Anda di halaman 1dari 10

White Lies Dalam Perspektif Islam

Reza Firdaus Anbar


11210331000036

Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi telah mengubah secara drastis cara kita
berinteraksi, berkomunikasi, dan berbagi informasi. Salah satu perubahan terbesar yang terjadi
adalah munculnya media social. Media sosial telah merevolusi dunia komunikasi diseluruh dunia
dan membuka pintu interaksi global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Media sosial sendiri
mengacu pada platform-platform daring yang memungkinakan pengguna untuk membuat,
berbagi, serta dampaknya terhadap individu, masyarakat dan dunia secara keseluruhan. Salah
satu fitur utama media sosial adalah kemampuan untuk berbagi informasi dalam waktu nyata.
Pengguna dapat mengunggah foto, vidio, dan pesan teks secara instan, sehingga memungkinkan
mereka untuk membagikan momen penting dalam hidup mereka dengan cepat dan mudah.
Media sosial juga telah menjadi sumber berita dan informasi yang signifikan bagi banyak orang.
Banyak organisasi berita, perusahaan, dan individu menggunakan platform ini untuk
menyebarkan informasi kepada audiens yang lebih luas.

Tingginya penggunaan media di Indonesia yang bisa dikatakan hampir dari setiap kalangan
sudah memakai media komunikasi seperti Instagram, Facebook, Twitter dan lain-lain sebagainya.
Dan penggunaan media tersebut tidak terbatasi oleh factor umur, sebab hampir disetiap anak-
anak maupun remaja sudah dapat mengakses media tersebut. Fenomena netizen atau juga bisa
disebut warganet di media sosial sudah sangat akrab ditelinga masyarakat. Netizen merupakan
pengguna internet yang aktif berpartisipasi dalam komunikasi, mengeluarkan pendapat,
berkolaborasi, dan lain-lain dalam media sosial atau media internet, atau netizen adalah siapa saja
yang mengkases media sosial menggunakan internet, baik pria maupun wanita, mulai dari anak-
anak maupun orang dewasa.1 Hal ini memungkinkan penyebaran informasi yang tidak baik
seperti hoax dapat dikonsumsi secara masal. Maka kekhawatiran yang terjadi adalah kurangnya
kemampuan remaja ataupun anak-anak memvalidasi atau memverifikasi kebenaran informasi
tersebut. Salah satu aplikasi yang paling sering dikonsumsi oleh kebanyakan kalangan adalah
media untuk mengekspresikan diri atau mangupload kenangan berupa foto ataupun vidio. Dalam
kurun waktu yang dekat media sosial mengambil alih semua bentuk komunikasi sehingga hal ini
dapat mempengaruhi seseorang. Oleh sebab itu, kita harus pandai-pandai dalam menerima
informasi dan berusaha memberikan informasi yang benar dan terverifikasi.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita dihadapkan pada situasi di mana kita merasa
tergoda untuk berbohong atau menyembunyikan kebenaran untuk berbagai alasan. Salah satu
bentuk kebohongan yang umum adalah “White Lies” atau kebohongan putih yang dianggap tidak
berbahaya dan dilakukan dengan tujuan melindungi konflik. Pada dasarnya white lies adalah
1
http://antonius92.blogspot.com/2014/12/pengertian-netizen_31.html.
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

sebuah praktik atau tindakan berbohong demi kebaikan seseorang, saat seseorang melakukan
praktik white lies ini mereka sudah berfikir bahwa apa yang terjadi memiliki dampak yang baik
dan akan memberikan keuntungan bagi yang membohongi dan yang dibohongi.2 Namun, dalam
Islam, kebohongan dianggap sebagai tindakan yang sangat tidak diinginkan dan diharamkan
kecuali dalam keadaan darurat. Namun hal ini mendapat kritikan dari berbagai kalangan
terutama para ulama. Karena dalam Islam, konsep kebohongan putih atau ‘bohong kebaikan’
tidak diperbolehkan dala islam, karena kebohongan tetap dianggap sebagai pelanggaran terhadap
kejujuran dan integritas. Ditinjau dari prespektif Islam Syi’ah, konsep taqiyyah adalah praktik
menyembunyikan kepercayaan dan keyakinan kita pada saat kita dihadapkan pada ancaman
untuk keselamatan diri, keluarga, harta dan kehormatan agama yang disebabkan oleh tekanan
musuh.3

White lies, juga dikenal sebagai kebohongan baik atau kebohongan kecil, mengacu pada
kebohongan yang diucapkan dengan niat baik atau untuk melindungi perasaan oranglain. Istilah
“white lies” biasanya digunakan untuk menggambarkan situasi dimana seseorang mengatakan
sesuatau yang tidak benar atau menghilangkan kebenaran, tetapi tujuan mereka adalah menjaga
kedamaian, kenyamanan, atau kebahagian terhadap orang lain. White lies umumnya diucapkan
dengan niat yang baik. Tujuan utamanya adalah melindungi perasaan oranglain atau menjaga
hubungan yang harmonis. Misalnya, jika sesesorang bertanya tentang penampilannya dan terlihat
tidak menarik, oranglain mungkin akan memberikan pujian kecil sebagai bentuk dukungan. Hal
tersebut berlandaskan dengan niat baik, adapun berbagai kondisi tertentu seseorang melakukan
kebohongan kecil ini, seperti : Konteks sosial, kebenaran yang disamarkan dan lain sebagainya.

Namun dalam berbagai kondisi yang lain white lies dikhawtirkan memberikan dampak yang
kurang baik. Sebab, meskipun white lies dimaksudkan untuk melindungi perasaan orang lain,
tetap ada kemungkinan dampak emosional. Beberapa orang mungkin akan merasa tertipu atau
menemukan kebohongan kecil tersebut merugikan. Oleh karena itu, perlu pertimbangan konteks
dan orang yang terlibat sebelum menggunakan white lies. Adapun perdebatan mengenai apakah
white lies dapat dibenarkan secara etis. Beberapa pendapat beragumen bahwa kejujuran mutak
lebih penting daripada menjaga kenyamanan sementara, sementara yang lain berpendapat bahwa
dalam beberapa kasus kebohongan kecil dapat diterima. Sehingga penting untuk memperhatikan
proporsi dan frekuensi penggunaan white lies. Sebab, jika kebohongan kecil sering terjadi atau
digunakan dalam situasi penting, hal itu dapat merusak kepercayaan dan integritas seseorang.
Walaupun terkadang, ada alternative lain yang jujur yang dapat digunakan sebagai pengganti
white lies. Misalnya, jika seseorang meminta pendapat tentang sesuatu yang mereka kenakan dan
anda tidak suka, anda bisa fokus pada aspek yang positif lainnya atau mengalihkan daripada
penampilan yang ia kenakan ataupun pada hal positif lainnya. Sehingga perlu diingat bahwa
white lies harus digunakan dengan hati-hati dan disesuaikan dengan konteksnya. Setiap situasi
memiliki dianamika yang berbeda, dan kejujuran serta pertimbangan terhadap perasaan orang
lain harus menjadi pertimbangan utama. Sehingga kita harus bijak dalam mempraktikkan white
lies terhdap oranglain.

2
https://www.cxomedia.id/human-stories
3
Sahilun A. Nasir. (1982). Firqoh Syi’ah Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya. Al-Ikhlas, Surabaya.

2
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

Hukum Berbohong Dalam Islam


Bagi Imam Nawawi, kebohongan adalah tindakan menceritakan sesuatu namun berbeda atau
tidak sesuai dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya, baik hal itu yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Maka jika seseorang melakukan praktik ini dengan tidak disengaja, maka
hukumnya tidak berdosa baginya. 4Dalam Islam, kejujuran dan kebenaran dianggap sangat
penting. Islam mengjarkan umatnya untuk selalu berbicara jujur dan menghindari berbohong atau
menyampaikan kebohongan, kecuali dalam situasi-situasi tertentu yang disebut sebagai
“kebohongan yang dibenarkan”(kebenaran-kebenaran tersamar). Islam sebagai agama yang
didasarkan pada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, Menekankan pentingnya
kebenaran dalam kehidupan seorang muslim. Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Allah
menyukai orang-orang yang selalu berbicara jujur dan menghindari kebohongan. Rasulullah SAW
juga mengajarkan kepada umatnya yang selalu berpegang pada kejujuran dalam segala aspek
kehidupan mereka. Oleh karena itu, kebohongan termasuk white lies dianggap sebagai tindakan
yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Islam memberikan penekanan yang kuat pada
pentingnya menjaga kebenaran dan menghindari kebohongan setiap situasi. Rasulullah SAW
bersabda, “Orang yang berdusta tidak bisa diandalkan.” Dalam Islam, berbohong dianggap
sebagai tindakan yang dapat merusak kepercayaan dan integritas individu. Oleh sebab itu,
sejauhmana white lies dapat diterima oleh Islam itu sendiri, pendekatannya lebih cenderung
untuk menekankan pentingnya kejujuran dan menghindari kebohongan dalam segala hal.
Meskipun Islam melarang kebohoongan dalam kebanyakan situasi, terdapat pengecualian untuk
kebohongan dalam keadaan darurat yang serius. Dalam situasi-situasi dimana nyawa seseorang
berada dalam bahaya atau terancam, boleh jadi terdapat kebutuhan untuk menyembunyikan
kebenaran atau memberikan informasi yang tidak sepenuhnya dibenarkan untuk melindungi diri
sendiri dan orang lain. Menurut Sissela Bok, kebohongan merupakan tindakan yang melanggar
prinsip kejujuran dan integritas moral. Ia menyoroti bahwa kebohongan dapat merusak hubungan
antara individu, mempengaruhi kepercayaan dan kredibilitas, serta menyebabkan ketidakadilan
dan ketidakseimbangan dalam masyarakat. Bok menekankan pentingnya kejujuran sebagai
fondasi yang kuat dalam membangun kepercayaan dan hubungan yang sehat dan harmonis5.

Terdapat pengecualian dalam kebohongan yang dibenarkan yaitu disebut dengan istilah Taqiyya
atau Idtirar. Idtirar berasal dari bahasa aeab yang berate terpaksa atau tertekan. Konsep ini
mengacu pada praktik menyembunyikan keyakinan atau identitas agama seseorang ketika berada
dalam situasi dimana mengungkapkannya dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Konsep taqiyya dalam islam mengizinkan seseorang menyembunyikan atau menyamarkan
kebenran dalam situasi-situasi yang mengancam keselamatan diri atau umat Islam secara umum.
Taqiyya diperbolekan dalam keadan diamana mengungkapkan kebenran dapat membahayakan
nyawa atau menghadirkan ancaman serius bagi individu dan umat islam. Namun, penting untuk
diingat bahwa taqiyya bukanlah izin berbohong secara umum atau untuk tujuan pribadi atau
dunia. Taqiyya hanyalah untuk melindungi diri dan umat Muslim lainnya dari ancaman yang
nyata dan serius dan bukan untuk keuntungan pribadi. Selain itu, penggunaan taqiyya harus
dalam batas-batas tertentu dan tidak boleh disalahgunakan. Dalam kehidupan sehari-hari, bahwa

4
Nurla Isna Aunillah (2011) : Membaca tanda-tanda orang berbohong. Laksana, Yogyakarta.
5
Sissela Bok. (1978) : Lying : Moral Choice in Public and Private Life. Vintage Books.

3
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

taqiyya hubungan sosial, bisnis, dan keluarga, islam mendorong umatnya untuk berpegang teguh
pada kejujur dan menghindari praktik bohong, bahkan dalam situasi yang sulit. Rasulullah SAW
juga mengajarkan pentingnya kejujuran dan menghindari berbohong dalam kehidupan sehari-hari
sebagai prinsip utama dalam interkasi sosial.

Dalam aspek situasi yang genting lainnya, white lies masih tetap dilarang oleh Islam seperti
halnya seseorang yang berbohong kepada oranglain untuk kepentingan spiritualnya seperti
bersedekah atau lainnya. Dan hal tersebut tertulis dengan jelas dalam Al-Qur’an yang menjelaskan
pentingnya kejujuran dan melarang kebohongan “ Dan janganlah kamu campur adukkan yang
benar dengan yang bathil, dan janganlah kamu sembunyikan yang benar, sedang kamu
mengetahui.“ (Q.S Al-Baqarah : 42). Dengan demikian, dalam Islam, tidak ada kebohongan yang
ditoleransi kecuali kepentingan yang serius dan mengancam nyawa individu dan oranglain. Islam
selalu mendorong umatnya untuk selalu berpegang pada kejujuran dan integritas sebagai muslim
dalam segala aspek kehidupan. Adapun berbagai kisah orang-orang salih yang rela
mempertahankan integritasnya walaupun itu mengancam nyawanya seperti halnya beberapa
sahabat nabi yang dihukum mati dengan dimasak kedalam minyak yang panas dengan
keteguhannya terhadap tuhannya. Dalam pandangan Islam , kejujuran dianggap sebagai nilai
yang sangat penting. Islam melarang berbohong secara umum, kecual dihadapkan dalam situasi-
situasi yang mengancam keselamatan individu atau umat islam secara umum, sehingga dalam hal
ini taqiyya dapat digunakan. Kebohongan seringkali dianggap sebagai pangkal dosa, yang
menyebabkan kepercayan terhadapnya menjadi rusak dan integritasnya sebagai muslim akan
berkurang. Terutama bagi para penghafal hadist seperti Imam Bukhari, Muslim, dll. Yang jika
ditemukan salah satu kebohongan dalam hidupnya, maka rusaklah sanad hadist tersebut atau
biasa disebut sebagai hadist palsu, dan tidak boleh disandarkan kepada Rasulullah SAW. Maka
penting bagi kita untuk mengutamakan kejujuran dalam setiap aspek-aspek yang nyata, taqiyya
diatas merupakan pengecualian yang boleh saja dilakukan oleh seorang muslim dan boleh juga
tidak.

White Lies Yang Dihadapkan Dengan Hoax, Bulying, Dan


Post Truth Dalam Pandangan Islam
Hoax adalah informasi palsu atau tidak benar yang disebarkan dengan sengaja dengan tujuan
menipu atau memengaruhi orang lain, hoax seringkali disebarkan melalui sosial media, pesan
berantai, atau situs web yang tidak dapt dipercaya. Tujuannya beragam-ragam, mulai dari
menyebarkan kebingungan dan kepanikan hingga dapat mempengaruhi public atau
mencemarkan reputasi seseorang atau kelompok. Menurut Tattersall, secara umum hoax dapat
muncul melalui beberapa factor seperti :
1. Niat menipu : Seseorang dengan sengaja menyebarkan informasi palsudengan tujuan
menipu atau mempengaruhi oranglain. Motivasinya bias bermacam-macam, seperti
keuntungan pribadi, menciptakan kebingungan atau kepanikanm atau mencemarkan
reputasi seseorang atau kelompok.
2. Ketidaktahuan atau kesalahpahaman : Informasi palsu dapat muncul karena
ketidaktahuan atau kesalahpahaman orang-orang terhadap suatu topic tertentu atau

4
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

peristiwa. Kesalahan dalam memahami fakta atau interpretasi yang keliru dapat
menyebabkan penyebaran informasi yang tidak benar.
3. Sensasionalisme dan viralitas : Hoax sering kali memiliki unsur sensasionalisme dan
viralitas yang menarik perhatian orang dan dengan cepat menyebar melalui sosial media
dan platform online terkait. Kemampuan mereka untuk mendapatkan perhatian dan
menjadi viral dapat mempercepat penyebaran informasi palsu.
4. Konflik dan Politik : Dalam konteks politik atau konflik sosial, hoax dapat menjadi alat
yang digunakan untuk mempengaruhi opini pblik, menciptakan ketegangan, atau
mencemarkan reputasi lawan politik atau kelompok tertentu yang menguntugkan sebelah
pihak.
5. Kelemahan dalam sistem verivikasi informasi : Ketika mekanisme verifikasi tidak kuat atau
tidak efektif dalam penyelksian informasi, hoax dapat dengan mudah menyabar dan
berkembang lalu diterima sebagai fakta. Kurangnya literasi informasi dan keterampillan
dalam memverifikasi kebenaran dapat memperburuk masalah informasi yang salah ini.6

Dalam pandangan Islam, praktik hoax atau penyebaran berita palsu dianggap tidak sesuai dengan
ajaran agama. Islam mengajarkan pentingnya kejujuran, kebenaran, dan integritas dalam semua
aspek kehidupan, termasuk dalam menyampaikan informasi. Islam menekankan pentingnya
kejujuran dan kebenaran dalam semua hal. Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan umatnya
untuk berbicara jujur dan tidak menyebarkan berita palsu. Hoax bertentangan dengan nilai-nilai
ini karena melibatkan pemalsuan informasi atau penyebaran berita yang tidak benar. Hoax dapat
menyebabkan kerusakan dan fitnah dalam masyarakat. Islam mengajarkan untuk menjaga
kehormatan, harga diri, dan reputasi orang lain. Penyebaran hoax dapat merusak nama baik
seseorang atau kelompok, memecah belah persatuan, dan menciptakan konflik yang tidak perlu.
Dalam Islam, penyebaran berita palsu dianggap sebagai perbuatan dosa. Islam mengajarkan
umatnya untuk menjauhi perbuatan dusta dan mempromosikan akhlak yang baik. Menyebarkan
hoax dapat merusak akhlak seseorang dan melanggar prinsip-prinsip Islam tentang keadilan,
kebenaran, dan kasih sayang. Islam memandang setiap individu memiliki tanggung jawab untuk
menyampaikan informasi yang benar dan bermanfaat. Dalam Islam, seseorang harus memeriksa
kebenaran informasi sebelum menyebarkannya. Menyebarkan hoax bertentangan dengan
tanggung jawab ini dan dapat merusak kepercayaan orang terhadap sumber informasi. Dengan
demikian, dalam pandangan Islam, praktik hoax dianggap sebagai perbuatan yang tidak bermoral
dan melanggar prinsip-prinsip agama. Muslim dianjurkan untuk selalu memeriksa kebenaran
informasi sebelum membagikannya dan berkomitmen untuk menyebarkan kebaikan dan
kebenaran dalam semua tindakan mereka.

Adapun cara menanggapi hoax sebagai pribadi muslim yang bermoral dan berintegrasi yaitu
seperti dibawah ini :
1. Penolakan terhadap hoaks: Sebagian besar Muslim menolak menyebarkan atau
mempercayai hoaks. Mereka mengutamakan kebenaran dan integritas dalam menyebarkan
dan menerima informasi.

6
Tattersall and Peter N. Neaumont (2018).Hoax : A History of deception, 5000 years of fakes, forgeries and fallacies.
Running Press.

5
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

2. Kewaspada dan skeptisisme: Muslim cenderung menjadi lebih waspada terhadap informasi
yang tidak terverifikasi. Mereka berupaya untuk memverifikasi kebenaran informasi
sebelum mempercayainya atau menyebarkannya.
3. Pendidikan dan pemahaman: Muslim berupaya untuk meningkatkan pemahaman mereka
tentang agama dan mempelajari ajaran Islam dengan lebih mendalam. Dengan pemahaman
yang kuat, mereka dapat mengenali hoaks yang bertentangan dengan ajaran agama mereka.
4. Rujukan kepada otoritas keagamaan: Banyak Muslim mencari panduan dan nasihat dari
cendekiawan agama atau pemimpin yang dihormati dalam menghadapi informasi yang
kontroversial atau meragukan. Mereka mengacu pada otoritas keagamaan untuk memastikan
pemahaman yang benar.
5. Menjaga keharmonisan dan menghindari fitnah: Muslim berusaha untuk menjaga hubungan
yang harmonis dengan orang lain dan tidak terlibat dalam menyebarkan hoaks yang dapat
menyebabkan konflik atau memfitnah orang lain.
6. Berbagi informasi yang sahih: Muslim berperan dalam menyebarkan informasi yang sahih
dan terverifikasi kepada sesama Muslim dan masyarakat umum. Mereka mengutamakan
kebenaran dan bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi.

Menurut Olweus, salah satu pakar sangat diakui dalam studi terkait bullying, bulyin sendiri
adalah perilaku yang memiliki tiga karakteristik utama :
1. Perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang : Bulying terjadi dalam pola yang
berulang, dimana pelaku secara konsisten menargetkan korban dalam periode waktu yang
lama. Ini berbeda dengan konflik biasa yang mungkin terjadi diantara anak-anak.
2. Adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuatan yang lebih rendah : Pelaku bullying
memiliki kekuatan fisik, sosial, atau emodional yang lebih besar dari korban. Mereka
memanfaatkan ketidakseimbangan kekuatan ini untuk melukai, mengintimidasi atau
mengusai korban.
3. Niat jahat : Pelaku bullying dengan sengaja melakukan perilaku tersebut dengan tujuan
menyakiti atau merugikan korban secara emosional dan fisik.7

Olweus juga mengidentifikasi beberapa bentuk bullying yang umum, termasuk secara verbal
(menghina, melecehkan secara lisan), fisik (memukul, menendang), sosial (mengucilkan,
menjauhkan teman-teman). Dia juga mengakui keberadaan bullying cyber, yang melibatkan
penggunaan teknologi dan media digital untuk mengucilkan, mengintimidasi atau merugikan
oranglain. Bulying di media sosial atau bentuk-bentuk penindasan dan penghinaan lainnya
dianggap sebagai perilaku yang sangat tidak dianjurkan. Islam mendorong umat Muslim untuk
berperilaku dengan sopan santun, kebaikan, dan keadilan dalam interaksi sosial mereka. Pertama-
tama, Islam menekankan pentingnya menghormati martabat setiap individu. Dalam Al-Qur’an,
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok-olokan
kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan),lebih baik dari mereka (yang
memperolok-olokkan). Dan jangan pula wanita-wanita (memperolok-olokkan) wanita lain, boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan).
Janganlah kamu saling mencela dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman.” (Q.S Al-Hujurat : 11). Ayat ini menunjukkan bahwa
menghina, merendahkan, atau memperolok-olokkan oranglain, terutama melalui sosial media

7
Olweus, D. (1993). Bullying at school : What we know and what we can do. Oxford, UK: Blackwell Publisher

6
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

adalah tindakan yang tidak islami. Setiap individu, tanpa memandang latar belakang, ras, agama,
atau status sosial, memiliki hak untuk dihormati dan tidak boleh disakiti secara verbal.

Selain itu, Islam juga mengajarkan tentang pentingnya memaafkan dan menghindari dendam. Jika
seseorang menjadi korban bullying di sosial media, Islam mendorong mereka untuk menahan diri,
menjaga akhlak yang baik, dan tidak membalas dengan cara yang sama. Nabi Muhammad SAW
bersabda, ” Barangsiapa yang menahan marahnya, padahal dia mampu untuk melampiaskannya,
maka Allah akan memanggilnya dihadapan semua mahluk pada hari kiamat, lalu diberikan
kebebasan untuk memilih bidadari yang diinginkannya ” (HR. Tirmidzi). Dengan demikian,
bullying dimedia sosial atau segala bentuk penindasan dan penghinaan lainnya adalah perilaku
yang bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak integritas sebagai Muslim. Islam mendorong
umatnya untuk saling menghormati, berlaku adil, berperilaku yang baik, dan memaafkan dalam
interaksi sosial baik secara langsung maupun dunia maya sekalipun.

Menurut Lee Mclntyre, post truth adalah situasi dimana fakta dan kebenran objektif menjadi
kurang relevan dalam bentuk opini dan pengambilan keputusan oleh masyarakat. Dalam era post-
truth, narasi-narasi yang berdasarkan emosi, keyakinan pribadi, atau preferensi individu
seringkali lebih berpengaruh daripada fakta yang ada yang dapat diverifikasi. Lee Mclntyre
menjelaskan bahwa dlam lingkungan pst-truth, pandangan yang sesuai dengan kepercayaan dan
ideology seseorang seringkali diperkuat dan dipertahankan, sedangkan dengan fakta yang
bertentangan seringkali diabaikan, diputarbalikkan, atau direduksi menjadi opini subjektif. Dalam
situasi ini, kebohongan atau informasi yang salah dapat menyebar dengan cepat dan sulit sekali
dikoreksi. 8Konsep “post-truth” atau “pasca-kebenaran” tidak secara emplisit dibahas dalam
sumber-sumber utama Islam seperti Al-Qur’an dan Hadist. Namun, Islam memiliki prinsip-
prinsip dan nilai-nilai yang relevan untuk menghadapi tantangan kebenaran didunia modern
seperti post-truth. Kebenran dianggap sangatlah penting, Al-Qur’an sering menekankan
pentingnya berpegang teguh pada kebenaran dan menjauhi kebohongan. Allah SWT berfirman,
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak denganyang bathil, dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahuinya.” (Q.S Al-baqarah : 42). Ayat ini
mengajarkan agar umat islam tidak mencampuradukkan antara kebenaran dengan kepalsuan
serta tidak menyembunyikan kebenaran, meskipun hal itu tidak menguntungkan secara pribadi
atau politik. Sebagai contoh, seseorang yang bersedekah menggunakan duit hasil judi, yang dia
anggap duit yang didapat akan menjadi berkah setelah bersedekah.

Jika sebuah informasi yang belum secara jelas kebenarannya, maka sebagai seorang muslim yang
berintegritas tidak boleh dan tidak diperkenankan membagikan informasi tersebut kepada orang
lain. 9Selain itu, Islam juga menekankan pentingnya etika komunikasi dan memberikan kesaksian
yang benar. Seorang Muslim dianjurkan untuk berbicara dengan kebenaran, menghindari berita
palsu atau fitnah, dan tidak menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi kebenarannya. Islam
juga mendorong umatnya agar selalu berfikir secara kritis dan menggunakan akal sehatnya dalam
mencari kebenaran. Umat islam diharuskan untuk mencari tahu pengetahuan yang benar dan
berdasar pada sumber-sumber yang dapat dipercaya. Layaknya para perawi hadist yang menjaga
8
Mclntyre, L (2018). Post-Truth. The MIT Press.
9
Muhammad Farhan, Jenuri dan Muhammad Rindu Fajar Islamy “ Media Sosial dan Fenomena Hoax : Tinjauan Islam
dalam Etika Berkomunikasi “. (2021), 5 (1) 59-80

7
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

keaslian sanadnya agar hadist yang dikeluarkan berpangku langsung kepada Rasulullah SAW.
Dan banyak dalil-dalil Qur’an maupun Hadist yang selalu menekankan umat islam agar berfikir
seperti “Afalaa Ta’qiluun, afalaa tufakkarun” dan lain-lain sebagainya. Ini menunjukan bahwa
umat Islam diharapkan untuk selalu bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi yang
benar dan berkontribusi pada penyebaran kebenaran. Rasulullah SAW bersabda, “ Seorang
Muslim adalah orang yang mulut dan tangannya aman bagi Muslim lain. Seorang Mu’min
(Beriman) adalah orang yang manusia merasa aman dari ujaran dan tindakannya.” (HR. Bukhori).
Dalam kesimpulannya, meskipun konsep post-truth tidak secara langsung diterjemahkan dalam
Islam, prinsip-prinsip dalam Islam selalu mendorong umatnya untuk mencari dan menyebarkan
kebenaran, berfikir kritis, menggunakan akal sehat, dan bertanggung jawab dalam berkomunikasi.
Islam mengajarkan betapa pentingnya menghormati kebenaran dan menjauhi penyebaran
informasi yang salah maupun manipulatif. Komunikasi yang baik dalam perspektif Islam adalah
komunikasi yang berlandaskan dengan kaidah agama dan sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist. Sehingga kaitannya antara nilai etika dan norma yang
berlaku sangatlah erat. Selain agama Islam seabagai landasan awal kepercayaan dan keyakinan
masyarakat, ideologi juga menjadi tolak ukur moral yang berlaku seperti halnya Pancasila sebagai
ideologi bangsa Indonesia.10

Kesimpulan
White lies merupakan tindakan yang dapat merusak integrasi seorang muslim, kebohongan putih
ini seringkali dipraktikkan dalam keadaan tertentu terutama untuk menghindari konflik. White
lies dalam Islam dikenal dengan istilah Idtirar atau dalam Islam Syiah dikenal dengan Taqiya yaitu
tindakan kebohongan yang dapat dilakukan seorang muslim yang dihadapkan dengan bahaya
yang dapat membahayakan, maka seorang muslim dapat menyembunyikan kesaksiannya sebagai
orang yang menganut agama islam untuk kepentingan nyawanya. Idtirar berasal dari bahasa arab
yaitu berarti tertekan atau terpaksa. Islam menjunjung tinggi nilai kebenaran dan kejujuran dalam
setiap diri seorang muslim, baik dalam interaksi secara langsung maupun secara virtual.
Di era digital ini, maraknya penggunaan smartphone yang mempermudah seseorang menerima
informasi tanpa penyeleksian informasi tersebut. Sebab aplikasi yang digunakan memiliki
kekurangan dalam memverifikasi informasi yang diunggah, sehingga seseorang dapat dengan
mudah mendapatkan informasi yang salah bahkan informasi hoax. Sehingga kekhawatiran yang
terjadi adalah kepanikan, kebingungan dan lain-lain sebagainya. Oleh karena itu seorang muslim
diharuskan pandai-pandai dalam menerima informasi yang didapat dengan penyeleksian
informasi tersebut, agar dapat menghindari kebingungan yang terjadi akibat informasi tersebut.
Bukan hanya itu, seorang muslim juga harus beretika dan menjaga integrasi nya dalam bersosial
media. Dalam memberikan informasi, seorang muslim haruslah memvalidasi kebenaran informasi
tersebut sebelum mempublikasikannya ke sosial media. Seorang muslim juga diharamkan untuk
mencaci maki sesame pengguna sosial media lainnya dan tidak merespon tindakan bullying yang
terjadi padanya, seorang muslim harus bisa lebih bersabar dan dewasa dalam menanggapi
bullying yang terjadi di sosial media. Menjaga integritas sebagai seorang muslim yang baik dan
intelek, merupakan tindakan yang paling baik dalam menerima atau memberikan informasi yang

10
Maya Sandra Rosita Dewi. “ Islam dan Etika Bermedia : Kajian Etika Komunikasi Netizen di Medial Sosial
Instagram Dalam Prespektif Islam “. (2019). Vol 3, Number 1.

8
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

didapatkan. Seorang muslim juga tidak diperkenankan untuk menyembunyikan kebenaran yang
ada, karena hal itu bertentangan dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi nilai kejujuran
dalam setiap aspek kehidupan. Maka dalam menghadapi post-truth, seorang muslim tidak
diperkenankan untuk memberikan informasi yang kebenarannya belum tentu dapat di verifikasi
secara pasti. Maka dari itu dari ajaran islam yang dijunjung tinggi seperti nilai kejujuran dan
validasi kebenaran tersebut, yang jika dihadapkan dalam praktik post-truth sangat tidak
dianjurkan karena kebenaran informasi yang diberikan belum pasti kebenarannya.

Namun, media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan pengetahuan, berbagi
pemikiran yang konstruktif, dan mendukung kegiatan sosial yang bermanfaat. Dalam konteks ini,
seorang Muslim dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi yang benar,
mempromosikan keadilan, membangun kesadaran sosial, dan membantu mereka yang
membutuhkan. Selain itu, Islam juga mengajarkan untuk mendorong umatnya untuk menjaga
keselamatan diri dan menjauhi hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan fisik, mental, dan
spiritual. Media sosial dapat menjadi tempat yang memicu stres, kecemasan, dan kekhawatiran
yang berlebihan. Oleh karena itu, seorang muslim perlu menggunakan sosial media dengan bijak,
mengelola waktu yang dihabiskan diplatform tersebut, dan tidak membiarkan penggunaan media
sosial mengganggu keseimbangan hidup dan ibadah mereka. Dalam kesimpulannya, sebagai
seorang muslim terhadap penggunaan sosial media adalah bahwa itu merupakan alat yang dapat
memberikan manfaat yang besar jika digunakan dengan bijak. Maka kita harus menggunakan
sosial media untuk menyebarkan kebaikan, mempromosikan nilai-nilai moral, membantu orang
lain. Namun, kita juga harus berhati-hati untuk tidak terjerumus dalam perilaku yang tidak etis
atau membahayakan kesehatan kita. Komunikasi yang baik dalam perspektif Islam adalah
komunikasi yang berlandaskan dengan kaidah agama dan sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist. Sehingga kaitannya antara nilai etika dan norma yang
berlaku sangatlah erat. Selain agama Islam seabagai landasan awal kepercayaan dan keyakinan
masyarakat, ideologi juga menjadi tolak ukur moral yang berlaku seperti halnya Pancasila sebagai
ideologi bangsa Indonesia. Maka dari itu sebagai pribadi yang agamis dan nasionalis, kita
didorong untuk menghindari praktik yang dapat merusak nilai-nilai integritas kita sebagai warga
Negara Indonesia yang Islamis dan menjunjung tinggi nilai kejujuran.

9
UAS Etika/Filsafat Etika
Semester Genap 2022-2023

Daftar Pustaka

http://antonius92.blogspot.com/2014/12/pengertian-netizen_31.html.

https://www.cxomedia.id/human-stories

Maya Sandra Rosita Dewi. “ Islam dan Etika Bermedia : Kajian Etika Komunikasi Netizen di
Medial Sosial Instagram Dalam Prespektif Islam “. (2019). Vol 3, Number 1.

Mclntyre, L (2018). Post-Truth. The MIT Press.

Muhammad Farhan, Jenuri dan Muhammad Rindu Fajar Islamy “ Media Sosial dan Fenomena
Hoax : Tinjauan Islam dalam Etika Berkomunikasi “. (2021), 5 (1) 59-80

Nurla Isna Aunillah (2011) : Membaca tanda-tanda orang berbohong. Laksana, Yogyakarta.

Olweus, D. (1993). Bullying at school : What we know and what we can do. Oxford, UK:
Blackwell Publisher.

Sissela Bok. (1978) : Lying : Moral Choice in Public and Private Life. Vintage Books.

Sahilun A. Nasir. (1982). Firqoh Syi’ah Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya. Al-Ikhlas,
Surabaya.

Tattersall and Peter N. Neaumont (2018).Hoax : A History of deception, 5000 years of fakes,
forgeries and fallacies. Running Press.

10

Anda mungkin juga menyukai