Anda di halaman 1dari 111

1

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA DENGAN


HIPERVOLEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK
STAGE V DENGAN HIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Profesi Ners

Oleh:
Fransiska Fanilaning Tyas
5.21.044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2022
ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA DENGAN
HIPERVOLEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK
STAGE V DENGAN HIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Profesi Ners

Oleh:
Fransiska Fanilaning Tyas
5.21.044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Ners ini diajukan oleh :

Nama : Fransiska Fanilaning Tyas

NIM : 521044

Program Studi : Profesi Ners

Judul Karya Ilmiah : Asuhan Keperawatan Hemodialisa Dengan Hipervolemia Pada

Gagal Ginjal Kronik Stage V Dengan Hipertensi

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada

Program Studi Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang.

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Ns. Danny Putri S, M.Kep., Sp.Kep.MB

............................

Penguji Anggota : Ns. Ratnasari, M.Kep

............................

Diteteapkan di : Semarang

Tanggal : Juli 2022

ii
PERNYATAAN ORSINALITAS

Karya Tulis Ilmiah Ners ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik y

ang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Fransiska Fanilaning Tyas

NIM : 521044

Tanda Tangan :

Tanggal : Juni 2022

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang bertanda tangan

di bawah ini:

Nama : Fransiska Fanilaning Tyas

NIM : 521044

Program Studi : Profesi Ners

Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

STIKES Telogorejo Semarang Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive

Royalty-Free Right) atas karya tulis ilmiah saya yang berjudul: Asuhan Keperawatan

Hemodialisa Dengan Hipervolemia Pada Gagal Ginjal Kronik Stage V Dengan

Hipertensi beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Non eksklusif ini STIKES Telogorejo Semarang berhak menyimpan, mengalih

media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, Juli 2022

Yang menyatakan

Fransiska Fanilaning Tyas

iv
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES TELOGOREJO SEMARANG

Studi Kasus, Juni 2022

Fransiska Fanilaning Tyas

Asuhan Keperawatan Hemodialisa Dengan Hipervolemia Pada Gagal Ginjal Kronik


Stage V Dengan Hipertensi

ABSTRAK

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, dan terjadi gangguan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga mengakibatkan tubuh terjadi uremia atau retensi sampah nitrogen lain di
dalam darah. GGK ditandai dengan adanya protein dalam urine dan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG). Sebagai tenaga profesi keperawatan maka memiliki peran
dalam menganalisa asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik stage V
dengan hipertensi yang telah menjalani hemodialisa secara komprehensif. Tujuan
penulisan ini untuk menganalisa proses Asuhan Keperawatan Hemodialisa Dengan
Hipervolemia Pada Gagal Ginjal Kronik Stage V Dengan Hipertensi. Metode
penelitian deskriptif dengan pemaparan studi kasus melalui pendekatan asuhan
keperawatan. Diagnosa utama yang ditetapkan yaitu hipervolemia berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi di tandai dengan edema perifer, berat badan
meningkat dalam waktu singkat. Intervensi dan implementasi keperawatan yang
dilakukan yaitu managemen cairan dan managemen hemodialisis, salah satunya
dengan menganjurkan kumur dengan obat kumur rasa mint untuk mengurangi rasa
haus, sehingga dapat membatasi intake cairan dan melakukan tindakan hemodialisa
sesuai prosedur. Hasil evaluasi yang diperoleh yaitu pasien mengalami penurunan
berat badan antara dua waktu dialisis dapat membatasi konsumsi cairan per hari.
Simpulan dan saran diharapkan untuk lebih diperhatikan lagi bagi tenaga kesehatan
untuk meningkatkan motivasi dan dorongan dalam menjalani asuhan keperawatan
diruang hemodialisa.

Kata Kunci : Gagal Ginjal Kronik Stage V, hipertensi, hemodialisis,


hipervolemi
Daftar Pustaka : 29 (2012 – 2020)

v
PROFESSIONAL EDUCATION PROGRAM FOR NERS
STIKES TELOGOREJO SEMARANG

Case Study, June 2022

Fransiska Fanilaning Tyas

The Hemodialysis Care with Hypervolemia on Stage V Chronic Kidney Disease with
Hypertension

ABSTRACT

Chronic Kidney Disease, CKD, refers to progressive and irreversible renal


dysfunction. This condition interrupts the metabolism, liquid balance, and electrolyte
so that the body suffers from uremia or other nitrogen residue retention in the blood.
The identification of CKD includes protein within the urine and decreased rate of
glomerulus filtration. As medical workers, nurses have a role to analyze the
administered care for stage V CKD patients with hypertension who receive
comprehensive hemodialysis. This writing analyzed the process of hemodialysis care
with hypervolemia on Stave V Chronic Kidney Disease with hypertension The
applied method of the writing was a study case with a nursing care approach. The
primary applied diagnoses were hypervolemia due to regulation mechanism
interruption, peripheral edema, and increased weight within a short period. The
applied intervention and care included liquid and hemodialysis management. One of
them was - recommending the patients use mint-flavored mouthwash. This
intervention was useful to make the patient not thirsty. Thus, the patients could
control the liquid intake and promote hemodialysis based on the standard procedure.
The evaluations showed that the patient had decreased weight between two dialysis
periods. The patient could also limit the liquid daily intake. The writing
recommended the health workers improve their motivation and encourage excellent
hemodialysis care in the hemodialysis unit.

Keywords : Stage V Chronic Kidney Disease, Hypertension, Hemodialysis,


Hypervolemia
References : 29 (2012-2020)

vi
PRAKATA

Puji dan syukur Penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-

Nya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Karya Tulis

Ilmiah Ners yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hemodialisa Dengan Hipervolemia

Pada Gagal Ginjal Kronik Stage V Dengan Hipertensi” dengan baik dan lancar.

Laporan Karya Tulis Ilmiah Ners ini disusun untuk memperoleh gelar Ners. Penulis

menyadari bahwa penyusunan laporan Karya Tulis Ilmiah Ners ini dapat

terselesaikan berkat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu

pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas perkenankan

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih pada:

1. dr. Swanny Trikajanti Widyaatmadja, M.Kes., Ph.D, selaku Ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo Semarang.

2. Ns. Ismonah, M.Kep., Sp.M.B selaku Wakil Ketua I STIKES Telogorejo

Semarang.

3. Ns. Sri Puguh Kristyawati, M.Kep., Sp.M.B selaku Ketua Program Studi

Pendidikan S-I Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.

4. Ns. Ratnasari, M.Kep selaku pembimbing yang selalu membimbing dan

memberikan ilmu, masukan, saran yang bermanfaat dalam penyusunan karya

tulis ilmiah ners ini.

5. Ns. Danny Putri S, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku penguji yang telah meluangkan

waktu untuk menguji dan memberikan arahan dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah Ners.

6. Seluruh Staff program studi Ners STIKES Telogorejo Semarang

vii
7. Kedua orang tua saya, Bapak Kandar dan Ibu Siti Rahayu dan kakak saya

Septiana Puspita Rini dan Eliana Dwi Sasmita, yang telah memberi do’a,

motivasi, dan semangat, selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners.

8. Orang – orang terdekat saya Renny, Juliana, Juanda, Lutfia, Maulidya, Rika, Vira

yang selalu memberikan do’a dan semangat untuk menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah Ners.

9. Teman satu bimbingan saya Hana, Dini, Silvi, Ema yang telah banyak membantu

dan saling memotivasi serta semua pihak yang sudah terlibat dalam proses

penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners.

10. Teman-teman STIKES Telogorejo Semarang angkatan 2017 yang selalu

mendukung satu sama lain, dan menjaga kekompakan kita.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners ini penulis berusaha semaksimal

mungkin dengan segala kemampuan yang ada. Namun penulis menyadari bahwa

penyusunan riset keperawatan ini, masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan

saran yang sangat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Penulis

mengucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat, hidayat, serta

karunia-Nya kepada kita sekalian. Aamiin

Semarang, Juni 2022

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii

PERNYATAAN ORISINILITAS....................................................................... iii

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................... iv

ABSTRAK........................................................................................................... v

ABSTRACT........................................................................................................... vi

PRAKATA........................................................................................................... vii

DAFTAR ISI........................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL................................................................................................ xi

DAFTAR SKEMA............................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................ 1

B. Tujuan Penulis................................................................................ 5

C. Manfaat........................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori................................................................................... 7

B. Konsep Asuhan Keperawatan......................................................... 28

BAB III RESUME KASUS

A. Pengkajian....................................................................................... 38

B. Diagnosa - Evaluasi........................................................................ 40

ix
BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian ...................................................................................... 47

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul............................................ 54

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................ 66

B. Saran .............................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi CKD................................................................................. 11

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan..................................................................... 33

xi
DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.1 Pathway............................................................................................ 15

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Asuhan Keperawatan Hemodialisa Dengan Hipervolemia Pada Gagal

Ginjal Kronik Stage V Dengan Hipertensi

Lampiran 2 Lembar Hadir Konsultasi

Lampiran 3 Lembar Keterangan Terjemahan Bahasa Inggris

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal adalah salah satu organ yang mempunyai fungsi sangat vital bagi tubuh

manusia. Organ yang berbentuk mirip kacang ini mempunyai fungsi menyaring

urea dalam darah dan membuangnya bersama urin. Apabila ginjal mengalami

penurunan fungsi dalam menyaring dan membuang sisa metabolism, serta tidak

mampu menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia dalam tubuh maka dapat

menyebabkan gagal ginjal. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah gangguan fungsi

ginjal yang progresif dan irreversible, dan terjadi gangguan metabolisme,

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mengakibatkan tubuh terjadi uremia

atau retensi sampah nitrogen lain di dalam darah. GGK ditandai dengan adanya

protein dalam urine dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) (Ariani, 2016).

World health organization (WHO) pada tahun 2015 mengemukakan bahwa

pasien dengan penyakit ginjal kronik didunia yang menjalani terapi Hemodialisa

(HD) diperkirakan mencapai 1,5 juta orang dan angka kejadiannya diperkirakan

meningkat 8% setiap tahunnya. Di Amerika, saat ini hemodialisa menyumbang

lebih dari 85% pengobatan dialisis (Putri, 2020). Saat ini, pasien yang menjalani

hemodialisa aktif di Indonesia jumlahnya semakin meningkat 72,29% dari tahun

2015 hingga 2016 (Pujiastuti, 2018). Jumlah tindakan hemodialisa rutin

1
2

mencapai 857.378 tindakan dan Provinsi Jawa Tengah menempati urutan keenam

dari 23 provinsi, yaitu dengan jumlah tindakan hemodialisa rutin per bulan

sejumlah 65.755 tindakan (Sunarni, 2019). Di RS Pantiwilasa Citarum pasien

gagal ginjal pada tahun 2021 sejumlah 54 pasien (Rekam Medik RS Pantiwilasa

Citarum, 2021). Meskipun hemodialisa aman dan bermanfaat untuk pasien,

namun bukan berarti tanpa efek samping.

Penyebab kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis baru menurut

data yang dikumpulkan oleh perimpunan nefrologi Indonesia (Pernefri) pada

tahun 2013 hasilnya yaitu penyakit hipertensi berada pada urutan pertama sebesar

34%, urutan kedua yaitu sebesar 27%, Hipertensi menjadi penyebab tertinggi

penyakit gagal ginjal kronis. Menurut World Health Organization (WHO) pada

tahun 2014, penderita diabetes melitus mengalami peningkatan setiap tahunnya,

prevalensi DM terdapat 350 juta orang di dunia menderita DM. Pada tahun 2012

DM merupakan penyebab langsung dari sekitar 1,5 juta kematian dengan lebih

dari 80% terjadi di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah.

WHO memproyeksikan bahwa DM akan menjadi penyebab utama kematian pada

tahun 2030 (WHO, 2015).

Ginjal memerlukan system sirkulasi darah yang baik untuk dapat bekerja secara

optimal, fungsi ginjal adalah untuk filtrasi darah dari toksin dan zat-zat yang

tidak diperlukan tubuh, sehingga darah yang melalui ginjal sangatlah banyak, bila

tekanan di pembuluh darah tinggi, maka sel ginjal tidak akan mendapatkan cukup

oksigen, sehingga akan menurunkan fungsi ginjal (AHA, 2017). Gagal ginjal

dapat menimbulkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat. Untuk


3

mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan penatalaksanaan dengan tepat.

Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal yang

telah rusak yaitu dapat dilakukan peritoneal dyalisis, transplantasi ginjal dan

hemodialisis (Setiati, dkk, 2015).

Terapi pengganti ginjal yang sering digunakan yaitu hemodialisis. Hemodialisis

(HD) adalah suatu proses pengubahan komposisi solute darah oleh larutan lain

(cairan dialisat) melalui membrane semipermeable (membrane dialysis) (Setiati.,

dkk 2015). Hemodialisis bertujuan untuk mencegah risiko kerusakan organ-organ

vital akibat akumulasi zat toksik pada sistem sirkulasi. HD tidak dapat

mengembalikan fungsi ginjal secara permanen dan tidak dapat menyembuhkan

penyakit GGK, HD dapat mencegah komplikasi dari penyakit gagal ginjal

(Muttaqin & Sari, 2014). Indonesian Renal Registry (IRR) melaporkan

berdasarkan data yang telah dikumpulkan terjadi peningkatan pasien baru yang

menjalani HD yaitu pada tahun 2007 terdapat 4977 orang, 2017 meningkat

menjadi 30831 orang. Dalam 10 tahun terjadi peningkatan yang signifikan pasien

yang menjalani HD (IRR, 2017). Terapi Hemodialisa juga mempengaruhi gejala

klinis penderita gagal ginjal kronik.

Gejala klinis penderita gagal ginjal kronik yang menjalani HD di indoneisa belu

m banyak ditemukan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Aisara et al (2018)

di RSUP Dr. M. Djamil Padang diperoleh gambaran klinis pasien HD paling ban

yak adalah hipertensi serajat I 32,7%, lemah letih lesu 30,8%, dan mual muntah 1

2,5%. Dari segi pandangan fisiologi, hipertensi intradialisis adalah peningkatan te

kanan darah yang menetap pada saat dilakukan hemodialisis dan bahkan tekanan
4

darah postdialisis bisa lebih tinggi dari pada tekanan darah pada predialisis

(Eman M, 2018). Beberapa gejala tersebut menjadikan perhatian bagi seorang

perawat hemodialisa. Berbagai terapi non farmakologis dapat diterapkan untuk

memberikan rasa nyaman pada pasien, salah satunya adalah latihan fisik

peregangan atau intradialytic exercise.

Intradialytic exercise didefinisikan sebagai pergerakan terencana dan terstruktur

yang dilakukan untuk memperbaiki atau memelihara satu atau lebih aspek

kebugaran fisik (Orti, 2017). Manfaat dari intradialytic exercise pada pengaturan

tekanan darah adalah pasien dengan hipertensi akan mengalami penurunan

tekanan darah sistolik setelah melakukan intradialytic exercise selama 3 sampai 5

minggu. Dari perspektif fisiologi, pasien hemodialisa yang diberikan intradilytic

exercise akan mengalami kondisi dimana cairan dalam tubuh dapat dikeluarkan

lebih banyak yang mengakibatkan sebagian besar dari urea dan racun keluar dari

jaringan ke kompartemen vaskular untuk dihapus berikutnya ke mesin dialiser

(Dwiatmojo, 2020). Modifikasi terapi ini tergolong dalam aktivitas fisik yang

ringan, karena pasien hemodialisis tetap melaksanakan terapi dalam posisi supine

(Hariyanto., 2021). Penelitian yang dilakukan Joonsik et al (2018) tentang

pengaruh latihan aerobik intradialisis terhadap tekanan darah pasien hemodialisis

mendapatkan hasil setelah melakukan latihan aerobik terlihat perbaikan angka

sistol dan diastolik. Selain itu latihan intradialytic exercise juga dapat

menurunkan nadi dan respirasi pada kelompok hemodialisa, hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Harnilah (2020) bahwa latihan Intradialytic Exercise

dapat digunakan untuk meredam efek neuropati uremik dan miopati, serta
5

meningkatkan fungsi jantung, meningkatkan kapasitas kerja fisik dan

peningkatan kualitas hidup.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Kep

erawatan Gagal Ginjal Kronik Stage V dengan Hipertensi pada Tn. T diruang He

modialisa Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum.

B. Tujuan Penulis

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik Stage V deng

an Hipertensi pada Tn. T diruang Hemodialisa Rumah Sakit Panti Wilasa Cit

arum

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan proses pengkajian status kesaehatan pada pasien gagal

ginjal kronis dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI pada

pasien gagal ginjal kronis dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa

c. Mampu merencanakan intervensi berdasarkan SIKI pada pasien gagal

ginjal kronis dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa

d. Mampu merencanakan implementasi berdasarkan SIKI pada pasien gagal

ginjal kronis dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa

e. Mampu melakukan evaluasi berdasarkan SLKI pada pasien gagal ginjal

kronis dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa

f. Mampu menganalisa kasus pada pasien gagal ginjal kronis dengan

hipertensi yang menjalani hemodialisa.


6

C. Manfaat

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan bagi perawat dirumah

sakit dalam melakukan tindakan keperwatan untuk meningkatkan mutu

pelayanan yang baik khususnya pada klien hipertensi dengan komplikasi

gagal ginjal kronik

2. Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi mata

kuliah keperawatan khususnya pengetahuan tentang hipertensi dengan

komplikasi gagal ginjal kronik

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Sebagai pustaka dalam meningkatkan pengetahuan masalah keperawatan

pada pasien gagal ginjal kronis dengan hipertensi yang menjalani

hemodialisa.
7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Gagal Ginjal Kronis

a. Pengertian

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk memertahankan

metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi str

uktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metaboli

t (toksik uremik) didalam darah (Muttaqin & Sari, 2014).

Gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang terjadi akibat kerusakan gin

jal dengan nilau laju Filtrasi Glomerulus (LGF) selama 3 bulan kurang da

ri 60ml/menit/1,73m2 yang menyebabkan penurunan fungsi sehingga mem

perlukan terapi pengganti ginjal (Setiati, dkk, 2015)

b. Etiologi

Menurut Muttaqin (2012), etiologi dari penyakit gagal ginjal kronik

(Chronic Kidney Disease) adalah, sebagai berikut :

1) Penyakit dari ginjal

a) Penyakit pada gelomerulus : glomerulonephritis yaitu penyaringan

dari glomeruli system penyaringan


8

b) Infeksi kuman : pyelonephritis yaitu inflamasi akibat infeksi yang

terjadi pada pielum dan parenkim ginjal

c) Batu ginjal : nefrolitiasis

d) Kista di ginjal : polystis kidney

e) Trauma langsung pada ginjal

f) Keganasan pada ginjal seperti organ tubuh lainnya, ginjal

terkadang bisa mengalami kanker pada dewasa (karsiona sel

ginjal)

g) Sumbatan : batu, tumor, penyempitan/struktur

2) Penyakit umum di luar ginjal

a) Penyakit sistemik : diabetes mellitus merupakan penyebab utama

seorang mengalami CKD (Chronic Kidney Disease) hingga

membutuhkan pelayanan hemodialisa adalah akibat penyakit

diabetes dan darah tinggi, tingginya kadar gula dalam darah bisa

bekerja keras. Hipertensi dan kolesterol tinggi juga bisa merusak

ginjal akibat sempitnya dinding pembuluh darah akibat lemak.

b) SLE (Systemic Lupus Erythematosus) merupakan suatu bentuk

penyakit autoimun artinya system kekebalan tubuh menyerang sel-

sel jaringan peradangan pada lupus ini, dapat mempengaruhi

banyak sistem salah satunya ginjal.

c) Obat – obatan

d) Kehilangan banyak cairan yang mendadak


9

c. Manifestasi Klinis

Manifestasi (Chronic Kidney Disease) CKD tidak spesifik dan biasanya

ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada stadium awal, (Chronic

Kidney Disease) CKD biasanya asimtomati. Tanda dan gejala CKD

menurut Christanto et al., (2014) melibatkan berbagai sistem organ,

diantaranya adalah :

1) Gangguan keseimbangan cairan : edema perifer, efusi pleura.

Hipertensi, peningkatan JVP, asites

2) Gangguan elektrolit dan asam basa : tanda dan gejala hiperkalemia,

asidosis metabolik (nafas kussmaul), hiperfosfatemia

3) Gangguan gastrointestinal dan nutrisi : metallic taste, mual, muntah,

gastritis, ulkus peptikum, malnutrisi

4) Kelainan kulit terlihat pucat, kering, pruritus, pigmentasi kulit,

ekimosis

5) Gangguan neuromuskuler : kelemahan otot, fasikulasi, gangguan

memori, ensefalopati uremikum

6) Gangguan metabolik endokrin : disiplidemia, gangguan metabolisme

glukosa, gangguan hormon seks

7) Gangguan hematologi: anemia (dapat mikrositik hipokrom maupun

normositik), gangguan hemostatis.


10

Menurut Kowalak, (2014) manifestasi klinik (Chronic Kidney Disease)

CKD meliputi :

1) Hipervolumia akibat retensi natrium

2) Hipokalsemia dan hyperkalemia akibat ketidaksimbangan elektrolit

3) Azitomeia akibat retansi zat sisa nitrogenus

4) Asidosis metabolik akibat kehilangan bikarbonat

5) Neuropati perifer akibat penumpukan zat zat toksik

6) Mulut yang kering, keadaan mudah lelah, dan mual akibat

hiponatremia

7) Hipotensi akibat kehilangan natrium

8) Perubahan status kesadaran akibat hiponatremia dan penumpukan zat

zat toksik

9) Frekuensi jantung yang tidak regular akibat hyperkalemia

10) Hipertensi akibat kelebihan muatan cairan

11) Kulit berwarna kuning tembaga akibat perubahan proses metabolis

12) Kulit yang kering serta bersisik dan rasa gatal yang hebat akibat

uremic frost
11

d. Klasifikasi

Menurut Priscilla et al., (2016), klasifikasi Chronic Kidney Disease

(CKD) dibagi menjadi 5 sebagai berikut :

Tabel 2.1
Klasifikasi CKD

Laju Filtrasi
Stadium Deskripsi dan Manifestasi
Glomerolus
Stadium 1 >90mL/ Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat.
menit/1,73 Asimtomatik, BUN dan kreatinin normal.
Stadium 2 60-89mL/ Penurunan ringan GFR
menit/ Asimtomatik, kemungkinan hipertensi; pemeriksaan
1,73 darah biasanya dalam batas normal
Stadium 3 30-59mL/ Penurunan sedang GFR
menit/ Hipertensi: kemungkinan anemia dan keletihan, anoreksia,
1,73 kemungkinan malnutrisi, nyeri tulang; kenaikan ringan
BUN dan kreatinin serum
Stadium 4 15-29mL/ Penurunan berat GFR
menit/ Hipertensi, anemia, malnutrisi, perubahan metabolisme
1,73 tulang; edema, asidosis metabolik, hiperkalsemia;
kemungkinan uremia; azotemia dengan peningkatan BUN
dan kadar kreatinin serum
Stadium 5 <15mL/ Penyakit ginjal stadium akhir
menit/1,73 Gagal ginjal dengan azotemia dan uremia nyata

e. Patofisiologi

Hipertensi merupakan salah satu penyebab terjadinya gagal ginjal kronis.

Hipertensi yang tidak terkontrol akan memicu RAA yang terletak di

jutaglomerular ginjal menjadi lebih akif sehingga akan terjadi

peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu akan memicu terjadinya

gangguan fungsi ginjal (Palm & Norquis, 2013).

Gagal ginjal kronis terjadi apabila telah terjadi gangguan fungsi pada

ginjal. Glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial merupakan penyebab

penurunan fungsi ginjal. Hal tersebut perlahan dapat menghancurkan


12

nefron ginjal. Nefron ginjal yang masih berfungsi mengalami hipertrofi.

Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefronini dan

lebih banyak partikel zat terlarut disaring untuk mengkompresasi massa

ginjal yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron

yang masih ada mengalami sclerosis (jaringan parut) menimbulkan

kerusakan pada nefron (LeMone,. et.al, 2016).

Nefron yang masih utuh mengalami hipertrofi dan memproduksi volume

filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi dalam keadaan ginjal

mengalami penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) atau daya saring

ginjal. Kondisi seperti itu memungkinkan ginjal untuk berfungsi ¾ dari

nefron-nefron yang rusak. Beban bahan yang harus dilarutkan menjadi

lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik

disertai poliuri dan haus. Nefron mengalami kerusakan yang bertambah

banyak, menyebabkan oliguria yang timbul disertai produk sisa dan mulai

muncul tanda dan gejala pada penderita GGK, Tanda-tanda yang khas

bahwa fungsi ginjal telah berkurang 80%-90%. Pada kondisi ini, fungsi

renal yang demikian, nilai kreatinin clearance mengalami penurunan

hingga 15ml/menit atau bisa terjadi lebih rendah dari itu maka harus

segera dilakukan HD (Haryono, 2013).

Pada kondsi ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan

sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,

penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak

sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam


13

tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang

dari 500ml/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit

mula-mula menyerang tubulus ginjal, komleks menyerang tubulus ginjal,

kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejalayang dinamakan sindrom

untuk mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal

ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapatkan

pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau hemodialisa (Haryono,

2013).

Penanganan GGK dapat dilakukan dengan dua metode yaitu pertama

transplantasi ginjal dan kedua Hemodialisa atau cuci darah. Hemodialisa

(HD) adalah teknik terapi dialysis yang berguna sebagai penganggkut

cairan dan produk sisa dari dalam tubuh ketika ginjal sudah tidak dapat

lagi melakukan proses tersebut. Metode ini diharapkan dapat menurunkan

pengeluaran albumin dan mengurangi gejala uremia yang terjadi pada

pasien GGK (Muttaqqin & Kumala, 2013). Terapi Hemodialisa juga

mempengaruhi gejala klinis penderita gagal ginjal kronik seperti sembelit,

diare, anoreksia, vomitus, nausea, edema, dispnea, kelelahan, insomnia,

nyeri pada tulang atau sendi, kulit kering, pruritus, dan disfungsi seksual

(Kalfoss et al, 2019).

Gejala pasien GGK muncul saat terjadi penumpukan zat sisa metabolisme

seperti ureum, kreatinin, elektrolit dan cairan. Semakin tinggi kadar

ureum didalam darah akan menimbulkan keluhan-keluhan bagi penderita


14

gagal ginjal kronik yang dinamakan sindroma uremia. Sindroma uremia

terjadi saat laju filtrasi glomerulus kurang dari 10 ml/menit/1,73 m2.

Meningkatnya kadar ureum didalam darah juga megakibatkan

terganggunya multisistem dan keluhan-keluhan yang bersifat sistemik

(Lewis et al, 2013). Meskipun hemodialisa aman dan bermanfaat untuk

pasien, namun bukan berarti tanpa efek samping.

Berbagai komplikasi dapat terjadi saat pasien menjalani hemodialisa.

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien setelah melakukan

hemodialisa yaitu terjadi perubahan pada tekanan darah seperti hipertensi

intradialisis. Dari segi pandangan fisiologi hipertensi intradialisis adalah p

eningkatan tekanan darah yang menetap pada saat dilakukan hemodialisis

dan bahkan tekanan darah postdialisis bisa lebih tinggi dari pada tekanan

darah pada predialisis (Chazot dan Jean, 2010). Beberapa komplikasi

tersebut menjadikan perhatian bagi seorang perawat hemodialisa.

Berbagai terapi non farmakologis dapat diterapkan untuk memberikan

rasa nyaman pada pasien, salah satunya adalah latihan fisik peregangan

atau intradialytic exercise (Orti, 2017).


15

d. Pathway

Zat Toksik Hipertensi Infeksi Obstruksi Saluran


Kemih
Reaksi Antigen Ant Gangguan Vaskuler Tertimbun pada
ibodi Ginjal Retensi Urine
Rangsangan barotrauma

Tekanan kapiler glomerulus

Glomerulus klerosis

Hipoksia kronis

Keluar substansi vasoaktif (Endotelin,


Angiotensin, norepineprin)

Suplai darah ginjal turun

GFR turun

GGK
Sekresi protein terga Retensi NA Sekresi eritopoetin Hemodialisis
nggu menurun
Total CES naik Kualitas hidup ↓
Sindrom uremia Produksi Hb turun
Tek. Kapiler naik Keputusasaan
Perpospatemia
Volume interstial naik
Pruritis Oksihemoglobin turSuplai nutrisi dlm d
Edema un arah turun
Gangguan int
egritas Pre load naik Suplai oksigen k Gangguan n
asar turun utrisi
Beban jantung naik
Perfusi jaringa
Hipertrovi ventrikel kiri n tidak efektif

Payah jantung kiri

COP turun

Aliran darah ginjal turun

RAA turun

Retensi Na dan air

Hipervolemia
16

(Sumber: Nurarif, A, H., & Kusuma, H, 2015)

Skema 2.1
Pathway
e. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Christanto et al, (2014) pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan pada pasien CKD (Chronic Kidney Disease) adalah :

1) Pemeriksaan darah lengkap ureum meningkat, kreatinin serum

meningkat. Dari kadar kreatinin serum dapat dilakukan perhitungan

estimasi LFG dengan rumus (140-umur) x BB) / 72 X creatinin serum

2) Pemeriksaan elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia,

hipertrigleseridemia, LDL meningkat

3) Analisa gas darah : asidosis metabolik (pH menurun, HCO3

menurun)

4) Urinalisis dan pemeriksaan albumin urin

5) Sedimen urin : sel tubulus ginjal, sedimen eritrosit, sedimen leukosit,

sedimen granuler kasar, dan adanya eritrosit yang dismorfik

merupakan tanda patognomik jejas ginjal

6) Pemeriksaan protein urin kuantitatif 24 jam (PUK)

7) Pencitraan : USG ginjal, BNO-IVP

8) Biopsi ginjal

9) Pemeriksaan lain (untuk komplikasi) : EKG, foto polos toraks, dan

ekografi
17

f. Komplikasi

Menurut Ariani, (2016) komplikasi yang akan muncul dari (Chronic

Kidney Disease) CKD, yaitu sebagai berikut :

1) Hiperglikemia

Hiperkalemia akibat penurunan akibat ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisne, dan masukan diit berlebihan

2) Pericarditis

Pericarditis, efusi pericardial, dan tomponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang kuat

3) Hipertensi

Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin engiostensin-aldosteron

4) Anemia

Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentan usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksik, dan

kehilangan darah selama hemodialysis

5) Penyakit tulang

Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan

peningkatan kadar aluminium.

g. Penatalaksanaan Diagnostik
18

1) Penatalaksanaan Medis

Menurut Muttaqin (2012), penatalaksanaan medis pada pasien gagal g

injal kronik bertujuan menjaga keseimbangan cairan eektrolit dan men

cegah komplikasi, yaiti sebagai berikut :

a) Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal

yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysi

s memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protei

n dan dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderun

gan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka

b) Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi d

apat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus di

ingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pe

meriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EE

G dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adala

h dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, da

n pemberian infuse glukosa

c) Koreksi anemia

Usaha pertama yang harus ditujukan untuk mengatasi factor defisi

ensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dap

at diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat

meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada i

ndikasi yang kuat misalnya ada infusiensi koroner

d) Koreksi asidosis
19

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada

permulaan 100 mEq natrium bilarbonat diberi intravena perlahanla

han, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis perit

oneal dapat juga mengatasi asidosis Pengendalian hipertensi

e) Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilator dilaku

kan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan harus hati–h

ati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium

f) Transplantasi Ginjal

Dalam pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka sel

uruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

2) Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Smelter (2013) penatalaksanaan keperawatan yang dapat dila

kukan pada pasien gagal ginjal kronis yaitu, sebagai berikut :

a) Monitor status cairan dan identifikasi sumber potensi ketidakseim

bangan cairan

b) Terapkan program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang mema

dai dan sesuai dengan batasan regimen terapi

c) Dukung perasaan positif dengan mendorong klien untuk meningka

tkan kemampuan perawatan diri dan lebih mandiri

d) Berikan penjelasan dan informasi kepada klien dan keluarga terkai

t penyakit gagal ginjal kronis, pilihan pengobatan dan kemungkina

n komplikasi.
20

2. Hemodialisis

a. Pengertian

Hemodialisis adalah suatu proses pemisahan atau penyaringan dan

pembersihan darah memalui membran semipermiabel yang di gunakan

untuk menggantikan fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa

metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,

natrium, kalium, hydrogen, asam urat, ureum, kreatinin dan zat-zat

lainnya. Membran semipermiabel berfungsi sebagai pemisah darah dan

cairan dialisat pada ginjal buatan dan terjadi proses difusi, osmosis dan

ultrafiltrasi (Haryono, 2013).

b. Tujuan Hemodialisis

Tujuan dilakukan hemodialisis menurut Nuari, Widayanti dan Dhina

(2017) antara lain yaitu:

1) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang

sisa – sisa metabolisme dalam tubuh seperti ureum, kreatinin dan sisa

metabolisme lainnya

2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang

seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat

3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengalami penurunan

fungsi ginjal

4) Menggantian fungsi ginjal selagi menunggu program pengobatan


21

yang lainnya.

c. Indikasi dilakukan Hemodialisis

Menurut panduan dari Kidney Disease Quality Initiative (KDOQI) (2014)

dalam Setiati (2015) merekomendasikan untuk mempertimbangkan

manfaat dan risiko memulai terapi pengganti ginjal (TPG) pada pasien

dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 15

mL/menit/1,73 m2 (PGK stadium V). Namun menurut penelitiaan baru

bahwa terdapat perbedaan antara penderita yang memulai dialisis dini

dengan yang terlambat memulai dialisis (early versus late dyalisis), oleh

karena itu HD dilakukan apabila menderita GGK mengalami keadaan

sebagai berikut:

1) Kelebihan (Overload cairan) cairan ekstraselular yang sulit

dikendalikan dan hipertensi

2) Hyperkalemia yang refrakter terhadap terhadap restriksi diit dan

terapi farmakologis

3) Asidosis metabolik yang refrakter terhadap pemberian terapi

bikarbonat

4) Hiperfostermia yang refrakter terhadap pemberian eritoetin dan besi

5) Adanya penurunan kapasitas fungsional atau kualitas hidup tanpa

penyebab yang jelas

6) Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama apabila disertai

gejala manual, muntah atau adanya tanda gastroduodentis

7) Adanya gangguan neurologis aeperti neuropati, ensefalopati dan


22

gangguan psikiatri. Gangguan pleuritis atau pericarditis yang tidak

disebabkan oleh penyebab lainnya, serta diathesis hemoragik dengan

pemanjangan waktu perdarahan

d. Kontraindikasi Hemodialisis

Kontraindikasi menurut Widayanti dan Dhina (2017) kondisi ini

dipengaruhi oleh :

1) Hipotensi yang tidak responsive terhadap presor

2) Pasien dengan kondisi terminal

3) Sindrom otak organik

4) Tidak didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa

5) Akses vaskuler yang sulit atau mengalami masalah

6) Instabilitas hemodinamik dan koagulasi

7) Penderita mengidap penyakit Alzhimer, demensia multi infark,

sindrom hepatorental, sirosis hati dengan ensefalopati dan keganasan.

e. Prinsip Hemodialisa

Menurut Setiati.,dkk (2015) kerja mesin hemodialis mempunyai 3 prinsip

yaitu:

1) Proses Difusi

Proses berpindahnya zat terlarut karena adanya perbedaan konsentrasi

zat dan molekul didalam darah. Hal ini merupakan mekanisme utama

untuk mengeluarkan molekul kecil seperti urea, kreatinin, elektrolit

dan untuk penambahan bikarbonat. Laju difusi sebanding dengan suhu

larutan (meningkatkan pergerakan molekul secara acak) dan

berbanding terbalik dengan viskositas dan ukuran molekul yang


23

dibuang (molekul besar akan terdifusi secara lambat). Zat terlarut

yang terikat protein tidak dapat dibuang melaui difusi karena protein

terikat melalui membrane.

2) Proses Osmosis

Proses perpindahan zat dan air karena perbedaan hidrostatik di dalam

darah dan dialisat.

3) Proses Ultrafiltrasi

Ultrafiltrasi adalah aliran konveksi (air dan zat terlarut) yang terjadi

akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik maupun tekanan

osmotik. Air dan zat terlarut dengan berat molekul kecil dapat

dengan mudah melalui membrane semipermeable. Ultrafiltrasi terjadi

sebagai akibat dari perbedaaan tekanan positif pada kompartemen

darah dengan tekanan positif pada kompartemen darah yang

bertekanan negatif yang terbentuk dalam kompartemen dialisat yang

dihasilkan oleh pompa dialisat atau transmembran pressure (TMP).

Nilai ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan/gradien tekanan

persatuan waktu. Karakteristik membran menentukan tingkat filtrasi,

membran high flax mempunyai permukaan kontak yang lebih tipis

dan mempunyai tahanan rendah untuk filtrasi. Permeabilitas membran

diukur dengan koefisien ultrafiltrasi dengan satuan m/LmmHg/jam

dengan kisaran antara 2-50mlmmHg/jam.

e. Komplikasi Hemodialisa

Selama tindakan hemodialisis kemungkinan juga menimbulkan beberapa

komplikasi diantaranya :
24

1) Kram Otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya

hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram

otot seringkali terjadi pada saat ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang

cepat dengan volume yang tinggi.

2) Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,

rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati

otonomik dan kelebihan tambahan berat cairan

3) Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat aritmia selama dialisa,

penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang

cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa

4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat

diakbatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang

kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu

gradient osmotic diantaraa kompartemen-kompartemen ini. Gradient

osmotik ini meyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan

biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama

dengan azotemia berat.

5) Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu

dimonitor pada pasien yang mengalami fungsi kardiopulmonar.

6) Perdarahan
25

Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit

dapat dinilai dengan mengukur waktu pendrahan.

Penggunaan heparin selama hemodialisa merupakan faktor risiko

terjadinya perdarahan.

7) Gangguan Pencernaan

Gangguan urologi yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang

disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan urulogi sering disertai

dengan sakit kepala

8) Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler Pembekuan

darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak

adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

f. Komponen Hemodialisa

Terdapat komponen yang harus disiapkan pada saat tindakan

hemodialisa:

1) Akses Pembuluh darah (Vaskuler)

Akses pembuluh darah berasal dari pembuluh darah pasien itu sendiri,

yang akan digunakan sebagai akses untuk mengeluarkan darah

menuju dialiser, dan mengembalikan darah dari dialiser ke dalam

tubuh pasien. Pembuluh darah yang digunakan harus dipilih secara

tepat sehingga memungkinkan kuat dan aman untuk melewati cairan

200-800 ml/menit dalam waktu 4-6 jam. Beberapa akses pembuluh

darah yang sering digunakan dalam proses dialisa menurut Diyono

dan Mulyanti (2019) yaitu:


26

a) Vena

Vena yang digunakan adalah vena subclavia, femoralis dan

juguralis interna. Pada saat hemodialisa vena dapat ditusukan

jarum atau terpasang kateter vena double lumen. Biasanya kateter

dipertahankan dengan fiksasi dalam beberapa minggu sesuai

kebutuhan atau dipasang lagi saat hemodialisa. Komplikasi yang

sering muncul dengan akses ini adalah terjadinya hematoma,

pneumothorax, emboli, infeksi, thrombosis dan aliran darah tidak

adekuat. Risiko yang paling sering muncul adalah harus

melakukan penusukan/akses vena yang sering, sehingga vena

cepat rusak dan menghambat proses hemodialisa.

b) Fistula (Shunt)

Merupakan akses vaskuler yang lebih lama atau bahkan permanen.

Dibuat jika pasien akan dilakukan hemodialisa secara kontinu atau

terus menerus dan terjadwal. Dilakukan dengan pembedahan pada

tangan bagian depam untuk menghubungkan arteri dan vena

(anastomosis). Anastomosis atau Shunt (AV shunt) dilakukan

dengan menghubungkan arteri radialis dan vena basilica sehingga

arteri dan vena menyatu dan membentuk suatu saluran. Fistula

akan siap dan matang setelah digunakan setelah 4-6 minggu. Hal-

hal yang perlu diperhatikan terhadap fistula adalah anjuran pasien

untuk tidak menekan atau memijat, menggunakan untuk kegiatan

olahraga seperti volley atau aktivitas lain yang menimbulkan

trauma pada fistula, dan fistula tidak boleh digunakan sebagai

akses pemasangan infus.


27

c) AV Graft

Arteri Venous Graft (AV Graft) adalah tindakan pembedahan

untuk membuat menanam atau memasang alat atau bahan yang

mirip vaskuler pada subkutan untuk menghubungkan arteri dan

vena. Bahan vaskuler dapat terbuat dari bahan biologis,

semibiologis atau sintesis. Akses ini dipilih jika pembuatan AV

Shunt tidak memunkinkan seperti pasien diabetes mellitus atau

dengan gangguan pembuluh darah sehingga tidak memungkinkan

arteri dan vena digabung. AV Graft dipasang di tangan bagian

depan, belakang atau samping.

2) Dializer

Dializer merupakan ginjal buatan (articial kidneys) yang terbuat dari

hollow-fiber atau membran selulosa semipermeable. Terdapat 4 jenis

membran dialiser yaitu selulosa, selulosa yang diperkaya, selulosa

sinetik dan membran sintetik. Pada membran selulosa terjadi aktivitas

komplemen oleh gugus hidroksil bebas digantikan oleh membran lain,

namun tidak sebagus membran selulosa. Luas permukaan membran

juga penting untuk proses pembersihan, luas permukaan yang tersedia

mulai dari 0,8 m2 sampai 2,1 m2. Semakin luas permukaan membran,

semakin efisien proses dialisis yang terjadi. Racun nitrogen dan

kelebihan volume cairan dapat dikeluarkan melalui proses difusi dan

ultrafiltrasi. (Herman, 2016)

3) Dialisat

Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas cairan dan elektrolit

utama dari serum normal. Dialisat dibuat dalam sistem bersih dengan
28

air keran dan bahan kimia disaring. Jenis dialisat yang digunakan

adalah asetat dan bikarbonat (Herman, 2016).

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan menurut Muttaqin, (2012), dijelaskan sebagai

berikut:

a. Keluhan utama

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output

sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,

tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa

lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola

napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau

amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien

meminta tolong untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan

apa.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Kaji adanya riwayat gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah

jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benigna Prostatic

Hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu

saluran kemih, infeksi Sistem perkemihan yang berulang, penyakit

diabetes melitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang


29

menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat

pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis

obat kemudian dokumentasikan.

d. Keadaan Umum

1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.

2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.

3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas

(LILA) menurun.

4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,

disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,

edema periorbital.

Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.21

Hidung : pernapasan cuping hidung

Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah

serta cegukan, peradangan gusi.

2) Leher : pembesaran vena leher.

3) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan

dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis,

edema pulmoner, friction rub pericardial.

4) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.


30

5) Genital : atropi testikuler, amenore.

6) Ekstremitas : capitally revil > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta

tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot

drop, kekuatan otot.

7) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat

atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar

(purpura), edema.

f. Pola Pemeriksaan Fungsional

1) Pemeliharaan kesehatan

Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis

tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan

tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum

suplemen, control tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada

penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,

peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan

(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut

(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan

dehidrasi.

3) Pola eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),

abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.

4) Pola aktivitas dan latihan


31

Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.

5) Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)

6) Pola persepsi sensori dan kognitif

Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,

perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri

kaki (memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi,

gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas

pada telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah

(neuropati perifer), gangguan status mental, contoh penurunan lapang

perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,

kacau.

7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,

ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian,

kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran.

8) Pola peran dan hubungan

Dikaji status perkawinan, keturunan, kemampuan dan peran dalam

keluarga saat dirumah. Pekerjaan atau rutinitas dan bagaimana peran

terhadap pekerjaan tersebut

9) Pola reproduksi dan seksual

Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan artrofi


32

testikuler

10) Pola mekanisme koping

Kaji jenis stress yang dialami, cara menghadapi, orang yang menjadi

tempat untuk mengurangi stress, sampai dengan respon saat

menghadapi masalah seperti marah, mudah tersinggung, kecemasan

dan penggunaan koping

11) Pola sistem nilai kepercayaan

Kaji mengenai pasien pikirkan tentang pengobatan yang telah

dilakukan. Adakah perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi

tubuh sehingga mempengaruhi kualitas ibadah..

g. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien CKD (Chronic

Kidney Disease) menurut Christanto et al, (2014) adalah, sebagai berikut:

1) Pemeriksaan darah lengkap ureum meningkat, kreatinin serum

meningkat. Dari kadar kreatinin serum dapat dilakukan perhitungan

estimasi LFG dengan rumus (140-umur) x BB) / 72 X creatinin serum

2) Pemeriksaan elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia,

hipertrigleseridemia, LDL meningkat

3) Analisa gas darah : asidosis metabolik (pH menurun, HCO3

menurun)

4) Urinalisis dan pemeriksaan albumin urin

5) Sedimen urin : sel tubulus ginjal, sedimen eritrosit, sedimen leukosit,

sedimen granuler kasar, dan adanya eritrosit yang dismorfik

merupakan tanda patognomik jejas ginjal


33

6) Pemeriksaan protein urin kuantitatif 24 jam (PUK)

7) Pencitraan : USG ginjal, BNO-IVP

8) Biopsi ginjal

9) Pemeriksaan lain (untuk komplikasi) : EKG, foto polos toraks, dan

ekografi

2. Diagnosa Keperawatan

a. (D. 0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan

b. (D. 0009) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

tekanan darah

c. (D. 0022) Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme

regulasi

d. (D. 0054) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan

neuromuskular

e. (D. 0005) Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hiperventilasi

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Aktivitas


Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen a. Monitor asupan
berhubungan dengan tindakan nutrisi makanan
defisiensi insulin keperawatan selama b. Monitor berat badan
Definisi: Asupan nutrisi 3x24 jam c. Sajikan makanan
tidak cukup untuk diharapkan nafsu secara menarik dan
memenuhi kebutuhan makan meningkat suhu yang sesuai
metabolisme Penyebab: dengan kriteria d. Lakukan oral
a. Ketidakmampuan hasil: hygiene sebelum
menelan makanan a. Berat badan makan
b. Ketidakmampuan stabil atau e. Anjurkan posisi untuk
34

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Aktivitas


mencerna makanan meningkat duduk saat makan
c. Ketidakmampuan b. Nafsu makan f. Ajarkan diit
mengabsorbsi nutrien meningkat tentang DM pada
d. Defisiensi insulin c. Membrane pasien dan
e. Peningkatan mukosa lembab keluarga pasien
kebutuhan d. Nyeri abdomen g. Kolaborasi dengan
metabolisme menurun dokter pemberian
f. Faktor ekonomi e. Pengetahuan medikasi sebelum
(finansial tidak tentang makan (anti nyeri,
mencukupi) makanan dan antiemetic)
g. Faktor psikologis minuman yang h. Kolaborasi dengan
(stres, keenggenan sehat meningkat ahli gizi untuk
untuk makan) menentukan jumlah
Tanda gejala mayor dan kalori dan jenis
minor: nutrien yang
a. Cepat kenyang setelah dibutuhkan
makan
b. Kram atau nyeri
abdomen
c. Nafsu makan
menurun

Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan Observasi


efektif berhubungan tindakan sirkulasi a. Periksa sirkulasi
dengan peningkatan keperawatan selama perifer (mis. Nadi
tekanan darah 3x24 jam perifer, edema,
Gejala dan tanda mayor diharapkan perfusi pengisian kapiler,
Subjektif: perifer meningkat warna, suhu, ankle
(tidak tersedia) dengan kriteria brachial index)
Objektif: hasil: b. Identifikasi faktor
a. Pengisian kapiler >3 a. Denyut nadi resiko gangguan
detik perifer sirkulasi (mis.
b. Nadi perifer menurun meningkat Diabetes, perokok,
atau tidak teraba b. Penyembuhan orang tua hipertensi
c. Akral teraba Dingin luka meningkat dan kadar kolestrol
d. Warna kulit Pucat c. Sensasi tinggi)
e. Turgor kulit menurun meningkat c. Monitor panans,
Gejala dan tanda minor d. Warna kulit kemerahan, nyeri atau
Subjektif: pucat menurun bengkak pada
a. Parastesia e. Edema perifer ekstermitas
b. Nyeri ekstremitas menurun Teraupetik
(klaudikasi f. Nyeri a. Hindari pemasangan
intermiten) ekstremitas infus atau
Objektif: menurun pengambilan darah di
a. Edema g. Parastesia daerah keterbatasan
b. Penyembuhan luka menurun perfusi
lambat h. Kelemahan otot b. Hindari pengukuran
c. Indeks anklebrachial menurun tekanan darah pada
<0,90 i. Kram otot ekstermitas dengan
menurun keterbatasan perfusi
j. Bruit femoralis c. Hindari penekanan
menurun dan pemasangan
k. Nekrosis tourniquet pada area
menurun yang cidera
l. Pengisian d. Lakukan pencegahan
kapiler membaik infeksi
m. Akral membaik e. Lakukan perawatan
n. Turgor kulit kaki dan kuku
membaik Edukasi
35

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Aktivitas


o. Tekanan darah a. Anjurkan berhenti
sistolik merokok
membaik b. Anjurkan berolah raga
p. Tekanan darah rutin
diastolik c. Anjurkan mengecek
membaik air mandi untuk
q. Tekanan arteri menghindari kulit
rata-rata terbakar
membaik d. Anjurkan minum obat
r. Indeks pengontrol tekanan
anklebrachial darah,
membaik antikoagulan,dan
penurun kolestrol, jika
perlu
e. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
f. Anjurkan
menggunakan obat
penyekat beta
g. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikam omega 3)
h. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
(mis. Raasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)

Intervensi Tambahan :
management medikasi
Observasi
a. identifikasi
penggunaan obat
sesuai resep,
b. identifikasi masa
kadaluarsa obat,
c. monitor kepatuhan
menjalani program
pengobatan,
Terapeutik
a. fasilitasi pasien dan
keluarga melakukan
penyesuaian pola
hidup akibat program
pengobatan
Edukasi
a. ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengelola obat (dosis,
penyimpanan, rute
dan waktu pemberian)

Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen a. Periksa tanda dan


36

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Aktivitas


berhubungan dengantindakan hipervolemia gejala hipervolemia
gangguan mekanisme keperawatan selama (dispnea, edema, jvp,
regulasi 3x24 jam cvp meningkat)
Definisi: diharapkan b. Identifikasi penyebab
Peningkatan volume kelebihan volume hipervolemia
cairan intravaskuler,
cairan dapat teratasi c. Timbang BB setiap
interstisial, dan atau dengan kriteria hari pada waktu yang
intraselular hasil: sama
Penyebab: a. Tidak terdapat d. Batasi asupan cairan
a. Gangguan regulasi edema (piting dan garam
b. Kelebihan asupan edema 0) e. Tinggikan kepala
cairan b. Membrane tempat tidur 30- 40o
c. Kelebihan asupan mukosa lembab f. Anjurkan melapor
natrium c. Turgor kulit jika keluaran urine
d. Gangguan aliran elastis kurang dari
balik vena d. Tekanan darah 0,5ml/kg/jam dalam 6
membaik jam
e. Efek agen e. Asupan cairan g. Ajarkan cara
farmakologis menurun membatasi cairan
(kortikosteroid, h. Kolaborasi pemberian
klorpropamide deuretik
Tanda dan gejala i. Kolaborasi
mayor dan minor: penggantian kalium
a. Orthopnea akibat deuretik
b. Dispnea
c. Edema anasarka Intervensi Tambahan:
d. Berat badan Manaement Hemodialisis
meningkat dalam Observasi:
waktu singkat a. identifikasi tanda dan
e. Distensi vena gejala serta kebutuhan
jugularis hemodialisis
f. Terdengar suara nafas b. identifikasi kesiapan
tambahan hemodialisis (tanda-
tanda vital, berat
badan kering,
kelebihan cairan,
kontraindikasi
pemberian heparin)
Terapeutik:
a. siapkan peralatan
hemodialisis ( bahan
habis pakai, blood line
hemodialisis),
b. lakukan prosedur
dialysis dengan
prinsip aseptic,
c. atur filtrasi sesuai
kebutuhan penarikan
kelebihan cairan
Edukasi:
a. jelaskan tentang
prosedur
hemodialisis, Ajarkan
penjelasan akses HD,
Kolaborasi:
a. Kolaborasi pemberian
heparin

Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan a. Identifikasi toleransi


37

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Aktivitas


berhubungan dengan tindakan mobilisasi fisik melakukan
gangguan neuromuscular keperawatan selama pergerakan
Definisi: 3 x 24 jam maka b. Libatkan keluarga
Keterbatasan dalam gerak mobilitas fisik pasien dalam
fisik dari satu atau lebih meningkat dengan meningkatkan
Penyebab: kriteria hasil: pergerakan
a. Kerusakan integritas a. Pergerakan c. Fasilitasi aktivitas
struktur tulang ekstremitas mobilisasi dengan alat
b. Perubahan meningkat (5) bantu (pagar pempat
metabolism b. Kekuatan tidur)
c. Penurunan kendali otot d. Jelaskan tujuan dan
otot meningkat (5) prosedur mobilisasi
d. Penurunan masa otot c. Rentang gerak e. Anjurkan
e. Penurunan kekuatan (ROM) f. melakukan mobilisasi
otot meningkat (5) dini
f. Nyeri d. Kaku sendi g. Ajarkan mobilisasi
g. Kekakuan sendi menurun (1) sederhana yang harus
h. Gangguan e. Kelemahan fisik dilakukan (duduk
musculoskeletal menurun (1) ditempat tidur)
i. Gangguan f. Gerak terbatas h. Kolaborasi dengan
neuromuscular menurun (1) ahli fisioterapi untuk
j. Keengganan terapi ROM
melakukan
pergerakan gangguan
sensori/persepsi
Tanda dan gejala mayor
dan minor:
a. Kekuatan otot
menurun
b. Sendi kaku
c. Rentang gerak (ROM)
menurun
d. Gerakan tidak
terkoordinasi
e. Fisik lemah
f. Kecemasan
g. Gangguan kognitif
h. Gerakan terbatas
i. Kontraktur
Gangguan pola nafas Setelah dilakukan Manajemen a. Monitor pola nafas
tidak efektif berhubungan tindakan jalan nafas (frekuensi,
dengan hipervenrilasi. keperawatan selama kedalaman, usaha
Definisi: 3 x 24 jam maka nafas)
Inspirasi dan atau gangguan pola b. Monitor bunyi nafas
ekspirasi yang tidak nafas teratasi tambahan (gurgling,
memberikan ventilasi dengan kriteria mengi, whezing, ronki
adekuat hasil: kering)
Penyebab: a. Kapasitas vital c. Monitor sputum
a. Depresi pusat membaik (jumlah, warna,
pernapasan b. Tekanan aroma)
b. Hambatan upaya c. ekspirasi dan d. Pertahankan
nafas (nyeri saat inspirasi kepatenan jalan
bernapas, kelemahan membaik nafas dengan head
otot pernapasan) d. Frekuensi nafas dan chinlift
c. Deformitas dinding membaik e. Posisikan semifowler
dada e. Kedalaman atau fowler
d. Gangguan nafas membaik f. Berikan minum
neuromuskular f. Penggunaan otot hangat lakukan
e. Sindrom hipoventilasi bantu nafas fisioterapi dada
38

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Aktivitas


f. Kerusakan inervasi menurun g. Lakukan penghisapan
diafragma lendir kurang dari 15
g. obesitas detik
Tanda dan gejala mayor h. Berikan oksigen
dan minor: i. Anjurkan asupan
a. Dipsnea cairan 2000ml/hari
b. Penggunaan otot (jika tidak kontra
bantu pernapasan indikasi)
c. Faseekpirasi j. Anjurkan teknik batuk
memanjang efektif
d. Pola nafas abnormal k. Kolaborasi pemberian
(takipnea, bradipnea, bronkodilator
kussmaul,
hiperventalasi
e. Tekanan inspirasi
menurun
f. Tekanan ekspirasi
BAB III

RESUME KASUS

A. Pengkajian

Pada kasus, pasien Tn. T dengan umur 54 tahun. Pasien bekerja sebagai PNS,

pasien sudah menikah, saat ini tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Pasien

datang ke RS Panti Wilasa Citarum Semarang untuk menjalani program

kesehatan yaitu hemodialisa. Pada saat dilakukan pengakajian pada tanggal 16

Maret 2022 pasien datang ke RS Panti Wilasa Citarum Semarang di ruang

hemodialisa untuk melakukan program hemodialisa (HD) . Pasien menjalani HD

seminggu dua kali setiap hari Rabu dan Sabtu, pasien sudah melakukan HD

selama 30 bulan. Pasien terpasang akses HD yaitu AV Shunt pada tangan kiri.

Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh badan terasa lemas. Berat badan

pasien saat datang 75 kg, berat badan setelah HD sebelumnya 73 kg, dan terjadi

kenaikan BB 2 kg. Pemeriksaan tanda- tanda vital yang di dapatkan yaitu tekanan

darah: 180/90 mmHg, Nadi: 93 x/mnt, pernafasan 18 x/mnt, Suhu: 36,3 C.


39

Riwayat kesehatan dahulu Tn. T mengatakan sebelumnya pernah memiliki

riwayat penyakit hipertensi selama 7 tahun dan hipertensi. Pada bulan April 2019

pasien menderita penyakit penyakit CKD hingga menjalani rawat inap di RS

Panti Wilasa Citarum Semarang. Saat rawat inap tekanan darah pasien meningkat

dan selalu tinggi, dengan keluhan pusing, mual dan nyeri perut tak kunjung

mereda, pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil penurunan fungsi ginjal dan

pasien dianjurkan dokter untuk menjalani program HD. Pasien HD sejak bulan

September 2019. Tn. T mengatakan bahwa nenek dan ibunya memiliki riwayat

penyakit jantung dan hipertensi.

Pada pengkajian pada keadaan umum di dapatkan data pasien sadar

composmentis dengan nilai GCS 15. Berdasarkan pemeriksaan tekanan darah

didapatkan MAP 120 mmHg. Pemerikasaan head to toe diperoleh data,

konjungtiva pasien anemis, Kulit kering, terasa gatal, bersisik dan kehitaman,

pucat anemis CRT > 3 detik, terdapat bekas luka garukan pada tangan dan kaki,

terpasang Double lumen pada clavikula dextra, terdapaat edema pada kedua kaki,

piting edema derajat 1, berat badan kering 73 kg, berat badan basah 75 kg, nilai

Interdialitic Weight Gains (IDWG) 2,6%.

Pengkajian pola kesehatan pada pola nutrisi dan metabolik di peroleh data Pasien

mengatakan terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga lalai dengan kesehatan,

selalu telat makan, jarang minum air putih dan tidak pernah berolahraga, jika ada

keluhan sakit hanya membeli obat di apotek. Makan sehari 2 kali, dengan nasi,

lauk dan sayur, mengurangi makanan yang asin, minum air putih 1000ml/hari,

kadang tidak nafsu makan, sering merasa haus. Pada pola eliminasi pasien
40

mengatakan BAB 1 kali/hari, konstistensi padat, BAK 400ml/hari warna kuning

pekat. Pasien mengatakan sudah mulai bosan menjalani HD dan minum obat

rutin dan pasien mengalami masalah selalu cerita dengan istrinya, dan berdoa,

pasien mengatakan takut dan bosan menjalani program HD, ingin sembuh dan

beraktivits lagi.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 11/03/2022 diperoleh

hasil Hemoglobin 11,9 g/dL, hematokrit 33,9 ureum sebelum HD 164,5 ureum

setelah HD 51,4 nilai laju filtrasi glomerulus 6,0775 mL/min/1,73 m2

B. Diagnosa – Evaluasi

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. T, didapatkan diagnose

keperawatan sebagai berikut:

1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di tandai

dengan edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu singkat. Data

subjektif yang di peroleh pasien mengatakan BAK 400 ml/hari, warna kuning

pekat, sering merasakan haus, dan merasa selalu ingin minum, minum

1000ml/ hari, makan 2 kali sehari, Berat badan meningkat 2 kg dalam 2 hari,

Data Objektif yang didapatkan BB 2 kg (BB HD sebelumnya 73 , BB pre HD

75 ), Kedua kaki bengkak, piting edema derajat +1, TD : 180/90 mmHg, N:

93 x/menit, S:36.3oC ,RR: 18 /menit, nilai IDWG 3,2, Ureum 164.5 mg/dL,

Creatinin 14.74 mg/dL, BC : 750 cc/kgBB/24jam

Tujuan dilakukan intervensi diharapkan Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x4 jam masalah hypervolemia dapat teratasi dengan


41

kriteria hasil Edema sedang 3 menurun 5, Tekanan darah sedang 3 menurun

5, Haluan urine sedan 3 cukup meningkat 4 dengan luaran utama

Keseimbangan cairan dan Ekspektasi Meningkat.

Intervensi yang dilakukan berdasarkan SIKI dengan managemen cairan

intervensinya yaitu Periksa tanda dan gejala hipervolemia (dispnea, edema,

jvp, cvp meningkat), Identifikasi penyebab hipervolemia, Timbang BB setiap

hari pada waktu yang sama, Batasi asupan cairan dan garam, Tinggikan

kepala tempat tidur 30- 40o, , Ajarkan cara membatasi cairan, Kolaborasi

pemberian deuretik, Kolaborasi penggantian kalium akibat deuretik. Terdapat

Intervensi pendukung Manaement Hemodialisis yaitu identifikasi tanda dan

gejala serta kebutuhan hemodialisis, identifikasi kesiapan hemodialisis

(tanda- tanda vital, berat badan kering, kelebihan cairan, kontraindikasi

pemberian heparin), siapkan peralatan hemodialisis (bahan habis pakai, blood

line hemodialisis), lakukan prosedur dialysis dengan prinsip aseptic, atur

filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan cairan, jelaskan tentang

prosedur hemodialisis, Ajarkan penjelasan akses HD, Kolaborasi pemberian

heparin

Implementasi yang telah dilakukan terhadap pasien yaitu melakukan

pemeriksaan tanda dan gejala hypervolemia, melakukan program HD,

mengukur tanda – tanda vital pasien sebelum, selama dan sesudah HD,

mengajarkan teknik kumur dengan obat kumur rasa mint untuk mengurangi

haus, melakukan pengukuran berat badan. Implementasi dari management

hemodialisis diantaranya mengidentifikasi tanda pasien perlu dilakukan

hemodialisis dengan melihat hasil laborat dan kelebihan berat badan,


42

melakukan pengukuran tanda – tanda vital dan berat badan sebelum HD ,

menyiapkan peralatan HD seperti barang habis pakai yaitu (infus set,

handscoon, blood line, kassa, kapas alcohol, spuit, nacl 0,9%), dyaliser,

mengatur mesin HD, melakukan prosedur dialysis dengan prinsip aseptik,

mengatur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan cairan, menjelaskan

tentang prosedur hemodialisis, memberikan dosis heparin 500 IU/jam,

sedangkan tidak diberikan heparin dosis awal.

Evaluasi pada tanggal 16 Maret 2022yaitu Pasien di lakukan hemodialisa

dengan akses double lumen, Alat nipro dengan holofiber Eliso 15 H, Blood

Flow Rate: 200, Venous Presure: 6, Ultrailtrasi: 0.75, UF Goal: 3000 dan

dosis heparin maintenen 500 IU/jam. Pasien dilakukan hemodialisa selama 4

jam, berat badan 73 kg. Tidak terjadi komplikasi saat dilakukan HD. Pasien

dapat mengontrol rasa haus dengan membatasi cairan dan minum 700ml/hari.

Masalah hipervolemia belum teratasi dan dilanjutkan intervensi management

hipervolemia.

2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah

di tandai dengan pengisian kapiler > 3 detik, warna kulit pucat dengan data

subjektif pasien mengatakan lemas. Data Objektif yang didapatkan TD:

180/90 mmHg, N: 93 x/mnt, S:36.3 0C, RR: 18 x/mnt, MAP : 120 mmhg,

CRT > 3 detik, Warna kuit pucat dan kehitaman, Terpasang AV Shunt pada t

angan kiri.

Tujuan dilakukan intervensi setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 4 jam


43

masalah perfusi perifer tidak efektif teratasi dengan kriteria hasil, Pengisian

kapiler sedang 3 membaik 5, Tekanan darah sistolik sedang 3 membaik 5,

Tekanan darah diastolik sedang 3 membaik 5, Warna kulit pucat sedang 3

membaik 5 dengan luaran utama Perfusi perifer dan ekspektasi, meningkat.

Intervensi disusun berdasarkan SIKI dengan intervensi utama perawatan

sirkulasi Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,

warna, suhu, ankle brachial index), Identifikasi faktor resiko gangguan

sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar kolestrol

tinggi), Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas,

Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di daerah keterbatasan

perfusi, Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan

keterbatasan perfusi, Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada

area yang cidera, Anjurkan berolah raga rutin seperti Intradialytic Exercise,

Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah, antikoagulan,dan penurun

kolestrol, jika perlu, Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara

teratur, Anjurkan menggunakan obat penyekat beta, Ajarkan program diet

untuk memperbaiki sirkulasi, Ajarkan terapi tertawa untuk menurunkan

tekanan darah, Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan

(mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya

rasa).

Intervensi tambahan untuk masalah perfusi perifer tidak efektif adalah dengan

management medikasi diantaranya identifikasi penggunaan obat sesuai resep,

identifikasi masa kadaluarsa obat, monitor kepatuhan menjalani program

pengobatan, fasilitasi pasien dan keluarga melakukan penyesuaian pola hidup


44

akibat program pengobatan, ajarkan pasien dan keluarga cara mengelola obat

(dosis, penyimpanan, rute dan waktu pemberian).

Implementasi yang telah dilakukan adalah mengobservasi nadi perifer,

edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index),

mengidentifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi, memonitor panas,

kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas, menghindari pemasangan

infus atau pengambilan darah di daerah keterbatasan perfusi, menghindari

pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan perfusi,

menghindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera,

menganjurkan berolah raga rutin, menganjurkan minum obat pengontrol

tekanan darah, antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika perlu, menganjurkan

minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur, menganjurkan

menggunakan obat penyekat beta, mengajarkan program diet untuk

memperbaiki sirkulasi

Implementasi tambahan pada masalah gangguan perfusi perifer adalah men

gidentifikasi penggunaan obat sesuai resep, mengidentifikasi masa kadaluarsa

obat, memonitor kepatuhan menjalani program pengobatan, fasilitasi pasien

dan keluarga melakukan penyesuaian pola hidup akibat program pengobatan,

ajarkan pasien dan keluarga cara mengelola obat.

Evaluasi pada tanggal 16 Maret 2022 yaitu pasien minum obat rutin, tekanan

darah stabil, pasien mengerti akan pengelolaan obat seperti dosis

penyimpanan, rute dan waktu pemberian, pasien dapat melakukan dan megap

likasikan terapi tertawa. Pasien badan lebih segar dan lemas berkurang. Masal
45

ah perfusi perifer tidak efektif sudah teratasi,

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan dengan perubahan

sirkulasi. Data subjektif yang pasien mengatakan kulit terasa gatal dan kering

dan untuk data subjektif adalah kulit warna kehitaman, kering dan bersisik, C

RT> 3 detik, ureum 164,5 mg/dL, creatinin 14,74 mg/dL, terdapat bekas luka

karena garukan pada kaki dan tangan, terpasang AV Shunt pada tangan kiri.

Tujuan dilakukan intervensi adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan s

elama 1x4 jam masalah gangguan integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil

Hidrasi dari sedang 3 meningkat 5, Kerusakan lapisan kulit sedang 3 menuru

n 5, Tekstur sedang 3 membaik 5, luaran utama : Integritas kulit dan jaringan

dengan ekspetasi : Meningkat.

Intervensi disusun berdasarkan SIKI yaitu dengan intervensi utama perawatan

integritas kulit, Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.

perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu

lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas), Ubah posisis tiap 2 jam jika tirah

baring, Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu, Gunakan

produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering, Gunakan produk

berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive (dengan pelembab

lidah buaya), Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering,

Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum), Anjurkan minum air

yang cukup, Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, Anjurkan meningkatkan

asupan buah dan sayur, Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem,

Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar


46

rumah, Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.

Implementasi yang telah dilakukan pada pasien adalah melakukan tirah barin

g tiap 2 jam, melakukan identifikasi pada kondisi kulit pasien, menganjurkan

pasien untuk menggunakan pelembab secara rutin dengan menggunakan gel

lidah buaya, pemberian gel lidah buaya dilakukan 2 kali sehari setelah mandi,

sebelumnya dilakukan uji pacth tes pada lengan atas bagian lateral untuk

mengetahuai ada tidaknya alergi dan menganjurkan untuk mengonsumsi

makanan yang bergizi namun sesuai diit gagal ginjal kronis, menganjurkan

menggunakan lotion.

Hasil evaluasi pada tanggal 16 Maret 2022 adalah gatal pada kulit pasien,

luka bekas garukan mengering. Pasien menggunakan pelembab dan VCO

secara rutin, turgor kulit normal. Masalah gangguan integritas kulit teratasi.
47

BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang uraian asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan

yang telah ditegakan pada Tn. T dengan Gagal ginjal kronis stadium V dengan

Hipertensi yang menjalani hemodialisa di RS Pantiwilasa Citarum dan penulis

membandingkan dengan konsep teori yang ada serta mengemukakan kesenjangan

yang ditemukan selama melakukan asuhan keperawatan.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan secara komprehensif di ruang hemodialisa RS Pantiwilasa

Citarum, dengan pasien kelolaan Tn.T berusia 54 tahun. Tn.T didiagnosa dokter

Gagal ginjal kronis stadium V. Ginjal merupakan organ vital yang berfungsi

untuk menyaring darah untuk menjaga komposisi darah dengan mencegah

menumpuknya limbah dan mengandalikan keseimbangan cairan dalam tubuh,

menjaga level elektrolit dan tekanan darah tetap stabil, memproduksi hormone

serta menjaga tulang tetap kuat. Apabila terjadi kerusakan pada ginjal, maka akan

menimbulkan gangguan hemostasis tubuh. Gangguan pada ginjal dapat berupa

penyakit ginjal kronis (PGK) (Depkes, 2017).


48

Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan

fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung proresif dan cukup lanjut, hal

ini terjadi apabila laju filtrasi glomelurar kurang dari 50 ml/min (Suyono.,dkk,

2015). Penyakit ini dapat disebabkan oleh Infeksi saluran kemih (pielonefritis

kronis), Glomerulonefritis, Penyakit vaskuler, gangguan herediter dan kongenital,

penyakit metabolik seperti diabetes mellitus dan hipertensi (Robinson, 2013).

Tn. T memiliki riwayat hipertensi selama & tahun. Hipertensi adalah peningkatan

tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah

diastolic lebih atau sama dengan 90 mmHg atau mengosumsi obat hipertensi. Pen

elitian yang pernah dilakukan oleh Aisara et al (2018) di RSUP Dr. M. Djamil P

adang diperoleh gambaran klinis pasien HD paling banyak adalah hipertensi seraj

at I 32,7%, lemah letih lesu 30,8%, dan mual muntah 12,5%. Dari segi pandanga

n fisiologi, hipertensi intradialisis adalah peningkatan tekanan darah yang meneta

p pada saat dilakukan hemodialisis dan bahkan tekanan darah postdialisis bisa leb

ih tinggi dari pada tekanan darah pada predialisis (Chazot dan Jean, 2010).

Beberapa gejala tersebut menjadikan perhatian bagi seorang perawat

hemodialisa. Berbagai terapi non farmakologis dapat diterapkan untuk

memberikan rasa nyaman pada pasien, salah satunya adalah latihan fisik

peregangan atau intradialytic exercise.

Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya nefrosklerosis sehingga menyebabkan

tekanan atau turbulensi di dalam pembuluh darah dan menyebabkan kerusakan

endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang rusak akan menjadi
49

parut, yang selanjutnya lumen pembuluh darah menjadi sempit dan aliran darah

terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar akan terjadi

pembekuan darah dan terjai koagulasi intra vaskuler dikuti tromboemboli. Hal

tersebut berdampak pada arteri renalis yang berlanjut sampai kapiler kapiler

terkecil akan menjadi nefrosklerosis, dapat menjadi nefropati ke ginjal, sehingga

menimbulkan kerusakan ginjal dan terjadi penyakit gagal ginjal kronis. (Sudoyo,

2010). Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya

tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi, semakin tinggi tekanan darah

dalam waktu yang lama maka semakin berat komplikasi yang ditimbulkan,

terutama pada ginjal (Tessy, 2013). Berdasarkan penelitian Vike (2018) terdapat

hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan stadium gagal ginjal kronik,

responden dengan hipertensi memiliki risiko mengalami gagal ginjal kronik

stadium I sebesar 7.7 kali lipat dibandingkan dengan kemungkinan mengalami

gagal ginjal stadium II

Tn. T menjalani HD selama 30 bulan, salah satu terapi yang dilakukan untuk

memperbaiki fungsi ginjal tersebut adalah hemodialisa. Hemodialisa adalah salah

satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa – sisa

produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membran

semipermeable yang berperan sebagai ginjal buatan. Pasien gagal ginjal

menjalani proses hemodialisa 1-3 kali seminggu, hal ini dan setiap kalinya

memperlukan waktu 2-5 jam (sukandar, 2015).


50

Pada proses hemodialisa dilakukan proses pengoptimalan cairan yaitu

ultrafiltration goal (UFG). Penentuan utrafiltrasi harus sesuai dengan tujuan

untuk mencapai kondisi yang normovolume dan normotensi. Pada saat dilakukan

hemodialisis, ultrafiltrasi untuk menarik cairan yang berlebih di vaskuler,

besarnya ultrafiltrasi tergantung dari penambahan berat badan antara dua sesi

hemodialisis dan target berat kering. Penentuan berat badan kering dilakukan

secara klinis melalui evaluasi tekanan darah, tanda –tanda overload dan toleransi

pasien terhadap ultrafiltrasi saat hemodialisis untuk mencapat taget berat badan

(KDOQ, 2013). Berat badan kering digunakan sebagai target untuk membuang

dari kelebihan cairan, berat badan pasien seharusnya dalam kesimbangan cairan

yang normal, tanpa adannya odema atau kelebihan air pada jaringan interstitial

maupun intravascular (Daugridas, 2015).

Riwayat kesehatan pasien sekarang di dapatkan data Tn. T mengalami

peningkatan berat badan sebesar 2 kg diantara 2 waktu dialysis. Penambahan

berat badan diantara dua waktu hemodialisis atau yang diistilakan Interdiallitic

weight gains (IDWG). IDWG disebabkan oleh ketidakmampan ginjal dalam

menjalankan fungsi ekskresi. Penambahan berat badan diantara dua waktu

hemodialisi juga di pengararuhi beberapa faktor seperti Lingkungan, gizi,

perilaku fisiologi dan psikologi. Penambahan nilai IDWG yang tinggi

menyebabkan hipotensi, hipertensi, kram otot dan sesak nafas (Hwang & Chien,

2013).

Hasil penghitungan IDWG pasien 2,6%, hal tersebut menunjukan nilai IDWG

derajat ringan. IDWG merupakan peningkatan volume cairan yang


51

dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk

mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitic (istanti, 2014).

Menurut Neuman (2013) IDWG dapat ditoleransi oleh tubuh tidak lebih dari 3%

berat badan kering. Semakin tinggi IDWG maka menunjukan semakin besar

jumlah kelebihan cairan dan semakin tinggi komplikasi yang ditimbulkan.

Komplikasi yang dapat timbul seperti hipertensi, aritmia, kardiomiopati, remic

pericarditis, efusi pericardial, gagal jantung, odem pulmonalm efusi pleura,

uremic pleuritis dan sesak nafas (Prabowo & Prananta, 2014).

Pada pemeriksaan fisik, Pada kulit terlihat kering, bersisik, kehitaman, terdapat

bekas garukan dan bekas luka pada tangan dan kaki, Tn.T juga mengeluh terasa

gatal. Pruritis uremia merupakan istilah yang merupakan suatu gejala resisten

yang umum terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang.

Pruritis uremik dapat mengganggu aktivitas, mengganggu tidur dan menurunkan

kualitas hidup. Garukan berulang akan menimbulkan ekskorisi, yang dapat

menimbulkan kelainan dermatologic yang menyebabkan perubahan pada kulit

(Pedede, 2010). Creatinin dan blood urea nitrogen (BUN) juga memiliki

pengaruh terhadap munculnya pruritis uremia. Dalam journal of nanomedicine

and nanotecnologi tahun 2016 yang membandingkan hasil BUN da creatinine

pada kedua kelompok, serum BUN dan creatinine meningkat pada pasien

hemodialisa dan pruritus. Pruritus juga dikaitkan dengan obat anti hipertensi pada

pasien gagal ginjal kronis seperti angiotensin ihbitor akan lebih sering

mengakibatkan pruritus dibandingkan furosemide. Diaslisis dengan

menggunakan membrane polisulphone lebih jarang menimbulkan pruritus

dibandingkan cuprophan (Harlim & Yogyartono, 2012).


52

Pola pengkajian kesehatan didapatkan pola eliminasi pasien BAK sedikit 2-3 kali

perhari ±400 ml/hari. Sesuai dengan teori pada gagal ginjal kronik , pasien mulai

merasakan gejala-gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Pasien biasanya

menjadi oliguria (pengeluaran urine kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan

glomerulus meskipun proses penyakit mulal-mula menyerang tubulus ginjal,

kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik

memengaruhi setiap sistem dalam tubuh (Price & Wilson, 2015).

Hasil pemeriksaan laborat Tn. T pada tanggal 11 Maret 2022, menujukan hasil

kadar ureum dan creatinine yang lebih tinggi dari hasil normal. Pemeriksaan

ureum dan creatinine merupakan salah satu indicator untuk menentukan

diagnosis gagal ginjal, karena senyawa ini hanya dapat diekskresikan oleh ginjal.

Creatinin adalah hasil perombakan keratin, semacam senyawa yang berisi

nitrogen terutama ada dalam otot (Denita, 2015). Ureum adalah hasil akhir

metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya

dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari.

Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg – 40 mg.Ureum dan cratinin

berpengaruh terhadap laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan penurunan laju

filtrasi glomerulus pada penderita gagal ginjal kronis akan meningkatkan kadar

ureum dan kreatinin. Pada LFG < 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda

uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, mual dan badan

lemah. Kondisi tersebut dapat terjadi retensi sisa pembuangan metabolisme

protein yang akan mempengaruhi pengaturan fungsi regulasi dan ekskresi yang
53

buruk, seperti keseimbangan volume cairan dan elektrolit, keseimbangan asam

dan basa, retensi nitrogen dan metabolism lain gangguan hormonal, serta

abnormalitas system tubuh (system gastrointestinal, hematologi, pernafasan,

kardiolog, kulit dan neuromuscular) (Suwitra, 2010).

Hasil penghitungan nilai Laju Filtrasi glomerulus Tn. T 6,077 mL/detik/1,73m 2 .

Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan suatu pemeriksaan fungsi ginjal untuk

menilai fungsi ekskresi ginjal, dengan cara menghitung banyaknya filtrate yang

dapat dihasilkan glomerulus. Derajat penurunan nilai LFG menandakan beratnya

kerusakan ginjal. Nilai LFG < 15 mL/detik/1,73m 2 menunjukan gagal ginjal

kronis stadium 5 dan menunjukan ginjal tidak dapat berfungsi sehingga zat – zat

sisa dan cairan yang berlebih menumpuk didalam tubuh dalam kondisi tersebuh

pasien harus dilakukan terapi hemodialisis atau transplantasi ginjal (Chairlan,

2013).

Hasil pemeriksaan laborat hemoglobin menunjukan nilai optimal yaitu 11.7

mg/dl. Faktor utama penyebab anemia pada gagal ginjal kronik di sebabkan

berkurangnya sel darah merah akibat turunya kadar hormon eritopoetin. Anemia

pada penderita GGK juga dipengarui hemodialisis dalam jangka panjang, hal

tersebut menyebabkan banyak kehilangan darah akibat tertinggal dalam dialiser.

Jumlah zat besi yang hilang dalam sel darah merah selama menjalani

hemodialisis regular antara 1,5-2,0 gram setiap tahunya, jumlah ini jau lebih

besar dari zat besi yang dapat diserap melalui makanan oleh saluran cerna. Jika

keadaan ini erus terjadi secara terus menerus makan akan mengakibatkan
54

berkurangnya hemoglobin. Penelitian yang dilakukan di makasar menunjukan

hemodialisis lama bisa menurunkan kadar hemoglobin (Runtung, 2013).

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

Berikut ini adalah diagnosis keperawaan yang muncul terhadap pasien beserta

pemahasanya:

1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di tandai

dengan edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu

singkatHipervolemia adalah kelebihan volume cairan yang terjadi saat tubuh

menahan air dan natrium dengan proposi yang sama dengan cairan

ekstraseluler (CES). Kelebihan volume cairan menjadi akibat skunder dar

peningkatan kandngan natrium total (Kozier & Erb, 2010). Menurut SDKI

(2017), hipervolemia adalah peningkatan volume cairan intravaskuler,

interstitial, dan/atau intra seluler yang memiliki batasan karakteristik:

dispnea, edema anasarka dan/atau perifer, berat badan meningkat dalam

waktu singkat, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak daripada

output (balans cairan positif). Pada penyakit ginjal kronik, ginjal tidak dapat

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi edema

(Padila, 2012).

Luaran utama dari masalah hypervolemia adalah keseimbangan cairan. Data

yang mendukung diagnosis hypervolemia adalah Pasien BAK 400 ml/hari,

sering merasakan haus, dan merasa selalu ingin minum, Pasien minum

1000ml/ hari, makan 2 kali sehari, Berat badan meningkat 2 kg dalam 2 hari

(BB HD sebelumnya 73 , BB pre HD 75 ), Kedua kaki bengkak, piting edema


55

derajat +1,

Masalah hipervolemia dapat terjadi karena banyaknya nefron yang tidak

berfungsi sehingga nefron yang bekerja semakin brat dalam meningkatkan

reabsorbsi protein. Aliran darah ke ginjal berkurang mengakibatkan

terjadinya pembentukan jaringan parut dan penyusutan progresif pada nefron.

munculnya destruksi ginjal sejara prograsif menimbulkan penurunan GFR

yang menyebabkan kegagalan ginjal dalam mempertahankan metabolisme,

keseimbangan cairan dan elektrolit. Cairan elektrolit yang tidak seimbang

mengakibatkan peningkatan volume cairan, hypernatremia, hyperkalemia,

menurunya PH dan hipoksemia sehingga menyebabkan kelebihan volume

cairan (Thadani, 2013)

Penulis menetapkan hipervolemia sebagai diagnosis utama karena kegagalan

fungsi ginjal dapat menimbulkan komplikasi gangguan kesehatan lainnya,

salah satunya adalah kondisi overload cairan yang merupakan faktor pemicu

terjadinya gangguan kardiovaskuler bahkan kematian yang terjadi pada

pasien GGK (Caturvedy, 2014).

Intervensi yang akan dilakukan pada Tn. T untuk mengatasi masalah

hipervolemia adalah periksa tanda dan gejala hipovolemia, berikan asupan

cairan oral, anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak, kolaborasi

pemberian cairan koloid, manajemen hemodialisis identifikasi tanda gejala

serta kebutuhan hemodialisis, identifikasi kesiapan hemodialisis (TTV, BB

kering, kelebihan cairan), monitor tanda tanda bital, tanda perdarahan, respon
56

selama dialisis, siapkan peralatan hemodialisis, lakukan proses hemodialisis

dengan proses aseptik, atur filtrasi sesuai kebutuhan, hentikan hemodialisis

jika mengalami kondisi membahayakan, Jelaskan tentang prosedur

hemodialisis, ajarkan pembatasan cairan, Kolaborsi pemberian heparin blood

line, sesuai indikasi

Tujuan yang telah ditentukan penulis untuk mengatasi masalah hypervolemia

adalah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan

masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil edema sedang 3 menurun 5,

tekanan darah sedang 3 menurun 5, haluan urine sedang 3 cukup meningkat

4.

Implementasi yang telah dilakukan pada Tn.T untuk mengatasi masalah

hypervolemia adalah dengan menggunakan management cairan yaitu

memeriksa tanda dan gejala hypervolemia seperti adanya edema, JVP, suara

nafas tambahan, mengidentifikasi penyebab hypervolemia, memonitor status

hemodinamik, membatasi asupan cairan dan garam, memberikan edukasi cara

membatasi cairan yaitu kumur dengan obat kumur rasa mint, memberikan

terapi diuretic sesuai terapi dokter dengan tujuan mengurangi kelebihan

cairan.

Menurut penelitian Anggraini dan Putri (2016) pemantauan dan pembatasan

jumlah asupan cairan dan garam pada pasien dengan penyakit ginjal kronis

sangat efektif dalam mengurangi terjadinya overload cairan yaang merupakan

faktor pemicu terjadinya gangguan kardiovaskular, bahkan kematian pada


57

pasien gagal ginjal kronis. Pemantauan dilakukan dengan cara mencatat

jumlah cairan yang diminum dan jumlah urin yang keluar setiap harinya.

Pemberian cairan pada paien gagal ginjal kronis harus sesuai dengan jumlah

urin yang keluar, untuk mencegah terjadinya overhidrasi maupun dehidrasi.

Jumlah asupan cairan yang diperbolehkan pasien gagal ginjal kronis

ditentukan jumlah urin output dalam 24 jam atau sekitar 500-700 ml/hari di

tambahkan dengan urin output. Batas toleransi kebutuhan cairan pasien 900

ml/hari.

Edukasi yang dapat di berikan untuk membatasi cairan yaitu dengan kumur

dengan obat kumur rasa mint dengan tujuan untuk mengurangi rasa haus dan

menurunkan intake pasien. Berdasarkan jurnal hasil penelitian Ardiyanti

(2015) yang berjudul “Pengaruh kumur dengan obat kumur rasa mint

terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di SMC RS

Telogorejo”. Terapi kumur diberikan pasien yang menjalani HD selama 2 kali

seminggu dan pada waktu siang hari. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil

Intensitas rasa haus sebelum diberikan intervensi kumur dengan obat kumur

rasa mint pada pasien PGK yang menjalani hemodialisa sebagian besar

berada pada intensitas haus sedang sedangkan intensitas rasa haus sesudah

diberikan intervensi kumur dengan obat kumur rasa mint pada pasien PGK

yang menjalani hemodialisa sebagian besar berada pada intensitas rasa haus

ringan. Dan membuktikan adanya pengaruh pemeberian obat kumur rasa mint

terhadap pengurangan rasa haus.

Implementasi kumur dengan obat kumur rasa mint yang telah diberikan pada
58

Tn.T, dilakukan saat pasien mengalami haus, implementasi ini juga

diterapkan saat dirumah. Pasien mengalami pengurangan rasa haus, dari haus

sedang menjadi haus ringan. Hal tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk

membatasi cairan, pasien telah melakukan implementasi selama 2 minggu dan

di dapatkan hasil, pasien dapat menahan haus dan hanya terjadi penambahan

berat badan 1 kg yang sebelumnya 2 kg.

Berkumur dengan obat kumur rasa mint dapat berpengaruh terhadap rasa

haus responden akibat dari sifat atau kandungan dari mint dan dari gerakan

berkumur yang dapat meningkatkan sekresi saliva. Salah satu kandungan

kimia dari mint adalah menthol yang mempunyai sensasi rasa dingin dan

menyegarkan pada mulut (Putra, 2013), selain itu gerakan berkumur dapat

meningkatkan rangsangan sekresi saliva terutama pada kelenjar parotis

karena pada saat berkumur mengakibatkan bekerjanya otot-otot

pengunyahan.

Gerakan berkumur dapat menyebabkan reflek liur sederhana yang terjadi

ketika kemoreseptor dan reseptor tekan di dalam rongga mulut berespon

terhadap keberadaan obat kumur rasa mint, kemudian impuls serat-serat

aferen yang membawa informasi ke pusat liur (saliva) yang terletak di medula

batang otak, seperti samua pusat otak yang mengontrol aktivitas pencernaan.

Pusat liur selanjutnya mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke

kelenjar liur untuk meningkatkan sekresi saliva sehingga rasa haus akan

berkurang (Sherwood, 2013).


59

Evaluasi untuk diagnosis hypervolemia adalah pasien mengalami penurunan

berat badan 2kg setelah HD, dan pasien masih mengalami peningkatan berat

badan 1 kg saat datang menjalani HD. membatasi cairan dan minum

700ml/hari. Penambahan berat badan secara tiba-tiba dapat menunjukkan

retensi cairan yang disebabkan kelebihan asupan natrium (Isroin, 2016).

Masalah hipervolemia belum teratasi dianjurkan untuk melanjutkan intervensi

manajemen hipervolemia.

2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah

di tandai dengan pengisian kapiler > 3 detik, warna kulit pucat Perfusi

jaringan perifer tidak efektif adalah keadaan dimana individu mengalami atau

berisiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan pada

tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam suplai darah kapiler.

Berhubungan dengan perlemahan aliran darah (gangguan vaskuler) yaitu

arterioklerosis, hipertensi, aneurisma, trombosis arteri, trombosis vena dalam,

penyakit vaskuler kolgen, artritis reumatoid, diabetes mellitus, diskariasis

darah (gangguan trombosit), gagal ginjal, kanker/tumor, verises, penyakit

burger’s, krisis sel sabit, sirosis alkoholisme (Nurarif & Kusuma, 2015)

Luaran utama pada diagnosis perfusi perifer tidak efektif adalah perfusi

perifer. Penulis menetapkan diagnose ini berdasarkan data yang diperoleh

yaitu Pasien mengatakan lemas, tekanan darah 180/90, nadi 93, MAP : 120

mmhg, CRT > 3 detik, warna kuit pucat dan kehitaman.


60

Penyakit gagal ginjal kronis dengan tanda dan gejala hipertensi akibat retensi

cairan dan natrium dari aktivias system renin, angiotensin dan aldosterone,

gagal jantung kongestif, odem pulmoner (akibat cairan berlebihan),

pericarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik, pruritis,

anoreksia, mual dan muntah, hipertensi. Penyakit gagal gijal kronik

menyebabkan gangguan reabsorbsi dan hiponatremia yang mengakibatkan

menurunya volume vaskuler sehingga muncul masalah perfusi jaringan tidak

efektif (Smetzer & Bare, 2013).

Untuk mengatasi masalah penulis telah menentukan intervensi dengan

kriteria hasil Pengisian kapiler sedang 3 membaik 5, Tekanan darah sistolik

sedang 3 membaik 5, Tekanan darah diastolik sedang 3 membaik 5, Warna

kulit pucat sedang 3 membaik 5. Dengan kriteria hasil tersebut dapat

menunjukan keberahasiln intervensi yang telah disusun.

Intervensi yang telah dilakukan pada Tn. T untuk mengatasi masalah perfusi

perifer tidak efektif adalah Perawatan sirkulasi periksa sirkulasi perifer,

identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi, lakukan hidrasi, anjurkan

berolahraga rutin

Implementasi yang telah dilakukan pada Tn. T untuk mengatasi masalah

perfusi perifer tidak efektif adalah melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer

(pengisian kapiler, TTV) dengan tujuan untuk mengetahui hemodinamika

pasien. Memberikan terapi tertawa untuk menurunkan tekanan darah,


61

Menganjurkan berolahraga rutin untuk melancarkan sirkulasi darah dan

Menganjurkan untuk minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Ratnasari, Kasmawati dan

Musdalipa (2018) dengan judul “Efektivitas Pemberian Terapi Tertawa

Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Jagong Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep”. telah

dilakukan aplikasi pada Nn.E yang mengalami masalah tekanan darah tinggi.

Nn.E juga masuk dalam kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi

sehingga pasien dapat dilakukan tindakan terapi tertawa. Pasien dapat

melakukan terapi tertawa, namun pasien masih malu-malu dalam melakukan

terapi tertawa, hasil yang didapatkan pasien telah mngalami penurunan

tekanan darah sebelumnya 180/90 mmhg dan mengalami penurunan 160/80

mmhg sebelum pasien meminum obat anti hipertensi. Hasil yang didapatkan

adanya pengaruh terapi tertawa, namun belum didaptkan hasil yang

maksimal, karena pasien belum melakukan tindakan dengan maksimal pula.

Terapi tertawa adalah suatu terapi untuk mencapai kegembiraan yang

dikeluarkan melalui mulut dalam bentuk suara tawa, atau senyuman yang

menghiasi wajah, perasaan hati yang lepas dan bergembira, peredaran darah

yang lancar sehingga dapat mencegah penyakit dan memelihara kesehatan.

Tertawa juga melebarkan pembuluh darah sehingga memperlancar aliran

darah keseluruh tubuh. Jadi, bisa dikatakan bahwa tertawa merupakan

meditasi dinamis atau teknik relaksasi yang dinamis dalam waktu singkat.

Tawa meningkatkan kapasitas vital dan oksidasi paru. Nafas kuat juga ikut
62

melatih otot jantung dan memperbaiki sirkulasi darah serta mempercepat

aliran oksigen dan nutrisi, artinya dengan bernafas kuat, kontraksi otot

jantung akan lebih terlatih dalam hal irama ritmik otomatisnya, sehingga

aliran darah menjadi lebih baik. darah dalam pembulu akan lebih cepat

mengangkut oksigen dan nutrisi untuk memenuhi kebutuhannya ke seluruh

tubuh serta memperbaiki fungsi nutrisi sirkulasi tubuh sehingga dengan

tertawa dapat menurunkan tekanan darah.

Evaluasi setelah dilakukan tindakan menunjukan perkembangan kondisi

pasien yaitu hemodimika stabil, CRT < 2 detik, pasien menjalani HD selama

4 jam, dan tidak terdapat komplikasi saat HD. Terapi tertawa yang

diapikasikkan terhadap pasien belum efektif. Karena aplikasi ini belum dapat

diterapkan saat di rumah, karena keterbatasan alat pengukur tekanan darah.

Pasien juga memiliki kepribadian yang pemalu, sehingga terapi ini sulit

diaplikasikan terhadap pasien. Namun telah dilakukan intervensi lainya untuk

mengatasi masalah pasien. Perfusi perifer apabila tidak diatasi akan

memperberat kondisi pasien dan mempengaruhi proses HD, masalah perfusi

perifer tidak efektif terasi.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi Gangguan

integritas kulit merupakan diagnosis sesuai SDKI. Gangguan integritas kulit

adalah keadaan dimana individu mengalami kerusakan jaringan epidermis

dan dermis pada lapisan kulit (Carperito, 2012).


63

Luaran utama pada diagnosis gangguan integritas kulit adalah integritas kulit

dan jaringan. Penulis menetapkan diagnosis ini dengan data yang diperoleh

yaitu kulit terasa gatal dan kering, kulit warna kehitaman, kering dan bersisik,

CRT > 3 detik, Ureum : 164.5, Creatinin: 14.74, terdapat bekas luka karna

garukan pada kaki dan tangan, terpasang double lumen pada klavicula dextra.

Gangguan integritas kulit terjadi karena adanya gangguan reabsorbsi sisa-

sisa metabolisme yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal sehingga terjadi

peningkatan natrium dan ureum yang seharusnya dikeluarkan bersama urine

tetap berada dalam darah pada akhirnya akan diekskresikan melalui kapiler

kulit yang bisa merubah pigmen kulit (Prabowo & Pranata, 2014). Sisa

limbah dari tubuh yang seharusnya dibuang melalui urine terserap oleh kulit

maka dapat menyebabkan pruritus, perubahan warna kulit, uremic frosts dan

kulit kering karena sering melakukan hemodialisa. Gangguan integritas kulit

apabila tidak segera ditangani dapat mengiritasi dan menyebabkan luka yang

bisa menjadi infeksi akibat garukan pada kulit saat terasa gatal. Selain itu

pada saat menggaruk maka rasa gatal akan semakin berat hingga terjadi

ekskoriasi yaitu kulit kering dan bersisik (LeMone,. et.al, 2016).

Penulis telah menetapkan intervensi untuk mengatasi masalah gangguan

integritas kulit yaitu Identifikasi gangguan integritas kulit (perubahan

sirkulasi) dengan rasional untuk mengetahui kondisi kulit, Gunakan produk

berbahan petroleum atau minyak dengan rasional mengandung pelembab

alamiah dan membantu menjaga kelembaban kulit serta baik digunakan untuk

kulit yang kering, kasar dan bersisik, Anjurkan menggunakan pelembab


64

dengan meenggunakan gel lidah buaya. Anjurkan meningkatkan asupan

nutrisi dengan rasional Modifikasi diet dapat memperlamabat perkembangan

kerusakan nefron, menurunkan gejala uremia dan membantu mencegah

komplikasi. Dan yang perlu diketahui tubuh tidak dapat menyimpan

kelebihan protein, karena protein dalam makanan yang tidak dipakai dipecah

menjadi urea dan sisa nitrogen lainya kemudian diekskresi oleh ginjal

sehingga dapat memeperberat kerja ginjal (LeMone., et.al, 2016).

Salah satu implementasi yang dilakukan untuk megatasi masalah gangguan

integritas kulit adalah dengan menjaga kelembaban kulit. Berdasarkan jurnal

yang didapatkan dengan judul “Gel lidah buaya untuk mengurangi pruritus

pada pasien gagal ginjal kronik”. Penelitian ini dilakukan oleh Fatimah

(2018). Penelitian ini berujuan untuk menganalisa efektifitas gel lidah buaya

sebagai bahan alternative tindakan keperawatan pada pruritus penderita GGK.

Pemberian gel ini dilakukan selama 2 kali sehari setelah mandi selama 3 hari,

sebelum di berikan gel dilakukan pacth test pada lengan atas bagian dalam

dan dinilai dengan lembar observasi modifikasi. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah pasien mengalami pruritus dan menderita gagal ginjal

dan dengan kriteria ekskusi memiliki alergi pada gel lidah buaya. Hasil

penelitian tersebut terdapat hasil perubahan yang signifikan setelah dan

sebelum diberikan gel lidah buaya.

Pada Tn. T telah dilakukan pengaplikasian jurnal tersebut. Setelah pasien

menggunakan gel lidah buaya selama 2 hali sehari dalam waktu 3 hari, pasien

mengatakan terjadi perubahan, gatal yang dialami pasien berkurang. Kulit


65

menjadi lembab dan tidak bersisik. Luka bekas garukan juga menjadi kering.

Hal ini dapat terjadi karena gel lidah buaya selain untuk kelembapan kulit

memiliki antibiotik dan anti inflamasi.

Lidah buaya dapat melembabkan kulit karena mengandung air 99%,

glukomanas, asam amino, lipid, steror dan vitamin. Lidah buaya

menstimulasi fibrolast yang menghasilkan kolagen dan serat elastis yang

membuat lidah buaya dapat mengurangi kasar dan bertindak sebagai astrigent

untuk memperkecil pori-pori (Handriani, 2018).

Evaluasi dari hasil kulit pasien lembab dan tidak kering. Pasien juga

merasakan gatal telah berkurang, CRT <2 detik. Terapi yang dilakukan

efektif untuk mengatasi gangguan integritas kulit dan masalah gangguan

intregitas kulit teratasi.

BAB V

PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pengelolaan kasus berkaitan asuhan

keperawatan gagal ginjal kronik pada pasien Tn. T dengan masalah hipertensi di

ruang hemodialisa RS Pantiwilasa Citarum. Penulis memberikan saran yang

diharapkan dapat menjadi masukan dalam memberikan asuhan keperawatan untuk

meningkatkan mutu pelayanan.


66

A. Simpulan

Simpulan yang dapat di ambil dari asuhan keperawatan tersebut adalah :

1. Hasil pengkajian yang diperoleh pada Tn. T adalah Pasien menjalani HD

seminggu dua kali setiap hari rabu dan sabtu, pasien sudah melakukan HD

selama 30 bulan. Pasien terpasang akses HD yaitu AV Shunt di tangan sebela

h kiri. Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh badan terasa lemas. Berat

badan pasien saat datang 75 kg, berat badan setelah HD sebelumnya 73 kg,

dan terjadi kenaikan BB 2 kg. Pemeriksaan tanda- tanda vital yang di

dapatkan yaitu tekanan darah: 180/90, Nadi: 93 x/mnt, pernafasan 18 x/mnt,

Suhu: 36,3 C.

2. Diagnosis utama yang mucul pada pasien adalah Hipervolemia, diagnosis

lainya yang muncul adalah perfusi perifer tidak efektif dan gangguan

integritas kulit.

3. Penulis menetapkan intervensi berdasarkan diagnosis yang muncul yang

berdasarkan SIKI. Intervensi yang disusun dengan kriteria hasil dan luaran

untuk mengatasi diagnosis Hipervolemi, Perfusi perifer tidak efektif dan

gangguan integritas kutit.

4. Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi yang telah disusun dan

berdasarkan penelitian jurnal yang telah dilakukan penulis lainya. Dan

berdasarkan kondisi klinis pasien.

5. Evaluasi dari hasil pengelolaan dilakukan selama 4 kali pertemuan dalam 2

minggu. Selama pengelolaan belum semua masalah dapat teratasi seperti

masalah hypervolemia yang membutuhkan asuhan keperawatan

berkelanjutan, untuk mengatasi kondisi tersebut, penulis melakukan delegasi

kepada perawat ruangan untuk tetap melakukan implementasi.


67

6. Analisa kasus yang dilakukan sudah sesuai dengan teori, penelitian jurnal.

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien gagal

ginjal kronis dengan masalah hipertensi. Diharapkan dapat meningkatkan

kualitas asuhan keperawatan dan memberikan tambahan pengetahuan

terhadap perawat hemodialisa mengenai intervensi berdasaran jurnal terbaru

untuk dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien gagal

ginjal kronis dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien gagal ginj

al kronis dengan masalah hipertensi. Diharapkan dapat dijadikan bahan belaja

r dalam proses perkuliahan untuk meningkatkan kualitas dan menambah peng

etahuan mengenai proses asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronis

dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien gagal ginj

al kronis dengan masalah hipertensi. Diharapkan pada pasien gagal ginjal kro
68

nis dengan hipertensi yang menjalani hemodialisa untuk melakukan proses as

uhan keperawatan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Aisara, et al. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas 7(1): http://jurnal.fk.unand.ac.id
American Heart Associaton (2017). Guideline For the Prevention, Detection,
Evaluation and Management of High Blood Pressure in Adults, Hypertension
Highlights From the 2017. doi: 10.1161/HYP.0000000000000065.
Arfany,N.W., Armiyati,Y & Kusumo,M.B. (2014). Efektifitas mengunyah permen
karet rendah guka dan mengulun es batu terhadap penurunan rasa haus
69

pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD


Tugurejo Semarang.Jurnal keperawatan dan kebidanan (JIKK).2-9
Ariani, Sofi. (2016). Stop Gagal Ginjal. Yogyakarta: Istana Medika.
Arifin, N.A. (2017). Berat badan pasien dialisis.http://ipdijatim.org/wp
content/uploads 2017/09/8.-berat-badan-pasien-dialisis-nur-aisyah- arifin-
S.Kep _. Ners_.pdf diperoleh tanggal 20 Juni 2021
Bayhakki. (2013). Klien Gagal Ginjal Kronik : Seri Asuhan Keperawatan (D.
Widiarti (Ed.)). ECG
Eman M. Abd El-Halim, et al. (2018). Blood Pressure Response to Intradialytic
Resisted Exercise Training in Regular Hemodialysis Patients. The Medical
Journal of Cairo Universiti. Vol. 85, No. 5 September: 1789-1794, 2017. Dari
https://www.researchgate.net/profile/ShereenElsayed/publication/326312176
_Blood_Pressure_Response_to_Intradialytic_Resisted_Exercise_Training_in
_R egular_Hemodialysis_Patients/links/5dc2819f92851c81803051a1/Blood-
Pressure-Response-to-Intradialytic-Resisted-Exercise-Training-in-Regular-
Hemodialysis-Patients.pdf?origin=publication_detail
Data Pusat, & Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2017). Situasi Penyakit Ginjal
Kronis. www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
Diyono & Mulyati, Sri. (2019). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Urologi.Yogyakarta: CV. Andi Offset
Dudek, S.G. (2014). Nutrition essentials for nursing practice.Philadelphia: Lippicott
Williams & Wilkins
Dwiatmojo,N.F.(2020). Pengaruh Intradialystic Exercise Dan Terapi Musik Klasik
Terhadap Tekanan Darah Intradialisis Pada Pasien Ckd Stage V Yang Menjal
ani Hermodialisa. Prima:Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan,6(1). Dari https://eprint
s.undip.ac.id/56472/
Guyton,A.C., & Hall, J.E. (2016). Guyton and hall textbook of medical phsyology ed
33.Philadelpia:elseiver
Hariyanto A, Mimik Christianti. (2021). Effectiveness of Intradialytic Exercise and
Foot Hand Massage On Physiological Response of Blood Pressure.
Midwifery and Nursing Reaearch (MANR) Journal. p-ISSN: 2685-2020 : e-
ISSN: 2685- 2012. Vol 3 Issue 01 Year 2021
Harnilah, Ratnawati A, Induniasih, Khasanah F. (2020). Latihan Intradialityc
Mempertahankan Tanda-Tanda Vital dan Meningkatkan Kualitas Hidup
70

Pasien Hemodialisis. Poltekes Kemenkes Yogyakarta.


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/5023/1/FIX%20PUBLIKASI
%20%20INTRADIALITIK%20HEMODIALISIS%20.pdf
Haryono, Rudi., (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Rapha Publishing
Indonesia Renal Registy (IRR). (2017). Program Indonesian Renal Registy.
https://www.indonesianrenalregistry.org/data/IRR%202017%20.pdf
diperoleh tanggal 30 Mei 2022
Isroin, laily. (2016).Managemen cairan untuk pasien hemodialysis untuk
meningkatkan kualitas hidup. Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press
Joonsik KIM., Joo- Hark YI., Yeon-Soo KIM., Sang-Wong HAN. (2018). Effect of A
cute Intadialytic aerobic and resistance exercise on one-day Blood Pressure in
Patients Undergoing Hemodialysis: a Pilot Study. The Journal of Sport Medici
ne and Physical Fitness 2018 Feb 26. DOI: 10.23736/S0022-4707.18.07921-5.
Diperoleh dari https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29479995/
LeMone, Pricillia., Burke, Karen. M., & Bauldoff, Gerene. (2016). Buku ajar
keperawatan Medikal Bedah: gangguan eliminasi. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Selemba Medik
Nuari, N.A., Widayanti & Dhina. (2017). Gangguan pada sistem perkemihan dan
penatalaksanaan keperawatan. Yogyakarta: Deepublish
Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Na
nda Nic - Noc. Medication Publishing.
Orti. E.S., (2017). Exercise in Hemodyalisis patients : A literature Systematicreview.
Nefrologi. diunduh tanggal 1 Januari 2021. diperoleh dari http://revistanefrolo
gia.com
Prasetyo, A., Pranowo, S., Handayani, N., & Belakang, L. (2018). Karakteristik
pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Cilacap.
April, 1–6. https://ejurnal.stikes-
bth.ac.id/index.php/P3M_PSNDPK/article/view/335/293
Pujiastuti., Ghofar, A., & Suwandi, E. W. (2018). Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Pembatasan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Hemodialisa. Jurnal EDU Nursing, 1 (2), 89–99.
http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/edunursing/article/view/1093
71

Putri, Eka. Dkk. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dan Kebutuhan Spiritual de
ngan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik dalam Menjalani Terapi
Hemodialisis di RSUD Bangkinang.
Rekam Medik RS Panti Wilasa Citarum. 2021.
Setiati S. Hemodialisis. In: Suhardjono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6.
Jakarta: Interna Publishing. 2015. p.2194-8.
Sunarni, E., Maliya, A., & Purwanti, O. S. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Interdialytic Weight Gain (Idwg) pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di
Unit Hemodialisis RSUD Boyolali. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/71791
World Health Organization. (2015) The World Health Organization; Quality Of Life.
Diakses tanggal 10 Maret 2022 dari http//www.whoqol.breff.org.
72

LAMPIRAN

Lampiran 1

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL


KRONIK STAGE V DENGAN HIPERTENSI PADA
TN. T
DIRUANG HEMODIALISA RUMAH SAKIT
PANTI WILASA CITARUM

KARYA TULIS ILMIAH NERS


73

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Profesi Ners

Oleh:
Fransiska Fanilaning Tyas
521044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2022

FORMAT PENGKAJIAN HEMODIALISA

Tanggal Pengkajian : 21 Maret 2022 Jam Pengkajian : 14.00 WIB

Ruang : Hemodialisa Autoanamnesa/alloanamnesa :

I. PENGKAJIAN

A. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Tn. T

2. Usia : 54 Th

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Alamat : Tlogo Tentrem

5. Suku/bangsa : Jawa
74

6. Status Pernikahan : Menikah

7. Agama/keyakinan : Katolik

8. Pekerjaan : PNS

9. Diagnosa Medik : CKD Stage V

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

1. Nama : Ny. T

2. Usia : Katolik

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Hubungan dengan pasien : Istri

C. KELUHAN UTAMA :

Pasien mengeluh badan lemas

D. RIWAYAT KESEHATAN :

1. Riwayat Kesehatan Sekarang : pada tanggal 16 Maret 2022 pasien datang

ke Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum di ruang Hemodialisa untuk melak

ukan program hemodialisa (HD). Pasien menjalani HD seminggu dua kali

setiap hari rabu dan sabtu, pasien sudah melakukan HD selama 30 bulan.

Pasien terpasang akses HD yaitu AV Shunt Sinistra. Saat dilakukan pengk

ajian pasien mengeluh badan terasa lemas. Berat badan pasien saat datang

73 kg, berat badan setelah HD sebelumnya 75 kg, dan terjadi kenaikan B

B 2 kg. pemeriksaan tanda-tanda vital yang didapatkan yaitu tekanan dara

h : 180/90, Nadi : 90 x/mnt, pernafasan 18x/mnt, suhu : 36 OC. Peralatan H

D sudah disiapkan dan pasien mulai melakukan program HD


75

2. Riwayat kesehatan yang lalu: Tn. T mengatakan sebelumnya memiliki ri

wayat penyakit hipertensi selama 7 tahun dan neuropati DM, pada bulan

April 2019 pasien menderita penyakit CKD hingga menjalani rawat inap

di RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Saat rawat inap tekanan darah pasi

en meningkat selalu tinggi, dengan keluhan pusing, mual dan nyeri perut t

ak kunjung mereda, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil penu

runan fungsi ginjal dan pasien dianjurkan dokter untuk menjalani program

HD. Pasien HD sejak bulan September 2019

3. Riwayat kesehatan keluarga: Tn. T mengatakan bahwa nenek dan ibunya

memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi

E. KEADAAN UMUM :

1. Kesadaran :

Kualitatif : Composmentis

Kuantitatif : GCS (E4 M6 V5)

2. Tanda-Tanda Vital :

Tekanan darah : 180/90 mmHg

Suhu : 36oC

Nadi : 90 x/mnt

Pernapasan :

Frekuensi : 18 x/mnt, Irama regular, menggunakan pernafasan dada

Pengukuran :
76

BB : 75

TB : 160

IMT : 29,29

GENOGRAM :

Keterangan :

: laki laki : meninggal

: perempuan : tinggal satu rumah

: pasien

F. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kepala: berbentuk mesochepal, tidak terdapat hepatoma

2. Mata: penglihatan mata normal, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis,

pupil anisokor, relaksi terhadap cahayacahaya positif pada mata kanan da

n kiri, cornea bersih

3. Hidung: hidung bersih, tidak terdapat polip, cuping hidung normal

4. Mulut: mukosa mulut lembab, tidak terdapat stomatitis, tidak ada perdara

han pada gusi, gigi lengkap dan tidak terdapat caries

5. Leher: tidak ditemukan pembesaran pada kelenjar tiroid, tidak terdapat pe

mbesaran vena jugularis.

6. Dada:
77

Inspeksi : pergerakan dada fase inspirasi dan ekspirasi simetris

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, vocal fremitus kanan dan kiri sei

mbang dan sama kuat

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler

7. Jantung:

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : teraba ictus cordis pada daerah ICS 5 midclavicula sinistra

Perkusi : pekak

Auskultasi : tidak terdapat bunyi jantung tambahan

8. Abdomen:

Inspeksi : perut buncit, tidak terdapat lesi, umbilical tidak menonjol

Auskultasi : peristaltik usus 12kali/menit

Perkusi : tympani

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada seluruh kuadran perut

9. Ekstremitas: Terpasang AV Shunt, terdapat edema pada kedua kaki, pitin

g edema derajat 1, dan kaki sering terasa seperti kesemutan.

55555555
Kekuatan otot
55555555

10. Integumen: kulit kering, terasa gatal, bersisik dan kehitaman, pucat anemi

s CRT < 3 detik, terdapat bekas luka garukan pada tangan dan kaki

G. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN

1. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan

Pasien megatakan terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga lalai dengan k

esehatan, selalu telat makan, jarang minum air putih dan tidak pernah ber
78

olahraga, jika ada keluhan sakit hanya membeli obat di apotek. Saat ini su

dah mengetahui menderita penyakit gagal ginjal, rutin menjalani HD 2 kal

i seminggu dan rutin minum obat rutin, pasien mengatakan bahwa menjag

a kesehatan itu penting dan bila ada keluhan memeriksakan kondisi ke do

kter.

2. Pola nutrisi metabolik

Di Rumah : Pasien mengatakan makan sehari 2 kali, dengan nasi, lauk da

n sayur, mengurangi makanan yang asin, minum air putih 10

00ml/hari, kadang tidak nafsu makan, sering merasa haus

Di RS : Pasien mengatakan selalu makan dan membawa makanan ri

ngan saat menjalani HD

A : BB 75 kg, TB: 160 cm, IMT: 29,29 kg/m2

B : Hemoglobin 11.9 g/dl

C : Keadaan umum baik, konjungtiva anemis, pasien lemas

D : Pasien diit rendah garam, dan rendah protein

3. Pola eliminasi

Di Rumah : Pasien mengatakan BAB 1 kali/hari, konstistensi padat, BA

K 400ml/hari warna kuning pekat

Di RS : pasien riayat BAB hitam sudah 2 hari. selama proses hemodi

alisa pasien tidak BAB maupun BAK. Pasien BAK sebelum

proses hemodialisa kurang lebih 50 cc. berikut penghitungan

balance cairan pasien sebelum HD.

Input : Output : Balance cairan:

Parental : 700 ml BAK : 400 ml Input-output = 1700-11500ml


79

Oral : 1000 ml IWL : 750 ml = +550ml/hari

Kesimpulan = hipervolemia

4. Pola aktivitas dan latihan

Di Rumah : Pasien mengatakan badan lemas, saat ini bekerja dari rumah,

pasien tidak pernah berolah raga

Di RS : Saat menjalani program HD, pasien di bantu oleh perawat d

an istri, tingkat ketergantungan ringan

5. Pola kognitif perseptual

Di Rumah : Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penciuman, p

engelihatan, perabaan, pendengaran dan perasa. Daya ingat b

aik

Di RS : Pasien Sadar, skore GCS : 15

6. Pola istirahat-tidur

Di Rumah : Pasien mengatakan tidur 8 jam/ hari, kadang tidur siang

Di RS : saat menjalani HD selama 4 jam, pasien tidur kadang terban

gun untuk makan dan bila petugas datang.

7. Pola konsep diri dan persepsi diri

Di Rumah : Pasien mengatakan sudah mulai bosan menjalani HD dan mi

num obat rutin

Di RS : Pasien mengatakan akan rutin menjalani HD, dan pasrah d

engan keadaan

8. Pola peran dan hubungan


80

Di Rumah : Pasien berkerja sebagai karyawan swasta saat ini bekerja dar

i rumah, berhubungan dengan teman melalui media sosial

Di RS : Pasien saat HD hanya diam, tidak berkomunikasi dengan ses

ama pasien

9. Pola reproduksi/seksualitas
81

Di Rumah : Pasien mengatakan sudah menikah.

Di RS : Pasien mengatakan tidak mengalami masalah pada system re

produksi

10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Di Rumah : Pasien mengatakan bila mengalami masalah selalu cerita den

gan istri, dan berdoa, pasien mengatakan sudah bosan menjal

ani program HD, ingin sembuh dan beraktivitas kembali

Di RS : Pasien mengatakan pasrah dan mempercayakan program kes

ehatan dengan dokter dan perawat

11. Pola sistem nilai kepercayaan

Di Rumah : Pasien mengatakan beragama kristen, dan melakukan ibadah

setiap hari minggu

Di RS : Pasien berdoa saat memulai HD supaya di beri kelancaran s

aat menjalani program

H. DATA PENUNJANG

Tanggal pemeriksaan : 11/ 03/ 2022

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


Hematologi
Paket Darah Rutin
Hemoglobin 11.9 g/dl 11.7-15.5
Leukosit 10.1 10ˆ9/L 36.11.0
Eritrosit L 3.7 10ˆ12/L 3.80-5.20
Hematokrit L 33.9 % 35-47
Trombosit 287 10ˆ9/L 150-400
DIFF COUNT
Eosinofil H5 % 2-4
Basofil 1 % 0-1
Netrofil 58.7 % 50-70
Segmen
Limfosit 26.3 % 25-40
Monosit H9 % 2-8
NLR 6.4 %
82

Absolute lymphocyte 2656 /mm3


Count
LED

I. TERAPI

Jenis Obat Dosis Cara Pemakaian


Herbesser 1 x 100 mg Per oral
Gliquidone 2x1 Per oral
Vit B 12 1x1 Per oral
Acetylsalicylic 1 x 80 Per oral

II. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 DS: Gangguan m Hipervolemia
- Pasien mengatakan BAK 400 ml/ha ekanisme reg
ri, warna kuning pekat ulasi
- Pasien mengatakan sering merasaka
n haus, dan merasa selalu ingin min
um
- Pasien minum 1000ml/ hari, ma
kan 2 kali sehari
- Berat badan meningkat 2 kg d
alam 2 hari
DO :
- Kenaikan BB 2 kg (BB HD sebelu
mnya 73 , BB pre HD 75 )
- Kedua kaki bengkak, piting edema
derajat +1
- TD : 180/90, N: 93, S:36.3,
RR: 18
- Balance cairan : + 550
- Ureum : 164.5,
Creatinin : 14.74
2 DS: Peningkatan t Perfusi perifer
- Pasien mengatakan lemas ekanan darah tidak efektif
DO:
- TD : 180/90, N: 93, S:36.3,
RR: 18
- MAP : 120 mmhg
- CRT > 3 detik
- Warna kuit pucat dan kehitaman
- Terpasang AV Shunt Sinistra
83

3 DS: Perubahan sir Gangguan inte


- Pasien mengatakan kulit terasa gata kulasi gritas kulit
l dan kering
DO :
- Kulit warna kehitaman, kering dan
bersisik
- CRT > 3 detik
- Ureum : 164.5, Creatinin: 14.74
- Terdapat bekas luka karna garukan
pada kaki dan tangan
- Terpasang AV Shunt Sinistra

III.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

IV. INTERVENSI

Diagnosa Luaran Intervensi


Hipervole Setelah dilakukan Intervensi : manajemen Hipe
mia keperawatan rvolemia
berhubung selama 1 x 4 jam Observasi :
an dengan di harapkan - Periksa tanda dan gejala
gangguan - Edema menurun dari hipovolemia
mekanism meningkat (4) menjadi Terapeutik :
e regulasi menurun (2). - Berikan asupan cairan oral
- Asupan caira yang Edukasi :
tadinya cukup - Anjurkan menghindari
meningkat (4) menjadi perubahan posisi mendadak
cukup menurun (2) Kolaborasi :
- Tekanan darah yang - Kolaborasi pemberian
tadinya memburuk (1) cairan koloid
menjadi cukup
membaik (4) Intervensi tambahan :
(I.03112) Manajemen
hemodialisis
Observasi
84

- Identifikasi tanda gejala ser


ta kebutuhan hemodialisis
- Identifikasi kesiapan hemod
ialisis (TTV, BB kering, kel
ebihan cairan)
- Monitor tanda tanda bital, t
anda perdarahan, respon
selama dialisis
Terapeutik
- Siapkan peralatan hemodial
isis
- Lakukan proses hemodialisi
s dengan proses aseptik
- Atur filtrasi sesuai kebutuh
an

- Hentikan hemodialisis jika


mengalami kondisi
membahayakan
Edukasi
- Jelaska tentang prosedur
hemodialisis
- Ajarkan pembatasan cairan
Kolaborasi
- Kolaborsi pemberian
heparin blood line, sesuai
indikasi
Perfusi Setelah dilakukan Intervensi : Perawatan
perifer perawatan selama 1 x 4 sirkulasi
tidak jam diharapkan tekanan Observasi :
efektif darah pasien membaik - Periksa sirkulasi perifer
berhubung dengan KH : - Identifikasi faktor resiko
an dengan - Pengisia kapiler yang gangguan sirkulasi
peningkata tadinya sedang (4) Terapeutik :
n tekanan menjadi (5) - Lakukan hidrasi
darah - Tekanan sistolik yang Edukasi :
tadinya sedang (3) - Ajurkan berolahraga rutin
menjadi membaik (5)
- Tekanan darah
diastolik yang tadinya
sedang (4) menjadi
membaik (5)
- Warna kulit pucat yang
tadinya sedang (3)
menjadi membaik (5)
Gangguan Setelah dilakukan Intervensi : perawatan
integritas perawatan 1 x 4 integritas kulit
kulit jam di harapkan Observasi
berhubung masalah pasien - Identifikasi penyebab
85

an dengan dapat teratasi gangguan integritas kulit


perubahan dengan kriteria Terapeutik
sirkulasi hasil : - Ubah posisi tiap 2 jam
- Elastisitas yang Edukasi
tadinya cukup - Anjurkan minum air yang
meningkat (4) menjadi cukup
cukup menurun (2)
- Nyeri yang tadinya
cukup meningkat (2)
menjadi cukup
menurun (4)

V. CATATAN KEPERAWATAN

Tanggal No Dx Implementasi Respon pasien TTD


1 1, Mengu DS:
6 2, kur - pasien mengatakan lemas, tidak
/ 3 TTV, sesak nafas
0 melak DO:
3 ukan - TD : 180/90, N: 93
/ tindak S:36.3 RR: 18
2 an HD - Pasien di lakukan hemodialisa
2 dengan akses AV Shunt, Alat
nipro dengan holofiber Eliso 15
H Blood Flow Rate: 200
Venous Presure: 57
Ultrailtrasi: 0.75
UF Goal: 3000
1 Memer DS:
iksa - Pasien mengatakan sering
tanda merasakan haus, dan merasa
hiperv selalu ingin minum
olemia - Pasien minum 1000ml/ hari,
makan 2 kali sehari
- Berat badan meningkat 2 kg
dalam 2 hari
DO :
- Kenaikan BB 2 kg (BB HD
sebelumnya 73, BB pre HD 75)
- Kedua kaki bengkak, piting
edema derajat +1
- TD : 180/90, N: 93, S:36.3,
86

RR: 18
Ureum : 164.5,
Creatinin : 14.74
1 Menga DS:
jarkan - Pasien mengatakan setelah
kumur kumur dengan obat kumur rasa
dengan mint, haus berkurang
obat DO:
kumur - Pasien dapat melakukan
rasa kumur dengan obat kumur rasa
mint mint,
- Pasien akan melakukan
kumur bila merasa haus,
- Saat dilakukan HD pasien
minum 100ml
2 Menga DS:
jarkan - Pasien mengatakan lebih
terapi tenang, terasa nyaman
tertaw
a
DO:
- TD : 150/80,
N: 78,
S : 36.3,
RR:18
2 Menga DS:
njurka - Pasien mengatakan akan rutin
n minum obat anti hipertensi
untuk DO:
rutin - Pasien meminum obat
minum herbesser 100mg
obat
anti
hiperte
nsi
3 mengi DS:
dentifi - Pasien mengatakan kulit terasa
kasi gatal dan kering
gangg DO:
uan - Kulit warna kehitaman, kering
integrit dan bersisik
as kulit CRT > 3 detik
(perub Ureum : 164.5,
ahan Creatinin: 14.74
sirkula - Terdapat bekas luka karna
si) garukan pada kaki dan tangan
- Terpasang AV Shunt ditangan
kiri
3 Menga DS:
njurka - Pasien mengatakan gatal
87

n berkurang, kulit lembab


untuk DO:
mengg - Kulit lembab
unakan - Kulit bersisik berkurang
minya
k
kelapa
steril
1 1, Melak DS:
9 2, ukan - pasien mengatakan lemas
/ 3 TTV berkurang
0 dan DO:
3 menjal - TD : 160/90,
/ ankan N: 88
2 progra S:36.2
2 m HD RR: 17
- Pasien di lakukan
hemodialisa dengan akses AV
Shunt, Alat nipro dengan
holofiber Eliso 15 H
Blood Flow Rate: 200
Venous Presure: 6
Ultrailtrasi: 0.75
UFG : 3000
1 Memer DS:
iksa - Pasien mengatakan rasa haus
tanda berkurang
tanda
hiperv - Pasien minum 750ml/hari,
olemia makan 2 kali sehari
- Berat badan meningkat 2 kg
dalam 2 hari
DO :
- Kenaikan BB 2 kg (BB HD
sebelumnya 73, BB pre HD 75)
- Kedua kaki bengkak berkurang
2 Menga DS:
njurka - Pasien mengatakan rasa haus
n berkurang
untuk DO:
kumur - Pasien kumur saat merasakan
dengan haus
obat - Pasien minum 750ml/hari
kumur
rasa
mint
88

3 Mengo DS:
lesi - Pasien mengucapkan
terimkasih dan senang karena
area kulit dirawat
kulit - Rasa gatal berkurang
yang DO:
kering - Kulit lembab
- Kulit tak kering dan tak
bersisik
- Bekas luka mongering
- Pasien tak menggaruk kulit
2 1, Mengu DS:
3 2, kur - pasien mengatakan tidak ada
/ 3 TTV keluhan
0 dan DO:
3 Melak - TD : 170/80,
/ ukan N: 96
2 progra S:36.24
2 m HD RR: 17
- Pasien di lakukan hemodialisa
dengan akses AV Shunt, Alat
nipro dengan holofiber Eliso 15
H
Blood Flow Rate: 200
Venous Presure: 6
Ultrailtrasi: 0.75
UF Goal: 3000
2 Menga DS:
njurka - Pasien mengatakan akan
n minum obat
untuk - Pasien merasa nyaman dan
minum lebih tenang saat
obat mendengarkan music saat HD
anti
hiperte
nsi dan DO:
mende - TD : 150/70,
ngarka N: 70,
n S:36.2,
music RR: 17
saat
HD
2 1, Mengu DS:
6 2, kur - pasien mengatakan tidak ada
/ 3 TTV, keluhan
0 Mejala DO:
3 nkan - TD : 170/80,
/ progra N: 99
2 m HD S:36.2
2 RR: 17
89

- Pasien di lakukan
hemodialisa dengan akses AV
Shunt, Alat nipro dengan
holofiber Eliso 15 H
Blood Flow Rate: 200
Venous Presure: 6
Ultrailtrasi: 0.75
UF Goal: 3000
1 Mengi DS:
dentivi - Pasien mengatakan sudah
kasi menbatasi minum
adanya DO:
hyperv - Kedua kaki tak bengkak
olemia - Kenaikan BB 1 kg

VI. EVALUASI KEPERAWATAN

Nama P
Tanggal Catatan Perkembangan
erawat
16/03/22 SOAP PULANG: Siska
S:
- Pasien mengatakan lemas, tak sesak
- Pasien mengatakan bosan menjalani program HD d
an bosan minum obat rutin
- Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan menja
lani aktivitas seperti biasa
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan
90

- Pasien mengatakan gatal berkurang


O:
- Kenaikan BB 2 kg (BB HD sebelumnya 73, BB pre
HD 75)
- Kedua kaki bengkak, piting edema derajat +1
- TD : 180/90, N: 93, S:36.3, RR: 18
- Balance cairan : + 680
- Ureum : 164.5, Creatinin: 14.74
- Pasien dapat melakukan kumur dengan obat kumur
rasa mint,
- Pasien akan melakukan kumur bila merasa haus,
- Saat dilakukan HD pasien minum 100ml
- Pasien makan saat HD
- Pasien berbincang dengan adek dan teman HD
A:
- Masalah Hipervolemia, Perfusi jaringan tidak efekt
if dan gangguan integritas kulit belum teratasi
P: Lanjukan Intervensi
- Management Hipervolemia
- Perawatan sirkulasi
- Perawatan kulit

19/03/22 SOAP DATANG: Siska


S:
- Pasien mengatakan rasa haus berkurang
- Pasien minum 750ml/hari, makan 2 kali sehari
- Berat badan meningkat 2 kg dalam 2 hari
O:
- Kenaikan BB 2 kg (BB HD sebelumnya 73, BB pre
HD 75)
- Kedua kaki bengkak berkurang
- TD : 160/90,
- N: 88
- S:36.2
- RR: 17

A:
- Masalah Hipervolemia, Perfusi jaringan tidak efekt
if dan gangguan integritas kulit belum teratasi
P: Lanjukan Intervensi
- Management Hipervolemia
- Perawatan sirkulasi
- Perawatan kulit

SOAP PULANG:
S:
- Pasien mengatakan rasa haus berkurang
- Kulit lembab
- Kulit tak kering dan tak bersisik
91

- Bekas luka mengering


- Pasien tak menggaruk kulit
O:
- Pasien di lakukan hemodialisa dengan akses double
lumen, Alat nipro dengan holofiber Eliso 13 H
- Blood Flow Rate: 200
- Venous Presure: 6
- Ultrailtrasi: 0.7
- UF Goal: 2500
- Pasien tampak lebih ceria dan tak hanya diam
- Pasien beriteraksi dengan petugas dn pasien lain ya
ng menjalani HD
A:
- Masalah Hipervolemia, Perfusi jaringan tidak efekt
if belum teratasi
- Gangguan integritas kulit dan keputusasaan teratasi
P: Lanjutan intervensi
- Management Hipervolemia
- Perawatan sirkulasi

23/03/22 SOAP DATANG Siska


S:
- Pasien mengatakan tidak ada keluhan
O:
- TD : 170/80,
- N: 96
- S:36.24
- RR: 17
- Kenaikan BB 1 kg
A:
- Masalah Hipervolemia, Perfusi jaringan tidak efekt
if belum teratasi
P: Lanjutan intervensi
- Management Hipervolemia
- Perawatan sirkulasi

SOAP PULANG
S:
- Pasien mengatakan akan minum obat
- Pasien merasa nyaman dan lebih tenang saat mende
ngarkan music saat HD
O:
- TD : 150/70, N: 70, S:36.2, RR: 17
- hemodialisa dengan akses AV Shunt, Alat nipro de
ngan holofiber Eliso 15 H
- Blood Flow Rate: 200
- Venous Presure: 6
- Ultrailtrasi: 0.75
- UF Goal: 3000
92

A:
- Masalah Hipervolemia, Perfusi jaringan tidak efekt
if belum teratasi
P: Lanjutan intervensi
- Management Hipervolemia
- Perawatan sirkulasi
26/03/22 SOAP DATANG: Siska
S:
- Pasien mengatakan tidak ada keluhan
- Pasien mengatakan sudah membatasi minum
- Bila haus kumur dengan obat kumur

O:
- TD : 170/80,
- N: 99
- S:36.2
- RR: 17
- Kenaikan BB 1 kg
A:
- Masalah hypervolemia belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi management hypervolemia

SOAP PULANG
S:
- Pasien tidak ada keluhan
O:
- Pasien di lakukan hemodialisa dengan akses AV Sh
unt, Alat nipro dengan holofiber Eliso 15 H
- Blood Flow Rate: 200
- Venous Presure: 6
- Ultrailtrasi: 0.7
- UF Goal: 2200
A: Masalah hypervolemia belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi management hypervolemia

Lampiran 2

LEMBAR HADIR KONSUL

Nama : Fransiska Fanilaning Tyas

NIM : 521044
93

Judul : Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik Stage V dengan

Hipertensi pada Tn. T diruang Hemodialisa Rumah Sakit

Pantiwilasa Citarum

Pembimbing : Ns. Ratnasari, M.Kep

Hari / TTD
No. Revisi / Saran TTD Pembimbing
Tanggal Mahasiswa

1. Selasa, 22 Konsul Judul

Maret 2022 - Judul diperbaiki

Fransiska

Ns. Ratnasari, M.Kep Fanilaning T.

2. Jumat, 25 - Konsul kasus yang

Maret 2022 dikelola

- Acc judul

- Lanjutkan bab 1
Fransiska

Ns. Ratnasari, M.Kep Fanilaning T.


94

3. Minggu, 24 - BAB 1 revisi

April 2022 - Tambahkan latar

belakang

- Tambahkan tujuan Fransiska

- Lanjutkan BAB 2 Fanilaning T.

- Konsul askep,

tambahkan intervensi

terbaru

Ns. Ratnasari, M.Kep

4. Kamis, 26 - BAB 1 acc

Mei 2022 - BAB 2 revisi

- Tambahkan pathway

- Lanjut BAB 3
Fransiska

Ns. Ratnasari, M.Kep Fanilaning T.

5. Selasa, 1 - BAB 2 acc

Juni 2022 - BAB 3 revisi masukkan

intervensi yang terbaru

terkait jurnal
Fransiska
- Lanjut BAB 4
Ns. Ratnasari, M.Kep Fanilaning T.
95

6. Sabtu, 18 - BAB 3 acc

Juni 2022 - BAB 4 revisi lebih

dijabarkan lagi

impelemtasi yang

dilakukan, sesuaikan Fransiska

dengan intervensi Ns. Ratnasari, M.Kep Fanilaning T.

7 Jumat, 24 - ACC BAB 1-5 lanjut

Juni 2022 ujian

Fransiska

Ns. Ratnasari, M.Kep Fanilaning T.

8 Rabu, 20 - Konsul setelah sidang

Juli 2022 - Perbaiki dapus

- Sesuaikan catatan kaki

dengan daftar pustaka


Ns. Danny Putri S, Fransiska

M.Kep., Sp.Kep.MB Fanilaning T.

9 Senin, 1 ACC

Agustus

2022

Ns. Danny Putri S, Fransiska

M.Kep., Sp.Kep.MB Fanilaning T.


96

LEMBAR KETERANGAN TERJEMAHAN


BAHASA INGGRIS

Anda mungkin juga menyukai