Anda di halaman 1dari 6

Nama : Auzan Wafi

NIM : 205210329

Matakuliah : Kapita Selekta Hukum Perdata

Kelas :B

Dosen Pengampu : Imelda Martinelli, S.H., M.H

1. Asas dalam Buku II & Buku III BW


Jawab:
- Asas dalam Buku II (Tentang Kebendaan)
a. Asas Individualitas (Individualiteit)
Artinya obyek hak kebendaan senantiasa atas barang yang dapat ditentukan dan
merupakan kesatuan.
b. Asas Totalitas/Menyeluruh atas Benda (Totalietit)
Hak kebendaan itu tidak dapat diberikan atas bagian-bagian dari benda yang
bersangkutan, melainkan secara menyeluruh atas objek dari benda bersangkutan.
c. Asas Tidak Dapat Dipisahkan (Onsplitsbaarheid)
Kewenangan seseorang atas benda yang ada dalam suatu hak kebendaan tidak
dapat dipisahkan secara Sebagian.
d. Asas Prioritas (Prioriteit)
Hak prioriteit adalah hak yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan dengan hak
yang terjadi kemudian.
e. Asas Percampuran (Vermenging)
Semua hak kebendaan terbatas wewenangnya (jadi bukan eigendom), hanya
mungkin atas barang orang lain, dan tidak mungkin atas barangnya sendiri.
f. Asas Publisitas (Publiciteit)
Asas publisitas berkaitan dengan pengumuman suatu kepemilikan suatu benda
tidak bergerak kepada masyarakat.1

1
Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Sinar Grafika Jakarta, 2011), hlm 40
https://repo-
dosen.ulm.ac.id/bitstream/handle/123456789/32294/B3_run_HUKUM%20KEBENDAAN.pdf?sequence=1
- Asas dalam Buku III (Tentang Perikatan)
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang
menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
b. Asas Konsensualisme
Dalam KUHPerdata asas ini disebtukan pada pada Pasal 1320 yang
mengandung arti “kemauan atau will” para pihak untuk saling berpartisipasi
mengikatkan diri.
c. Asas Kepribadian
Karena suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi yang mengadakan perjanjian itu
sendiri, maka pernyataan tersebut dapat dikatakan menganut asas kepribadian
dalam suatu perjanjian.
d. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian
tersebut secara seimbang.
e. Asas Kepastian Hukum
Suatu perjanjian merupakan perwujudan hukum sehingga mengandung
kepastian hukum.
f. Asas Moral
Asas ini dapat dijumpai dalam perbuatan sukarela dari seseorang.
g. Asas Kepatutan
Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang antara
lain menyebutkan bahwa: “suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu
yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau
undang-undang”.2

2
I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Sinar Grafika, Jakarta, 2018), hlm. 45
https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=MrwlEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=hukum+perikatan&o
ts=99FVtMhX5g&sig=3WebAADgwaOmnic91a5BAJIMRLw
2. Arti Hukum Unifikasi dan Hukum Pluralistis
Jawab:
- Hukum Unifikasi: Umar Said menyebutkan bahwa unifikasi adalah penyatuan
hukum yang berlaku secara nasional;atau penyatuan pemberlakuan hukum secara
nasional.3
Tujuan dari hukum unifikasi adalah menciptakan keseragaman, kepastian, dan
keadilan dalam sistem hukum. Dengan menyatukan berbagai sistem hukum yang
ada, diharapkan dapat mengurangi perbedaan, konflik, dan ambiguitas yang
mungkin terjadi dalam penerapan hukum di suatu negara atau wilayah.
- Hukum Pluralistis: Hukum pluralistis adalah suatu pendekatan atau konsep dalam
ilmu hukum yang mengakui keberadaan dan koincidensi berbagai sistem hukum
yang berbeda di dalam suatu masyarakat atau wilayah yang sama. Dalam konteks
hukum pluralistis, diakui bahwa masyarakat terdiri dari beragam kelompok sosial,
etnis, agama, dan budaya yang memiliki tradisi hukum sendiri-sendiri.
Contohnya adalah Hukum kewarisan yang berlaku di Indonesia saat ini bersifat
pluralistis karena disusun bersama-sama oleh hukum adat, Islam, dan Barat serta
dilatarbelakangi oleh keanekaragaman adat, etnis, dan agama.4

3
Anak Agung Putu Wiwik Sugiantari, Perkembangan Hukum Indonesia dalam Mencapai Unifikasi dan
Kodifikasi Hukum, 2015, hlm. 10
https://www.neliti.com/publications/29392/perkembangan-hukum-indonesia-dalam-menciptakan-unifikasi-dan-
kodifikasi-hukum
4
Andi Nuzul, Upaya Kodifikasi Hukum Kewarisan Secara Bilateral Dengan Pola Diferensiasi Dalam
Masyarakat Pluralis, 2010, hlm. 1
https://journal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16236
3. Skema tentang Hukum Tanah (Peralihan Hak, Pelepasan Hak & Pembebasan Hak)
Jawab:
a. Peralihan hak

Penjualan Tanah

Pemberian Hadiah
Peralihan Hak
Secara Sukarela
Pertukaran Tanah

Pewarisan Hak
Peralihan Hak Tanah

Eksekusi Lelang

Peralihan Secara
Sita Jaminan
Paksa

Perampasan Tanah

b. Pelepasan Hak

Penghapusan Hak Guna


Usaha

Pelepasan Hak Secara


Pelepasan Hak Sewa
Sukarela

Pelepasan Hak Guna


Usaha
Pelepasan Hak

Gugatan Pembebasan
Hak Oleh Pemerintah
Pelepasan Hak Secara
Paksa
Gugatan Pembebasan
Hak Oleh Pihak Swasta
c. Pembebasan Hak

Pembebasan Hak Untuk


Pembangunan
Infrastruktur
Pembebasan Hak Untuk
Kepentingan Umum
Pembangunan Hak Untuk
Proyek Pengembangan
Kota
Pembebasan Hak
Pembebasan Hak Untuk
Taman Nasional
Pembebasan Hak Untuk
Konservasi Alam dan
Lingkungan
Pembebasan Hak Untuk
Cagar Alam

4. Perbedaan Living Law dan Hukum Positif


Jawab:
- Living Law: Menurut Eugen Ehrlich (orang yang pertama kali mengemukakan the
living law), perkembangan hukum berpusat pada masyarakat itu sendiri, bukan pada
pembentukan hukum oleh negara, putusan hakim, ataupun pada pengembangan
ilmu hukum. Eugen Ehrlich ingin menyampaikan bahwa masyarakat merupakan
sumber utama hukum. Hukum tidak dapat dilepaskan dari masyarakatnya. Dengan
dasar tersebut, Eugen Ehrlich menyatakan bahwa hukum yang hidup (the living law)
adalah hukum yang mendominasi kehidupan itu sendiri walaupun belum
dimasukkan ke dalam proposisi hukum.5
- Hukum Positif: John Austin merupakan eksponen utama mazhab positivisme
hukum. Mazhab positivisme hukum memandang hukum sebagai saran untuk
menciptakan kepastian hukum, maka harus dipisahkan dari nilai baik atau buruk,
serta nilai adil atau tidak adil. Bagi mazhab positivisme hukum, hukum hanya
dipandang sebagai perintah-perintah yang berdaulat.6

5
Syofyan Hadi, Hukum Positif dan The Living Law (Eksistensi dan Keberlakuannya dalam Masyarakat), 13
(26), 2017, hlm. 261
https://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/dih/article/view/1588/1347
6
Ibid, hlm. 262
Karakteristik hukum positif dan The living law:7
Hukum Positif The Living Law
Bentuk Tertulis Tidak tertulis
Sifat Otonom Tidak otonom (responsif atau
progresif)
Bentuk Peraturan perundang- Adat kebiasaan, norma agama dan
undangan lainnya
Pembentukan Perintah yang berdaulat Ditemukan dalam masyarakat
Sanksi Norma Primer Tidak wajib ada
Sumber pembentukan Kehendak penguasa Pergaulan hidup masyarakat
Tujuan Kepastian hukum Keadilan
Pemaksaan Dipaksakan oleh Institusi Kesadaran masyarakat
Negara
Keberlakuan Yuridis Sosiologis

7
Ibid, hlm. 263

Anda mungkin juga menyukai