Anda di halaman 1dari 138

PENERAPAN KOMPRES WATER TEPID SPONGE

TERHADAP HIPERTERMI PADA AN. G DENGAN


LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA)
DI FLAMBOYAN 9 RSUD
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Oleh
Nadya Castrena Firusia Sae
5.22.058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2023
PENERAPAN KOMPRES WATER TEPID SPONGE
TERHADAP HIPERTERMI PADA AN. G DENGAN
LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA)
DI FLAMBOYAN 9 RSUD
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Oleh
Nadya Castrena Firusia Sae
5.22.058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

Riset Keperawatan ini diajukan oleh

Nama : Nadya Castrena Firusia Sae

NIM : 522058

Program Studi : Profesi Ners

Judul Riset Keperawatan : Penerapan Kompres Water Tepid Sponge Terhadap

Hipertermi Pada An. G Dengan Leukimia Limfoblastik

Akut (LLA) Di Flamboyan 9 RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada

Program Studi Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Ns. Siti Lestari, M.Kep., Sp.Kep.An

……………………………………..

Anggota Penguji I : Ns. Sri Hartini M.A, M.Kep., Sp.Kep.An

……………………………………..

Ditetapkan di : Semarang

Tanggal : Juni 2023

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah Ners dengan judul “Penerapan Kompres Water Tepid Sponge

Terhadap Hipertermi Pada An. G Dengan Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) Di

Flamboyan 9 RSUD Dr. Moewardi Surakarta” ini adalah hasil karya saya sendiri dan

semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Nadya Castrena Firusia Sae

NIM : 522058

Tanda Tangan :

Tanggal : Juni 2023

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang bertanda tangan

dibawah ini :

Nama : Nadya Castrena Firusia Sae

NIM : 522058

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Jenis Kary : Karya Tulis Ilmiah Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

STIKES Telogorejo Semarang, Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive

Royalty-Free right) atas Riset Keperawatan saya yang berjudul “Penerapan Kompres

Water Tepid Sponge Terhadap Hipertermi Pada An. G Dengan Leukimia Limfoblastik

Akut (LLA) Di Flamboyan 9 RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Dengan Hak Bebas

Royalti Non Eksklusif ini STIKES Telogorejo Semarang berhak menyimpan,

mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama

saya mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak

Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, Juni 2023

Yang menyatakan,

Nadya Castrena Firusia Sae

iv
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIES TELOGOREJO SEMARANG

Studi Kasus, Juni 2023


Nadya Castrena Firusia Sae
Penerapan Kompres Water Tepid Sponge Terhadap Hipertermi Pada An. G Dengan
Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) Di Flamboyan 9 RSUD Dr. Moewardi Surakarta

ABSTRAK
Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 (delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang
dengan kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Anak yang dirawat di rumah sakit,
pertumbuhan dan perkembangan anak bisa berubah akibat penyakit yang dideritanya. Penyakit terminal
yang banyak diderita oleh anak salah satunya yaitu kanker. Kanker merupakan salah satu penyebab
kematian utama manusia di dunia. Kanker yang banyak menyerang anak-anak adalah leukemia
limfoblastik akut (LLA). Pengobatan pada pasien dengan leukimia yaitu kemoterapi. Efek yang mucul
akibat dari kemoterapi salah satunya yaitu demam. Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh menghilangkan atau mengurangi produksi panas,
hipertermi juga merupakan respon tubuh terhadap proses infeksi. Kegawatan yang dapat terjadi ketika
demam tidak segera diatasi dan suhu tubuh meningkat terlalu tinggi yaitu dapat menyebabkan dehidrasi,
latergi, penurunan nafsu makan sehingga asupan nutrisi berkurang, dan kejang yang mengancam
kelangsungan hidup anak. Salah satu terapi yang dapat menurunkan demam pada anak yaitu dengan
terapi nonfarmakologi menggunakan kompres water tepid sponge. Pemberian terapi kompres water
tepid sponge dapat menurunkan demam pada anak. Diagnosa keperawatan utrama hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (kanker) ditandai dengan suhu 38˚C, pucat, suhu kulit panas.
Intervensi keperawatan utama yaitu termoregulasi dengan pemberian kompres water tepid sponge.
Tujuan pemberian kompres water tepid sponge ini yaitu untuk menurunkan demam yang dialami oleh
pasien. Hasil evaluasi keperawatan selama 3 hari didapatkan masalah hipertermi membaik, dengan data
suhu 38˚C menjadi 36.5˚C. Sehingga rencana tindak lanjut manajemen hipertermi yang dapat dilakukan
secara mandiri yaitu melakukan teknik nonfarmakologis dengan kompres water tepid sponge.

Kata Kunci : Hipertermi, Leukimia Limfoblastik Akut, Water Tepid Sponge


Daftar Pustaka : 46 (2012 – 2021)

v
NERS PROFESSIONAL EDUCATION PROGRAM
STIES TELOGOREJO SEMARANG

Case Study, June 2023


Nadya Castrena Firussia Sae
Application of Water Edged Sponge Compresses Against Hyperthermia in An. G With
Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) at Flamboyan 9 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta

ABSTRACT
A child is someone who is less than 18 (eighteen) years old in a period of growth and development with
physical, psychological, social and spiritual needs. Children who are hospitalized, the growth and
development of children can change due to the disease they are suffering from. One of the terminal
diseases that many children suffer is cancer. Cancer is on 6e of the main causes of human death in the
world. The most common cancer in children is acute lymphoblastic leukemia (ALL). Treatment for
patients with leukemia is chemotherapy. One of the effects that arise as a result of chemotherapy is
fever. Hyperthermia is an increase in body temperature associated with the body's inability to eliminate
or reduce heat production, hyperthermia is also the body's response to infection processes. An
emergency that can occur when a fever is not treated immediately and the body temperature rises too
high can cause dehydration, lethargy, decreased appetite so that nutritional intake is reduced, and
seizures which threaten the child's survival. One of the therapies that can reduce fever in children is
non-pharmacological therapy using compressed water tepid sponges. Giving water tepid sponge
compress therapy can reduce fever in children. The main nursing diagnosis of hyperthermia is related
to a disease process (cancer) characterized by a temperature of 38˚C, pale, hot skin temperature. The
main nursing intervention is thermoregulation by giving water tepid sponge compresses. The purpose
of giving water tepid sponge compresses is to reduce the fever experienced by the patient. The results
of the nursing evaluation for 3 days showed that the hyperthermia problem had improved, with
temperature data from 38˚C to 36.5˚C. So that the follow-up plan for hyperthermia management that
can be carried out independently is to carry out non-pharmacological techniques with compressed water
tepid sponges.

Keywords: Hipertermi, Leukimia Limfoblastik Akut, Water Tepid Sponge


Bibliography : 46 (2012 – 2021)

vi
PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ners yang berjudul “Penerapan Kompres Water Tepid Sponge Terhadap
Hipertermi Pada An. G Dengan Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) Di Flamboyan 9
RSUD Dr. Moewardi Surakarta” dengan baik dan lancar. Karya tulis ilmiah ners ini
disusun untuk memperoleh gelar ners pada Program Studi Profesi Ners STIKES
Telogorejo Semarang. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ners ini dapat
terselesaikan berkat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas perkenankan penulis
bermaksud menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. dr. Swanny Trikajanti W., M.Kes, Ph.D selaku Ketua STIKES Telogorejo
Semarang.
2. Direktur RSUD Dr.Moewardi Surakarta yang telah memberikan izin peneiti untuk
melakukan pengambilan data.
3. Ns. Ismonah, M.Kep., Sp.MB selaku pembantu Ketua 1 STIKES Telogorejo
Semarang.
4. Ns. Sri Puguh K., M.Kep., Sp.MB selaku Ketua Program Studi S.1 Keperawatan
STIKES Telogorejo Semarang.
5. Ns. Rinda Intan Sari, M.Kep selaku Koordinator KTIN dan Dosen Wali yang telah
memberikan ilmu, semangat dan motivasi.
6. Ns. Sri Hartini M.A, M.Kep., Sp.Kep.An selaku pembimbing yang telah
memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah.
7. Ns. Siti Lestari, M.Kep., Sp.Kep.An selaku penguji yang selalu meluangkan
waktu dan memberikan arahan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

vii
8. Terimakasih kepada orangtua saya Bapak Bambang Wijayanto dan Ibu Naning
Trisnayati serta adik saya Laksamana Charis Ghalib Sae yang selalu memberikan
dukungan, perhatian serta doa yang tidak berhenti diberikan untuk saya dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
9. Florentina, Sri Lestari, Wakhidah dan Ella selaku teman sekelompok dan
sebimbingan yang saling support dan membantu dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah.
10. Teman-teman seperjuangan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang atas
semua kebersamaan dan saling membantu.
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Ners ini dan masih jauh dari kata sempurna. Semog Karya Tulis Ilmiah Ners ini
memberikan manfaat bagi ilmu keperawatan dan kita semua.

Semarang, Juni 2023

Penulis

viii
DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH NERS ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................. iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................... iv

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................................ vi

PRAKATA ................................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi

DAFTAR SKEMA ..................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Tujuan........................................................................................................ 6

C. Manfaat Penelitian..................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 9

A. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak .................................................... 9

B. Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) ....................................................... 13

ix
C. Hipertermi ............................................................................................... 29

D. Water Tepid Sponge ................................................................................ 36

E. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................. 40

BAB III RESUME KEPERAWATAN ...................................................................... 50

A. Pengkajian ............................................................................................... 50

B. Diagnosa-Evaluasi Keperawatan............................................................. 54

BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................................... 59

A. Pengkajian ............................................................................................... 59

B. Diagnosa Yang Muncul .......................................................................... 63

C. Diagnosa Yang Tidak Muncul ................................................................ 74

BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 78

A. Kesimpulan.............................................................................................. 78

B. Saran ........................................................................................................ 81

DAFTAR PUSTAKA

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tumbuh Kembang utama pada masa anak dan remaja .............................. 11

Tabel 2.2 Intervensi Keperwatan ............................................................................... 45

xi
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Pathway .................................................................................................... 19

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 (delapan belas) tahun dalam

masa tumbuh kembang dengan kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.

Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari

bayi (0 - 1 tahun), usia bermain atau toddler (1 - 2,5 tahun), pra sekolah (2,5 - 5

tahun), usia sekolah (5 – 11 tahun) hingga masa remaja (11 - 18 tahun) (Kartika.,

2021). Fase perkembangan anak masa sekolah yang berlangsung sejak kira-kira

umur 6 sampai 12 tahun, sama dengan masa usia Sekolah Dasar. Anak-anak

menguasai keterampilan-keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung.

Secara formal mereka mulai memiliki dunia yang lebih luas dengan budayanya.

Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan pengendalian

diri sendiri bertambah pula.Anak pada usia 11-12 tahun memiliki tinggi badan

33-39 cm dan berat badan 145-152 cm. Konsentrasi belajar meningkat, mulai

belajar bertanggung jawab,senang berpetualang dan mempunyai rasa ingin tahu

yang besar (Alderman, 2017).

1
2

Anak yang dirawat di rumah sakit, pertumbuhan dan perkembangan anak bisa

berubah akibat penyakit yang dideritanya. Berdasarkan Survei Kesehatan

Nasional (2016), menunjukan bahwa angka anak yang dirawat di rumah sakit usia

0–4 tahun sebesar 52,38%, usia 5–12 tahun sebesar 47.62%, presentase ini

menunjukan bahwa anak usia prasekolah lebih rentan terkena penyakit serta takut

dan cemas saat dirawat di rumah sakit. Ada berbagai macam penyakit terminal

yang banyak diderita oleh anak-anak yaitu penyakit kanker, infeksi, dan

congestive renal failure (CHF) (Cut, 2017).

Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama manusia di dunia (WHO,

2021). Sampat saat ini data dari World Health Organization (WHO) tahun 2020

sebanyak 7,6 juta orang meninggal akibat kanker pada anak sedangkan pada tahun

2021 terjadi peningkatan sebanyak 7,9 juta orang meninggal akibat kanker pada

anak. Penderita kanker pada anak di dunia bertambah 6,25 juta orang pertahun

(WHO, 2021). Kanker yang banyak menyerang anak-anak adalah leukemia,

tumor otak, retinoblastoma, limfoma, neuroblastoma, tumor wilms dan

osteosarcoma (Padila, 2013). Menurut World Health Organization (WHO) tahun

2020, sebanyak 933 (38%) adalah anak-anak yang menderita kanker pada usia 0-

17 tahun. Kasus terbanyak adalah leukemia sebanyak 664 (27,3%), lymphoma

malignum sebanyak 85 (3,5%), retinoblastoma sebanyak 81 (3,3%),

rabdomiosarkoma 53 (2,2%), dan neuroblastoma sebanyak 50 (2,1%) (Kemenkes,

2021).
3

Anak dengan leukemia secara keseluruhan sebagian dari penderita tersebut

mengalami tanda dan gejala penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu

didiagnosis gejala awal terjadi biasanya terjadi non spesifik meliputi anoreksia,

iritabel, dan latergi. Kegagalan sum-sum tulang mengakibatkan demam atau

hipertermi karena tingginya angka sel leukosit dalam darah yang menunjukkan

kepekaan pada infeksi. Gejala lainnya yaitu pendarahan, petechiae, ecchymosis

(memar), epistaksis (mimisan), gingival (gusi berdarah) akibat kurangnya

jumlah keeping darah pembesaran pada kelenjar getah bening (lymphadenopathy)

dan pada organ hati (hepatomegaly) serta organ limpa (splenomegaly) akibat

serbuan sel leukemia. Penyakit leukemia harus segera ditangani secara medis,

apabila tidak segera ditangani maka akan berdampak pada kondisi kesehatan anak.

Dampak yang ditimbulkan yaitu sepsis, perdarahan, adanya gagal organ,

terjadinya Iron Deficiency Anemia (IDA) dan dampak terburuk yaitu kematian

(Wijaya, 2013).

Anak dengan leukemia perlu menjalani terapi dan perawatan di Rumah Sakit

untuk mendukung proses penyembuhannya. Kondisi sakit pada anak dapat

menyebabkan stress disebut sebagai masa hospitalisasi. Selama hospitalisasi

umumnya reaksi anak dengan leukemia adalah hipertermi, rasa nyeri, kecemasan

karena perpisahan, kehilangan, dan perlukaan tubuh. Hipertermi merupakan

peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh

menghilangkan atau mengurangi produksi panas, hipertermi juga merupakan

respon tubuhterhadap proses infeksi.


4

Peningkatan suhu tubuh pada balita sangat berpengaruh terhadap fisiologis organ

tubuhnya. Hal tersebut terjadi karena luas permukaan tubuh relatif kecil

dibandingkan pada orang dewasa, menyebabkan ketidakseimbangan organ

tubuhnya. Selain itu pada balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan

suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu yang cepat terhadap lingkungan.

Kegawatan yang dapat terjadi ketika demam tidak segera diatasi dan suhu tubuh

meningkat terlalu tinggi yaitu dapat menyebabkan dehidrasi, latergi, penurunan

nafsu makan sehingga asupan nutrisi berkurang, dan kejang yang mengancam

kelangsungan hidup anak. Demam berkepanjangan masih menjadi masalah

morbiditas dan mortalitas di negara-negara tropis dan berkembang. Demam

persisten atau demam berkepanjangan adalah demam yang berlangsung lebih dari

delapan hari perawatan di rumah sakit, dan terkadang gagal mendeteksi penyebab

demam (Marcdante, 2019).

Hipertermi memerlukan perawatan lebih lanjut, yaitu dengan menjaga agar

hipertermi yang terjadi tidak meningkat, sehingga kemungkinan anak mengalami

kejang demam dan dehidrasi dapat dihindari. Terapi non farmakologi untuk

demam menggunakan metode yang meningkatkan pengeluaran panas melalui

evaporasi, konduksi, konveksi, dan radiasi. Secara tradisional perawat telah

menggunakan water tepid sponge, yaitu dengan menggunakan air hangat.

Perawatan anak demam dilakukan dengan berbagai tindakan, seperti pemberian

obat penurun panas (farmakologi), pemberian cairan air yang lebih banyak dari
5

biasanya (manajemen cairan), penggunaan pakaian yang menyerap keringat, dan

melakukan tepid water sponge (Sodikin., 2017).

Water tepid sponge merupakan suatu metode pemandian tubuh yang dilakukan

dengan cara mengelap sekujur tubuh yang dilakukan dengan cara mengelap

sekujur tubuh dan melakukan kompres pada bagian tubuh tertentu dengan

menggunakan air yang suhunya hangat untuk jangka waktu tertentu. Pada saat

pemberian water tepid sponge otak akan menyangka bahwa suhu diluar panas,

sehingga otak akan segera memproduksi dingin dan terjadilah penurunan suhu

tubuh, dengan kompres hangat pada daerah vaskuler yang banyak, maka akan

memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada

kulit akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh kekulit,

hingga delapan kali lipat lebih banyak (Tamsuri, 2017).

Water tepid sponge dilakukan apabila suhu diatas 37,5ºC dan telah mengkonsumsi

antipiretik setengah jam sebelumnya. Suhu air untuk kompres antara 30º-35ºC,

untuk pelaksanaannya dilakukan dalam waktu 15 sampai 20 menit dalam 1 kali

pelaksanan. Panas dari kompres tersebut merangsang vasodilatasi sehingga

mempercepat proses evaporasi dan konduksi, yang pada akhirnya dapat

menurunkan suhu tubuh. Pemberian terapi tepid water sponge disertai antipiretik

dapat lebih menurunkan suhu tubuh pada pasien demam dibandingkan dengan

antipiretik saja. Sedangkan pada kelompok anak yang hanya minum antipiretik

tanpa pemberian tepid water sponge, penurunan suhu tubuh rata-rata setelah 30

menit setelah minum antipiretik sebesar 0,63º C. Hal ini menunjukan bahwa lebih
6

besarnya penurunan suhu tubuh pada anak dengan pemberian tepid water sponge

(Supartini, 2018).

Menurut data yang di peroleh dalam kasus di RSUD Dr.Moewardi Surakarta pada

tahun 2023 bulan Januari-Maret para penderita leukemia di dapatkan sebanyak

247 kasus, terdiri dari 147 kasus dengan presentase 59.5% berjenis kelamin laki-

laki, 100 kasus dengan presentase 40.5% berjenis kelamin perempuan.

B. Tujuan

Tujuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu:

1. Tujuan Umum

Mampu menganalisis asuhan keperawatan anak dengan hipertermia pada

leukimia limfoblastik akut (LLA).

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan pada

An. G, penulis dapat:

a. Mampu menganalisa data pengkajian asuhan keperawatan anak dengan

hipertermi pada leukimia limfoblastik akut (LLA).

b. Mampu menganalisis diagnosa keperawatan anak dengan hipertermi

pada leukimia limfoblastik akut (LLA).

c. Mampu menganalisis intervensi keperawatan anak dengan hipertermia

pada leukemia limfoblastik akut (LLA).

d. Mampu menganalisis implementasi keperawatan anak dengan

hipertermia pada leukemia limfoblastik akut (LLA).


7

e. Mampu menganalisis evaluasi terhadap tindakan keperawatan anak

dengan hipertermia pada leukemia limfoblastik akut (LLA).

f. Mampu menganalisis kesenjangan antara konsep teori dan kasus yang

didapatkan.

g. Mampu mengetahui penerapan kompres water tepid sponge terhadap

hipertermi pada anak dengan hipertermia pada leukemia limfoblastik

akut (LLA).

C. Manfaat Penelitian

Manfaat studi kasus yang akan dicapai yaitu:

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Diharapkan pasien mampu memberikan masukan bagi layanan keperawatan

Rumah Sakit dalam meningkatkan pengobatan dan perawatan anak dengan

hipertermia leukemia limfoblastik akut dengan menggunakan water tepid

sponge

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat dijadikan untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan

sebagai tambahan literatur dibidang mata kuliah keperawatan anak khususnya

perawatan anak dengan hipertermia leukemia limfoblastik akut dengan

menggunakan water tepid sponge

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan mampu menambah dan memperbanyak keilmuan keperawatan,

serta dapat digunakan sebagai dasar melalui proses keperawatan mulai dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi


8

keperawatan anak dengan hipertermia leukemia limfoblastik akut dengan

menggunakan water tepid sponge


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak

1. Definisi

Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari perubahan

morfologi, biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai

maturitas/dewasa.

a. Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu

bertambahnya jumalah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun

individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga

ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak.

b. Perkembangan (development) adalah bertambahnya yang bersifat

kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan(skill) struktur dan hasil dari proses pematangan/maturitas.

Perkembangan menyangkut berkembang sedemikian rupa sehingga

masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga

perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi dan perkembangan

perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan

merupakan progresif, terarah, dan terpadu/kohelen. Progresif

mengandung arti bahwa perubahan yang terjadi mempunyai arah tertentu

9
10

dan cenderung maju ke depan, tidak mundur kebelakang. Terarah dan

terpadu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang pasti antara

perubahan yang terjadi saat ini, sebelumnya dan berikutnya

(Soetjiningsih, 2018).

2. Tujuan Umum Ilmu Tumbuh Kembang

Tujuan Umum Ilmu Tumbuh Kembang adalah

a. Memahami pola normal tumbuh kembang anak

b. Memahami faktor-faktor yang terkait dengan tumbuh kembang anak

c. Melakukan upaya-upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan tumbuh

kembang fisik,mental/kognitif, kemampuan sosial-emosional.

d. Melakukan deteksi dini terhadap kelainan tumnuh kembang dengan cara

melakukan skrining rutin serta melakukan assessment untuk menegakkan

diagnosis dan mencari penyebab

e. Melakukan tatalaksana yang komperhensif terhadap masalah-masalah

yang terkait dengan tumbuh kembang anak,serta melakukan upaya

pencegahan (Marimbi, 2017).

3. Ciri-Ciri Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anakmempunyai cirri-ciri tertentu, yaitu:

a. Perkembangan melibatkan perubahan (Development involves change)

b. Perkembangan awal lebih kritis dari pada perkembangan lanjutannya

(Early development more critical than critical than later development)

c. Perkembangan adalah hasil dari maturasi dan proses belajar


11

(Developmentis the product of maturation and the leaning)

d. Pola perkembangan dapat diramalkan (the developmental patenrt is

predicable)

e. Pola perkembangan mempenyai karakteristik yang dapat

diramalkan(thedevelopmental pattern has predicable characteristic).

f. Terdapat perbedaan individu dalam suatu perkembangan (there

individualdefferences the development)

g. Terdapat periode/tahapan dalam pola perkembangan (there are periods

inthe development pattern)

h. Terdapat harapan sosial untuk setiap periode perkembangan (there

aresocial expectation for every developmental period).

i. Setiap area perkembangan mempunyai potensi resiko (every area of

developmens has potensial hazards) (Hurlock, 2015).

4. Tahap Tumbuh Kembang Anak

a. Masa anak prasekolah, kecepatan pertumbuhan lambat dan berlangsung

stabil (plateau) pada masa ini terdapat kecepatan perkembangan motorik

dan fungsi ekskresi. Aktifitas fisik bertambah serta keterampilan dan

proses fikir meningkat (Ari, 2015).

Tabel 2.1 Tumbuh Kembang utama pada masa anak dan remaja

Tahap/Umur Tumbuh Kembang Utama


Masa - Keluarga masih merupakan fokus dalam hidupnya, walaupun anak
prasekolah (3-6 lain menjadi lebih penting
hahun) - Ketermpilan motorik kasar dan halus serta kekuatan meningkat
- Kemandirian, kemampuan mengontrol diri dan merawat diri
meningkat.
- Bermain, kreativitas, dan imajinasi menjadi lebih berkembang.
12

- Imaturitas kognitig mengakibatkan pandangan yang tidak logis


terhadap dunia sekitar
- Prilaku pada umumnya masih egosentris, tetapi pengertian
terhadap pandangan orang lain mulai tumbuh

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2012) tahap perkembangan anak

menurut umur sebagai berikut:

a. Umur 48-60 bulan

1) Berdiri satu kaki 6 detik

2) Melompat-lompat satu kaki

3) Menari

4) Menggambar tanda silang

5) Menggambar lingkaran

6) Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh

7) Mengancing baju atau pakaian boneka

8) Menyebut nama lengkap tanpa dibantu

9) Senang bertanya tentang sesuatu

10) Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar

11) Bicaranya mudah dimengerti

12) Bicara membandingkan atau membedakan sesuatu dari ukuran dan

bentuknya

13) Menyebut angka dan menghitung jari

14) Menyebut nama-nam hari

15) Berpakaian sendiri tanpa bantuan

16) Bereaksi tenang dan tanpa rewel ketika ditinggal ibu


13

b. Umur 60-72 bulan

1) Berjalan lurus

2) Berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik

3) Menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap

4) Menangkap bola kecil dengan kedua tangan

5) Menggambar segi empat

6) Mengerti arti lawan kata

7) Mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih

8) Menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan

kegunaannya

9) Mengenal angka, bisa menghitung angka 5-10

10) Mengenal warna-warni

11) Mengungkapkan simpati

12) Mengikuti aturan permainan

13) Berpakaian sendiri tanpa dibantu.

B. Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

1. Pengertian

Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah proliferasi maligna limfoblas

dalam sumsung tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat

bersifat sistematik. Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang

berlebihan, jumlah leukosit dalam bentuk seringkali rendah, sel – sel imatur

ini tidak sengaja menyerang dan menghacurkan sel darah normal atau jaringan

vaskuler (Dyna, 2016).


14

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan penyakit keganasan sel-sel

darah yang berasal dari sum-sum tulang dan ditandai dengan proliferasi

maligna sel leukosit immaturea, pada darah tapi terlihat adanya pertumbuhan

sel-sel yang abnormal (Tubergen, 2016).

Leukimia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum-sum

tulang yang ditandai oleh proliferasi sel-sel yang abnormal dalam darah tepi.

Sel leukosit dalam darah penderita leukimia berproliferasi secara tidak teratur

dan menyebabkan perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga

mengganggu fungsi sel normal lain (Roro, 2017).

2. Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor

predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

a. Faktor genetik : virus tertntu menyebabkan terjadinya perubahan

struktur gen (Tcell Leukimia-Lymphoma virus/HLTV)

b. Radiasi

c. Obat–obat imunosupresi, obat-obat kardiogenik seperti diet

hylstilbestrol

d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot

e. Kelainan kromoson missal nya pada down sindrom leukemia biasanya

mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis

leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran radiasi dan


15

bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakain obat anti

kanker, meningalkan resoko terjadinya leukemia. Orang

yangmemiliki kelainan genetic tertentu (misalnya down sindrom dan

sindrom fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia (Yuliani., 2018).

3. Klasifikasi

Dalam istilah yang paling luas leukemia pada anak dapat diklasifikasikan

sebagai akut, kronik, kongenital. Leukemia akut menunjukkan proliferasi

maligna sel immatur (blastik). Jika proliferasi itu sebagian melibatkan

jenis sel yang lebih matur (berdiferensiasi), leukemia itu diklasifikasikan

kronik. Leukemia kongenital atau neonatal adalah leukemia yang

terdiagnosis dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Leukemia pada anak

biasanya jenis limfoblastik akut (LLA) (Roro, 2017).

a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)

Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak – anak di bawah

umur 15 tahun dan cepat prosesnya. Penderita LLA akan merasakan

sakit dalam waktu yang cepat. Manifestasi berupa poliferasi limfoblas

abnormal dalam sum – sum tulang dan tempat – tempat ekstramedular.

b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia

(ANLL)

Merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari trasformasi suatu

atau beberapa sel hematopoitek. Sifat sebenarnya dari lesi molekular

yang bertanggung jawab atas sifat – sifat neoplasmik dari sel yang
16

berubah bentuknya tidak jelas, tapi defek krisis adanya instrinsik dan

dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut.

c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)

Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) adalah penyakit klonal sel

induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit

mieloproliferatif. CML merupakan neoplasma pada sel tunas

hematopoietik yang berpotensi menimbulkan proliferasi progenitor

granulositik. Definisi lain menyebutkan CML merupakan suatu

penyakit yang dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dari jumlah

leukosit darah, tanpa akumulasi dari segala bentuk dan belum

menghasilkan granulosit matang.

d. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)

Usia rerata paisen saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-15%

kurang dari 50 tahun. Risiko terjadinya LLK meningkat seiring usia.

Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah 2, 8:1 perempuan tua.

e. Leukemia Kongenital

Leukemia kongenital sangat jarang terjadi, terdapat kurang 100 kasus

yang tercatat dengan baik, dengan sebagian besar adalah AML.

Leukemia ini biasanya ditandai oleh hiperleukositosis,

hepatosplenomegeli, infiltrat kulit nodular, dan gawat napas sekunder

akibat leukositasis pulmonal. Leukemia kongenital telah dihubungkan

dengan sindromdown, sindrom turner, trisomi 9,

monosomi 7 mosaik, penyakit jantung kongenital (Roro, 2017).


17

4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pada LLA bervariasi. Biasanya mendadak dan progresif

seperti penderita merasa lemah, pucat, sesak, pusing hingga gagal jantung

akibat anemia. Pada LLA sering terjadi neutropenia yang menyebabkan

infeksi dan demam. Trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan

seperti ptekie, ekimosis atau manifestasi perdarahan lainnya. Keluhan pada

sistem saraf pusat (SSP) ditimbulkan oleh infiltrasi sel leukemia dengan

gejala sakit kepala, kejang, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan adanya limfadenopati, hepatomegali, dan atau splenomegali

(Wolley, 2016).

Gejala klinis umumnya berupa rasa tidak sehat, demam, pucat, kurang

nafsu makan, berat badan menurun, malaise, kelelahan, nyeri tulang dan

sendi, epistaksis dan cenderung terjadi perdarahan, rentan terhadap infeksi,

serta sakit kepala. Tanda klinis yang ditemukan ialah kenaikan suhu tubuh,

ekimosis atau petekie, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, dan

anemia, dan letargi (Yenni, 2014).

Adapun gejala yang muncul pada penderita leukimia limfoblastik akut

seperti berikut (Yuliani., 2018) :

a. Demam tinggi

Demam tinggi disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara

otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang


18

berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja

secara optimal.

b. Pendarahan

Pendarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya pendarahan mukosa

seperti gusi, hidung (epistaksis) atau pendarahan bawah kulit yang

sering disebut peteki. Pendarahan ini dapat terjadi secara spontan atau

kerana trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, pendarahan

dapat terjadi secara spontan.

c. Anemia

Anemia disebabkan kerana produksi sel darah merah kurang, akibat

dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel hemoglobin, turunnya

hemotokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita

leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak napas.

d. Nyeri abdomen

Nyeri abdomen muncul akibat adanya pembengkakan atau rasa tidak

nyaman di perut (akibat pembesaran limpah).

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada leukimia menurut Wijaya (2013) yaitu:

a. Gagal sum-sum tulang belakang

Sum-sum tulang gagal memproduksi sel darah merah dalam jumlah

yang memadai, yaitu berupa:

1) Lemah dan sesak napas karena anemia (sel darah merah terlalu

sedikit)
19

2) Infeksi dan demam karena berkurangnya jumlah sel darah putih

3) Perdarahan karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit

b. Infeksi

Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak

menjalankan fungsi imun yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan

pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan

LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah,

sehingga sistem imun tidak efektif.

c. Hepatomegali

Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.

d. Splenomegali

Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK sebagian

berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar

bahkan beresiko untuk pecah.

e. Limpadenopati

Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjer getah bening

dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya (Wijaya, 2013).

6. Patofisiologi

Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem hematopoitek yang terkait

dengan sum-sum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak

terkendalinya proliferasi dari leukemia dan prosedurnya. Sejumlah besar

sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam sumsum

tulang limfosit di dalam limfenode) dan menyebar ke organ hematopoetik


20

dan berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegaly, hepatomegaly).

Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel

hematopetik lainya dan mengarah ke pengembangan / pembelahan sel yang

cepat dan ke sitopenia (Maria, 2018).

Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan mudah

masuk ke dalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai dengan

struktur antigen manusia. Begitu juga sebaliknya, bila tidak sesuai maka

ditolak oleh tubuh. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur

antigen dari beebagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lender yang

terletak di permukaan tubuh. Istilah HL-A (Human n Leucocyte Lotus-A)

antigen terhadap jaringan telah ditetapkan (WHO). Sistem HL-A individu

ini diturunkan menurut hokum genetik, sehingga adanya peranan faktor

ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan (Maria,

2018).

Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu

sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia, sistem

retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem

pertahanan tubuh akan mudah mengalami infeksi sehingga terjadi demam,

manifestasi akan tampak pada gambar gagalnya bone marrow dan infiltrasi

organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolism, depresi

sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit,

factor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan, dan adanya infiltrasi


21

pada eksra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, linfe, dan

nyeri persendian (Maria, 2018).

Ginjal, hati dan kelenjar limfe mengalami pembesaran dan akhirnya

fibrosis, leukemia juga berpengaruh pada SSP dimana terjadinya

peningkatan tekanan intra kranial sehingga menyebabkan nyeri pada

kepala, latergi, papil edema, penurunan kesadaran dan kaku kuduk

(Tubergen, 2016). Gejala dan tanda aklinis yang paling umum muncul pada

LLA yang paling sering muncul adalah demam (60%) lesu dan mudah

lelah (50%), pucat (40%), manifestasi perdarahan (petekie, purpura)

(48%), serta nyeri tulang (23%). Hepatosplenomegali terjadi kebanyakan

penderita tetapi umumnya tidak menimbulkan keluhan. Pemeriksaan

laboratorium menunjukan anemia, trombositopenia dan neutropenia yang

menggambarkan kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel

tersebut. Dapat juga terjadi eosinophilia relative (Tubergen, 2016).


22

7. Pathway

Virus Genetik Sinar radioaktif

Invasi ke Kelainan kromosom Perubahan ionisasi


sumsum tulang
Sum-sum tulang belakang

Leukimia Limfoblastik Akut

Poliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel


normal untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal digantikan dengan sel kanker

Kemoterapi Poliferasi sel darah putih immatur

Asam lambung Ketidaktahuan Immunosupresi Hematopiosis, Eritrosit,


efek samping obat sum-sum tulang Neutrofil, Trombosit
Merespon Leukositosi
peningkatan Frustasi s
peristaltic lambung Nyeri Kronis

Ansietas
Nausea
Eritropeni Neutropeni Trombositopeni

Anoreksia
Hemoglobin Imunitas turun Perdarahan

Intake tidak Perfusi


Perifer Sirkulasi O2 dalam Resiko Infeksi
adekuat
Tidak darah
Efektif
Defisit Suhu tubuh
Nutrisi Anemia

Intoleran Aktivitas Keletihan Perlawanan Hipertermi


dari tubuh
Skema 2.1 Pathway Leukimia
Sumber : (Roro, 2017), (PPNI, 2017), (Siti, 2020), (Schwartzberg, 2019)
23

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penyakit leukimia menurut Wijaya (2013)

antara lain:

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Darah Tepi

Pemeriksaan darah tepi yaitu gejala yang terlihat pada darah tepi

berdasarkan pada kelainan sum-sum tulang berupa adanya

pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan

gambaran tepi monoton dan terdapat sel blas. Terdapat sel blas

dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk leukemia.

Pada pasien denga leukemia kadar hematokrit dan hemoglobin

rendah mengindikasikan anemia yang frekuensi terjadinya sering

dan terjadi dengan cepat. Sedangkan pada trombosit rendah, hal ini

mengindikasikan potensial perdarahan

2) Kimia Darah

Pemeriksaan kimia darah dapat mengetahui apakah hasil

laboratorium kolesterol yang umumnya rendah, asam urat dapat

meningkat, hipogamaglobinemia.

b. Pemeriksaan lain

1) Lumbal Punksi

Lumbal punksi merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah

SSP terinfiltrasi yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah sel

patologis dan protein (CSS). Pungsi lumbal untuk memeriksa


24

cairan serebrospinal (CSS) secara umum tidak dilakukan karena

dapat mendorong penyebaran sel tumor ke SSP (Wolley, 2016).

2) Sitogenik

Pemeriksaan sitogenik merupakan pemeriksaan pada kromosom

baik jumlahnya maupun morfologinya

9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis:

1) Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar hemoglobin (Hb)

kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan

masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda –

tanda DIC dapat diberikan heparin (Ngastiyah, 2015).

2) Terapi leukimia, meliputi pemakaian agens kemoterapeutik,

tujuannya untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan

sel kanker, kemoterapi dapat membunuh sel kanker yang telah

lepas dari sel kanker induk atau bermetastase melalui darah dan

limfe ke bagian tubuh lain. Prose kemoterapi terbagi dalam empat

fase, yaitu:

a) Terapi induksi

Yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang

dari 5% sel – sel leukemia dalam sum – sum tulang. Hampir

segera setelah diagnosis ditegakkan, trrapi induksi dimulai dan

berlangsung selama 4 hingga 6 minggu. Obat – obatanutama

yang dipakai untuk induksi pada ALL adalah kortikosteroid


25

(terutama prednison), vinkristin, dan L- asparaginase, dengan

atau tanpa doksorubisin.

- Terapi profilaksis SSP

Yang mencegah agar sel – sel leukemia tidak menginvasi SSP.

Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui

kemoterapi intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan

hidrokortison. Karena adanya kekhawatiran terhadap terhadap

efek samping iradiasi kranial, terapi ini hanya dialakukan pada

pasien – pasien yang beresiko tinggi dan yang memiliki

penyakit SSP.

b) Terapi intensifikasi (konsolidasi)

Yang menghilangkan sel-sel leukimia yang masih tersisa,

diikuti dengan terapi intensifikasi lambat (delayed

intensification) ang mencegah timbulnya klon leukemik yang

resisten. Penyuntikan intratekal yang menyertai kemoterapi

sistemik meliputi pemberian Lasparaginase, metotreksat dosis

tinggi atau sedang, sitarabin, vinkristin danmerkaptopurin.

c) Terapi rumatan

Yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi

rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi selesai

dan berhasil dengan baik untuk memelihara remisi selanjutnya

mengurangi jumlah sel leukemia. Regimen terapi obat

kombinasi yang meliputi pemberian merkaptopurin setiap hari,

metotreksat seminggu sekali, dan terapi intratekal secara


26

periodik diberikan selama 2 tahun kemudian. Demikian juga

selama terapi rumatan, harus dilakukan pemeriksaan hitung

darah lengkap untuk mengevaluasirespons sum – sum tulang

terhadap obat – obatan yang dilakukan.

d) Reinduksi sesudah relaps

Adanya sel – sel leukemia dalam sumsum tulang, SSP atau

testis menunjukkan terjadinya relaps atau kekambuhan

penyakit. Terapi pada anak – anak yang mengalami relaps

mengalami relaps meliputi terapi reinduksi dengan prednison

dan vinkristin, disertai pemberian kombinasi obat lain yang

belum digunakan. Terapi preventif SSP dan terapirumatannya

dilaksanakan sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya

dan dilaksanakan setelah remisi.

3) Terapi radiasi

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar-sinar

bertenaga tinggi untuk membunuh sel – sel leukemia.pada terapiini,

radiasi diarahkan pada limpa, otak, atau bagian – bagian dari tubuh

yang menjadi tempat berkumpulnya sel – sel leukemia. Radiasi ini

biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang. Ketika

pasien menerima terapi radiasi umumnya kulit menjadi kemerahan,

kering, dan peka pada area yang dirawat

4) Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang sudah dilakukan untuk penanganan

anak – anak yang menderita ALL dan AML dengan hasil yang
27

baik. Mengingat prognosis ank-anak yang menderita AML lebih

buruk, transplantasi sumsum tulang alogenik bisa dipertimbangkan

selama remisi pertama. Transplantasi sumsum tulang alogenik

meliputi tindakan memperoleh sumsum tulang dari donor anggota

keluarga yang histokompatibel dan cocok.

Meskipun terapi yang agresif pada kanker dimasa kanak – kanak

telah menghasilkan perbaikan yang dramatis pada angka

keberhasilan hidup, namun terdapat peningkatan kekhawatiran

mengenai efek lanjutnya. Efek lanjut yang paling menghancurkan

adalah terjadinya kelainan keganasan sekunder. Anak – anak yang

mendapatkan iradiasi kranial pada usia 5 tahun atau kurang

merupakan kelompok yang paling rentan terkena tumor otak.

b. Penatalaksanaan Keperawatan:

Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien

lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien

pada umumnya kurang baik, maka pendekatan psikologis harus

diutamakan. Diagnosis leukemia cenderung menimbulkan rasa cemas

pada keluarga dan pasien. Perawat merupakan sarana untuk

memberikan dukungan dan menentramkan perasaan cemas, selain

memberi penjelasan yang akurat mengenai pemeriksaan diagnostik,

prosedur dan rencana terapi

1) Mempersiapkan anak dan keluarganya dalam menghadapi prosedur

diagnostik dan terapeutik. Anak memerlukan penjelasan mengenai

prosedur dan hasil yang diharapkan dari prosedur tersebut.


28

Mencegah komplikasi mielosupresi, proses leukemia sebagian

besar agens kemoterapi menyebabkan supresi sumsum tulang

(mielosupresi). Jumlah sel darah merah yang menurun

menimbulkan permasalahan sekunder berupa infeksi,

kecenderungan perdarahan dan anemia.

Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker dimasa

anak – anak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena

neutropenia. Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan cara

mengendalikan penularan infeksi. Cara ini meliputi pemakaian

ruang rawat pribadi, membatasi pengunjung dan petugas kesehatan

yang menderita infeksi aktif dan mencuci tangan dengan larutan

antiseptik. Keadaan anak perlu dievaluasi untuk menemukan lokasi

yang berpotensi menjadi tempat infeksi dan dipantau setiap

kenaikan suhu tubuh anak. Komplisai lain yang sering ditemukan

adalah perdarahan. Perdarahan dapat dicegah dengan pemberian

transfusi trombosit. Kemudian perawatan mulut yang seksama

merupakan tindakan esensial karena karena sering terjadi

perdarahan gusi. Anak – anak dianjurkan untuk menghindari

aktivitas yang menibulkan trauma seperti bersepeda, memanjat

pohon, dan bermain sepatu roda

2) Melaksanakan tindakan kewaspadaan dalam memberi dan

menangani agens kemoterapi. Banyak agens kemoterapi bersifat

vesikan (menimbulkan sklerosis) yang dapat menimbulkan

kerusakan sel yang berat. Untuk mengatasi ektravasasi dengan cara


29

obat – obatan kemoterapi harus diberikan melalui slang infus.

Pemberian dihentikan apabila terlihat tanda – tanda infiltrasi

seperti nyeri, rasa tersengat, pembengkakan atau kemerahan pada

tempat pemasangan kanula infus.

3) Memberikan perawatan fisik dan dukungan emosional secara

berkesinambungan (Ngastiyah, 2015).

C. Hipertermi

1. Pengertian

Hipertermia adalah ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas

maupun mengurangi produksi panas akibat dari peningkatan suhu tubuh.

Hipertermia adalah kondisi kegagalan pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan atau mengeluarkan panas atau

produksi panas yang berlebihan oleh tubuh dengan pelepasan panas dalam

laju yang normal. Terjadinya hipertermia pada anak dengan limfoblastik

akut (ALL) disebabkan oleh adanya infeksi karean proses penyakit kanker

(Potter, 2015).

2. Kriteria hipertermi berdasarkan suhu tubuh

Dikatakan bersuhu tubuh tinggi/panas jika :

a. Demam : jika bersuhu 37,5oC – 38oC.

b. Febris: jika bersuhu 38oC – 39oC

c. Hipertei: jika bersuhu >40oC (Kozier, 2019).


30

3. Etiologi

Menurut (PPNI, 2017) penyebab hipertermia yaitu dehidrasi, terpapar

lingkungan panas, proses penyakit (infeksi dan kanker), ketidak sesuain

pakaian dengan lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon trauma,

aktivitas berlebihan, dan penggunaan inkubator.

Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan mikroba. Mikroba serta

produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat pirogen eksogen yang

merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk pirogen

endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu

tubuh. Penyebab hipertermia dapat dibagi menjadi 2 (Yuliani., 2018) :

a. Hipertermia yang disebabkan karena produksi panas

1) Hipertermia maligna

Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia.

Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen yang

diturunkan secara autosomal dominan. Pada episode akut terjadi

peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga

terjadi kekakuan otot dan hipertermia.

2) Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)

Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang

melakukan aktivitas fisik intensif dan lama pada suhucuaca yang

panas.

3) Endocrine Hyperthermia (EH)

Kondisi metabolic atau endokrin yang menyebabkan hipertermia


31

lebih jarang dijumpai pada anak dibandingkan dengan pada

dewasa. Kelainan endokrin yang sering dihubungkan dengan

hipertermia antara lain hipertiroidisme, diabetes mellitus,

phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan ethiocolanolone

suatu steroid yang diketahui sering berhubungan dengan demam

(merangsang pembentukanpirogen leukosit).

b. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas

1) Hipertermia neonatal

Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga

kehidupan bisa disebabkan oleh:

2) Dehidrasi

Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan

atau paparan oleh suhu kamar yang tinggi.Hipertermia jenis ini

merupakan penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan

trauma lahir.Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena

hipertermia dengan infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya

didapatkan tanda lain dari infeksi seperti leukositosis atau

leucopenia, CRP yang tinggi, tidak berespon baik dengan

pemberian cairan, dan riwayat persalinan premature atau resiko

infeksi.

3) Overheating

Overheating adalah pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu

panas, atau bayi atau anak terpapar sinar matahari langsung dalam

waktu yang lama.


32

4. Manifestasi Klinis Hipertermi

Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi (Dewi, 2017)

a. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal

b. Konvulsi (kejang)

c. Kulit kemerahan

d. Pertambahan RR

e. Takikardi

f. Saat disentuh tangan terasa hangat

g. Fase – fase terjadinya hipertermia

1) Fase I : awal

a) Peningkatan denyut jantung

b) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.

c) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.

d) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.

e) Merasakan sensasi dingin.

Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi

a) Rambut kulit berdiri.

b) Pengeluaran keringat berlebih.

c) Peningkatan suhu tubuh.

2) Fase II : proses demam

a) Proses menggigil lenyap.

b) Kulit terasa hangat / panas.

c) Merasa tidak panas / dingin.

d) Peningkatan nadi & laju pernapasan.


33

e) Peningkatan rasa haus.

f) Dehidrasi ringan sampai berat.

g) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf

h) Lesi mulut herpetik.

i) Kehilangan nafsu makan

j) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat

katabolisme protein.

3) Fase III : pemulihan

a) Kulit tampak merah dan hangat.

b) Berkeringat.

c) Menggigil ringan.

d) Kemungkinan mengalami dehidrasi.

5. Patofisiologi Hipertermia

Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh hipotalamus dapat

diakibatkan dari infeksi bakteri, virus, tumor, trauma, dan sindrom malignan

dan lain-lain bersifat pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit

dan sel lain untuk membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan

virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut

masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen akan mempengaruhi

sistem imun. Saat substansi ini masuk ke sirkulasi dan mengadakan interaksi

dengan reseptor dari neuron preoptik di hipotalamus anterior, dan

menyebabkan terbentuknya prostaglandin E2. IL-2 yang bertindak sebagai

mediator dari respon demam, dan berefek pada neuron dihipotalamus dalam
34

pengaturan kembali (penyesuaian) dari thermostatic set point. Akibat demam

oleh sebab apapun maka tubuh membentuk respon berupa pirogen endogen

termasuk IL- 1, IL-6,tumor necrotizing factor (TNF). Oleh karena itu, sel

darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan pertahanan

tubuh melawan infeksi. Selain itu, substansi sejenis hormon dilepaskan untuk

selanjutnya mempertahankan melawan infeksi. Substansi ini juga

mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk mencapai set

point baru yang lebih tinggi tubuh memproduksi dan menghemat panas.

Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh.

Selama periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa

kedinginan, meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berakhir

ketika set point baru yaitu suhu yang lebih tinggi tercapai. Selama fase

berikutnya, masa stabil, menggigil hilang dan pasien merasa hangat dan

kering. Jika set point baru telah “melampaui batas”, atau pirogen telah

dihilangkan, terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun,

menimbulkan respons pengeluaran panas. Kulit menjadi hangat dan

kemerahan karena vasodilatasi.Diaforesis membantu evaporasi pengeluaran

panas (Potter, & Perry, 2015).

6. Komplikasi Hipertermia

Kerugian yang bisa terjadi pada bayi yang mengalami demam dan hipertermia

adalah dehidrasi, karena pada keadaan demam terjadi pula peningkatan

pengeluaran cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan

cairan. Pada kejang demam, juga bisa terjadi tetapi kemungkinannya sangat
35

kecil. Akibat yang ditimbulkan oleh demam adalah peningkatan frekuensi

denyut jantung dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah,

nyeri sendi dan sakit kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam

perbaikan fungsi otak), dan pada keadaan tertentu dapat menimbulkan

gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta kejang.

Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh mencapai 40oC

karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat lagi mentoleransi. Bila

mengalami peningkatan suhu inti dalam waktu yang lama antara 40oC-43oC,

pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan pengeluaran keringat akan

berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi, sikap apatis dan kehilangan

kesadaran (Hartini, 2015).

7. Penatalaksanaan Hipertermia

a. Tindakan farmakologis

Tindakan menurunkan suhu mencakup intervennsi farmakologik yaitu

dengan pemberian antipiretik.Obat yang umum digunakan untuk

menurunkan demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi dan

neoplasama) adalah obat antipiretik. Antipiretik ini bekerja dengan

mempengaruhi termoregulator pada sistem sarafpusat (SSP) dan dengan

menghambat kerja prostaglandin secara perifer. Obat antipiretik antara

lain asetaminofen, aspirin, kolin dan magnesium salisilat, kolin salisilat,

ibuprofen, salsalat dan obat- obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).

Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak

boleh diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen, penggunaannya


36

disetujui untuk menurunkan demam pada anak-anak yang berusia

minimal 6 bulan.Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-

pasien dengan gangguan perdarahan. Beberapa ibuprofen yang tidak

disetujui penggunaannya untuk anak-anak adalah nuprin, motrin IB,

medipren.Pemberian antipiretik yang berlebihan perlu diperhatikan,

karena dapat menyebabkan keracunan.

b. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk

banyak minum air putih, istirahat, serta pemberian water tepid sponge.

Penatalaksanaan lainnya anak dengan demam adalah dengan

menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal dan mengusahakan

agar pakaian anak tidak tebal (Hall., 2018).

D. Water Tepid Sponge

1. Pengertian

Terapi tepid sponge adalah suatu tindakan dimanana dilakukan penyekaan

keseluruh tubuh dengan menggunakn air hangat dengan suhu 32°C sampai

37°C, yang bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh yang di atas normal

yaitu 37,5°C (Widyawati, 2020).

2. Tujuan

Terapi water tepid sponge memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Memberikan pelepasan panas tubuh melalui cara evaporasi konveksi

b. Memberikan efek vasodilatasi pada pembuluh darah


37

c. Memberikan rasa nyaman pada anak (Widyawati, 2020).

3. Manfaat

Manfaat water tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang

mengalami demam, memberikan rasa nyaman, dan mengurangi nyeri yang

diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam. Pemberian kompres

hangat pada daerah tubuh kan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui

sumsum tulang belakang. Sistem efektor mengeluarkan sinyal untuk

berkeringat vasoilatasi perifer. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan energi atau panas melalui keringat karena seluruhtubuh dan

kulit dikompres atau di bilas dengan air. Kulit merupakan radiator panas

yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh sehingga dengan membilas

seluruh tubuh atau kulit menyebabkan kulit mengeluarkan panas dengan

cara berkeringat dan dengan berkeringat suhu tubuh yang awalnya

meningkat menjadi turun bahkan sampai mencapai batas normal

(Widyawati, 2020).

4. Indikasi

Anak yang di berikan terapi tepid sponge adalah anak yang mengalami

peningkatan suhu tubuh di atas normal yaitu lebih dari 37,5°C (Widyawati,

2020).
38

5. Kontraindikasi

Kontraindikasi pada terapi tepid sponge adalah:

a. Tidak ada luka pada daerah pemberian terapi tepid sponge

b. Tidak diberikan pada neonates (Widyawati, 2020).

6. Mekanisme Water Tepid Sponge

Pemberian water tepid sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak

berkeringat. Water tepid sponge bertujuan untuk mendorong darah ke

permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu

tubuh meningkat dan dilakukan water tepid sponge, hipotalamus anterior

memberi sinyal pada kelenjar keringat untuk melepaskan keringat..

Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga

mencapai keadaan normal kembali (Widyawati, 2020).

7. Prosedur Pelaksanaan Water Tepid Sponge

Prosedur pelaksanaan water tepid sponge :

a. Persiapan

1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara water

tepid sponge.

2) Persiapan alat meliputi baskom untuk tempat air hangat (35°C), lap

mandi/wash lap 6 buah, handuk mandi 2 buah, handuk good 2

buah, handscoon, termometer suhu tubuh, termometer air, dan buku

catatan.
39

b. Prosedur Pelaksanaan

1) Cuci tangan

2) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tindakan

water tepid sponge

3) Ukur suhu tubuh klien dan catat pada buku catatan. Catat waktu

pengukuran suhu tubuh pada klien.

4) Buka seluruh pakaian klien dan alasi klien dengan handuk mandi.

5) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan

wash lap atau lap mandi. Letakkan wash lap di dahi klien, aksila,

dan lipatan paha. Mengelap bagian ekstremitas, punggung, dan

bokong dengan tekanan lembut yang lama, lap seluruh tubuh, lap

tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu air (35°C).

6) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan

air hangat lalu

7) Ulangi prosedur yang sama

8) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera

setelah suhu

9) tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan handuk

mandi dan

10) keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap

keringat

11) Rapikan alat dan kemudian cuci tangan.

12) Catat suhu tubuh klien sebelum dilakukan tindakan tepid sponge,

kemudian
40

13) Lakukan pegukuran kembali suhu tubuh klien 15 menit setelah

dilakukan tindakan water tepid sponge

E. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujua untuk mengumpulkan

informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal

masalah- masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,

mental sosial dan lingkungan (Dermawan, 2017).

a. Identitas

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,

umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaanorang

tua, penghasilan orang tua. Biasanya leukemia banyak diderita oleh

anak yang berusia 2 sampai 5 tahun, dimana penderita laki-laki lebih

banyak dibandingkan penderita perempuan

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan pasien

c. Riwayat kesehatan

Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi

apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apa saja

yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

d. Pemeriksaan fisik

1) Kepala : Bentuk mesochepal, kulit kepala sedikit lembab dan tidak

ada lesi, rambur berwarna hitam dan lurus terdapat uban


41

2) Mata : Konjungtiva anemis, sklera non ikterik, kornea berwarna

hitam

3) Hidung : Kebersihan bersih, cuping hidung simetris

4) Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak ada gangguan pendengaran

5) Mulut :. Rongga mulut bersih, gusi tidak ada peradangan, gigi

masih lengkap,mukosa bibir lembab

6) Leher : Tidak ada pembekakan

7) Thorax : Postur dada tampak simetris, pasien tampak menggunakan

otot bantupernapasan, ekspansi paru tidak maksimal

8) Jantung : ic tidak tampak pada ics 5, ic teraba 2 cm pada ics

5 dari midclavicula sinistra, terdengar suara redup, tidak terdengar

mur mur.

9) Abdomen : bentuk simetris, tidak ada llesi, bising usus 12x/m,

tidak terdapatnyeri tekaan, bunyi timpani.

10) Kulit : kulit bersih, turgor kulit elastis

11) Ekstremitas : kekuatan otot baik, ekstremitas atas tidak terdapat

edema, turgorkulit elastis. Ekstremitas bawah terdapat edema pada

kedua kaki.

e. Pengkajian pola kesehatan

1) Pola nutrisi metabolic

Pasien dengan LLA akan mengalami penurunan berat badan dan

hilangnya massa otot yang bermanifestasi sebagai malnutrisi.


42

2) Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur dan kelelahan merupakan salah satu masalah yang

sering dialami anak yang menderita dan dapat mempengaruhi

kualitas hidup anak. Diperkirakan sekitar 50% pasien kanker

memiliki gangguan tidur.

3) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres

Dukungan emosional keluarga kepada anak sangat dibutuhkan

karena perasaan dan energi positif yang diberikan membuat anak

merasa aman, tentram dan dicintai sehingga mampu menurunkan

atau meminimalisir nyeri yang dirasakan anak. Faktor yang juga

mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang

terdekat seperti keluarga atau orangtua pada saat individu sedang

dalam keadaan nyeri

4) Pola peran dan hubungan

Keluarga atau orangtua mempunyai dukungan untuk memberikan

partisipasi dan berperilaku baik dalam perawatan, seperti

pengobatan kemoterapi yang merupakan terapi kuratif utama pada

pasien leukimia. Dukungan keluarga atau orangtua saat anak

dirawat dirumah sakit yaitu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan

yang diwujudkan dengan adanya keterlibatan dalam perawatan

seperti merawat anak dengan kasih sayang, memanjakan anak,

memijat anak, memberi semangat dan mendoakan anak sehingga

anak merasa aman, nyaman dan dicintai.


43

f. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan

diagnosa leukemia menurut Wijaya (2013) yaitu sebagai berikut:

1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan hematologi memperlihatkan anemia normokromik

normositik dengan trombositopenia pada sebagian besar kasus.

Umumnya pasien dengan LLA hasil hemoglobin dan eritrosit

menurun, leukosit rendah, trombosit rendah dan apusan darah

biasanya memperlihatkan sel-sel blas dalam jumlah bervariasi.

Sumsum tulang hiperselular dengan blas leukemik >20%.

2) Pemeriksaan biokimia

Tes biokimia umumnya memperlihatkan peningkatan asam urat

serum, laktat dehydrogenase serum, atau, yang lebih jarang,

hiperkalsemia.

3) Pemeriksaan sum-sum tulang

Hasil pemeriksaan hapir selalu penuh dengan blastosit abnormal

dan sistem hemopoitik normal terdesak. Aspirasi sum-sum tulang

(BMP) didapatkan hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda

4) Lumbal punksi

Pemeriksaan lumpal punksi bertujuan untuk mengetahui apakah

sistem saraf pusat terinfiltrasi. Pungsi lumbal untuk memeriksa

cairan serebrospinal (CSS) secara umum tidak dilakukan karena

dapat mendorong penyebaran sel tumor ke SSP.


44

5) Biopsi limpa

Pemeriksaan biopsi pada limpa akan memperlihatkan proliferasi

sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak

seperti limfosit normal, RES, granulosit.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu,

keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan

yang actual, potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi

keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab

perawat (Dermawan, 2017).

Beberapa diagnosa keperawatan yang muncul menurut Tim Pokja SDKI

DPP PPNI (2017) sebagai berikut:

a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis: infeksi,

kanker).

b. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis.

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.

d. Resiko infeksi berhubungan ditandai dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh sekunder.

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.

g. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kurang aktivitas fisik


45

h. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan fungsi metabolik.

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 Intervensi Keperwatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Hipertermi Termoregulasi Manajemen Hipertermi (I.15506)
berhubungan (L.14134)
dengan proses O:
penyakit (infeksi) Setelah dilakukan a. Identifikasi penyebab
ditandai dengan tindakan intervensi hipertermi
suhu tubuh diatas keperawatan selama b. Monitor suhu tubuh
niali normal, kulit 3x7 jam diharapkan c. Monitor komplikasi akibat
teraba hangat, suhu tubuh berada hipertermi
kulit merah, dalam rentang normal T:
takikardi, atau membaik, dengan a. Lakukan pendinginan
takipnea (D.0130) kriteria hasil: eksternal (mis. Kompres
a. Suhu tubuh hangat pada dahi)
membaik dari b. Berikan cairan oral
cukup memburuk c. Longgarkan atau lepaskan
(2) menjadi cukup pakaian
membaik (4) E:
b. Suhu kulit a. Anjuirkan tirah baring
membaik dari
cukup memburuk
(2) menjadi cukup
membaik (4)

2. Nausea Tingkat Nausea Manajemen Mual (I.03117)


berhubungan (L.08065)
dengan efek agen O:
farmakologis Setelah dilakukan a. Identifikasi pengalaman
(D.0076) tindakan keperawatan mual
selama 3x7 jam b. Identifikasi faktor penyebab
diharapkan tingkat mual
nausea menurun dengan c. Monitor mual
kriteria hasil: T:
a. Keluhan mual a. Kurangi atau hilangkan
menurun dari cukup keadaan penyebab mual
meningkat (2) b. Kendalikan faktor
menjadi cukup lingkungan penyebab mual
menurun (4) E:
b. Perasaan ingin a. Ajarkan penggunaan teknik
muntah menurun non farmakologis untuk
dari cukup mengatasi mual
meningkat (2)
menjadi cukup
menurun (2)
46

No SDKI SLKI SIKI


3. Ansietas Tingkat ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
berhubungan (L.09093)
dengan krisis O:
situasional Setelah dilakukan a. Identifikasi saat tingkat
(D.0080) tindakan keperawatan ansietas berubah
selama 3x7 jam b. Monitor tanda-tanda ansietas
diharapkan tingkat T:
ansietas menurun a. Ciptakan suasana terapeutik
dengan kriteria hasil: untuk menumbuhkan
a. Perilaku gelisah kepercayaan
menurun dari cukup b. Temani pasien untuk
meningkat (2) mengurangi kecemasan
menjadi cukup c. Anjurkan melakukan
menurun (2) kegiatan yang tidak
b. Perilaku tegang kompetitif
menurun dari cukup K:
meningkat (2) a. Kolaborasi pemberian obat
menjadi cukup antiansietas, jika perlu
menurun (4)

4. Resiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14389)


ditandai dengan (L.14137)
ketidakadekuatan O:
pertahanan tubuh Setelah dilakukan a. Monitor tanda dan gejala
sekunder tindakan keperawatan infeksi lokal dan sistemik
(D.0142) selama 3x7 jam T:
diharapkan tingkat a. Batasi jumlah pengunjung
infeksi menurun dengan b. Cuci tangan sebelum dan
kriteria hasil: sesudah kongtak dengan
a. Demam menurun pasien dan lingkungan
dari cukup pasien
emningkat (2) E:
menjadi cukup a. Ajarkan cara mencuci tangan
menurun (4) dengan benar
b. Kadar sel darah
putih menurun dari
cukup memburuk
(2) menjadi cukup
membaik (4)
5 Defisit nutrisi Status nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi (I.03119)
berhubungan Setelah dilakukan
dengan asuhan keperawatan O:
ketidakmampuan selama …x24 jam a. Identifikasi status nutrisi
menalan makanan masalah resiko defisit b. Identifikasi makanan yang
(D.0019) nutrisi dapat teratasi disukai
dengan kriteria hasil: c. Monitor asupan makanan
a. Porsi makanan T:
yang dihabiskan a. Lakukan oral hygiene
dari menurun (1) sebelum makan
menjadi membaik E:
(5) a. Anjurkan posisi duduk
b. Berat badan dari K:
memburuk (1) ke a. Kolaborasi pemberian
membaik (5) medikasi sebelum makan
47

No SDKI SLKI SIKI


c. Indeks massa (mis. Pereda nyeri,
tubuh (IMT) dari antimetic)
memburuk (1) ke b. Kolaborasi ahli gizi untuk
membaik (5) menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
6 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi (I.05178)
Aktifittas tindakan keperawatan
berhubungan ...x24 jam diharapkan O:
dengan intoleransi aktifitas a. Identifikasi gangguan fungsi
ketidakseimbanga membaik pasien paten tubuh yang mengakibatkan
n antara suplai dengan kriteria hasil : kelelahan
dan kebutuhan (L.05047) b. Monitor kelelahan fisik
oksigen (D.0056) a. Frekuensi nadi c. Monitor pola dan jam tidur
meningkat d. Monitor lokasi dan
b. Saturasi oksigen ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktifitas
c. Kemudahan dalam T:
melakukan aktifitas a. Sediakan lingkungan
sehari-hari nyaman dan rendah stimulus
meningkat b. Lakukan latihan rentang
d. Kekuatan tubuh gerak pasif dan/atau aktif
bagian bawah c. Berikan aktifitas distraksi
meningkat yang menenagkan
e. Perasaan lemah d. Fasilitas duduk di sisi tempat
menurun tidur, jika tidak dapat
f. Tekanan darah berpindah atau berjalan
membaik E:
g. Frekuensi napas a. Anjurkan tirah baring
membaik b. Anjurkan melakukan
aktifitas secara bertahap
c. Anjurkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
K:
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
7 Perfusi perifer Perfusi perifer Perawatan sirkulasi (I.02079)
tidak efektif (L.02011, 84)
berhubungan Setelah dilakukan O:
dengan kurang asuhan keperawatan a. Periksa sirkulasi perifer
aktivitas fisik selama …x24 jam b. Indentifikasi factor resiko
(D.0009) masalah perfudi perifer c. Monitor panas, kemerahan,
tidak efektif dapat nyeri, atau bengkak pada
teratasi dengan kriteria ekstremitas
hasil: T:
a. Denyut nadi a. Hindari pemasangan infus
meningkat atau pengambilan darah di
b. Penyembuhan luka area keterbatasan perfusi
meningkat b. Lakukan pengukuran
c. Sensasi meningkat tekkanan darah pada
d. Warna kulit pucat ekstremitas dengan
menurun keterbatasan perfusi
e. Edema perifer
menurun
48

No SDKI SLKI SIKI


f. Nyeri ekstremitas c. Hindari pemasangan dan
menurun penekanan tourniquet pada
g. Parastesia menurun area yang cedera
h. Kelemahan otot d. Lakukan pencegahan infeksi
menurun e. Lakukan perawatan kaki dan
i. Kram otot menurun kuku
j. Bruit femoralis f. Lakukan hidrasi
menurun E:
k. Nekrosis menurun a. Anjurkan berhenti merokok
l. Pengisian kapiler b. Anjurkan berolahraga rutin
membaik c. Anjurkan mengecek air
m. Tekanan darah mandi untuk menghindari
sistolik membaik kulit terbakar
n. Tekanan diastolic d. Anjurkan penggunaan obat
membaik penurun tekanan darah,
o. Tekanan arteri rata- antikoagulan, dan penurun
rata membaik kolesterol, jika perlu
p. Indeks ankle e. Anjurkan meminum obat
brachial membaik pengontrol tekanan darah
secara teratur
f. Anjurkan menghindari obat
penyekat beta
g. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
h. Anjurkan program
rehabilitasi vascular
i. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
j. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
8 Nyeri kronis Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan Setelah dilakukan
dengan gangguan asuhan keperawatan O:
fungsi metabolik selama …x24 jam a. Identifikasi lokasi,
(D.0078) masalah nyeri dapat karakteristik, durasi,
teratasi dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas
hasil: nyeri
a. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala nyeri
menurun c. Identifikasi respon nyeri non
b. Meringis menurun verbal
c. Sikap pretektif d. Identifikasi factor yang
menurun memperberat dan
d. Kesulita tidur meringankan nyeri
menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
49

No SDKI SLKI SIKI


T:
a. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemeliharaan strategi
meredakan nyeri
E:
a. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan mmemonitor nyeri
seccara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik
nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
K:
a. Memberikan analgetik jika
perlu
BAB III

RESUME KEPERAWATAN

Dalam BAB ini penulis mendeskripsikan resume dari asuhan keperawatan pada pasien

dengan Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) yang sudah di lampirkan penulis

mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan

keperawatan serta evaluasi tindakan yang dilakukan selama 3 hari yaitu mulai tanggal

27-29 April 2023 di RSUD Dr. Moewardi.

A. Pengkajian

An.G merupakan anak berusia 5 tahun, dibawa ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta

oleh Ny. X yang merupakan ibu sekaligus penanggung jawab An. G. An. G

merupakan anak ke 1 yang tinggal serumah dengan kedua orangtuanya. Agama

yang dipercayai adalah agama Islam, suku asli Jawa dan merupakan warga negara

Indonesia. Pada tanggal 26 April 2023 An. G dibawa ke poli anak RSUD Dr.

Moewardi Surakarta pada pukul 08.00 WIB dengan diagnosa medik leukimia

sejak Januari 2022. An. G sejak terdiagnosa sudah dilakukan beberapa tindakan

seperti dilakukan pemeriksaan laboratorium, menjalani kemoterapi ke 21,

pemeriksaan BMP, dan dilakukan MTX-IT yaitu memasukan obat kemoterapi

melalui IV lumbal atau sum-sum tulang belakang.

50
Ibu pasien mengatakan keluhan pasien saat tanggal 26 April 2023 lemas,

kemudian pasien dipindah ke ruang Flamboyan kamar 16B. Penulis melakukan

pengkajian pada tanggal 27 April 2023 dengan tingkat kesadaran GCS E4M6V5

(composmentis), Nadi 90x/menit, Frekuensi Nafas 24x/menit, Suhu 38 ˚C, tampak

lemas, pucat, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, tegang, gelisah, capillary

refill time <3detik. Ibu An. G mengatakan mengeluh demam setelah diberikan obat

kemoterapi, ibu An. G mengatakan mengeluh mual tetapi tidak ingin muntah, ibu

An. G mengatakan khawatir dengan keadaannya sekarang yang harus menjalani

kemoterapi, ibu An. G mengatakan terdapat luka bekas MTX-IT.

Riwayat kesehatan masa lalu An. G tidak pernah dirawat di RS sebelumnya, An.

G tidak memiliki riwayat alergi ataupun kecelakaan. Riwayat kehamilan antenatal

dan intranatal tidak mengalami masalah. An. G lahir dengan persalinan normal

dalam usia kandungan 39 minggu dengan berat badan saat lahir 2900 gram.

Pengkajian riwayat tumbuh kembang pada An. G tidak mengalami gangguan.

Riwayat imunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis, MMR). Pada

saat awal An. G terdiagnosa ALL pasien seblumnya hanya mengeluh demam

kemudia dibawa periksa ke RSUD Ponorogo oleh kedua orang tuanya dan

dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap yang menunjukan

51
hemoglobinnya rendah, kemudia dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut, setelah dilakukan BMP kesimpulannya gambaran

aspirasi sum-sum tulang menunjukan ALL L2 dan diagnosa penyakit Leukimia.

Pemeriksaan fisik dengan pengkajian fokus yang dilakukan pada An. G dengan

diagnosa medik leukimia didapatkan hasil pemeriksaan antropometri berat badan

17kg, tinggi badan 103cm, IMT 16,02 (kategori normal). Kemudian dilakukan

pemeriksaan head to toe dengan hasil sebagai berikut yaitu pada bagian kepala

normal tidak ada kelainan, pada konjungtiva mata anemis, pada hidung tampak

bersih dan tidak menggunakan alat bantu pernafasan, mulut bagian mukosa

lembab, pada bagian leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, pada pemeriksaan

fisik thorax, jantung dan abdomen tidak ada kelainan (normal).

Pengkajian pola kesehatan pada An. G kemudian berdasarkan pengkajian yang

mengalami masalah yaitu pada pola nutrisi, dalam sehari An. G sulit untuk makan,

nafsu makan menurun habis ¼ porsi dan disertai mual. Pola aktivitas dan

latihannya dalam pengawasan keluarga. Dan pada pengkajian pola persepsi dan

konsep diri pasien merasa cemas dan tegang akan keadaannya sekarang yang harus

menjalani kemoterapi.

52
Terapi obat dan cairan masuk yang didapatkan An. G diruangan berupa infuse

DS1/4 53ml/jam bertujuan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang,

mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit dan menjaga tubuh agar tetap terhidrasi

dengan baik, injeksi paracetamol 500mg bila diperlukan yang bertujuan untuk

menurunkan demam yang disebabkan oleh kemoterapi. Methrotexate 12 mg

pemberian melalui IV lumbal sum-sum tulang yang bertujuan untuk menghambat

perkembangan sel-sel kanker. Injeksi vincristin 1 mg yang bertujuan untuk

pengobatan kemoterapi pada LLA. Obat oral dexamethason 2x1 tab 6mg yang

bertujuan untuk mengobati peradangan, obat oral kotrimoxazol 1x1 tab 240 mg

yang bertujuan untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada An. G dengan diagnosa medik Leukimia

pada tanggal 27 April 2023 didapatkan hasil hemoglobin normal, hematokrit

normal, RDW 15.3% (nilai normal 11.6-14.6), PDW 9% (nilai normal 25-65),

eosinofil 0.00% (nilai normal 0.00-4.00), basofil 0.00 (nilai normal 0.00-1.00),

limfosit 32.00% (nilai normal 36.00-52.00), monosit 6.00% (nilai normal 0.00-

5.00).

53
B. Diagnosa-Evaluasi Keperawatan

Berdasarkan pengkajian uang telah dilakukan pada tanggal 27-29 April 2023 di Ruang

Flamboyan 9 RSUD Dr. Moewardi Surakarta didapatkan data sebagai berikut:

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (kanker) (D.0130)

Diagnosa utama pada kasus An. G yaitu Hipertermi karena didukung dari data

keluarga pasien bahwa pasien mengalami demam 38˚C. kemudian data objektifnya

pasien tampak lemas, konjungtiva anemis, tampak pucat, suhu 38˚C.

Berdasarkan luaran keperawatan termoregulasi (L.14134) dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x24 jam diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria

hasil suhu tubuh cukup memburuk dari suhu 38˚C menjadi cukup membaik 36.5C,

pucat cukup meningkat menjadi cukup menurun, suhu kulit cukup memburuk dsri

panas mrnjadi cukup membaik hangat. Dengan intervensi keperawatan berupa

manajemen hipertermi. Identifikasi penyebab hipertermi (efek kemoterapi), monitor

suhu tubuh, lakukan pendinginan eksternal (kompres water tepid sponge), kolaborasi

pemberian obat parasetamol 500mg, jika perlu.

Implementasi manajemen hipertermi pada masalah hipertermi dilakukan 1x24 jam

berupa, mengidentifikasi penyebab hipertermi, memonitor suhu tubuh, melakukan

pendinginan (kompres water tepid sponge) untuk mengurangi hipertermi, serta

memberikan obat parasetamol 500mg jika demam melalui intravena.

54
Evaluasi pada diagnosa hipertermi selama implementasi keperawatan 1x24 jam

didapatkan hasil data subjektif orang tua An. G mengatakan paham tentang bagaimana

cara mengatasi demam dengan menerapkan kompres water tepid sponge. Dengan data

objektif suhu tubuh 38˚C menjadi 36.5˚C, pucat menjadi tidak pucat, suhu kulit dari

panas menjadi hangat.

2. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis (D.0076)

Kasus ini diteggakan diagnosa nausea karena didukung dengan data Ibu An. G

mengatakan mual. Kemudian data objektifnya pasien tampak lemas, tampak pucat,

makan habis ¼ porsi.

Berdasarkan luaran keperawatan tingkat nausea (L.08065) dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status tingkat nausea menurun dengan

kriteria hasil nafsu makan cukup menurun dari tidak habis 1 porsi menjadi cukup

meningkat ½ porsi, keluhan mual cukup meningkat 3x sehari menjadi cukup menurun

1x sehari, pucat cukup memburuk menjadi cukup membaik. Dengan intervensi

keperawatan berupa identifikasi pengalaman mual. Kendalikan faktor lingkungan,

penyebab mual (bau tak sedap), berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik,

ajarkan penggunakan teknik nonfarmakologis (teknik akupresur titik p6), kolaborasi

pemberian obat ondasentron 8mg jika perlu.

55
Implementasi manajemen mual pada masalah nausea dilakukan selama 3x24 jam

berupa, mengidentifikasi karakteristik mual, mengajarkan teknik nonfarmakologis

dengan teknik akupresur titik p6 untuk mengurangi mual, serta memberikan obat mual

ondansentron 8mg jika mual melalui intravena.

Evaluasi pada diagnosa nausea selama implementasi 3x24 jam didapatkan hasil data

subjektif orang tua An. G mengatakan paham tentang bagaimana cara mengatasi mual

dengan menerapkan teknik akupresur titik p6. Dengan data objektif lemas menjadi

tidak lemas, pucat menjadi tidak pucat, makan habis ¼ porsi menjadi habis ½ porsi.

3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)

Kasus ini ditegakkan diagnosa ansietas karena didukung dari data ibu pasien

mengatakan anak mengeluh takut akan keadaan yang harus bolak balik ke rumah sakit.

Kemudian data objektifnya keadaan umum An. G tampak gelisah dan tegang.

Berdasarkan luaran keperawatan tingkat ansietas (L.09093) dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jamdiharapkan tingkat ansietas menurun dengan kiteria

hasil perilaku gelisah dari cukup meningkat menjadi cukup menun tenang atau tidak

gelisah lagi, perilaku tegang dari cukup meningkat menjadi cukup menurun rileks, pola

tidur dari sering terbangun di malam hari menjadi membaik nyenyak. Dengan

intervensi keperawatan berupa, identifikasi saat tingkat ansietas berubah (kondisi,

56
waktu, stresor), monitor tanda ansietas (verbal dan non verbal), rasionalnya untuk

mengetahui tingkat ansietas sebelum dan sesudah dilakukan inetrvensi. Gunakan

pendekatan yang tenang dan menyakinkan, latih kegiatan pengalihan untuk

mengurangi ketegangan (terapi mewarnai).

Implementasi reduksi ansietas pada masalah ansietas dilakukan 3x24 jam berupa

mengidentifikasi kecemasan dan cara pengambilan keputusan, monitor tanda ansietas,

melakukan terapi mewarnai untuk mengurangi ketegangan.

Evaluasi pada diagnosa ansietas selama implementasi keperawatan 3x24 jam

didapatkan hadil data subjektif keadaan umum orang tua An. G mengatakan bahwa

anaknya sudah tidak cemas. Dengan data objektif An. G tegang menjadi tidak tegang,

gelisah menjadi tidak gelisah. Berdasarkan analisa masalah sudah teratasi, maka

intervensi dihentikan.

4. Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder

(D.0142)

Kasus ini ditegakkan diagnosa resiko infeksi karena didukung dengan data dari orang

tua bahwa An. G demam dengan suhu 38˚C, serta mempunyai bekas tindakan MTX-

IT, tidak ada nyeri pada area luka dan tidak terasa panas. Kemudian data objektifnya

57
terdapat bekas tindakan MTX-IT pada sum-sum tulang belakangnya, tidak terdapat

kemerahan, tidak terdapat bengkak.

Berdasarkan luaran keperawatan tingkat infeksi (L.14137) dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil suhu

tubuh dari cukup meningkat suhu 38˚C menjadi cukup menurun 36.5˚C. Dengan

intervensi keperawatan berupa pencegahan infeksi (I.14389) antara lain monitor tanda

gejala infeksi lokal dan iskemik, ajarkan tanda dan gejala infeksi, ajarkan cara cuci

tangan dengan benar.

Implementasi pencegahan infeksi pada masalah resiko infeksi dilakukan selama 3x24

jam berupa memantau tanda dan gejala infeksi (suhu tubuh), mengajarkan keluarga

tentang tanda dan gejala infeksi, mengajarkan cara cuci tangan dengan 6 langkah

benar, memberikan obat antibiotik kotrimoxazol 1x1 tab 240mg peroral.

Evaluasi pada diagnosa resiko infeksi selama implementasi keperawatan 3x24 jam

didapatkan hasil data subjektif orang tua pasien mengatakan An. G sudah tidak

demam. Dengan data objktif suhu 38 ˚C menjadi 36.5˚C, tidak ada tanda-tanda infesi,

paham mengenai cuci tangan 6 langkah dengan benar. Berdasarkan analisa masalah

sudah teratasi, maka intervensi dihentikan.

58
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam BAB ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan dan kebenaran yang

aktual antara kasus dan teori pada studi kasus asuhan keperawatan dengan Leukimia

Limfoblastik Akut (LLA) di RSUD Dr. Moewardi. Pembahasan ini meliputi

pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Penulis akan membahas

secara lengkap dari pengkajian sampai evaluasi yang dilakukan pada tanggal 27 April

2023 sampai dengan tanggal 29 April 2023.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan

untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien,

dan membuat catatan tentang respons kesehatan klien. Dengan demikian hasil

pengkajian dapat mendukung untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien

dengan baik dan tepat. Tujuan dari dokumentasi pada intinya untuk

mendapatkan data yang cukup untuk menentukan strategi perawatan. Data

hasil pengkajiian perlu didokumentasikan dengan baik (Nursalam, 2012).

Pengkajian pada An.G pada tanggal 27 April 2023 terdapat keluhan utama

yaitu demam. Menurut buku demam pada pasien Leukimia Limfoblastik Akut

(LLA) adalah penyakit yang self-limited, seringkali iatrogenik yang muncul

59
60

pada pasien kanker maupun pengobatannya (Behrman, 2016). Menurut

(Lemone, 2016) dalam buku, hipertermi termasuk kegawatan di bidang

hematologi karena penurunan jumlah neutrofil sebagai salah satu pertahanan

tubuh utama terhadap mikroba, pasien menjadi sangat rentan terhadap infeksi

berat dan kematian. Pasien demam dengan atau tanpa gejala merupakan

keadaan potensial yang mengancam hidup. Menurut (Hapsari, 2018) dalam

jurnal, penyebab demam neutropenia tersering adalah infeksi flora normal

endogen, terutama bakteria aerobik Gram negatif yang berada di saluran

pencernaan, mukosa, maupun permukaan kulit. Risiko infeksi semakin

meningkat seiring penurunan jumlah neutrofil ketika jumlah neutrofil antara

100-500/mm3 peningkatan tingkat infeksi dari 0,5 menjadi 5 per 100 hari,

apabila kurang dari 100/mm3 16%-20% pasien menjadi sepsis (Hapsari,

2018). Penulis menyimpulkan bahwa hipertermi yang ditimbulkan pada pasien

Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) terjadinya karena proses peradangan dari

penyakit yang menimbulkan manifestasi klinis, salah satunya adalah

hipertemi. Masalah hipertermi ini jika tidak ditangani secara cepat maka bisa

menimbulkan masalah yang lebih berat seperti pasien akan mengalami

dehidrasi yang hebat dan kejang bahkan bisa menimbulkan kematian.

Pengkajian pada An.G pada tanggal 27 April 2023 terdapat keluhan yaitu mual,

merasa ada yg ingin dimuntahkan, tampak lemas dan pucat, mukosa bibir kering,

konjungtiva tampak anemis. Menurut (Likun, 2019) dalam buku, mual muntah

sendiri timbul dikarenakan penggunaan sitostatika, dan termasuk efek

samping awal yang terjadi dalam 1 sampai 24 jam pasca pemberian sitostatika,
61

terkadang juga dapat terjadi lebih dari 24 jam. Terjadinya mual muntah ini

diakibatkan oleh beberapa faktor seperti regimen sitostatika dan potensi

emetogenik serta faktor spesifik pasien Menurut (Siti, 2020) dalam jurnal,

mual muntah setelah kemoterapi terdiri dari akut, lambat, dan antisipatori.

Chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) akut terjadi pada 24 jam

pertama dan puncaknya terjadi pada 56 jam post kemoterapi. Chemotherapy

induced nausea and vomiting lambat terjadi pada 24 jam dan berlangsung

selama 5-7 hari. CINV antisipatory terjadi sebelum kemoterapi diberikan. Hal

ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pikiran, kecemasan, gangguan

pengecapan, serta bau mulut. Tipe mual muntah ini sulit dikontrol dibanding

jenis lain Menurut asumsi peneliti bahwa nausea terjadi setelah kemoterpai

yang disebabkan obat sitostatika.

Pengkajian pada An.G pada tanggal 27 April 2023 terdapat keluhan yaitu

merasa khawatir dengan akibat yang akan dihadapi, pasien merasa bingung, sulit

berkonsentrasi, palpitasi, anoreksia, merasa tidak berdaya dan mengeluh pusing,

tampak tegang, gelisah, frekuensi tekanan darah, nadi dan nafas meningkat, sulit

tidur, tremor, diaphoresis, suara bergetar, muka tampak pucat, sering berkemih,

berorientasi pada masa lalu, dan mata buruk. Menurut (Jiloha, 2019) dalam buku,

masalah akibat penyakit leukemia limfoblastik akut yang dapat memicu stres pada

ibu ialah pengobatan yang cukup lama (kurang lebih 2 tahun), biaya pengobatan

yang tergolong mahal, dan bisa menyebabkan kematian pada anak. Seseorang

yang mengalami stres berkepanjangan rentan mengalami gangguan kejiwaan;

salah satunya ialah kecemasan. Kecemasan ditandai dengan perasaan tidak


62

nyaman, ketakutan, disertai gejala otonom seperti palpitasi sesak napas dan

ketegangan otot. Menurut (Maria, 2019) dalam jurnal, orangtua yang anaknya

mengidap leukemia limfoblastik akut mengalami kecemasan terutama ibu, ibu

yang anaknya mengidap kanker mengalami tekananyang lebih berat dibandingkan

ayah dikarenakan wanita lebih rentan mengalami distress, kecemasan dan depresi

apabila menghadapi suatu stresor. Peneliti menyimpulkan bahwa kanker

menciptakan krisis dalam kehidupan setiap anggota keluarga. Diagnosis kanker

pada anak merupakan pukulan berat bagi orangtua terutama Ibu yang mengandung

dan membesarkan anak tersebut. Mereka akan mengalami ketakutan, kecemasan,

dan gangguan mental lainnya.

Pengkajian pada An.G pada tanggal 27 April 2023 terdapat keluhan yaitu ibu

pasien mengatakan bahwa anaknya demam, mempunyai bekas tindakan MTX-IT

(pengobatan kanker) di punggung belakang. Menurut (Li, 2017) dalam buku,

infeksi karena bakteri dan jamur merupakan penyebab utama kesakitan dan

kematian pada anak selama pengobatan kemoterapi LLA. Selain itu, Infeksi juga

dapat meningkatkan risiko kematian dan risiko relaps atau kekambuhan yang

dapat menyebabkan penghentian pengobatan kemoterapi atau penurunan dosis

agen kemoterapi. Menurut (Eva, 2020) dalam jurnal, pasien dengan penyakit

keganasan sering menjadi rentan terhadap penyakit akibat yang mendasarinya

maupun akibat terapi yang diberikan. Pasien LLA mempunyai risiko tinggi

terkena infeksi bakteri gram negatif karena neutropenia secara kuantitatif maupun

fungsional. Menurut asumsi peneliti beberapa keganasan tersebut berhubungan

dengan defek imun spesifik yang mendasari infeksi oleh patogen tertentu.
63

Pengkajian pada An.G pada tanggal 27 April 2023 didapatkan data pada

pemeriksaan laboratorium hasil RDW yang meningkat berkolerasi dengan

penyakit yang lebih luas atau agresif pada sel kanker. PDW yang berkurang

disebabkan karena kemoterapi. Limfosit yang berkurang dikarenakan limfosit B

yang berperan sebagai antibody spesifik terhadap kanker dan limfosit T yang

berperan mengeliminasi antigen kanker, keduanya sama-sama berperan melawan

sel kanker, saat kanker sudah menyerang tubuh perlawan limfosit akan kalah

dengan sel kanker. Monosit yang tinggi ditemukan seiring dengan memburuknya

keadaan klinis pada stadium lanjut dari penderita.

B. Diagnosa Yang Muncul

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga,

atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan

yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam

penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan, sangat perlu untuk

didokumentasikan dengan baik (Hariyati, 2017). Dalam penegakkan diagnosa

keperawatan, tanda/gejala mayor harus ditemukan sekitar 80% - 100% untuk

validasi diagnosis. Sedangkan tanda/gejala minor tidak harus ditemukan,

namun jika ditemukan dapat mendukung penegakkan diagnosis (PPNI, 2017).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien menurut SDKI adalah

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis: infeksi, kanker), Nausea

berhubungan dengan efek agen farmakologis dan efek toksin, Resiko infeksi
64

berhubungan ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder dan

Ansietas berhubungan dengan terpaparnya bahaya lingkungan. Berikut ini

pembahasan diagnosa yang muncul sesuai dengan teoripada kasus yaitu :

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (kanker)

Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas rentang

normal tubuh (PPNI, 2017). Menurut (Lina, 2020) dalam buku hipertermi

adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami

kenaikan suhu tubuh > 37,8 ˚C peroral atau 38,8 ˚C prerektal yang sifatnya

menetap karena faktor eksternal. Menurut analisa peneliti, peneliti

menegakkan diagnosa Hipertermia sesuai dengan buku dan jurnal dengan

ditemukan hasil pengkajian ditemukan tanda dan gejala mayor dan minor

pada klien yaitu suhu tubuh diatas normal, kulit terasa hangat. Data

subyektif ibu pasien mengatakan anaknya demam naik turun setelah diberi

tindakan kemoterapi. Data obyektif anak tampak lemas, kulit teraba hangat,

suhu 38 ˚C. Alasan peneliti menegakkan diagnosa tersebut yaitu kasus ini

sesuai dengan teori bahwa penyakit kanker Leukimia Limfoblastik Akut

(LLA) yang mengalami demam.

Intervensi asuhan keperawatan pertama pada pasien, setelah dilakukan

intervensi diharapkan suhu tubuh berada dalam rentang normal atau

membaik, dengan kriteria hasil: Suhu tubuh membaik dari cukup memburuk

(2) menjadi cukup membaik (4), Suhu kulit membaik dari cukup memburuk

(2) menjadi cukup membaik (4).


65

Implementasi meliputi mengobservasi KU dan TTV, memberikan

paracetamol 500mg, mengajarkan dan melakukan kompres tepid sponge.

Menurut (Sodikin., 2017) dalam jurnal water tepid sponge adalah sebuah

teknik kompres hangat yang menggabungkan tekhnik kompres blok pada

pembuluh darah supervisialis dengan tekhnik seka. Pada proses tindakan

tepid water sponge ini mekanisme kerja pada tindakan tersebut

memberikan efek adanya penyaluran sinyal ke hipotalamus melalui

keringat dan vasodilatasi perifer sehingga proses perpindahan panas yang

diperoleh dari tindakan tepid water sponge. Hal ini berlangsung melalui

dua proses yaitu konduksi dan evaporasi dimana proses perpindahan

panas melalui proses konduksi ini di mulai dari tindakan mengkompres

anak dengan waslap dan proses evaporasi diperoleh dari adanya seka pada

tubuh saat pengusapan yang dilakukan sehingga terjadi proses penguapan

panas menjadi keringat.

Menurut (Emy, 2020) dalam jurnal pendekatan farmakologis dapat

dilakukan dengan pemberian obat-obatan antipiretik. Sedangkan secara

non farmakologis melalui pemberian cairan air yang lebih banyak dari

biasanya (manajemen cairan), penggunaan pakaian yang menyerap

keringat, dan melakukan tepid water sponge. Intervensi dilakukan pada

pasien dengan hipertermia berupa tekhnik tepid water sponge yang mana

tindakan ini dilakukan dengan cara perpaduan antara menyeka tubuh

pasien dan dengan memberikan kompres hangat selama 15-20 menit

dipembuluh besar pasien Pada penurunan suhu tubuh antara klien terdapat
66

perbedaan sebesar 1ºC. Hal tersebut bisa terjadi oleh karena ada beberapa

hal yang bisa mempengaruhi penurunan suhu tubuh salah satunya yaitu

faktor umur klien. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

suhu tubuh (Emy, 2020). Pada saat tindakan water tepid sponge dilakukan

pengusapan waslap keseluruh permukaan tubuh anak, semakin luas

permukaan tubuh anak semakin luas kulit yang kontak dengan waslap dan

air hangat sehingga pelepasan panas baik melalui cara evaporasi maupun

konveksi bisa lebih optimal (Sodikin., 2017).

Menurut (Emy, 2020) dalam jurnal water tepid sponge dilakukan untuk

menurunkan suhu tubuh pasien demam typoid. Tindakan Water Tepid

Sponge sangat efektif menurunkan suhu tubuh sehingga dapat dijadikan

sebagai salah satu tindakan non farmakologi yang dapat dilakukan

perawat dalam mengatasi demam pada anak. Implikasi asuhan

keperawatan yang dilakukan pada klien dengan masalah keperawatan

hipertermia akan berdampak bagi perawat dan klien. Peran perawat dalam

melakukan tindakan mandiri kepada klien akan membantu mengatasi

masalah yang dialami oleh klien. Salah satu tindakan mandiri yang bisa

dilakukan oleh perawat adalah dengan memberikan water tepid sponge

pada klien dengan hipertermia. Dengan pemberian tindakan water tepid

sponge yang sesuai dengan prosedur yang ada, maka hasil yang

diharapkan kepada klien akan dapat dicapai secara optimal


67

Evaluasi keperawatan diagnosa pertama sudah dilakukan selama 3 hari pada

data subyektif yang didapatkan ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak

ada demam, jika anakanya demam langsung melakukan kompres, respon

obyektif yang didapatkan terpasang infus DS 53ml/jam, suhu 36.5˚C, nadi

87x/menit, RR 23x/menit, SPO2 99%. Penilaian masalah belum teratasi.

Perencanaan lanjutkan intervensi (Monitor suhu tubuh dan lakukan kompres

water tepid sponge).

2. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis

Neusea adalah perasaan tidaknyaman pada bagian belakang tenggorokan

atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah (PPNI, 2017). Menurut

(Manurung, 2021) dalam buku neusea adalah perasaan ingin mual dan

muntah Menurut analisa peneliti, peneliti menegakkan diagnosa Nausea

seusai dengan buku SDKI dan jurnal yang ditemukan hasil pengkajian

ditemukan tanda dan gejala mayor dan minor pada klien yaitu mual dan

muntah. Data subyektif ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh mual,

merasa ada yg ingin dimuntahkan. Data obyektif An. G tampak lemas dan

pucat, mukosa bibir kering, konjungtiva tampak anemis, makan hanya habis

¼ porsi. Menurut peneliti terdapat kesesuaian anatara teori dan diagnosa

yang ditegakkan. Berdasarkan teori Tim Pokja SDKI DPP (2017) bahwa

salah satu faktor resiko yang menyebbkan nausea adalah efek agen

farmakologis diaman salah satu kondisi klinis yang terkait adalah kanker.

Mekanisme obat kemoterapi adalah dengan mematikan atau menghambat

pertumbuhan sel-sel kanker. Sehingga muncul berbagai efek samping


68

yang disebabkan oleh karena efek obat kemoterapi pada jaringan atau sel

yang sehat. Penggunaan obat kemoterapi juga memberikan efek samping

pada pencernaan, salah satu gejala atau gangguan pencernaan akibat efek

kemoterapi adalah reflex mual dan muntah.

Intervensi asuhan keperawatan kedua pada pasien setelah dilakukan

intervensi diharapkan tingkat nausea menurun dengan kriteria hasil Keluhan

mual menurun dari cukup meningkat (2) menjadi cukup menurun (4),

Perasaan ingin mungtah menurun dari cukup meningkat (2) menjadi cukup

menurun (2), Pucat menurun dari cukup memburuk (2) menjadi cukup

membaik (4). Intervensi keperawatan Manajemen Mual (I.03117), Observasi

Identifikasi pengalaman mual, Identifikasi faktor penyebab mual, Monitor

mual. Teraupetik Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual,

Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual. Edukasi Ajarkan penggunaan

teknik non farmakologis untuk mengatasi mual. Kolaborasi pemberian

antiemetik, jika perlu.

Perencanaan diagnosa kedua meliputi mengobservasi KU dan TTV,

mengidentifikasi makanan yang disukai, mengidentifikasi asupan nutrisi dan

cairan, mengidentifikasi mual, mengajarkan dan melakukan teknik akupresur,

respon subyektif Ibu pasien mengatakan baru mengetahui teknik akupresur

untuk menghilangkan mual, memasukan obat injeksi ampicilin 1gr dan

dexametason 2-2-1tab dan mengambil sampel darah, mengidentifikasi asupan

nutrisi dan cairan.


69

Menurut (Bambang, 2019) dalam jurnal nausea secara terstuktur pada pada

klien kanker pasca kemoterapi. Pasien yang memulai terapi kanker biasanya

mengalami mual dan muntah dikarenakan efek samping dari kemoterapi.

Dengan kurangnya control terhadap emesis mengganggu aktifitas fungsional

dan kualitas hidup pasien, meningkatkan penggunaan sumber daya layanan

kesehatan, dan bisa menurunkan kepatuhan terhadap penanganan. Wawasan

baru kedalam patofisiologis dari mual muntah yang diinduksi oleh

kemoterapi, suatu pemahaman yang lebih baik dari faktor resiko dari efek ini

serta ketersediaan obat antimuntah baru, semuanya memberi kontribusi

terhadap perbaikan substansial dalam kontrol muntah

Evaluasi keperawatan diagnosa kedua sudah dilakukan selama 3 hari data

subyektif yang didapatkan ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau makan

habis 1 porsi karena hari ini rencana untuk pulang, tidak ada keluhan mual.

Data obyektif yang didapatkan pasien tampak mau makan, ibu pasien

mengetahui cara mengurangi mual dengan teknik akupresur. Penilaian

masalah teratasi. Perencanaan hentikan Intervensi.

3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Dalam buku SDKI (2017) pada diagnosis keperawatan ansietas, tanda dan

gejala terdiri atas data subyektif diantaranya pasien merasa khawatir dengan

akibat yang akan dihadapi, pasien merasa bingung, sulit berkonsentrasi,

palpitasi, anoreksia, merasa tidak berdaya dan mengeluh pusing, sedangkan


70

data obyektif yaitu pasien tampak tegang, gelisah, frekuensi tekanan darah,

nadi dan nafas meningkat, sulit tidur, tremor, diaphoresis, suara bergetar,

muka tampak pucat, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu, dan mata

buruk. Menurut (Estria, 2018) dalam buku ansietas adalah keadaan individu

yang berorientasi pada masa depan dan kejadian yang negative. Menurut

peneliti diagnsa yang ditegakan sudah sesuai dengan tanda gejala ansietas

berdasarkan buku SDKI dan jurnal didapatkan hasil pengkajian ditemukan

tanda dan gejala mayor dan minor pada klien yaitu data subyektif

didapatkan Ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh cemas dan takut

tentang pengobatannya. Data obyektif didapatkan An. G tampak gelisah dan

tegang. Menurut analisa penulis terdapat kesesuaian antara hasil dan studi

kasus dengan teori. Kecemasan ini biasanya berhubungan dengan harapan

terhadap pengobatan yang dijalani, hubungan pasien dengan keluarga dan

penerimaan pasien terhadap penyakitnya.

Intervensi asuhan keperawatan ketiga setelah dilakukan intervensi

diharapkan tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil Perilaku gelisah

menurun dari cukup meningkat (2) menjadi cukup menurun (2), Perilaku

tegang menurun dari cukup meningkat (2) menjadi cukup menurun (4), Pucat

menurun dari cukup meningkat (2) menjadi cukup menuriun (4). Intervensi

keperawatan Reduksi Ansietas (I.09314). Observasi Identifikasi saat tingkat

ansietas berubah, Monitor tanda-tanda ansietas, erapeutik Ciptakan suasana

terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, anjurkan melakukan kegiatan

yang tidak kompetitif (PPNI, 2018).


71

Perencanaan diagnosa ketiga meliputi mengobservasi KU dan TTV,

mengidentifikasi kecemasan, memberikan terapi mewarnai untuk

mengurangi kecemasan, mengobservasi kecemasan. Menurut (Aziza, 2018)

dalam jurnal ansietas dipengaruhi oleh sisi emosiaonal pada saat merawat

anak yang menderita kanker. Mayoritas orang tua mudah merasa cemas

akibat kondisi kesehatan anaknya yang fluktiatif, seperti pada kondisi

dimana hasil cek laboratorium yang kurang baik, munculnya keluhan

seperti mual, muntah, diare, kesakitan dan efek samping lain pasca

kemoterapi. Kecemasan dapat diminimalkan dengan pemberian

dukungan yang adekuat dari tenaga kesehatan dan keluarga yang

mendampingi orang tua. Keberadaan teman, keluarga dan keyakinan

agama yang kuat menjadi sumber koping yang efektif bagi seseorang.

Evaluasi keperawatan diagnosa ketiga sudah dilakukan selama 3 hari data

subyektif yang didapatkan Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak cemas

dan sudah mengetahui cara menghilangkan cemas. Data obyektif yang

didapatkan An. G tampak senang saat melakukan terapi mewarnai. Penilaian

masalah teratasi. Perencanaan hentikan Intervensi

4. Resiko infeksi berhubungan ditandai dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh sekunder

Menurut (Potter & Perry, 2015) dalam buku resiko infeksi merupakan

keadaan dimana seorang individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan
72

oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-

sumber eksternal, sumber-sumber eksogen dan endogen Menurut peneliti

resiko infeksi yang dtegakan sudah sesuai dengan buku dan jurnal yang

didapatkan hasil pengkajian ditemukan tanda dan gejala mayor dan minor

pada klien yaitu data subyektif didapatkan Ibu pasien mengatakan bahwa

anaknya demam, mempunyai bekas tindakan MTX-IT di punggung belakang.

Data obyektif didapatkan An. G tampak terdapat bekas tindakan MTX-IT

pada sumsum tulang belakang, mukosa bibir kering. Menurut analisa peneliti,

tegaknya diagnosa risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh sekunder sama dengan teori.

Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder adalah faktor resiko terjadinya

risiko infeksi. Ditandai oleh rendahnya nilai leukosit karena efek dari

kemoterapi dimana terjadi supresi pada sumsum tulang belakang, beberapa

jenis obat yang digunakan pada kemoterapi bisa merusak sum-sum tulang,

sehingga produksi sel darah putih menurun. Dan juga terjadi pertumbuhan

abnormal leukosit sehingga fungsinya sebagai melawan infeksi yang masuk

ke tubuh jadi tidak berfungsi, maka anak akan mudah terserang infeksi, anak

sebelumnya sudah dikemoterapi. Sehingga diagnosa ini perlu ditegakkan.

Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker dimasa kanak-kanak

adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Kondisi ini

akan meningkatkan risiko infeksi yang berat akibat penurunan fungsi utama

neutrofil sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme asing


73

Intervensi asuhan keperawatan keempat setelah dilakukan intervensi,

maka diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil Demam

menurun dari cukup emningkat (2) menjadi cukup menurun (4), Kadar sel

darah putih menurun dari cukup memburuk (2) menjadi cukup membaik (4),

Nafsu makan meningkat dari cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat

(4). Intervensi keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14389). Observasi Monitor

tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik. Terapeutik Batasi jumlah

pengunjung, Cuci tangan sebelum dan sesudah kongtak dengan pasien dan

lingkungan pasien. Edukasi Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

Perencanaan diagnosa keempat meliputi mengobservasi KU dan TTV,

mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, memasukan obat

injeksi ampicilin 1gr dan dexametason 2-2-1tab dan mengambil sampel

darah. Menurut (O’Connor, 2019) dalam jurnal terhadap 33 anak LLA usia 0

sampai kurang dari 12 tahun yang didiagnosis LLA di Rumah Sakit Sanglah

Denpasar, didapatkan angka kesintasan selama 2 tahun sebesar 30,3% dan

anak LLA yang megalami infeksi memiliki risiko kematian 1,55 kali

dibandingkan anak yang tidak mengalami infeksi (Widnyana, 2018). Hasil

penelitian tersebut sejalan dengan penelitian uji klinik yang dilakukan oleh

O’Connor, et. al. pada tahun 2019 terhadap 3126 anak usia 1-18 tahun yang

didiagnosa LLA di 45 pusat kesehatan Inggris. Dapat ditarik kesimpulan

bahwa terdapat 249 kematian selama periode follow up 5 tahun, 132 (53%)

kematian akibat proses penyakit dan 117 (47%) disebabkan oleh proses
74

pengobatan serta penyebab kematian tersering adalah kejadian sepsis dengan

insiden kumulatif kematian akibat infeksi sebesar 2,4%

Evaluasi keperawatan diagnosa keempat sudah dilakukan selama 3 data

subyektif yang didapatkan ibu pasien mengatakan sudah mengetahui cara

mencegah infeksi dengan melakukan cuci tangan 6 benar. Data obyektif yang

didapatkan Ibu pasien sudah mengetahui cara melakukan pencegahan infeksi.

Penilaian masalah teratasi. Perencanaan hentikan Intervensi

C. Diagnosa Yang Tidak Muncul

Diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada kasus An. N dengan leukemia

berdasarkan tinjauan teori Khasanah, et all (2019) dan sesuai dengan standar

diagnosa menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu sebagai berikut :

1. Defisit nutrisi berhubugan dengan faktor psikologis (stress,

keengganan untuk makan), ditandai dengan berat badan menurun,

nafsu makan menurun, nyeri abdomen, cepat kenyang setelah

makan, membrane mukosa pucat (D.0019)

Defisit nutrisi adalah ketidakedekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme. Batasan karakteristik defisit nutrisi terdiri dari

gejala mayor dan minor dengan pengambilan data secara subjektif

maupun objektif. Data subjektif berupa pasien mengeluhkan cepat

kenyang setelah makan, kram tau nyeri abdomen, dan mengalami

penurunan nafsu makan. Sedangkan pada data objektif ditemukan

penurunan berat badan minimal 10% dibawah rentang ideal, bising usus
75

hiperaktif, otot pengunyah dan otot menelan yang lemah, membrane

mukosa pucat, sariawan, serum albumin rendah, rambut mengalami

kerontokan yang berlebih dan diare.

Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan deficit nutrisi karena

tidak ditemukan data-data yang mendukung seperti yang ada di batasan

karakteristik

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh

lelah, merasa lemah, dispnea saat atau setelah aktivitas, sianosis (D.

0056)

Intoleransi aktivitas adalah suatu kondisi ketidakcukupan energi untuk

melakukan aktivitas sehari-hari. Batasan karakteristik intoleransi aktivitas

menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) terdiri dari gejala mayor dan

minor dengan pengambilan data secara subjektif maupun objektif. Data

subjektif pasien dengan intoleransi aktivitas akan mengeluh lelah, merasa

lemah, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, dispnea saat atau setelah

aktivitas. Sedangkan data objektif terdiri dari frekuensi jantung dan

tekanan darah yang meningkat lebih dari 20% dari kondisi saat istirahat,

gambaran EKG menunjukkan aritmia saat atau setelah aktivitas,

terjadinya sianosis.
76

Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan intoleran aktivitas

karena tidak ditemukan data-data yang mendukung seperti yang ada di

batasan karakteristik

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan imunitas

(leukemia), ditandai dengan hiperglikemia, penurunan knsentrasi

haemoglobin, peningkatan tekanan darah, kekurangan volume

cairan, penurunan aliran arteri dan/atau vena (D.0009)

Perfusi perifer tidak efektif merupakan masalah paling utama yang sering

dijumpai pada anak dengan penyakit kronis. Perfusi perifer tidak efektif

adalah penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat

mengganggu metabolisme tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan Perfusi perifer tidak

efektif karena tidak ditemukan data-data yang mendukung seperti yang

ada di batasan karakteristik pada diagnosa nyeri kronis peneliti tidak

memunculkan pada pembahasan dikarenakan klien tidak mengeluhkan

nyeri.

4. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan imunitas (leukemia),

ditandai dengan mengeluh nyeri, merasa takut mengalami cedera

berulang, tampak meringis kesakitan, gelisah, tidak mampu

menuntaskan aktivitas, bersikap protektif, anoreksia (D. 0078).


77

Nyeri kronis termasuk dalam kategori peikologis denga subkategori nyeri dan

kenyamanan. Nyeri kronis merupakan masalah paling utama yang sering

dijumpai pada anak dengan penyakit kronis. Nyeri kronis adalah pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual

atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan

hingga berat dan konsisten, yang berlangsung lebih dari tiga (3) bulan (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan nyeri kronis karena tidak

ditemukan data-data yang mendukung seperti yang ada di batasan

karakteristik
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan pada anak dengan leukemia di Ruang

Flamboyan 9 RSUD Dr.Moewardi Surakarta, penulis dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kanker merupakan penyebab utama kematian pada anak di dunia. Leukemia

terjadi karena poliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas menyebabkan

terjadinya anemia trombositopenia. Penderita leukemia mengalami

hipertermi, perfusi jaringan dan nausea, sehingga perlu menjalani terapi dan

perawatan di Rumah Sakit untuk mendukung proses penyembuhannya.

Selama menjalankan program kemoterapi reaksi anak terhadap sakit yang

diderita dalam waktu yang lama dan berlangsung lebih dari enam (6) bulan

yaitu adanya rasa hipertermi, sehingga hal ini menjadi prioritas keperawatan

2. Pengkajian Hasil

Pengkajian data dilakukan secara subjektiif dan objektif yang dilakukan

secara lengkap, sistematis dan relevan sesuai dengan kasus masalah utama

leukemia limfoblastik akut (LLA) dan ditemukan keluhan demam, pucat dan

lemas, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, capillary refill <3detik.

Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 12,6g/dl, hematokrit

78
79

38%, leukosit 5.1ribu/ul, trombosit 253ribu/ul, eritrosit 4,31juta/ul, limfosit

32.00%..

3. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

Berdasarkan tinjauan teori mengenai penyakit leukemia pada anak ditemukan

sebelas (8) diagnosa keperawatan yang muncul. Namun berdasarkan kasus

ditemukan tiga diagnosa keperawatan yaitu hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit (kanker) (D.0130), nausea berhubungan dengan efek agen

farmakologis (D.0076), ansietas berhubungan dengan terpaparnya bahaya

lingkungan (D.0080), resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh sekunder (D.0142)

4. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang di rencanakan penulis untuk menegakkan

diagnosa keperawatan dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah

untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami dan disesuaikan dengan

kasus berupa identifikasi penyebab hipertermi, monitor suhu tubuh

danmonitor komplikasi akibat hipertermi, lakukan pendinginan eksternal

(mis. kompres hangat pada dahi), berikan cairan oral dan longgarkan atau

lepaskan pakaian, anjuirkan tirah baring, pemberian cairan dan elektrolit

intravena, identifikasi pengalaman mual, identifikasi faktor penyebab mual,

monitor mual, kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual, kendalikan

faktor lingkungan penyebab mual, ajarkan penggunaan teknik non

farmakologis untuk mengatasi mual, pemberian antiemetik, identifikasi saat

tingkat ansietas berubah, monitor tanda-tanda ansietas. ciptakan suasana

terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, temani pasien untuk


80

mengurangi kecemasan, anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif.

kolaborasi pemberian obat antiansietas, monitor tanda dan gejala infeksi lokal

dan sistemik, batasi jumlah pengunjung, cuci tangan sebelum dan sesudah

kongtak dengan pasien dan lingkungan pasien, ajarkan cara mencuci tangan

dengan benar, pemberian imunisasi.

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan selama 3 x 7 jam pada tanggal 27

April 2023 sampai 29 April 2023 dengan diagnosa medis leukemia

limfoblastik akut (LLA). Pada diagnose hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit (kanker) meliputi mengobservasi KU dan TTV, memberikan

paracetamol 500mg, mengajarkan dan melakukan kompres tepid sponge, ,

memasukan obat injeksi ampicilin 1gr dan dexametason 2-2-1tab dan

mengambil sampel darah, mengobservasi hipertermi. Pada diagnosa nausea

berhubungan dengan efek agen farmakologis dan efek toksin meliputi

mengidentifikasi asupan nutrisi dan cairan, mengidentifikasi mual,

mengajarkan dan melakukan teknik akupresur. Pada diagnosa ansietas

berhubungan dengan terpaparnya bahaya lingkungan meliputi

mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, mengajarkan

cara menghindari infeksi, mengingatkan cara mencuci tangan sebelum dan

sesudah memegang sesuatu. Pada diagnose resiko infeksi berhubungan

dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder meliputi

mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, mengajarkan

cara menghindari infeksi, mengingatkan cara mencuci tangan sebelum dan

sesudah memegang sesuatu.


81

6. Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi yang dilakukan selama tiga (3) hari dalam bentuk SOAP

(Situasi, Observasi, Analisa, Perencanaan). Evaluasi yang dilakukan dari

tanggal pada tanggal 27 April 2023 sampai 29 April 2023 dengan metode

SOAP untuk mengetahui keefektifan dari tindakan keperawatan yang

dilakukan. Pada evaluasi, ke empat diagnosa keperawatan yang muncul

(hipertermia, nausea, ansietas, risiko infeksi) pada kasus teratasi dan

intervensi perlu dihentika

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Diharapkan pasien mampu memberikan masukan bagi layanan keperawatan

Rumah Sakit dalam meningkatkan pengobatan dan perawatan anak dengan

hipertermia leukemia limfoblastik akut

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat dijadikan untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan

sebagai tambahan literatur dibidang mata kuliah keperawatan anak khususnya

perawatan anak dengan hipertermia leukemia limfoblastik akut

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan mampu menambah dan memperbanyak keilmuan keperawatan,

serta dapat digunakan sebagai dasar melalui proses keperawatan mulai dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi

keperawatan anak dengan hipertermia leukemia limfoblastik akut


DAFTAR PUSTAKA

Alderman H, Behrman Jr, Glewwe P, Fernald L, W. S. (2017). Evidence Of Impact Of


Interventions On Growth And Development During Early And Middle Childhood.
Child And Adolescent Health And Development. 2017;8:1790.
Ari. (2015). Deteksi Tumbuh Kembang Anak (Salemba Me).
Aziza, Y. D. A. (2018). Survei Tingkat Ansietas Orang Tua Yang Merawat Anak
Pengidap Kanker Di Indonesia.
Bambang. (2019). Kejadian Muntah Pada Penderita Kanker Yang Menjalani
Pengobatan Kemoterapi Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandau Manado.
Behrman Re, Kliegman R, N. W. (2016). Infection In The Immunocompromised.
Nelson Essentials Of Pediatrics. Edisi Ke-5. Philadelphia: W.B. Saunders; 2016.
H. 95867.
Cut. (2017). Gambaran Tingkat Stres Pada Anak Usia Sekolah Selama Hospitalisasi
Di Rumah Sakit Anak Dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dermawan, D. (2017). Proses Keperawatan; Penerapan Konsep Dan Kerangka Kerja
(T. R. D.Dermawan, Ed.). Yogyakarta.
Dewi, R. P. (2017). Waspadai Penyakit Pada Anak. Pt. Indeks.
Dyna, A. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Dengan Keganasan. Jakarta: Pt Refika
Aditama.
Emy Mulyani, N. E. L. (2020). Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan Hipertermia: Studi
Kasus.
Estria, S. R. (2018). Perbedaan Tingkat Ansietas Dan Depresi Antara Pasien Kanker
Payudara Dengan Usia Penyakit Kurang Dan Lebih Dari Satu Tahun.
Eva Yulianti, N. A. (2020). Faktor-Faktor Prognostik Kesintasan 5 Tahun Leukemia
Limfoblastik Akut Pada Anak Usia 1 - 18 Tahun.
Hall., G. A. C. And J. . (2018). Buku Ajaran Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
Egc.
Hapsari. (2018). Faktor Risiko Terjadinya Demam Neutropenia Pada Anak Leukemia
Limfoblastik Akut.
Hariyati. (2017). Asuhan Keperawatan Pneumonia Pada Balita. Sholar.Unand.Ac.Id,
6, 5–9.
Hurlock. (2015). Psikologi Perkembangan. Edisi 5, Jakarta.
Jiloha Rc, B. M. (2019). Psychiatry For General Practitioners. New Delhi: New Age
International Publisher; 2019. P.76.
Kartika., L. (2021). Latihan Fisik Dalam Pengelolaan Fatigue Anak Yang Mengalami
Kanker: Sebuah Kajian Literatur. Dosen Fakultas Keperawatan Dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Pelita Harapan. Nursing Current Vol. 6 No. 2,.
Kozier. (2019). Buku Ajar Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : Egc.
Lemone, Priscilla., Burke, Karen. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Egc.
Li Sd, Chen Yb, Li Zg, Wu Rh, Qin Mq, Zhou X, Et Al. (2017). Infections During
Induction Therapy Of Protocol Cclg2008 In Childhood Acute Lymphoblastic
Leukemia: A Single-Center Experience With 256 Cases In China. Chin Med J
(Engl). 2017;128(4):472–6.
Likun, Z., Xiang, J., Xin, D., & Liu, Z. (2019). A Systematic Review And Meta-
Analysis Of Intravenous Palonosetron In The Prevention Of Chemotherapy-
Induced Nausea And Vomiting In Adults. The Oncologist, 16.
Lina Mahayati, T. C. D. (2020). Pengaruh Kompres Tepid Sponge Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Diagnosa Medis Acute Lymphoid
Leukemia.
Manurung, S. (2021). Bebas Mual Muntah Akibat Kemoterapi Dengan Terapi
Komplementer Pada Pasien Kanker Payudara.
Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R. E. (2019). Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Jakarta: Saunders Elsevier.
Maria V. I. Rani, Anita E. Dundu, T. M. D. K. (2018). Gambaran Tingkat Kecemasan
Pada Ibu Yang Anaknya Menderita Leukemia Limfoblastik Akut Di Rsup Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.
Maria V. I. Rani, Anita E. Dundu, T. M. D. K. (2019). Gambaran Tingkat Kecemasan
Pada Ibu Yang Anaknya Menderita Leukemia Limfoblastik Akut Di Rsup Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.
Marimbi, H. (2017). Tumbuh Kembang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Pada Balita,
Yogyakarta: Nuha Medika.
Ngastiyah. (2015). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Egc.
Nursalam & Efendi, F. (2012). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
O’connor D, Bate J, Wade R, Clack R, Dhir S, Hough R, Et Al. (2019). Infection-
Related Mortality In Children With Acute Lymphoblastic Leukemia: An Analysis
Of Infectious Deaths On Ukall2003. Blood. ;124(7):1056–61.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam (Nuha Medik).
Potter, P.A, Perry, A. G. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 2. Alih Bahasa : Renata
Komalasari,Dkk.Jakarta:Egc.2015.
Potter & Perry. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, Dan.
Praktik (Edisi 4 Ed., Vol. I). Jakarta: Egc.
Ppni. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Sdki): Definisi Dan
Indikator Diagnostik ((Cetakan Iii) 1 Ed.). Jakarta: Dpp Ppni.
Ri, K. K. (2021). Infodatin Ibu, Kementerian Kesehatan Ri, Jakarta.
Roro, R. & P. (2017). Leukemia Limfoblastik Akut Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka
Pansea.
S. Hartini & Pertiwi. (2015). Efektifitas Kompres Air Hangat Terhadap Penunrunan
Suhu Tubuh Anak Demam Usia 1 – 3 Tahun Di Smc Rs Telogorejo Semarang.
Siti Rahmah, D. A. (2020). Penurunan Mual Muntah Pasien Acute Limfoblastik
Leukimia Yang Menjalani Kemoterapi Dengan Terapi Akupresur Pada Titik P6
(Neiguan) Dan Titik St36 (Zusanli).
Sodikin. (2017). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Jakarta: Rufaida Lq.
Soetjiningsih. (2018). Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran, Ecg,
Jakarta.
Supartini, Y. (2018). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Egc,Jakarta.
Tamsuri, A. (2017). Seri Kebutuhan Dasar Manusia : Konsep Dan Penatalaksannan
Nyeri, Egc, Jakarta.
Tubergen Dg, Bleyer A, Ritchey Ak, F. E. (2016). The Leukemias. Dalam: Kleigman
Rm, Behrman Re, Jenson Hb And Stanton Bf, (Penyunting). Nelson Textbook Of
Pediatrics. Nelson Textbook Of Pediatrics.: Elsevier;2016. Hlm. 2437-45.
Who. (2022). World Health Organization. World Health Statistic, Geneva: Who.
Diakses Pada.
Widnyana. (2018). Angka Kesintasan Dan Faktor Yang Memengaruhi Pasien
Leukemia Limfoblstik Akut Pada Anak Di Rs Sanglah. Universitas Indonesia;
Widyawati, I. Y., & Cahyanti, I. S. (2020). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap
Penurunan Demam Pada Anak.
Wijaya, A. S. (2013). Kmb 2 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wolley, Nikmatiah G, Stefanus Gunawan, S. M. W. (2016). Perubahan Status Gizi
Pada Anak Dengan Leukemia Limfoblastik Akut Selama Pengobatan. Jurnal E-
Clinic (Eci), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016. Manado:
Yuliani., S. &. (2018). Buku Pegangan Praktek Klinik. Asuhan Keperawatan Pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Cv .Sagung Seto.
LAMPIRAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. G

DENGAN LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT

DIRUANG FLAMBOYAN 9 RSDM Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Unit : Rawat Inap Tanggal Pasien Masuk : 26 April


2023
Ruang/Kamar : Flamboyan 9/18B Waktu Pasien Masuk RS : 15.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 27 April 2023 Auto Anamnese
Waktu Pengkajian : 15.00 WIB Allo Anamnese : √

I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama : An. G
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum menikah
Agama/suku : Islam
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Jawa
Pendidikan : Belum sekolah
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat rumah : Ponorogo
Dx Medis : Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. X
Alamat : Ponorogo
Hubungan dengan pasien : Ibu
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama
Demam

2. Riwayat kesehatan sekarang


Pada tanggal 26 April 2023, ibu pasien mengatakan An. G datang
ke poli RSUD Dr. Moewardi untuk melakukan kemoterapi rutin
minggu ke 21, An. G masuk ke ruang Flamboyan 9 pada pukul
15.00 WIB dan mendapatkan kamar 18B. An. G dilakukan
pengkajian pada tanggal 27 April 2023 pukul 14.00 WIB, dan
didapatkan hasil kesadaran composmentis, TD:- , N: 90x/menit,
RR: 24x/menit, S: 38 ˚C. Pasien tampak pucat dan lemas,
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, capillary refill <3detik.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 12,6g/dl,
hematokrit 38%, leukosit 5.1ribu/ul, trombosit 253ribu/ul, eritrosit
4,31juta/ul, limfosit 32.00%.

3. Riwayat kesehatan lalu


1) Riwayat waktu kecil : Ibu pasien mengatakan An. G
tidak memiliki riwayat sakit waktu kecil
2) Riwayat rawat RS : Ibu pasien mengatakan An. G
tidak pernah dirawat di RS
3) Riwayat tindakan operasi : Ibu pasien mengatakan An. G
belum pernah dilakukan tindakan operasi
4) Riwayat alergi : Ibu pasien mengatakan An. G
tidak memiliki riwayat alergi makanan, minuman maupun
obat-obatan
5) Riwayat kecelakaan : Ibu pasien mengatakan An. G
tidak pernah memiliki riwayat kecelakaan
6) Riwayat kejang : Ibu pasien mengatakan An. G
tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya
7) Riwayat persalinan :
a) Pre natal
Selama kehamilan ibu melakukan pemeriksaan dibidan,
tidak pernah menderita sakit selama hamil, ibu
mengkonsumsi vitamin selama hamil dan kenaikan BB
kurang lebih 10 kg.
b) Intra natal
An. G lahir dibidan dekat rumahnya secara normal dengan
usia kehamilan 39 minggu. Berat badan lahir 2,9 gram dan
tinggi badan 49 cm
c) Post natal
An. G sejak bayi diasuh oleh orangtuanya dan neneknya,
diberikan ASI eksklusif

4. Riwayat kesehatan keluarga


Ibu pasien mengatakan bahwa dalam keluarga pasien tidak pernah
ada yang menderita penyakit seperti penyakit yang dialami pasien
serta tidak ada yang menderita penyakit kronis dan keturunan.

5. Riwayat sosial
Ibu pasien mengatakan yang mengasuh anaknya adalah dia sendiri
karena ingin lebih fokus dalam mengasuh dan memantau tumbuh
kembangnya. Ibu pasien mengatakan bahwa An. G ini memiliki
pembawaan yang periang, ceria dan cerewet. Lingkungan
rumahnya bersih, tidak ada ancaman dalam keselamatan, rumah
memiliki ventilasi yang cukup dan letak barang-barang dirumahnya
aman dan tidak membahayakan bagi anaknya.

II. GENOGRAM

Keterangan :

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Meninggal

: Tinggal serumah

Kesimpulan: An. G merupakan anak pertama dan tinggal satu rumah


dengan kedua orang tuanya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran
Kualitatif : √ Compos Mentis Somnolen

Soporocomatous Coma

Kuantitatiff

Skala Coma Glasglow :

a. Respon Motorik : 6
b. Respon Bicara : 5
c. Respon Membuka Mata : 4
Kesimpulan : E4M6V5
2. Tekanan darah : -
3. MAP :-
4. Suhu :38 ˚C Oral Axillar √ Rectal
5. Pernapasan : Frekuensi 24x/menit
Irama : √ Reguler Irreguler
Jenis : Dada Perut

6. Nadi : 90x/menit

IV. ANTROPOMETRI
1. Berat Badan : 17 kg
2. Tinggi Badan : 103 cm
3. IMT : 16,02 kg/m2
Kesimpulan
Berat badan anak berada pada tempat yang baik, sesuai usia anak dan
jenis kelaminnya (Gizi baik/normal).
V. PEMERIKSAAN FISIK (Head to Toe)
1. Kepala : mesochepal, kulit kepala bersih, tidak ada lesi ataupun
benjolan, rambut hitam dan lurus
2. Mata : konjungtiva anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik,
kornea jernih
3. Hidung : bersih, simetris, pernapasan cuping hidung(-)
4. Telinga : simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak ada gangguan
pendengaran
5. Mulut : mukosa bibir kering, gigi bersih, rongga mulut bersih
6. Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak
terdapat pembesaran vena jugularis
7. Thorax
Inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi napas vesikuler pada kedua lapang paru-paru
8. Jantung
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : terdengar BJ I-II reguler, tidak ada suara tambahan
9. Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus (+) 8x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
10. Ekstremitas
Edema : tidak ada edema
Capillary refill : <3detik
Turgor Kulit : kering, kulit teraba hangat
Luka : tidak ada luka
Kekuatan Otot : 5555 5555
5555 5555

VI. PEMERIKSAAN POLA KESEHATAN


1. POLA PERSEPSI KESEHATAN-PEMELIHARAAN KESEHATAN
Dirumah : Ibu pasien mengatakan jika ada anggota keluarga yang
sakit langsung dibawa ke dokter atau puskesmas terdekat untuk
mendapatkan perawatan, sejak lahir pasien belum pernah mengalami
penyakit yang serius, status imunisasi pasien lengkap.
Di RS : pasien dibantu oleh ibu akan mematuhi peraturan yang
dianjurkan dokter maupun perawata yang ada dirumah sakit demi
kesembuhannya.

2. POLA NUTRISI METABOLIK


Dirumah : Ibunya mengatakan makanan yang dikonsumsi adalah
nasi dan lauk-lauk seperti ikan, daging, telur, sayurf dan buah. Saat
makan dengan porsi 3x1 hari dalam porsi sedang, kadang habis
setengah porsi dan kadang habis 1 porsi.
Di RS : ibu pasien mengatakan pasien mengalami penurunan
nafsu makan. Makanan yang diberikan oleh RS hanya habis ¼, merasa
mual dan muntah jika makan.
Pengkajian Nutrisi :
a. IMT : 16,02 kg/m2
b. Hb : 12,6 mg/dL
Ht : 38%
Eritrosit : 4,31juta/ul
c. Konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, turgor kulit kering, kulit
teraba hangat
d. Diit nasi lauk 1500kkal/hari
e. Selera makan menurun, BB 17kg

3. POLA ELIMINASI
Dirumah : Ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1x1 hari
dipagi haridengan konsistensi lunak berwarna kuning, dan untuk BAK
3-4x sehari
Di RS : Selama dirawat pasien belum BAB dan BAK 3-4x
sehari

4. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN


Dirumah : saat dirumah pasien mampu beraktivitas tanpa
hambatan, tidak ada keluhan pada pergerakan ekstremitas
0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Mobilitas √
Berpakaian √

Di RS : saat dirumah sakit ibu pasien mengatakan pasien


lemas, aktivitas sehari-hari dibantu oleh orangtuanya
0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Mobilitas √
Berpakaian √

Keterangan :
Level 0 : Mandiri
Level 1 : Membutuhkan penggunaan alat bantu
Level 2 : Membutuhkan supervisi/pengawasan orang lain
Level 3 : Membutuhkan bantuan dari orang lain
Level 4 : Ketergantungan/tidak berpartisipasi

5. POLA ISTIRAHAT TIDUR


Dirumah : Ibu pasien mengatakan An. G tidur malam pukul 09.00
dan bangun pukul 06.00
Di RS : Ibu pasien mengatakan di RS pasien cenderung susah
tidur dan akan terbangun jika perawat memberikan tindakan
keperawatan

6. POLA PERSEPSI KOGNITIF


Dirumah : Ibu pasien mengatakan saat dirumah fungsi
penglihatan, pendengaran, perasa dan pembau normal
Di RS : Ibu pasien mengatakan saat di rs fungsi penglihatan,
pendengaran, perasa, dan pembau normal. Orientasi tempat dan waktu
baik ditandai dengan mengetahui kalau sedang di rawat di rs

7. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI


Dirumah : Ibu pasien mengatakan pada saat sebelum sakit pasien
bersyukur dan senang karena sehat
Di RS : ibu pasien mengatakan harga diri pasien berkurang
karena sakit tidak sembuh-sembuh. Peran sebagai anak terganggu
karena tidak dapat bermain dirumah dengan teman-temannya. Ideal diri
ingin cepat sembuh dan cepat pulang supaya bisa beraktivitas seperti
sebelumnya

8. POLA PERAN DAN HUBUNGAN


Dirumah : Ibu pasien mengatakan hubungan pasien dengan
saudara maupun tetangga sekitar dan teman-temannya baik
Di RS : Ibu pasien mengatakan hubungan pasien dengan orang
sekitar dan tenaga kesehatan cukup baik dan dapat berkomunikasi
dengan baik. Namun terkadang takut serta penasaran saat perawat
datang memberikan tindakan keperawatan

9. POLA REPRODUKSI-SEKSUAL
Dirumah : Ibu pasien mengatakan bahwa pasien berjenis kelamin
perempuan dan pasien tidak memiliki masalah kesehatan terkait
genetalia
Di RS : Ibu pasien mengatakan bahwa pasien berjenis kelamin
perempuan dan pasien tidak memiliki masalah kesehatan terkait
genetalia.
10. POLA MEKANISME KOPINGH DAN TOLERANSI TERHADAP
STRES
Dirumah : Ibu pasien mengatakan jika ada kejadian yang tidak
disukai pasien selalu cerita kepada ibunya
Di RS : Ibu pasien mengatakan jika pasien merasakan sakit
selalu cerita ke ibunya, pasien merasa cemas atau takut saat dilakukan
tindakan keperawatan oleh perawat atau dokter

11. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN


Dirumah : Ibu pasien mengatakan bahwa pasien beragama islam,
sudah diajari sholat dan mengaji
Di RS : Ibu pasien mengatakan pasien selalu diajak berdoa
untuk kesembuhannya

VII. DATA IMUNISASI

No Jenis Imunisasi Pernah Tidak Tempat Imunisasi


1. BCG √ Puskesmas

2. DPT √ Puskesmas

3. Polio √ Puskesmas

4. Hepatitis √ Puskesmas

5. Campak √ Puskesmas

6. MMR √ Puskesmas

VIII. PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN (DENVER II)


A. Interpretasi Hasil Tumbuh Kembang dan Analisa Denver II
Anak usia 0-6 tahun
1. Perkembangan Personal Sosial
Perkembangan baik, An. G merupakan anak yang aktif dan mampu
berinteraksi dengan orang tua sesuai usianya
2. Perkembangan Motorik Halus
Orang tua mengatakan anaknya sudah bisa memegangi mainan
dengan baik, dan tidak ada gangguan dalam motorik halus
3. Perkembangan Bahasa
An. G sudah bisa mengucapkan kata :Mama dan Papa” dan
berkomunikasi dengan baik
4. Perkembangan Motorik Kasar
Orang tua mengatakan anaknya sudah bisa berlari dan berjalan

IX. TERAPI
No Nama Obat Dosis Cara Indikasi
Pemberian
1. DS ¼ 53ml/jam IV Pengganti cairan
dan kalori yang
dibutuhkan
2. Ampicilin 1gr/6jam IV Mencegah dan
mengobati
sejumlah infeksi
bakteri
3. Paracetamol 500mg IV Meredakan rasa
nyeri dan
menurunkan
demam
4. Ondancentron 8 mg IV Mencegah mual
dan muntah yang
disebabkan oleh
kemoterapi
5. Metrotrexate 12mg IV Mengatasi kanker.
Untuk menghambat
perkembangan sel-
sel kanker
6. Vincristin 1 mg IV Obat kemoterapi
yang digunakan
dalam pengobatan
beberapa jenis
kanker
7. Dexametason 2-2-1 tab PO Untuk mengobati
peradangan
8. Kotrimoxazole 240mg/24 PO Antibiotik
jam digunakan untuk
mengobati berbagai
infeksi bakteri
X. INFORMASI LAIN
DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium 27 April 2023 (08.50)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Metode
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.6 g/dl 11.5-13.5 Flowcytometer
Hematokrit 38 % 34-40 Flowcytometer
Leukosit 5.1 ribu/ul 4.5-14.5 Flowcytometer
Trombosit 253 ribu/ul 150-450 Flowcytometer
Eritrosit 4.31 juta/ul 3.90-5.30 Flowcytometer
MCV 87.0 /um 80.0-96.0 Flowcytometer
MCH 29.2 pg 28.0-33.0 Flowcytometer
MCHC 33.6 g/dl 33.0-36.0 Flowcytometer
RDW 15.3 % 11.6-14.6 Flowcytometer
MPV 9.1 fl 7.2-11.1
PDW 9 % 25-65
Eosinofil 0.00 % 0.00-4.00 Flowcytometer
Basofil 0.00 % 0.00-1.00 Flowcytometer
Netrofil 54.30 % 29.00- Flowcytometer
Limfosit 32.00 % 72.00 Flowcytometer
Monosit 6.00 % 36.00- Flowcytometer
52.00
0.00-5.00

2. Pemeriksaan BMP
Lokasi SIAS Dextra
Selularitas Hiperseluler
Konsistensi Padat
M/E Ratio 28.93
Sistem Eritropoetik Aktivitas menurun, maturasi normal
Sistem Aktivitas menurun, maturasi normal
Granulopoetik
Sistem Aktivitas normal, ditemukan megakariosit >2
Trombopoetik lobus
Sistem Limfopoetik Aktivitas meningkat, maturasi normal,
ditemukan lymphoblast heterogen dengan
cleft 64.2%
Simpulan Gambaran aspirasi sumsum tulang saat ini
mengarah ALL-L2. Hasil immunotyping
positif pada CD34, cy CD79a dan CD 19.
Kesan: B-ALL lineage leukimia
Saran GDT dan BMP evaluasi

XI. ANALISA DATA


No Data Pasien Etiologi Problem
1. DS: Proses penyakit Hipertermia
Ibu pasien mengatakan anaknya (kanker)
demam naik turun setelah diberi
tindakan kemoterapi
DO:
Anak tampak lemas, kulit teraba
hangat, suhu 38 ˚C
2. DS: Efek agen Nausea
Ibu pasien mengatakan anaknya farmakologis dan
mengeluh mual, merasa ada yg efek toksin
ingin dimuntahkan
DO:
An. G tampak lemas dan pucat,
mukosa bibir kering,
konjungtiva tampak anemis,
makan hanya habis ¼ porsi

3. DS: Terpaparnya Ansietas


Ibu pasien mengatakan anaknya bahaya
mengeluh cemas dan takut lingkungan
tentang pengobatannya
DO:
An. G tampak gelisah dan
tegang

4. DS: Ketidakadekuatan Resiko


Ibu pasien mengatakan bahwa pertahanan tubuh infeksi
anaknya demam, mempunyai sekunder
bekas tindakan MTX-IT di
punggung belakang
DO:
An. G tampak terdapat bekas
tindakan MTX-IT pada sumsum
tulang belakang, mukosa bibir
kering
XII. DIAGNOSA
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis: infeksi,
kanker).
2. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
4. Resiko infeksi berhubungan ditandai dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder.

XIII. INTERVENSI KEPERAWATAN


No SDKI SLKI SIKI
1. Hipertermi Termoregulasi Manajemen
berhubungan dengan (L.14134) Hipertermi (I.15506)
proses penyakit
(kanker) ditandai Setelah dilakukan O:
dengan suhu tubuh tindakan a. Identifikasi
diatas niali normal, intervensi penyebab
kulit teraba hangat, keperawatan hipertermi
kulit merah, takikardi, selama 1x3 jam b. Monitor suhu
takipnea (D.0130) diharapkan suhu tubuh
tubuh berada T:
dalam rentang a. Lakukan
normal atau pendinginan
membaik, dengan eksternal (mis.
kriteria hasil: Kompres hangat
a. Suhu tubuh pada dahi)
membaik dari
cukup b. Berikan cairan
memburuk (2) oral
menjadi cukup E:
membaik (4) a. Anjuirkan tirah
b. Suhu kulit baring
membaik dari K:
cukup a. Kolaborasi
memburuk (2) pemberian
menjadi cukup cairan dan
membaik (4) elektrolit
intravena, jika
perlu

2. Nausea berhubungan Tingkat Nausea Manajemen Mual


dengan efek agen (L.08065) (I.03117)
farmakologis dan efek
toksin (D.0076) Setelah dilakukan O:
tindakan a. Identifikasi
keperawatan pengalaman
selama 3x7 jam mual
diharapkan b. Identifikasi
tingkat nausea faktor penyebab
menurun dengan mual
kriteria hasil: c. Monitor mual
a. Keluhan T:
mual a. Kurangi atau
menurun dari hilangkan
cukup
meningkat keadaan
(2) menjadi penyebab mual
cukup b. Kendalikan
menurun (4) faktor
b. Perasaan lingkungan
ingin muntah penyebab mual
menurun dari E:
cukup a. Ajarkan
meningkat penggunaan
(2) menjadi teknik non
cukup farmakologis
menurun (2) untuk
c. Pucat mengatasi mual
menurun dari K:
cukup a. Kolaborasi
memburuk pemberian
(2) menjadi antiemetik, jika
cukup perlu
membaik (4)

3. Ansietas berhubungan Tingkat ansietas Reduksi Ansietas


dengan krisis (L.09093) (I.09314)
situasional (D.0080)
Setelah dilakukan O:
tindakan a. Identifikasi saat
keperawatan tingkat ansietas
selama 3x7 jam berubah
diharapkan tingkat
ansietas menurun b. Monitor tanda-
dengan kriteria tanda ansietas
hasil:
T:
a. Perilaku
a. Ciptakan
gelisah
suasana
menurun dari
terapeutik untuk
cukup
menumbuhkan
meningkat (2)
kepercayaan
menjadi
b. Temani pasien
cukup
untuk
menurun (2)
mengurangi
b. Perilaku
kecemasan
tegang
c. Anjurkan
menurun dari
melakukan
cukup
kegiatan yang
meningkat (2)
tidak kompetitif
menjadi
cukup K:

menurun (4) a. Kolaborasi

c. Pucat pemberian obat

menurun dari antiansietas,

cukup jika perlu

meningkat (2)
menjadi
cukup
menuriun (4)
4. Resiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
ditandai dengan (L.14137) (I.14389)
ketidakadekuatan
pertahanan tubuh Setelah dilakukan O:
sekunder (D.0142) tindakan a. Monitor tanda
keperawatan dan gejala
selama 3x7 jam infeksi lokal
diharapkan tingkat dan sistemik
infeksi menurun T:
dengan kriteria a. Batasi jumlah
hasil: pengunjung
a. Demam b. Cuci tangan
menurun dari sebelum dan
cukup sesudah kongtak
emningkat dengan pasien
(2) menjadi dan lingkungan
cukup pasien
menurun (4) E:
b. Nafsu makan a. Ajarkan cara
meningkat mencuci tangan
dari cukup dengan benar.
menurun (2)
menjadi
cukup
meningkat
(4)

XIV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


TGL DK Jam Implementasi Respon TTD
27/04/ 1,2 16.00 Mengobservasi DS: Nadya
2023 ,3, KU dan TTV Ibu pasien
4 mengatakan anaknya
demam setelah
dimasukan obat
kemoterapi
DO:
An. G tampak lemas.
Kulit teraba hangat,
suhu 38˚C, nadi
90x/menit, RR
23x/menit, SPO2
99%
1 16.15 Memberikan DS: - Nadya
paracetamol DO:
500mg An. G tampak tidur

1 16.30 Mengajarkan DS: Nadya


dan Ibu pasien
melakukan mengatakan sudah
kompres tepid mengerti cara
sponge melakukan kompres
untuk menurunkan
demam selain obat
DO:
Ibu pasien tampak
mngetahui cara
melakukan kompres
tepid sponge
2 17.00 Mengidentifika DO: Nadya
si makanan Ibu pasien
yang disukai mengatakan anaknya
suka makan telur
namun kurang suka
makan sayur
DO:
An. G tampak mau
makan buah
walaupun sedikit
3 19.00 Mengidentifika DS: Nadya
si kecemasan Ibu pasien
mengatakan anaknya
cemas dan takut
karena harus bolak
balik ke RS untuk
dilakukan tindakan
keperawatan
DO:
Pasien tampak cemas
dan tegang
28/04/ 1,2 15.00 Mengobservasi DS: Nadya
2023 ,3, KU dan TTV Ibu pasien
4 mengatakan anaknya
sudah tidak demam,
obat kemoterapi
belum masuk
DO:
Anak tampak mainan
boneka, suhu 37˚C,
nadi 88x/menit, RR
23x/menit, SPO2
99%
4 15.15 Mengidentifika DS: Nadya
si tanda dan Ibu pasien
gejala infeksi mengatakan An. G
lokal dan tidak ada kemerahan
sistemik setelah dilakukan
tindakan MTX-IT
DO:
An. G tampak lemah
setelah dilakukan
tindakan MTX-IT,
tidak ada kemerahan
4 15,30 Mengajarkan DS: Nadya
cara Ibu pasien
menghindari mengatakan sudah
infeksi, paham bagaimana
mengingatkan cara mencegah
cara mencuci terjadinya infeksi
tangan sebelum DO:
dan sesudah Ibu pasien tampak
memperhatikan
memegang melakukan cara cuci
sesuatu tangan dengan 6
langkah yang benar
1 15.45 Melakukan DS: Nadya
kompres tepid Ibu pasien
sponge mengatakan jika
demam langsung
melakukan kompres
DO:
Ibu pasien tampak
mengetahui cara
menurunkan demam
dengan kompres
1 17.00 Mengobservasi DS: Nadya
hipertermi Ibu pasien
mengatakan demam
anaknya sudah turun
DO:
Suhu 36.5 ˚C, anak
tampak tidur
2 17,30 Mengidentifika DS: Nadya
si asupan Ibu pasien
nutrisi dan mengatakan mau
cairan makan dan minum
tetapi hanya sedikit
DO:
An. G tampak mau
makan dan minum
tetapi sedikit
2 18.00 Mengidentifika DS: Nadya
si mual Ibu pasien
mengatakan anaknya
mual setelah
diberikan obat
kemoterapi
DO:
An. G tampak mual
tetapi tidak muntah
2 18.15 Mengajarkan DS: Nadya
dan melakukan Ibu pasien
teknik mengatakan baru
akupresur mengetahui teknik
akupresur untuk
menghilangkan mual
DO:
Ibu pasien tampak
sudah mengetahui
cara melakukan
teknik akupresur
untuk
menghilangkan mual
3 18.30 Mengidentifika DS: Nadya
si kecemasan Ibu pasien
mengatakan anaknya
cemas dan takut
karena harus bolak
balik ke RS
DO:
An. G tampak cemas
dan takut
3 18.45 Memberikan DS: Nadya
terapi Ibu pasien
mewarnai mengatakan jika
untuk anaknya cemas dan
mengurangi takut langsung diajak
kecemasan bermain dan
mewarnai
DO:
An. G tampak senang
saat mewarnai
29/04/ 1,2 07.30 Mengobservasi DS: Nadya
2023 ,3, KU dan TTV Ibu pasien
4 mengatakan saat ini
anaknya tidak ada
keluhan
DO:
An. G tampak
tenang, terpasang
infus DS 53ml/jam,
suhu 36.5˚C, nadi
85x/menit, RR
22x/menit, SPO2
99%
1,2 08.00 Memasukan DS:- Nadya
,3, obat injeksi DO:
4 ampicilin 1gr An. G tampak takut
dan ketika dimasukan
dexametason obat, An. G tampak
2-2-1tab nangis saat
pengambilan darah
Mengambil
sampel darah
1 08.30 Mengobservasi DS: Nadya
hipertermi Ibu pasien
mengatakan anaknya
sudah tidak demam
DO:
An. G tampak aktif,
akral hangat, suhu
36,5˚C
2 09.00 Mengidentifika DS: Nadya
si asupan Ibu pasien
nutrisi dan mengatakan anaknya
cairan mau makan dan
minum
DO:
An. G tampak mau
makan habis 1 porsi
dan minum 1 gelas
3 10.00 Mengobservasi DS: Nadya
kecemasan Ibu pasien
mengatakan anaknya
sudah tidak cemas
dikarenakan mau
pulang
DO:
An. G tampak tidak
cemas dan senang
karena rencana
pulang

XV. EVALUASI
TGL DK Evaluasi TTD
27/04/ 1 SOAP PULANG: Nadya
2023 S: Ibu pasien mengatakan demam anaknya
sudah turun setelah diberikan paracetamol
O: Paracetamol masuk 500mg, akral teraba
hangat, terpasang infus DS 53ml/jam, suhu
36.5˚C, nadi 87x/menit, RR 23x/menit, SPO2
99%
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi penyebab hipertermia
b. Monitor suhu tubuh
c. Berikan cairan oral
d. Lakukan kompres tepid sponge
e. Anjurkan tirah baring
f. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena
2 S: Ibu pasien mengatakan anaknya mau makan Nadya
tetapi sedikit, anaknya mengeluh mual namun
tidak muntah dan anaknya suka makan buah
O: An. G tampak mau makan buah tetapi sedikit,
mukosa bibir lembab, makan nasi hanya 3
suapan, BB 17kg, TB 103cm
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi pengalaman mual
b. Atur posisi untuk mencegah aspirasi
c. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis
e. Kolaborasi pemberian obat mual dan
muntah, jika perlu
3 S: Ibu pasien mengatakan anaknya cemas dan Nadya
takut karena harus kerumah sakit lagi
O: Pasien tampak cemas dan takut
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi tingkat ansietas
b. Monitor tanda ansietas
c. Ciptakan susasan terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang
kompetitif
e. Anjurkan melakukan terapi bermain
4 S: Ibu pasien mengatakan tindakan MTX-IT Nadya
dilakukan lusa
O: An. G tampak tidur dan tidak kesakitan,
leukosit 5.1ribu/ul, limfosit 32.00%
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
b. Batasi jumlah pengunjung
c. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
d. Ajarkan cara menghindari infeksi
28/04/ 1 DATA FOKUS Nadya
2023 DS: Ibu pasien mengatakan demam anaknya
sudah turun setelah diberikan paracetamol
DO: An. G tampak lemas, akral teraba hangat,
terpasang infus DS 53ml/jam, suhu 36.5˚C, nadi
87x/menit, RR 23x/menit, SPO2 99%

SOAP DATANG
S: Ibu pasien mengatakan anaknya demam
setelah diberikan obat kemoterapi
O: suhu 38˚C, nadi 87x/menit, RR 23x/menit,
SPO2 99%
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intevensi
a. Identifikasi penyebab hipertermi
b. Monitor suhu tubuh
c. Berikan cairan oral
d. Lakukan kompres tepid sponge
e. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit,
jika perlu

SOAP PULANG
S: Ibu pasien mengatakan setelah diberikan obat
paracetamol demam anaknya turun, dan sudah
mengetahui cara memberikan kompres untuk
menurunkan demam
O: suhu 36.5˚C, ibu pasien tampajk mengetahui
cara kompres tepid sponge
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi penyebab hipertermi
b. Monitor suhu tubuh
c. Berikan cairan oral
d. Lakukan kompres tepid sponge
e. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit,
jika perlu
2 DATA FOKUS Nadya
DS: ibu pasien mengatakan anaknya hanya
makan buah sedikit, nasi 3 suapan, minum
sedikit, merasa mual namun tidak muntah
DO: An. G tampak lemas, mukosa bibir lembab,
An. G tampak makan sedikit dan minum sedikit

SOAP DATANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya mau makan
tetapi sedikit dan makan buah
O: An. G tampak mau makan tetapi hanyak
sedikit, mukosa bibir lembab, BB 17kg, TB
103cm
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi pengalaman mual
b. Atur posisi untuk mencegah aspirasi
c. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis yaitu
tekinik akupresur
e. Kolaborasi pemberian obat mual atau
antiemetik, jika perlu

SOAP PULANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya mau makan
apabila makan makanan yang disukai, mau
makan buah
O: An. G tampak mau makan yang disukai dan
makan buah. BB 17kg, TB 103cm
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi pengalaman mual
b. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
c. Ajarkan teknik nonfarmakologis yaitu
tekinik akupresur
d. Kolaborasi pemberian obat mual atau
antiemetik, jika perlu
3 DATA FOKUS Nadya
DS: Ibu pasien mengatakan anaknya cemas dan
takut
DO: Pasien tampak cemas dan takut

SOAP DATANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya cemas dan
takut
O: pasien tampak cemas dan takut
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi tingkat ansietas
b. Monitor tanda ansietas
c. Ciptakan susasan terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang
kompetitif
e. Anjurkan melakukan terapi bermain
f. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika
perlu

SOAP PULANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya cemas
berkurang karena melakukan terapi mewarnai
O: An. G tampak senang saat melakukan terapi
mewarnai
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi tingkat ansietas
b. Monitor tanda ansietas
c. Ciptakan susasan terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang
kompetitif
e. Anjurkan melakukan terapi bermain
f. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika
perlu
4 DATA FOKUS Nadya
DS: ibu pasien mengatakan anaknya dilakukan
MTX-IT nanti siang
DO: An. G tampak tidur dan tidak kesakitan,
leukosit 5.1ribu/ul, limfosit 32.00%

SOAP DATANG
S: Ibu pasien mengatakan anaknya habis
dilakukan MTX-IT dan tidak ada kemerahan
O: An. G tampak lemas setelah dilakukan
tindakan MTX-IT
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
b. Batasi jumlah pengunjung
c. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
d. Ajarkan cara menghindari infeksi

SOAP PULANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya habis
dilakukan tindakan MTX-IT dan tidak ada
kemerahan, sudah mengetahui cara melakukan
pencegahan infeksi dengan melakukan cuci
tangan dengan 6 langkah yang benar
O: An. G tampak lemas dan ibu pasien sudah
mengetahui cara melakukan cuci tangan dengan
6 langkah yang benar
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
b. Batasi jumlah pengunjung
c. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
d. Ajarkan cara menghindari infeksi
29/04/ 1 DATA FOKUS Nadya
2023 DS: ibu pasien mengatakan An. G demamnya
turun
DO: terpasang infus DS 53ml/jam, suhu 36.5˚C,
nadi 87x/menit, RR 23x/menit, SPO2 99%

SOAP DATANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak
ada demam, jika anakanya demam langsung
melakukan kompres
O: An. G tampak akral hangat, suhu 36.5˚C
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Monitor suhu tubuh
b. Lakukan kompres tepid sponge

SOAP PULANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya tidak ada
keluhan
O: An. G tampak aktif, suhu 36,5˚C
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
2 DATA FOKUS Nadya
DS: ibu pasien mengatakan anaknya mau makan
apabila makan makanan yang disukai, mau
makan buah
DO: An. G tampak mau makan yang disukai dan
makan buah. BB 17kg, TB 103cm

SOAP DATANG
S: Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau
makan walaupun setengah porsi dan tidak ada
keluhan mual, jika mual langsung melakukan
teknik akupresur
O: Pasien tampak mau makan setengah porsi,
ibu pasien sudah mengetahui cara mengatasi
mual
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Anjurkan makan yang sedikit tetapi sering
b. Ajarkan teknik nonfarmakologis yaitu
tekinik akupresur
c. Kolaborasi pemberian obat mual atau
antiemetik, jika perlu

SOAP PULANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau
makan habis 1 porsi karena hari ini rencana
untuk pulang, tidak ada keluhan mual
O: pasien tampak mau makan, ibu pasien
mengetahui cara mengurangi mual dengan
teknik akupresur
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
3 DATA FOKUS Nadya
DS: ibu pasien mengatakan anaknya cemas
berkurang karena melakukan terapi mewarnai
DO: An. G tampak senang saat melakukan terapi
mewarnai

SOAP DATANG
S: ibu pasien mengatakan anaknya cemas setelah
dilakukan tindakan pemberian obat dan
melakukan pengambilan darah
O: An. G tampak nangis
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
a. Identifikasi tingkat ansietas
b. Monitor tanda ansietas
c. Ciptakan susasan terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang
kompetitif
e. Anjurkan melakukan terapi bermain
f. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika
perlu

SOAP PULANG
S: Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak
cemas dan sudah mengetahui cara
menghilangkan cemas
O: An. G tampak senang saat melakukan terapi
mewarnai
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
4 DATA FOKUS Nadya
DS: ibu pasien mengatakan anaknya habis
dilakukan tindakan MTX-IT dan tidak ada
kemerahan, sudah mengetahui cara melakukan
pencegahan infeksi dengan melakukan cuci
tangan dengan 6 langkah yang benar
DO: An. G tampak lemas dan ibu pasien sudah
mengetahui cara melakukan cuci tangan dengan
6 langkah yang benar

SOAP DATANG
S: ibu pasien mengatakan sudah mengetahui
cara mencegah infeksi dengan melakukan cuci
tangan 6 benar
O: Ibu pasien sudah mengetahui cara melakukan
pencegahan infeksi
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai