr. Wiguna. Mereka berjabatan
tangan hangat.
100
Fb.me/overebook
“Kau terlihat bahagia. Apa karena gadis cantik ini?” Dr. Wiguna beralih
menatapku dengan senyum menggoda, berganti mengulurkan tangannya
padaku.
Benarkah?
Dr. Wiguna tergelak. “OK, Amy. Ayo kita cari tahu apa penyakitmu.” Ujar Dr.
Wiguna setelah tawanya mereda, membuka tirai hijau pupus yang ada di
samping mejanya.
“Saya tidak sakit, Dok. Gagah yang terlalu berlebihan.” Kataku mencoba
menjelaskan.
“Kata Gagah, kau sering mimisan, ya?” tanya Dr. Wiguna berbarengan dengan
suara tirai yang ditutup.
“Ya, Dok.”
101
Fb.me/overebook
“Sejak kapan?”
“Mmm,” aku menggigit bibirku mengingat, “sekitar dua tahunan lebih ...
mungkin ...” gumamku ragu.
“Ya, Dok. Saya cepat sekali lelah.” Gumamku, menjawab pertanyaan Dr.
Wiguna.
Dr. Wiguna mulai terlihat serius. “OK, Amy. Kau boleh bersama Gagah lagi
sekarang.” Katanya seraya membuka tirai.
Aku turun dari ranjang, menghampiri Gagah yang menatapku khawatir dan
duduk di sampingnya.
102
Fb.me/overebook
Dr. Wiguna berdehem. “Aku tidak yakin, Gagah. Kita harus melakukan tes
terlebih dahulu.”
®RatuBuku
Aku tidak tahu apa itu tes BMP ... Bon Marry ... entah apa namanya, aku tidak
bisa menyebutkannya dengan benar. Tapi, setelah Dr. Wiguna mengatakan itu,
Gagah terlihat pucat. Dia menatapku sedih, kemudian menggenggam tanganku
dengan tangannya yang gemetar.
“Tidak bisakah dilakukan tes lain selain BMP, Dok? Saya dengar, sekarang bisa
dilakukan dengan pemeriksaan kromosom BCR-ABL.”
Gagah tertunduk lesu, “Saya khawatir Amy harus melakukan tes BMP seperti
Dino, Dok.” Gumamnya lirih. “Sampel massa yang diambil, melalui tulang
103
Fb.me/overebook
dada karena jarum bornya sudah terlalu pendek untuk mengebor tulang
belakang.”
Dr. Wiguna tertawa miris. “Jangan khawatir, Gah. Pengambilan sampel BMP
yang sekarang, semua dilakukan di tulang belakang, tidak lagi di tulang dada.”
Gagah menoleh sekilas, tersenyum padaku. Aku tahu dia sedang memikirkan
sesuatu. “Ya, Honey Amy?”
Ada banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan pada Gagah. Seperti .... Sakit
apa aku? Kenapa harus tes BMP? Apakah sakit yang sama dengan yang diderita
Dino teman Gagah? Apa kabarnya Dino sekarang, apa dia sudah sembuh? Tapi,
semuanya tertelan kembali sebelum pertanyann itu benar-benar terucap.
Semua ini berawal dari waktu. Waktu adalah benih dari segalanya wahai
Dhananjaya. Jika tiba saatnya, sang waktu akan mengambil sesuai
kehendaknya. (Perkataan Resi Vyata pada Arjuna)
®RatuBuku
104
Fb.me/overebook
TIGABELAS
Aku seakan melangkah di awang-awang, semua yang aku lakukan dan kulihat
seakan berjalan dengan lambat. Pemeriksaan tes darah, tes BMP, ekspresi Dr.
Wiguna ketika melihat hasil tesku, penjelasannya pada Gagah yang sama sekali
tidak aku pahami ....
Lalu, aku mengerti ... ada yang tidak beres dengan diriku.
Aku mendengar Dr. Wiguna berbisik pada Gagah, mereka menjauh dari ranjang
tempatku berbaring di ruang perawatan rumah sakit.
Aku melihat wajah Gagah menjadi pucat. Berpaling, aku menatap ke luar
jendela, tidak ingin melihat kesedihan seperti apa yang terlihat dari mata pria
itu.
“Ya, tentu.” Gagah menyetel ranjang agar aku bisa duduk dengan nyaman.
Kemudian, dia duduk di sampingku, membiarkan aku bersandar pada bahunya.
105
Fb.me/overebook
“Ya. Ya ... tentu, Honey Amy. Tidurlah. Apa kau ingin berbaring lagi?”
®RatuBuku
Perutku terasa mual, sudah kedua kalinya aku mencoba mengeluarkan isi
perutku di wastafel. Gagah memegangi pinggangku dan menarik rambutku ke
belakang agar tidak terkena muntahan. Saat aku selesai, dia membersihkan
mulutku dengan tissue, membimbing aku kembali ke tempat tidur.
Membaringkanku perlahan.
Lemas, itu yang paling kurasakan saat ini selain mual dan pusing.
“Ini efek dari kemoterapi.” Gumam Gagah menjelaskan. “Tidak apa-apa, kau
akan sembuh, Honey Amy.” Bisiknya kemudian.
106
Fb.me/overebook
“Mereka baik, sangat sibuk dengan kegiatan baru mereka. Mungkin besok
mereka akan menengokmu.”
“Pasti. Aku rasa, mereka sudah tidak sabar ingin menceritakan padamu tentang
itu. Terutama Megy.”
Aku menunduk, “Aku menyesal tidak bisa ikut merasakan hal baru itu bersama
mereka.” Gumamku sedih. “Aku ingin cepat sembuh dan pulang”
“Kau akan sembuh, Honey Amy. Dan kau akan pulang untuk membantu mereka
menjalankan konveksi kita.” Gagah mengelus punggung tanganku menghibur,
“Setelah itu kita akan menikah. Kau harus merancang gaun pengantinmu mulai
sekarang.” Gumamnya lagi menatapku jenaka.
Aku tertawa pelan. “Ya. Gaun pengantin yang kujahit sendiri, dan aku akan
terlihat seperti putri-putri dalam dongeng.”
“Ketika menikah, pengantin wanita akan mengenakan gaun seperti milik putri-
putri dalam dongeng.”
®RatuBuku
107
Fb.me/overebook
dikucek, ember yang jatuh ke dalam sumur ... atau pekikan mereka ketika saling
menciprat air.
“Melihat kalian ada di sini, aku teringat kebersamaan kita dulu.” Gumamku
tersenyum sayang.
Megy melebarkan matanya, “Itu tidak benar, kau akan sembuh.” Katanya
antusias.
Aku tahu, Megy berbohong. Sikap antusiasnya yang berlebihan seolah ingin
menyembunyikan sesuatu dariku.
Satu persatu mereka mulai keluar dari kamar, kesunyian kembali menyergap.
Aku mengangguk.
108
Fb.me/overebook
Sunyi ... hanya bunyi desiran entah apa dari lorong rumah sakit. Mungkin
penyedot debu yang digunakan petugas kebersihan ... atau suara lap pel yang
bersentuhan dengan lantai.
“Sudah beberapa hari yang lalu, aku pikir akhirnya Sonny berani meminta
Megy jadi pacarnya.”
“Benarkah? Kapan?”
“Aku pastikan tidak lebih cepat dari kita.” Ujar Gagah setengah cemberut.
“Tidak apa.” Bisik Gagah, mengecup tepi keningku. “Yang penting kita
menikah ....”
109
Fb.me/overebook
Ada yang menyesak di dada mendengar cara Gagah berbicara. Seolah, semua
yang dia ucapkan tidak akan pernah terwujud.
Aku mendongak, menatap manik mata Gagah yang entah kenapa aku melihat
kesedihan di sana. “Aku mau.” Jawabku.
®RatuBuku
110
Fb.me/overebook
EMPATBELAS
Pernikahan ....
Kini, aku bahagia ... ketika Megy membawa kain sutra putih yang membiaskan
cahaya setiap terkena lampu ... berlapis dengan sifon tipis terlihat begitu
memukau ... aku bahagia. Namun, kebahagiannku kini beriringan dengan rasa
takut. Takut aku tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk memakai gaun
itu.
Perutku kembali mual, kakiku gemetar ketika mencoba turun dari ranjang
menuju wastafel. Berpegangan pada tiang infus, aku hampir terjatuh ketika
lengan kokoh menahan pinggangku.
111
Fb.me/overebook
Aku melirik bungkusan itu, bermacam-macam pil yang harus kuminum ada di
dalamnya.
Aku mendesah, “Ada banyak obat yang harus kuminum.” Bisikku pelan.
“Tidak apa, yang penting kau sembuh.” Kata Gagah, mengeluarkan pil itu satu
demi satu, tangannya sedikit bergetar.
“Nanti akan tumbuh lagi, kau tidak usah khawatir.” Gagah mengulurkan pil-pil
yang ada di tangannya padaku.
Aku meraih dan menelan obat itu secara bersamaan, meminum air bening yang
juga disodorkan Gagah.
Aku mengangguk.
Gagah mendorong kursi roda ke dekatku, membantu aku duduk di atasnya, lalu
mengambil jaket dan memakaikannya padaku. Sebelum dia mendorong kursi
roda keluar, Gagah menyelimuti kakiku dengan selembar kain.
aku menatap hamparan rumput yang terpangkas rapi, beberapa bunga yang
bertangkai panjang bergoyang-goyang tertiup angin. Sesekali ada beberapa
daun yang terjatuh dari ranting pohon, melayang perlahan sebelum jatuh dengan
sempurna.
Aku teringat dengan „pohon kita‟, di mana aku dan Gagah membuat goresan
nama kami di sana. Di mana kami mengubur potongan kuku kami untuk melihat
kunang-kunang. Tiba-tiba mataku terasa basah, rasanya baru kemarin kejadian
itu terjadi.
112
Fb.me/overebook
“Tolong ....”
Gagah terdiam.
Aku tahu aku tidak akan hidup lama lagi. Aku hanya ... merasakannya.
Aku tahu dia hanya ingin menghindari pertanyaan selanjutnya. Tapi, aku tidak
akan menanyakan apa-apa lagi, semuanya sudah cukup jelas di mataku.
Terkadang ... waktu tidak akan bisa menahan apa yang menjadi kebahagiaanku,
bukan?
®RatuBuku
Aku bersikeras untuk menikah di tempat yang aku inginkan, bahkan Gagah
tidak bisa membujukku. Gagah menyerah, dia membicarakan keinginanku
dengan Dr. Wiguna.
Mungkin aku egois ... kurasa tidak. Keadaan tubuhku benar-benar sudah
memperingatkan aku, aku harus memperjuangkan apa yang aku inginkan,
karena aku tahu ... ini akan jadi yang terakhir.
113
Fb.me/overebook
“Dr. Wiguna akan memeriksamu, jika semuanya baik-baik saja ... kita akan
berangkat besok.” Bisik Gagah di telingaku, suaranya terdengar letih.
“Aku baik-baik saja,” gumamku. Itu yang kurasakan sekarang. Aku memang
masih lemah, tapi rasa mual dan pusingku mulai berkurang.
Aku tidak bisa tidur malam ini, berharap hari segera pagi.
“Aku takut ...” aku berkata, “aku takut jika aku memejamkan mata, aku tidak
akan pernah bisa bangun lagi.”
Aku merasa bersalah, dia terlihat rapuh, “Tidak lagi....” Gumamku lirih.
Kami hanya bisa saling menatap, menangkap semua mimpi ... menjadikannya
pegangan bahwa kami masih bersama, untuk saat ini ... berharap memiliki
waktu lebih lama.
Sampai fajar menampakkan sinarnya, mata kami sama sekali tidak terpejam ....
114
Fb.me/overebook
Jika tiba saatnya, sang waktu akan mengambil sesuai kehendaknya ... dan aku,
tidak memiliki kesempatan lagi untuk berlari.
®RatuBuku
Perjalanan menuju rumah Nini hari ini, tidak sama dengan perjalanan-
perjalanan yang pernah kami lakukan sebelumnya. Bahkan ketika kami masih
kanak-kanak, aku akan dengan gembira menempelkan wajahku ke kaca jendela
Bus.
Aku menatap Megy yang duduk di depan bersama Sony, merasa bahagia
melihat kebersamaan mereka. Lalu, aku menoleh pada Gagah, membelai
pipinya yang kini tercukur rapi.
Menjelang sore, aku sudah berada di rumah Nini. Duduk di pinggir ranjang
dengan gaun pengantin yang sudah menempel di tubuhku. Kamar ini sudah
dihias sedemikian rupa, aroma bebungaan semerbak memenuhi ruangan. Bi
Warmi dan para tetangga wanita yang melakukan itu.
Korden pintu kamar tersingkap, aku menoleh, Gagah berdiri di tengah pintu,
satu tangannya menahan korden yang disingkapnya.
115
Fb.me/overebook
“Apa aku sudah terlihat seperti putri-putri dalam dongeng?” tanyaku memecah
kesunyian.
“Kau ... jauh terlihat lebih cantik daripada putri-putri dalam dongeng.” Bisiknya
lirih.
Aku membelai pipi Gagah, “Tersenyumlah, Gah. Ini hari pernikahan kita.”
“Ini hari pernikahan kita, bukan?” bisikku serak, menempelkan dahiku pada
dahinya.
Gagah mengangguk.
Aku mengecup bibirnya sekilas, sebelum menjauh dari wajahnya. “Bawa aku ke
bukit sekarang.”
116
Fb.me/overebook
“Berjanjilah kau tidak akan menangis hari ini ... apapun yang terjadi.”
Gagah tidak menjawab, dia hanya memandang lurus ke depan, tapi aku
merasakan jari-jarinya yang bersentuhan dengan kulitku gemetar.
Aku tahu waktunya akan tiba ... dan jika itu tiba, berjanjilah kau akan selalu
bahagia ... selamanya.
®RatuBuku
117
Fb.me/overebook
LIMABELAS
Angin bertiup cukup kencang ketika aku mencoba berdiri di bawah pohon.
Bertumpu pada Gagah yang memelukku, menahan agar aku tidak terjatuh.
Kibaran kain sifon karena angin, menampar-nampar wajah dan kakiku. Hari
belumlah terlalu gelap meski petang menjelang, semburat kemerahan
bercampur jingga melukis langit senja di ufuk barat. Beberapa burung terlihat
terbang melintas menuju jalan pulang, melewati awan-awan tipis yang bergerak
perlahan.
Sementara di bagian sisi langit lainnya ... bola bundar keperakan mulai bergulir
naik.
Kemudian, saat bibirnya menyentuh bibirku ... aku mulai merasakan kebas pada
setiap bagian tubuhku. Aku menahannya agar tetap terjaga, kumohon ... jangan
sekarang. Beri aku beberapa detik lagi ....
Aku melihat tangannya bergetar saat meraih dayung, bibirnya tidak berhenti
mengucapkan kalimat yang membuat aku tidak bisa melepas senyuman.
118
Fb.me/overebook
Perahu pun melaju, mengikuti arus yang bergerak pelan. Gagah berhenti
mendayung ketika perahu sudah berada di tengah-tengah danau. Riakannya,
mengombang-ambingkan perahu kami bagai buaian pengantar tidur.
“Aku tahu itu adalah planet.” Kataku pelan, menunjuk ujung barat langit,
mengarah pada satu titik dengan cahaya putihnya yang bersinar terang.
“Kau benar....” gumam Gagah parau, “itu planet Jupiter. Hanya bisa dilihat di
bulan Mei hari ini.”
“Orion....” Suara Gagah seperti tercekat, “Dia pria malang yang sangat
mencintai Eos, sang fajar....”
119
Fb.me/overebook
Suara angin yang bergemerisik lirih, menyapu permukaan air danau ... lalu dari
kejauhan ... terdengar derik jangkrik memecah kesunyian malam, bergabung
dengan suara binatang malam laiannya. Kadang burung hantu ... kadang
kepakan sayap kelelawar.
“Aku akan menanam ini di bawah pohon kita.” Kata Gagah menunjukkan
potongan kuku yang ada di telapak tangannya.
“Kalau kita menanamnya, apa akan menjadi pohon kuku?” tanyaku ingin tahu.
Gagah tertawa, “Tidak. Tapi kuku-kuku ini akan berubah menjadi kunang-
kunang.”
Aku tertawa kecil, mengingat sebaris kejadian dari ribuan memory yang
kulewati bersama Gagah.
“Honey Amy....” Bisik Gagah lirih, aku menangkap berjuta kesedihan pada
suaranya.
Aku mengulurkan tangan, mengelus pipinya. Hal yang paling kusukai akhir-
akhir ini. “Jangan sedih ... berceritalah lagi.” Bisikku pelan, senyum tipis terukir
di bibirku.
120
Fb.me/overebook
Gagah mulai bercerita lagi, kali ini tentang Selene. Perwujudan dari Bulan yang
selalu berwajah muram, namun memiliki keindahan dengan cahayanya yang
keperakan. Mengingatkanku akan pria yang kini sedang menatap wajahku sayu.
Mataku terasa semakin berat ketika suara Gagah mulai mengalun seiring
desahan angin. Gambaran wajah Gagah yang kulihat mulai memudar, semakin
memudar ... sampai kemudian tergantikan dengan kegelapan.
“Maka, Endymion tidak akan pernah terbangun oleh sentuhan lembut jemari
Selene yang membelai wajahnya, untuk mengatakan pada Selene bahwa dia
juga mencintainya.”
Suara itu semakin samar di telingaku, aku hanya bisa merasakan sentuhan jari
Gagah di pipiku ... kemudian....
Aku bermimpi ... berada di suatu padang yang luas ... tertidur di hamparan
rumput hijau. Berpuluh-puluh ekor sapi dan domba mengelilingi, lalu aku
melihat Gagah menghampiri ... dia meraih kepalaku ke atas pangkuannya, tapi
kenapa wajahnya terlihat sedih? Aku melihat buliran kristal menetes dari sudut
matanya, jari-jarinya menyentuhku lembut ....
Aku ingin membuka mata, aku ingin menghapus air matanya ... mengatakan
padanya bahwa aku sangat mencintai dia. Tapi entah kenapa, aku tidak bisa
menggerakkan tubuh, bahkan aku tak bisa membuka mataku. Hanya cahaya
keperakan di atas sana ... menyinari tubuh kami dengan kelembutannya....
Semua ini berawal dari waktu. Waktu adalah benih dari segalanya wahai
Dhananjaya. Jika tiba saatnya, sang waktu akan mengambil sesuai
kehendaknya. (Perkataan Resi Vyata pada Arjuna)
Kini, aku tidak bisa menolak lagi, ketika perjalanan waktuku terhenti.
®RatuBuku
121
Fb.me/overebook
EPILOG
Andai aku tahu akhir sebuah cerita, akan kupaksa waktu mengikat kita berdua,
memanfaatkan setiap masa yang ada ... sehingga ketika ikatan itu terlepas, aku
sudah memiliki banyak kenangan bersamamu.
Jika memang ini takdirku ... aku menerimanya. Seperti engkau yang melepaskan
senyum, dalam lelap panjangmu.
Memeluk tubuhmu seperti ini, mendekap kepalamu di dada ... melihat senyum
yang terlukis di bibir pucatmu, aku menangis tanpa air mata.
Ayunan perahu ... cahaya bulan yang keperakan, desir angin ... lalu, suara
binatang malam yang bersahutan.... Memberitahuku bahwa semua sudah
berakhir.
®RatuBuku
Aku merindukanmu....
122
Fb.me/overebook
Terkadang, aku bertanya-tanya dalam hati. Apa yang membuatmu dulu pergi?
Lalu, apa yang terjadi dengan Dino? Meski aku sudah bisa menduganya ... aku
selalu ingin jawaban darimu.
Aku harus berusaha keras untuk mengingatnya, ingatanku tidak lagi setajam
waktu muda. Samar, aku mulai mengingat perselisihanku dengan Mamih. Jiwa
mudaku memberontak dengan apa yang dilakukan Mami, ejekan dari teman-
temanku membuat aku membenci Mamih, dan ketakutanku yang paling dalam...
membuat aku lari menjauh.
Aku tahu, suatu saat nanti ... kau akan menjadi seperti mereka.
Itu satu-satunya cara kau terlepas dari lingkaran hitam yang Mamih buat.
123
Fb.me/overebook
Lalu, aku memutuskan untuk pergi. Tak bisa tertahan meski kau meminta untuk
tinggal.
Aku hanya terdiam, meski hatiku berteriak kencang „Tentu saja aku akan
merindukanmu, tidakkah kau mengerti aku sangat mencintaimu?‟.
Bertahun-taun aku tidak menghubungi Mami. Sampai entah dari mana Mami
tahu nomor teleponku, dia menghubungiku, ingin aku kembali. Aku tidak bisa,
saat itu Dino sangat membutuhkan aku. Aku hanya bisa berjanji untuk sesekali
menelepon Mami, bagaimana pun, dia tetap ibuku.
Aku takut ... aku takut mendengar kabar apa yang paling aku takutkan saat itu.
Aku menyibukkan diri dengan pekerjaanku dan mengurus Dino, sahabat yang
sudah aku anggap saudaraku.
Kau benar. Dia meninggalkanku karena penyakit yang sama denganmu. Itulah
kenapa aku sangat ketakutan ketika kau mengatakan sering mimisan. Itulah
124
Fb.me/overebook
kenapa aku memaksamu untuk ke Dokter ketika kau mengeluhkan gejala yang
sama seperti yang dialami Dino.
Jangan khawatir, ketika kau membaca ini ... aku menulisnya dalam keadaan
bahagia.
Kau tahu? Kau pun akan bahagia. Menjalani kehidupanmu dengan baik-baik
saja. Mungkin kau akan menikah ... kau akan memiliki anak-anak yang cantik
dan tampan sepertimu, lalu mereka akan memberimu banyak cucu ... kemudian
cicit. Kau tahu? Aku tertawa membayangkan itu.
Jadi, ketika kau melihat noda tetesan air yang mengaburkan tinta pada
tulisanku, itu adalah tetesan air mata bahagia.
Seperti yang kau bilang, aku memiliki banyak anak, mereka memberiku cucu
yang lucu-lucu. Kemudian cucuku memberi aku cicit.
Tidak, aku tidak menikah. Hanya kau satu-satunya wanita yang ada di hatiku.
Panti asuhan yang kudirikan sejak setahun kepergianmu, kuberi nama „Honey
Amy‟. Sebagai pengingat bahwa kau ibu mereka.
Kurasa aku menangis, karna aku merasakan pipi keriputku sudah basah. Cepat-
cepat kuhapus air mataku, aku sudah berjanji tidak akan menangis.
125
Fb.me/overebook
Aku berjanji.
Aku memejamkan mata, tersenyum mengingat kalimat terakhir yang kau tulis di
bukumu. Kalimat yang selalu kuingat ... yang selalu kubayangkan kau
mengucapkannya padaku, dengan senyumanmu yang indah, dengan tatapan
matamu yang berkilau....
Rindukan aku.
END
overebook.blogspot.com
126