Anda di halaman 1dari 123

ASUHAN KEPERAWATAN COVID – 19 PADA Ny.

S
DENGAN HAPPY HIPOXIA DI IGD RS PANTIWILASA
CITARUM SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Oleh:
Hani gayuh istari
5.20.050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2021
ASUHAN KEPERAWATAN COVID – 19 PADA Ny.S
DENGAN HAPPY HIPOXIA DI IGD RS PANTIWILASA
CITARUM SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Ners

Oleh:
Hani gayuh istari
5.20.050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Ners ini diajukan oleh:


Nama : Hani Gayuh Istari
NIM : 5.20.050
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners
Judul Karya Ilmiah Ners : Asuhan Keperawatan Covid – 19 Dengan Happy
Hipoxia di IGD RS Pantiwilasa Citarum Semarang

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada Program
Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang

Semarang, Agustus 2021

DEWAN PENGUJI

Ketua penguji : Ns. Bagus Ananta Tanujiarso, M.Kep ( )

Anggota penguji : Ns. Arlies Zenitha Victoria, M.Kep ( )

ii
PERNYATAAN ORIGINALITAS

Karya Tulis Ilmiah Ners ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Hani Gayuh Istari


Nim : 5.20.050

Tanda Tangan :

Tanggal : Agustus 2021

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Hani Gayuh Istari
NIM : 5.20.050
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKES Telegorejo Semarang Hak Bebas Royalti Non Eklusif (Non-exclusive
Royalti-Free Right) atas Karya Ilmiahsaya yang berjudul: Asuhan Keperawatan
Covid – 19 Dengan Happy Hipoxia Pada Ny. S di IGD RS Pantiwilasa Citarum
Semarang beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Non eksklusif ini STIKES Telogorejo Semarang berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, Agustus 2021


Yang menyatakan

Hani Gayuh Istari

iv
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES TELOGOREJO SEMARANG

Karya Tulis Ilmiah Ners, Agustus 2021


Hani Gayuh Istari
Asuhan Keperawatan Covid – 19 dengan Happy Hipoxia Ny. S di IGD RS
Pantiwilasa Citarum Semarang
Vi + 65 + 3 lampiran
ABSTRAK

Coronavirus (CoV) adalah keluarga besar dari virus yang menyebabkan penyakit,
mulai dari flu biasa hingga penyakit pernapasan yang lebih parah, seperti Middle
East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Sebagian besar coronavirus adalah virus yang tidak berbahaya. Virus
corona pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1960 dalam hidung pasien
yang terkena flu biasa (common cold).Virus ini diberi nama berdasarkan struktur
mirip mahkota di permukaannya. “Corona” dalam bahasa Latin berarti “halo” atau
“mahkota”. Dua coronavirus pada manusia, yaitu OC43 dan 229E, adalah yang
bertanggung jawab atas terjadinya sebagian flu biasa. Penyakit SARS, MERS, dan
COVID-19 yang menjadi pandemi saat ini disebabkan oleh tipe coronavirus lain.
Coronavirus merupakan virus zoonosis, artinya virus ini menyebar dari hewan ke
manusia. Tujuan penulis Mampu menganalisis asuhan keperawatan yang
komprehensif pada pasien yang mengalami Covid – 19 dengan gejala happy hypoxia
di IGD, hasil pengkajian pasien mengatakan sudah 7 hari batuk kering,badan demam,
lemas, merasa cepat lelah saat dipakai untuk berktivitas mengalami mual muntah
tidak enak badan,nyeri tenggorokan, kemudian di bawa ke IGD RS PANTI WILASA
Semarang, dilakukan pemeriksaan ttv didapatkan , wajah tampak pucat , kesadaran
compos mentis, GCS E4M6V5, TD 140/100 mmHg, MAP 113,3 mmHg, N
75x/menit, S 38,5oC, RR 26x/menit reguler, SpO2 88 %, CRT >3 detik,hasil AGD :
PH : 7,74 SaO2 : 88%, PaO2 : 110 mmHg, PaCO2 : 45mmhg , HCO3 : 30 mEq/L,
akral teraba hangat,kemudian dilakukan swab test antigen didapatkan hasil positif
nilai CT 28 yang artinya positif kuat. Diagnosa priotitas yang muncul adalah
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
Tindakan keperawatan dan implementasi pada diagnosa tersebut adalah pemantauan
respirasi. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas, mengetahui tingkat
upaya nafas, monitor saturasi oksigen, memantau saturasi oksigen dalam tubuh,
monitor nilai AGD , memantau nilai gas darah, atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien, memantau perkembangan respirasi pasien, jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan. Hasil evaluasi Dari data tersebut, penulis menyimpulkan
masalah gangguan pertukaran gas belum teratasi. Oleh sebab itu, penulis
merencanakan untuk menlajutkan intervensi (monitor frekuensi nafas, monitor
saturasi oksigen, kolaborasi pemberian bronkodilator,dan monitor AGD)

Kata kunci : covid – 19 happy hypoxia


Daftar pustaka : 21 (2010 – 2020)

v
NERS PROFESSIONAL EDUCATION STUDY PROGRAM
STIKES TELOGOREJO SEMARANG

Ners Scientific Writing, August 2021


Hani Gayuh Istari
Covid-19 Nursing Care with Happy Hypoxia Mrs. S at the emergency room at
Pantiwilasa Citarum Hospital, Semarang
Vi + 65 + 3 attachments
ABSTRACT

Coronaviruses (CoV) are a large family of viruses that cause illness, ranging from
the common cold to more severe respiratory illnesses, such as Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) and Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).Most
of the coronaviruses are harmless viruses. Corona virus in humans was first
discovered in 1960 in the nose of a patient who had the common cold.The virus is
named after the crown-like structure on its surface. “Corona” in Latin means
“hello” or “crown”.Two human coronaviruses, OC43 and 229E, are responsible for
some of the common cold. Disease. SARS, MERS, and COVID-19 which are
currently pandemics are caused by other types of coronavirus. Coronavirus is a
zoonotic virus, meaning it spreads from animals to humans. The author's goal is to
be able to analyze comprehensive nursing care for patients who experience Covid-19
with symptoms of happy hypoxia in the ER, the results of the patient assessment say
that it has been 7 days of dry cough, fever, weakness, feeling tired quickly when used
for activities, experiencing nausea and vomiting, not feeling well , sore throat, then
brought to the ER PANTI WILASA Hospital Semarang, a TTV examination was
obtained, the face looked pale, compos mentis consciousness, GCS E4M6V5, BP
140/100 mmHg, MAP 113.3 mmHg, N 75x/minute, S 38, 5oC, RR 26x/min regular,
SpO2 88%, CRT>3 seconds, AGD result: PH: 7.74 SaO2: 88%, PaO2: 110 mmHg,
PaCO2: 45mmhg, HCO3: 30 mEq/L, warm akral palpation, then swab test for
antigen obtained positive result CT 28, which means strong positive. The priority
diagnosis that arises is Impaired gas exchange related to ventilation-perfusion
imbalance. Nursing action and implementation of the diagnosis is respiratory
monitoring Monitor the frequency, rhythm, depth and effort of breathing, determine
the level of breath effort, monitor oxygen saturation, monitor oxygen saturation in
the body, monitor AGD values, monitor blood gas values, set respiratory monitoring
intervals according to patient conditions, monitor the progress of patient respiration,
explain goals and monitoring procedures. Evaluation results From these data, the
authors conclude that the problem of gas exchange disturbances has not been
resolved. Therefore, the authors plan to continue the intervention (respiratory rate
monitoring, oxygen saturation monitoring, collaborative bronchodilator
administration, and AGD monitoring)

Keywords: covid-19 happy hypoxia

Bibliography : 21 (2010 – 2020)

vi
PRAKATA

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah Ners yang berjudul “Asuhan Keperawatan Covid – 19 Dengan Happy Hipoxia

Pada Ny. S di IGD RS Pantiwilasa Citarum Semarang”dengan baik dan lancar.

Karya Tulis Ilmiah Ners ini disusun untuk memperoleh gelar Ners pada Program

Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang. Penulis menyadari bahwa penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini Ners dapat terselesaikan berkat dukungan, bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini dengan segala

kerendahan hati dan tulus ikhlas perkenankan penulis menyampaikan ucapan

terimakasih kepada:

1. dr. Swanny Trikajanti Widyaatmadja, M.Kes., Ph.D, selaku Ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Telogorejo Semarang.

2. Ns. Ismonah, M.Kep.,Sp.MB selaku Wakil Ketua I bidang akademik STIKES

Telogorejo Semarang.

3. Ns. Sri Puguh Kristiyawati, M.Kep.,Sp.MB selaku Ketua Program Studi S-1

Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang.

4. Ns. Asti Nuraeni, M.Kep.,Sp.Kep.Kom selaku koordinator program studi

pendidikan profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang.

5. Ns.Arlies Zenitha Victoria, M.Kep selaku pembimbing yang telah membantu

dan meluangkan waktu dalam penyelesaian penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Ns. Bagus Ananta Tanujiarso, M.Kep selaku ketua penguji yang telah

membimbing peneliti dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah Ners ini.

vii
7. Bapak Hadi Purnomo selaku ayah penulis yang telah berjasa selama ini dalam

menyelesaikan pendidikan ini

8. Ibu Istim selaku ibu penulis yang telah menyemangati dan memberikan kasih

saying kepada penulis selama ini

9. Teman teman penulis Puput windy, Uly amiroh, Meli dyah,Erika fifin,Intan

fiana, Millatus syafiroh, Debyana anggi, Astria finisha yang telah menemani

pendidikan selama ini

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners ini penulis berusaha semaksimal

mungkin dengan segala kemampuan yang ada. Namun peneliti menyadari bahwa

penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners ini, masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik

dan saran yang sangat membangun dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan.

Semarang, Agustus 2021

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

HALAMAN ORIGINALITAS ........................................................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................. iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

ABSTACT ....................................................................................................... vi

PRAKATA ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang……………………………………………………….. 2

B. Tujuan………………………………………………………………... 3

C. Manfaat……………………………………………………………..... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….... 6

A. COVID – 19…………………………………………………………… 6

B. Happy Hipoxia………………………………………………………… 29

C. Pathways………………………………………………………………. 45

D. Asuhan Keperawatan………………………………………………….. 47

BAB III RESUME KASUS……………………………………………………. 54

A. Pengkajian……………………………………………………………... 54

ix
B.Diagnosa – Evaluasi……………………………………………………. 59

BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………………. 65

A.Pengkajian……………………………………………………………. 65

B.Diagnosa Keperawatan – Evaluasi…………………………………… 69

BAB V PENUTUP ………………………………………………………….. 80

A.Simpulan……………………………………………………………… 80

B.Saran………………………………………………………………….. 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR SKEMA
Halaman

Skema 2.1 Pathways Covid – 19 dengan Happy Hipoxia ……………………….. 26

xi
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Asuhan Keperawatan Covid – 19 dengan Happy Hipoxia


Pada Ny. S di IGD RS Citarum Panti wilasa

Lampiran 2 : Lembar Konsultasi

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran pernapasan

yang disebabkan oleh Coronavirus yang baru muncul yang pertama dikenali

muncul di Wuhan, Tiongkok, pada bulan Desember 2019. Pengurutan

genetika virus ini mengindikasikan bahwa virus ini berjenis betacoronavirus

yang terkait erat dengan virus SARS. (World Health Organization 2020).

Tiongkok melaporkan kasus pneumonia misterius yang tidak diketahui

penyebabnya pada tanggal 31 Desember 2019. Dalam 3 hari, pasien dengan

kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini

berjumlah ribuan kasus. Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66%

pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di

Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan

hasil menunjukkan adanya infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe

baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (World Health Organization,

2020).

1
Setelah dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari

manusia ke manusia. Sampai saat ini virus ini dengan cepat menyebar masih

misterius dan penelitian masih terus berlanjut (PDPI 2020). Berdasarkan data

(Global situation Report WHO, 2020). Situasi pandemi saat ini berdasarkan

update terakhir pada tanggal 10 Januari 2021 yaitu hanya dukungan ventilasi.

Temuan serupa dilaporkan dalam dua studi terbaru dari cluster keluarga dan

cluster yang disebabkan oleh transmisi dari individu tanpa gejala. Sebanding

dengan studi demografi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa pasien MERS-

CoV juga mengalami demam (98%), batuk kering (47%), dan dispnea (55%)

sebagai gejala utama mereka. Namun, 80% dari mereka membutuhkan

dukungan ventilasi, jauh lebih banyak daripada pasien COVID-19 dan

konsisten dengan tingkat kematian MERS yang lebih tinggi daripada

COVID-19 (Yeyi, 2020).

Berdasarkan data diatas, batuk kering, dispnea dan penggunaan ventilator

menunjukan bahwa pasien mengalami gangguan dalam pemenuhan oksigen

akibat dari infeksi COVID-19. Salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan

untuk menganalisis pemenuhan kadar oksigen dalam tubuh pasien COVID-19

adalah pemeriksaan saturasi oksigen.

Hal ini cukup membahayakan pasien apabila tidak mendapatkan penanganan

yang cepat dan sesuai. Sehingga sangat penting untuk dilakukan monitoring

terhadap kadar saturasi oksigen sehingga dapat segera tertangani. Dampak

dari saturasi oksigen yang tidak terdeteksi pada pasien COVID-19 salah

satunya yaitu Happy Hypoxemia/ Silent hypoxemia syndrome. COVID-19

memiliki spektrum keparahan klinis yang luas, data mengklasifikasikan kasus

2
3

sebagai ringan (81%), parah (14%), atau kritis (5%).

Banyak pasien datang dengan hipoksemia arteri yang jelas namun tanpa

tanda-tanda distres pernapasan yang proporsional, mereka bahkan tidak

mengungkapkan rasa dispnea secara verbal. Fenomena ini disebut sebagai

silent hypoxemia atau 'happy' hypoxemia. (Dhont et al. 2020). Happy

Hypoxemia ini biasanya diawali dengan dyspnea sebagai sensasi awal. Guan

melaporkan dispnea hanya pada 18,7% dari 1.099 pasien COVID-19 yang

dirawat di rumah sakit, meskipun rasio PaO2 / FiO2 rendah, CT scan

abnormal (86%) dan kebutuhan umum untuk oksigen tambahan (41%).

(Dhont et al. 2020). Kemudian sebagai dampak penurunan saturasi oksigen

yaitu ARDS, dimana situasi ini berkenaan sebagai akibat dari keterlambatan

mendeteksi Silent Hypoxemia dan dyspnea sebagai tanda gejala yang

kemudian berujung pada gagal nafas. (Machado et al, 2020).

Berkurangnya persepsi tentang dispnea akhirnya menjadi gangguan

interoception gas darah. Ini dapat menyamarkan tingkat keparahan status

klinis 6 pada pasien Covid-19, dan pada akhirnya menunda pasien untuk

mencari perawatan medis yang penting. Pasien yang dirawat dengan COVID-

19 secara mengejutkan meninggal bahkan tanpa mengungkapkan kebutuhan

suplementasi oksigen . Bagi dokter adanya Silent/Happy Hypoxemia pada

pasien Covid-19, terlepas dari hipoksemia arteri yang diucapkan, dapat keliru

mengarah pada kesimpulan bahwa pasien tidak dalam kondisi kritis. Kasus-

kasus tersebut dapat dengan cepat melompati tahap evolusi klinis dan

menderita Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dengan


penangkapan kardiorespirasi bersamaan dan kematian. Sangat penting bahwa

komunitas medis mengenali Silent/Happy Hypoxemia dalam pandemi

COVID-19, yang akan memungkinkan dokter untuk memberikan perawatan

pasien yang lebih baik, mengurangi risiko komplikasi medis dan kematian

yang tiba-tiba (Machado et al, 2020).

Berdasarkan latar belakang di atas, kasus terkonfirmasi COVID-19 masih

bergerak dinamis dan tidak hanya pada pasien yang dirawat, juga tidak

menutup kemungkinan pada pasien yang berstatus Orang Tanpa Gejala

(OTG) COVID-19 bisa mengalami penurunan saturasi oksigen secara drastis

dan mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba dan berujung pada

kematian, sehingga perlu dilakukan monitoring Saturasi Oksigen untuk

mendeteksi dini Silent Hypoxemia untuk mencegah keterlambatan

penanganan (Machado et al, 2020).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu menganalisis asuhan keperawatan yang komprehensif pada

pasien yang mengalami Covid – 19 dengan gejala happy hypoxia di IGD

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menganalisis pengkajian pada pasien yang mengalami

Covid – 19 dengan gejala happy hypoxia di IGD.

b. Mampu menganalisis data dan menyusun diagnosa keperawatan

pasien yang mengalami Covid – 19 dengan gejala happy hypoxia di

IGD.

4
5

c. Mampu menyusun rencana tindakan pada pasien yang mengalami

Covid – 19.

d. Mampu menganalisis asuhan keperawatan Covid – 19 dengan happy

hipoxia.

3. Manfaat

a. Bagi Pelayanan Keperawatan

Karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan referensi perawat

dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

Covid – 19 dengan happy hipoxia.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Karya tulis ilmiah ini dapat, menjaadi bahan pustaka dalam

perawatan kritis pada pasien yang mengalami Covid – 19 dengan

happy hipoxia.

c. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Dapat memberikan masukan alternative dalam melakukan asuhan

keperawatan pada Covid – 19 dengan happy hipoxia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Covid – 19

a. Definisi

Coronavirus (CoV) adalah keluarga besar dari virus yang

menyebabkan penyakit, mulai dari flu biasa hingga penyakit

pernapasan yang lebih parah, seperti Middle East Respiratory

Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)

(Handayani, 2020) . Sebagian besar coronavirus adalah virus yang

tidak berbahaya. Virus corona pada manusia pertama kali ditemukan

pada tahun 1960 dalam hidung pasien yang terkena flu biasa

(common cold).Virus ini diberi nama berdasarkan struktur mirip

mahkota di permukaannya. “Corona” dalam bahasa Latin berarti

“halo” atau “mahkota”. Dua coronavirus pada manusia, yaitu OC43

dan 229E, adalah yang bertanggung jawab atas terjadinya sebagian

flu biasa.

6
7

Penyakit SARS, MERS, dan COVID-19 yang menjadi pandemi saat

ini disebabkan oleh tipe coronavirus lain. Coronavirus merupakan

virus zoonosis, artinya virus ini menyebar dari hewan ke manusia.

(Handayani, 2020).

b. Etiologi

Penyebab Corona virus merupakan virus single stranded RNA yang

berasal dari kelompok Coronaviridae. Dinamakan coronavirus

karena permukaannya yang berbentuk seperti mahkota

(crown/corona). Virus lain yang termasuk dalam kelompok yang

serupa adalah virus yang menyebabkan Middle Eas Respiratory

Syndrome  (MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS CoV) beberapa tahun silam.

(Handayani, 2020)

Namun, virus corona dari Wuhan ini merupakan virus baru yang

belum pernah teridentifikasi pada manusia sebelumnya. Karena itu,

virus ini juga disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus atau 2019-

nCoV. Virus corona umumnya ditemukan pada hewan –seperti unta,

ular, hewan ternak, kucing, dan kelelawar. Manusia dapat tertular

virus apabila terdapat riwayat kontak dengan hewan tersebut,

misalnya pada peternak atau pedagang di pasar hewan.

Namun, adanya ledakan jumlah kasus di Wuhan, China

menunjukkan bahwa corona virus dapat ditularkan dari manusia ke

manusia. Virus bisa ditularkan lewat droplet, yaitu partikel air yang
berukuran sangat kecil dan biasanya keluar saat batuk atau bersin.

Apabila droplet tersebut terhirup atau mengenai lapisan kornea mata,

seseorang berisiko untuk tertular penyakit ini. Meski semua orang

dapat terinfeksi virus corona, mereka yang lanjut usia, memiliki

penyakit kronis, dan memiliki daya tahan tubuh rendah lebih rentan

mengalami infeksi ini serta komplikasinya.

( Susilo, 2020).

c. Faktor resiko

Mengutip situs CDC ( Centers For Disease Control), Senin 13 april

2020, berikut faktor risiko

Covid-19 antara lain :

1) Usia di atas 65 tahun

2) seseorang yang memilki penyakit bawaan seperti para lansia

yang tinggal dip anti jompo

3) Penyakit paru kronis dan asma akut - Penyakit jantung yang

serius - Immunocompromised seperti penyakit kanker,

transplantasi organ, perokok, defisiensi imun, HIV/AIDS, dan

beberapa penyakit imun lainnya

4) Penyakit diabetes mellitus

5) Penyakit ginjal kronis

6) penyakit hati

(Susilo, 2020).

d. Manifestasi klinik

Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh (Mao et.al, 2015).

Menunjukan adanya manifestasi neurologi pada pasien yang dirawat

8
9

dengan COVID-19 :

1) Demam (43.8% saat masuk Rumah Sakit, 88.7% saat dirawat)

2) Batuk (67,8%)

3) Nyeri kepala gangguan kesadaran

4) Parestesia

5) Gejala klinis dari neurologis pada COVID-19 terbagi menjadi

gejala yang berhubungan dengan sistem saraf pusat, sistem saraf

perifer, dan sistem muskuloskeletal

6) Gangguan indra pengecap (5.6%)

7) Penciuman (5.1%)

8) Penglihatan (1.4%)

9) Nyeri neurogenik (2.3%)

10) Happy hypoxia

( Susilo, 2020)

e. Komplikasi

1) Pneumonia

Pneumonia akan menyebabkan kantung udara yang ada di paru-

paru meradang dan membuat Anda sulit bernapas. Pada sebuah

riset pada pasien positif Covid-19 yang kondisinya parah, terlihat

bahwa paru-parunya terisi oleh cairan, nanah, dan sisa-sisa atau

kotoran sel. Hal ini menghambat oksigen yang seharusnya

diantarkan ke seluruh tubuh. Padahal, oksigen sangat dibutuhkan

agar berbagai organ di tubuh bisa menjalankan fungsinya. Jika

tidak ada oksigen, maka organ tersebut akan rusak.


2) Gagal napas akut

Saat mengalami gagal napas, tubuh tidak bisa menerima cukup

oksigen dan tidak dapat membuang cukup banyak karbon dioksida.

Kondisi gagal napas akut terjadi pada kurang lebih 8% pasien yang

positif Covid-19 dan merupakan penyebab utama kematian pada

penderita infeksi virus corona.

3) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

ARDS adalah salah satu komplikasi corona yang cukup umum

terjadi. Menurut beberapa penelitian yang dilakukan di Tiongkok,

sekitar 15% - 33% pasien mengalaminya. ARDS akan membuat

paru-paru rusak parah karena penyakit ini membuat paru-paru terisi

oleh cairan. Akibatnya, oksigen akan susah masuk, sehingga

menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas hingga perlu

bantuan ventilator atau alat bantu napas.

4) Kerusakan hati akut

5) Meski virus corona menyebabkan infeksi di saluran pernapasan,

tapi komplikasinya bisa menjalar hingga ke organ hati. Orang

dengan infeksi corona yang parah berisiko paling besar mengalami

kerusakan hati.

6) Kerusakan jantung

7) Covid-19 disebut bisa menyebabkan komplikasi yang berkaitan

dengan jantung. Gangguan jantung yang berisiko muncul antara

lain aritmia atau kelainan irama jantung, dan miokarditis atau

peradangan pada otot jantung.

8) Infeksi sekunder

10
11

infeksi sekunder adalah infeksi kedua yang terjadi setelah infeksi

awal dan tidak berhubungan dengan penyakit yang awalnya

diderita. Misalnya, Covid-19 adalah infeksi yang disebabkan oleh

virus SARS-CoV-2. Lalu, penderitanya kemudian mengalami

infeksi lain yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus atau

streptococcus.Pada pasien Covid-19, komplikasi ini jarang terjadi,

tapi masih berpotensi untuk muncul. Sebagian ada yang ringan dan

bisa sembuh. Namun, sebagian lagi mengalami infeksi sekunder

yang parah hingga menyebabkan kematian.

9) Gagal ginjal akut

Komplikasi corona yang satu ini jarang terjadi. Namun saat

muncul, komplikasi tersebut bisa sangat berbahaya. Jika fungsi

ginjal sampai terganggu, maka dokter mungkin saja melakukan

proses cuci darah hingga kondisi ini sembuh. Namun terkadang,

kondisi ini tidak bisa disembuhkan dan membuat penderitanya

terkena gagal ginjal kronis dan butuh perawatan jangka panjang.

10) Syok septik

Syok septik terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi malah

salah sasaran. Jadi, bukannya menghancurkan virus penyebab

penyakit, zat-zat kimia yang dibuat tubuh justru menghancurkan

organ yang sehat. Jika proses ini tidak segera berhenti, tekanan

darah akan turun drastis hingga pada tahap yang berbahaya dan

menyebabkan kematian.

11) Disseminated intravascular coagulation (DIC)

Penyakit ini akan membuat proses pembekuan darah terganggu.


Sehingga, tubuh akan membentuk gumpalan-gumpalan darah yang

tidak pada tempatnya. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan pada

organ dalam atau gagal organ vital (gagal ginjal, gagal hati, gagal

jantung, dan lainnya). Di Tiongkok, penyakit ini umum dialami

oleh pasien yang meninggal dunia akibat infeksi Covid-19.

12) Rhabdomyolisis

Penyakit ini sebenarnya sangat jarang terjadi. Namun, para dokter

dan peneliti menilai penyakit ini perlu dimonitor pada pasien-

pasien berisiko tinggi yang positif Covid-19. Pada rhabdomyolisis,

jaringan otot akan rusak dan mati. Hal ini menyebabkan protein

dalam sel yang disebut myoglobin menjadi tumpah memenuhi

aliran darah. Jika ginjal tidak bisa menyaring myoglobin dengan

baik, maka akan terjadi kerusakan fungsi di tubuh dan

mengakibatkan kematian.

13) Happy hypoxia

(Malviy, et al, 2020 ) .

f. Penatalaksanaan

Menurut Malvi, et al, 2020 penatalaksanaan Covid – 19 sebagai berikut :

1) Penatalaksanaan Tanpa Gejala

a) Pasien COVID-19 tanpa gejala harus melakukan isolasi mandiri,

dan dapat diberikan vitamin C dan vitamin D, Vitamin C,

Vitamin C berperan sebagai antioksidan dan kofaktor sistem

imun. Vitamin C di akumulasi intraseluler neutrofil, yang

berperan dalam kemotaksis dan fagositosis mikroba. Selain itu,

vitamin C juga mencegah stress oksidatif pada neutrofil dan

12
13

limfosit.  Pada saat infeksi, vitamin C dibutuhkan dalam jumlah

besar untuk mensupresi inflamasi dan meningkatkan

imunoregulasi.

2) Vitamin D memiliki efek melawan virus enveloped, termasuk

coronavirus. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa tingkat vitamin

D dalam darah dapat menentukan risiko terinfeksi, tingkat keparahan,

dan mortalitas COVID-19. Pemberian vitamin D disarankan pada

pasien COVID-19, Penatalaksanaan Gejala Ringan

a) Pada pasien COVID-19 derajat ringan, isolasi dapat dilakukan

di rumah dengan farmakologis berupa vitamin, antivirus, serta

terapi suportif seperti antipiretik, antitusif, dan ekspektoran.

b) Vitamin C dan Vitamin D

c) Favipiravir merupakan antivirus yang efektif untuk terapi

virus influenza. Pada pasien COVID-19, favipiravir

ditemukan dapat meningkatkan klirens virus dalam 7 hari dan

meningkatkan klinis pasien dalam 14 hari. Oleh sebab itu,

favipiravir direkomendasikan untuk penatalaksanaan

COVID-19 derajat ringan sampai sedang. Studi lebih lanjut

masih diperlukan untuk menentukan dosis dan durasi

favipiravir pada pasien COVID-19.

d) Mukolitik, Antitusif, dan Ekspektoran

Pemberian mukolitik, antitusif, dan ekspektoran berfungsi

untuk menurunkan gejala batuk pada pasien COVID-19.

e) N-acetylcysteine (NAC):

N-acetylcysteine diberikan pada pasien dengan batuk berdahak


karena memiliki efek mukolitik. Selain itu, NAC juga

memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, dan modulasi imun

yang dapat berperan dalam pengobatan COVID-19. Dosis

NAC peroral sebagai berikut:

f) Dextromethorphan:

3) Penatalaksanaan Gejala Sedang

a) solasi mandiri dapat dilakukan oleh pasien COVID-19 gejala

sedang, tetapi memerlukan pemantauan ketat jumlah asupan

kalori dan elektrolit, status hidrasi/cairan, dan saturasi oksigen

untuk evaluasi perkembangan kondisi pasien. Pasien dengan

SpO2 <93% sebaiknya dirawat di rumah sakit.

b) Pemantauan pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan

adalah laboratorium darah perifer lengkap termasuk hitung

jenis, dan bila memungkinkan ditambahkan CRP (C-reactive

protein), fungsi ginjal, fungsi hati, dan rontgen toraks secara

berkala

c) Medikamentosa Peroral, medikamentosa yang dapat diberikan

peroral pada pasien gejala sedang yang isolasi mandiri adalah

vitamin, antiviral favipiravir, dan terapi suportif. Dosis

pemberian sama dengan pasien gejala ringan di atas

d) Antikoagulan, Pemberian antikoagulan pada pasien COVID-

19 bertujuan untuk mencegah tromboemboli. Sebelumnya,

klinisi menilai risiko perdarahan pasien terlebih dahulu dengan

skor IMPROVE. Apabila pasien memiliki skor IMPROVE <7

maka pemberian antikoagulan profilaksis dapat diberikan.

14
15

Selain itu, klinisi juga perlu mengevaluasi kontraindikasi

pemberian antikoagulan, seperti perdarahan aktif, riwayat

alergi heparin atau heparin-induced thrombocytopenia (HIT),

(Hairunisa, COVID-19, 2019).

4) Penatalaksanaan Gejala Berat atau Kritis

a) Pasien COVID-19 dengan derajat berat atau kritis perlu

dirawat di ruang isolasi rumah sakit rujukan, atau dirawat

secara kohorting. Pengendalian infeksi dan terapi suportif

merupakan prinsip utama dalam manajemen pasien COVID-19

dengan keadaan buruk

b) Terapi oksigen

Terapi oksigen diberikan pada pasien dengan SpO2 <93%.

Ketentuan pemberian oksigen pada penderita COVID-19

sebagai berikut: Gunakan nasal kanul atau non-rebreathing

mask (NRM) dosis flow 15 L/menit, kemudian titrasi hingga

dosis yang memberikan target SpO2 92–96%, Apabila pasien

tidak mengalami perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi

perburukan, berikan high flow nasal cannula (HFNC) dengan

dosis inisiasi 30 L/menit dan FiO2 40% (fraction of inspired

oxygen), target SpO2 92‒96%, Apabila pasien masih memiliki

frekuensi nafas cepat ≥ 35x/menit, saturasi <92%, atau work of

breathing masih meningkat (dispnea atau menggunakan otot

bantu nafas aktif), maka titrasi flow secara bertahap 5‒10

L/menit diikuti dengan peningkatan fraksi oksigen.


c) Noninvasive Ventilation (NIV)

Ventilasi noninvasive (noninvasive ventilation / NIV)

merupakan terapi oksigen alternatif dari HFNC. Umumnya

HFNC lebih dipilih daripada NIV, karena penggunaannya

lebih nyaman dan lebih mudah ditoleransi. Ketentuan terapi

oksigen yang diinisiasi dengan NIV adalah:

Gunakan mode BiPAP (bilevel positive airway pressure) yang

terdiri dari NIV dan PSV (pressure support ventilation),

dengan tekanan inspirasi 12‒14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O,

dan FiO2 40-60% Tekanan inspirasi total yang dibutuhkan

umumnya ≥20 cmH2O untuk mencapai volume tidal 6‒8

mm/Kg. Titrasi FiO2 dan PEEP (positive end-expiratory

pressure) untuk mempertahankan target SpO2 92‒96%.

Kombinasi awake prone position dengan NIV dapat dilakukan

selama 2 jam 2 kali sehari untuk memperbaiki oksigenasi dan

mengurangi kemungkinan intubasi

d) Terapi Simptomatik

Terapi simptomatik seperti antipiretik, analgetik, mukolitik,

antitusif, dan ekspektoran, diberikan pada pasien sesuai

dengan tanda dan gejala pasien.

e) Terapi Komplikasi dan Komorbid

Pada pasien dengan keadaan syok sepsis, diberikan tata

laksana sesuai pedoman. Demikian pula pada pasien dengan

16
17

komorbid, seperti hipertensi dan diabetes mellitus, dapat

diberikan terapi dan pemantauan sesuai penyakitnya.

f) Pemeriksaan RT-PCR (Swab Test)

Pemeriksaan RT PCR merupakan pemeriksaan yang dilakukan

untuk mendeteksi materi genetik virus. Pemeriksaan PCR

dapat menggunakkan sampel swab nasofaring (melalui hidung)

dan swab orofaring (melalui tenggorokan).

Alat yang digunakan menggunakan swab khusus yang

digunakan untuk pemeriksaan PCR kemudian dimasukkan

kedalam tabung penampung( viral transport media/ VTM).

Metode PCR terdiri dari beberapa tahap yaitu proses pelepasan

dan penggandaan materi genetik virus sehingga dapat dideteksi

dengan alat.

Pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan laboratorium dan

peralatan PCR yang sesuai dengan standar Biosafety Level

Faktor yang berpengaruh pada pemeriksaan PCR antara lain

faktor pengambilan sampel, transportasi sampel, hingga proses

pengerjaan sampelnya.

Untuk proses pengerjaan sampel hingga dikeluarkan hasil

dapat memakan waktu yang cukup lama dibandingkan

pemeriksaan laboratorium lainnya. Untuk memastikan adanya

seseorang terinfeksi virus SARS COV-2 ini dianjurkan

menggunakan PCR SARS COV-2.


g) Pemeriksaan Serologis (Rapid Test)

Rapid test lebih berperan sebagai cara penyaringan awal

terhadap kasus positif Covid-19. Hasil rapid test tak bisa

dijadikan penopang diagnosis pasien Covid-19. Sebab,

pemeriksaan serologis ini hanya bertujuan melihat ada atau

tidaknya sistem kekebalan tubuh yang muncul sebagai respons

terhadap masuknya virus. Virus ini tidak selalu SARS-CoV-2

atau penyebab Covid-19. Waktu pemeriksaan juga

mempengaruhi hasil rapid test. Bisa jadi belum ada respons

dari sistem imun karena virus corona baru saja masuk.

Karena itu, hasil rapid test yang positif atau reaktif tidak selalu

menandakan orang yang dites positif corona. Diperlukan tes

berulang hingga swab test untuk menegakkan diagnosis.

Walau demikian, orang dengan hasil rapid test positif bisa

disaring dan diisolasi sebagai langkah antisipasi penularan

Covid-19 sembari menunggu kepastian diagnosis. Prosedur

rapid test lebih sederhana dan singkat dibanding swab test.

Biayanya pun lebih murah. Cara yang paling jamak adalah

dengan mengambil sampel darah dari ujung jari. Sampel ini

lalu diperiksa menggunakan alat rapid test untuk melihat

sistem imun.

Bila ditemukan respons sistem imun atau reaktif, ada potensi

infeksi virus corona. Begitu pula sebaliknya. Hasil ini bisa

diketahui dalam hitungan menit hingga jam sejak pengambilan

sampel.

18
19

Perbedaan RT-PCR dan Rapid Test dari penjelasan di atas bisa

ditarik poin perbedaan RT-PCR dan rapid test menyangkut

metode, sampel yang diambil, lama pemeriksaan hingga hasil

keluar, biaya, hingga diagnosis Covid-19.

(WHO, 2019)

h) Patofisiologi

Coronavirus penyebab COVID-19 merupakan jenis virus

RNA, single stranded Ribonucleic acid (ssRNA) yang berarti

bahwa kandungan elemen genetik di dalam virus adalah

kandungan RNA. Virus umumnya terdiri dari dua jenis yaitu

virus DNA dan RNA, dan virus hanya memiliki salah satu

material genetik, entah DNA atau RNA saja dan tidak terdapat

keduanya. Virus RNA adalah jenis virus yang mudah sekali

mengalami mutasi. Mutasi tersebut terletak pada Open

Reading Frames 1a/1b (ORF 1a/1b) dan empat struktur utama

coronavirus, yaitu: bagian N protein (Nucleocapsid), M

glycoprotein (membrane), S glycoprotein (spike), and E

protein  (sheath). Pintu masuk COVID-19 terhadap

sel host (manusia) adalah melalui Angiotensin Converting

Enzyme-2 (ACE-2) di mana ACE-2 tersebut terdapat di dalam

seluruh tubuh manusia, namun COVID-19 menyerang di ACE-

2 yang terdapat di saluran pernafasan manusia (paru-paru).


Hasil akhir dari serangan COVID-19 ke ACE-2 yang terdapat

di paru-paru adalah terjadinya Acute Lung Injury (ALI), Acute

Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang berujung

kematian akibat terjadinya sepsis pada tubuh penderita.

Keadaan penularan dan manifestasi COVID-19 diperparah

oleh penyakit yang ada di dalam tubuh seseorang yang dikenal

dengan istilah komorbid dan meningkatkan resiko kematian

akibat infeksi COVID-19.

Berhubungan dengan kajian molekuler patogenesis dan

transmisi COVID-19. COVID-19 dapat menempel pada

beberapa benda yang berada di sekitar manusia berada, yang

dikenal dengan konsep Built Environments (BEs) di mana BEs

terdiri dari komponen lingkungan biotik dan lingkungan

abiotik.

Penempelan COVID-19 pada material abiotik bervariasi, mulai

dari waktu 48 sampai dengan 72 jam yang dikenal dengan

konsep Tissue Culture Infectious Dose 50 (TCID50). Material

abiotik tersebut dapat berupa: pegangan pintu, tombol lift, dan

lainnya yang bersifat disentuh oleh seseorang.

Konsep BEs tersebut berhubungan erat dengan pola transmisi

COVID-19 dari seseorang ke orang lain. Selain BEs, terdapat

teori lain yang berhubungan dengan proses transmisi COVID-

19, yaitu konsep titik kontak dengan penjelasan sama dengan

konsep BEs. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa

20
21

COVID-19 dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain

melalui produk droplet, splatter, dan droplet nuclei yang

secara normal dikeluarkan oleh orang yang sehat sekalipun.

Produk-produk tersebut merupakan produk aerosol yang lazim

ditemui pada berbagai tindakan di kedokteran gigi dan

tindakan kedokteran.

Prosedur diagnosis terhadap penderita COVID-19 terbagi ke

dalam empat jenis, yaitu: kategori Orang Dalam Pengawasan

(ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala

(OTG), dan pasien terkonfirmasi positif COVID-19. Pada

beberapa pasien dengan keadaan terinfeksi COVID-19,

merasakan terjadinya gangguan pada sistem indera rasa

pengecap dan penciuman yang disebabkan oleh COVID-19

merusak sistem saraf yang berhubungan dengan indera rasa

pengecap dan penciuman. Diagnosis tersebut dapat ditegakkan

dengan melakukan foto rontgen thoraks, rapid test, dan

pendekatan molekular dengan menggunakan Reverse

Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Corona bisa menyebabkan happy hypoxia karena Invasi virus

awal ke sistem saraf pusat dan keterlibatan jaringan otonom

pusat yang terkait dengan disfungsi saraf dan pengurangan

aktivitas parasimphatetic menyebabkan hipoksia otak. Dengan

kata lain, jaringan saraf otak yang mengatur fungsi pernapasan


berhenti mengirimkan perintah ke paru-paru untuk bernapas

dengan benar sehingga pada akhirnya menyebabkan hipoksia

otak. Anosmia tanpa gejala hidung lainnya telah dikenali

sebagai tanda yang mengkhawatirkan dari tahap awal COVID-

19. Ini mungkin menunjukkan bahwa SARS-CoV-2, ketika

memasuki tubuh melalui hidung, bersifat neurotropik,

memiliki afinitas untuk epitel olfaktorius dan berkembang

sepanjang saraf penciuman ke dalam SSP, menyebabkan

infeksi SSP tahap awal. Infeksi virus pada SSP dapat

menyebabkan kerusakan dari infeksi sel saraf, dari respon

imun, atau dari kombinasi keduanya. Gejala awal SSP, seperti

sakit kepala, mual, dan muntah juga telah dilaporkan pada

pasien dengan COVID-19, yang menyebabkan untuk

menyimpulkan bahwa coronavirus tidak terbatas pada saluran

pernapasan tetapi juga dapat menyerang SSP dan

menyebabkan penyakit neurologis.Peradangan yang tidak

memadai oleh sumbu neuro-imun.15 Sejauh ini telah diketahui

bahwa infeksi SARS-CoV-2

(Dr. H. Yudiant, 2020).

22
23

Skema 2.1

Pathway Covid – 19 dengan happy hipoxia

Virus SARS – COV – 19

(melalui produk droplet, splatter, dan


droplet nuclei yang secara normal
dikeluarkan oleh orang yang sehat
sekalipun )

Menginfeksi saluran pernafasan pada orang normal


yang mengalami daya imun yang rendah dan pada
orang orang yang rentan yang beresiko seperti :

Lansia
Mempunyai factor komorbid yaitu penyakit
pernafasan kronis,asma,dm,gagal ginjal
kronis,penyakit jantung,HIV/AIDS

Virus masuk ke tubuh melalui Paru paru mendeteksi


adanya Bersihan
saluran pernfasan jalan nafas
virus ,mengkompensas
i dengan tidak efektiv
menghsasilkan sekret
Virus menginfeksi tubuh
sehingga menyebkan proses
peradangan yang berakibat
demam
Hipertermi b.d
Invasi virus awal ke sistem proses infeksi
saraf pusat

disfungsi saraf dan


pengurangan aktivitas Infeksi virus pada SSP dapat
parasimphatetic menyebabkan kerusakan dari infeksi sel
saraf

Hypoxia otak mengakibatkan rasa


Meyebabkan kerusakan pada
mual muntah
nervus yang mengontrol
penciuman dan pengecapan

Karena otak kekurangan asupan Intake dan outpute


O2,Otak tidak bisa untuk cairan tidak
memerintahkan bernafas seperti balance
semula
Menyebabkan
gangguan
Kurangnya pencernaan Hipovolemia
Happy hypoxia suplai energi ke
tubuh
Diare b.d proses penyakit

Intoleransi aktivitas
2. Happy hypoxia

a. Definisi

Happy Hypoxia diperkirakan pertama kali muncul setelah Corona virus

mewabah di Wuhan, China. Banyak pasien berusia lanjut di Wuhan

yang mengalami gagal napas, namun tanpa disertai gejala gangguan

pernapasan. Awalnya, para pakar medis di China menggunakan

istilah Silent Hypoxemia. Namun, istilah tersebut berkembang

menjadi happy hypoxia, karena para pasiennya tidak mengalami

kesulitan bernapas, sehingga terus beraktivitas, tanpa mengetahui kadar

oksigen dalam darahnya terus berkurang. Kondisi itulah yang pada

akhirnya membuat para ahli medis kebingungan karena para pasien

tidak mengalami keluhan di bagian pernapasan saat melakukan

pemeriksaan rontgen dan CT Scan. Tercatat pada periode tersebut,

sekitar 18,7% pasien COVID-19 di Wuhan mengidap happy hypoxia

(Malviya, et al, 2020 ).

b. Etiologi

Happy hypoxia disebabkan antara lain karena tersumbatnya proses

respirasi oksigen ke dalam paru-paru (mulai dari masuknya oksigen

sampai penggunaannya di dalam tubuh kita). Menurut sejumlah dokter

di Indonesia, penyebab happy hypoxia diduga terjadi karena

terganggunya reseptor dalam mekanisme saraf akibat virus corona

sehingga mengganggu proses respirasi. Selain itu adanya kelainan pada

batang otak yang mengatur oksigensi. Terakhir, kelainan paru-paru

(terjadi ketidaksesuaian antara masuknya oksigen dengan oksigen

dalam darah) pun diduga menjadi penyebabnya. (Malviya, et al, 2020).

24
25

c. Manifestasi klinis

Meski tanpa gejala, mendeteksi happy hypoxia dalam tubuh

sebenarnya bisa dilakukan. Biasanya, pasien yang mengalami kondisi

tersebut akan mengalami gejala-gejala ringan seperti badan lemas dan

demam. Selain itu juga bisa memeriksakan diri melalui alat pulse

oximeter. Alat tersebut dapat membantu mengecek kadar oksigen,

sehingga saat kadar oksigen di dalam darah tercatat berada di level

rendah. Sementara itu, menurut Juru Bicara COVID-19 Universitas

Sebelas Maret (UNS), Jawa Tengah, Tonang Dwi Ardiyanto, cara lain

pun bisa dilakukan untuk mendeteksi happy hypoxia. Caranya adalah

dengan mencoba duduk tegap, dan mengambil napas dalam-dalam

sebanyak dua atau tiga kali.

Apabila dalam kondisi normal yang tidak mengalami masalah

Hypoxia, aktivitas tersebut tidak akan menjadi masalah. Namun,

menurut Tonang Dwi Ardiyanto, apabila saat melakukannya ada

tanda-tanda seperti mengalami batuk atau tersendak ada kemungkinan

risiko mengarah ke gejala happy hypoxia.

(Hidayah, 2020).

d. Penatalaksanaan

Bagi pasien covid 19 yang mengalami happy hypoxia ada beberapa cara

untuk mengatasi saat tubuh kekurangan oksigen dan kembali kepada

kondisi normal.

Baik hipoksia dengan gejala atau tidak, perlu adanya bantuan dokter

untuk memberikan bantuan akibat berkurangnya kadar oksigen tersebut.


Tapi bagi penderita hipoksia yang masih dapat bernafas namun tidak

memungkinkan untuk mendapat terapi oksigen, lakukan proning.

Teknik yang mengharuskan pasien berbaring tengkurap untuk

meningkatkan kadar oksigen.  Cara ini memiliki manfaat yang besar

dan dapat terasa langsung, sehingga pasien covid 19 tidak memerlukan

dukungan oksigen tambahan. 

1) Tengkurap menggunakan bantal yang berada pada Bawah leher.

Bawah dada dan di bawah tulang kering.

2) Berbaring ke sisi kanan dengan tambahan bantal sebagai

pendukungnya

3) Berbaring ke sisi kiri dan melakukan hal yang sama seperti

sebelumnya

4) Duduk dengan posisi 60 sampai 90 derajat cat sad dan kemudian

kembali pada posisi tengkurap

(Hidayah, 2020).

B. KONSEP KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien covid – 19 dengan

happy hypoxia meliputi :

1. pengkajian primer berdasarkan kegawat daruratan

Pengkajian ini mengutamakan masalah-masalah yang mengancam

nyawa terkait dengan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, dan status

kesadaran pasien. Komponen pengkajian primer menurut

Kartikawati (2011, hlm.68) yaitu:

a. Airway (jalan nafas)

26
27

Bebas, tidak ada sumbatan yang menghalangi jalan nafas pasien,

dan tidak ada secret

b. Breathing

Auskultasi (suara nafas)

Bunyi nafas wheezing

c. Circulation

Saturasi O2 pasien 88%

Tekanan darah: 150/82 mmHg

MAP : 104,7 mmHg (Normal : 70-99 mmHg)

1. Suhu : 36,60C Axillar

2. Pernapasan : 25x/menit

d. Disability

GCS pada pasien E: 4 M:6 V: 5 = 15 pasien sadar

penuh

e. Eksposure:

Tidak ada kelainan tidak terjadi perdarahan dll

Tabel 2.3

Pemeriksaan GCS atau tingkat kesadaran

Nilai Keterangan

Respon Mata (Eyes)

Spontan 4 Mata terbuka secara spontan

Rangsangan 3 Mata terbuka dengan perintah verbal


Suara

Rangsangan 2 Mata terbuka dengan rangsangan


Nyeri nyeri

Tidak ada 1 Tidak membuka mata


Respon Motorik (Motoric)

Mematuhi 6 Bereaksi terhadap perintah verbal


Perintah

Melokalisasi 5 Mengidentifikasi nyeri yang


terlokalisasi
Menarik 4 Fleksi dan menarik dari rangsangan
nyeri
Fleksi 3 Membentuk posisi dekortokasi
Abnormal

Ekstensi 2 Membentuk posisi deserebrasi


Abnormal

Tidak ada 1 Tidak ada respon

Respon Verbal

Orientasi 5 Orientasi baik dan mampu berbicara


Baik

Binggung 4 Disorientasi binggung

Kata-kata yang tidak tepat 3 Disorientasi dan binggung

Kata-kata yang tidak 2 Meregang atau merintih


Jelas
Tidak ada 1 Tidak ada respon

2. Pengkajian Sekunder

a. Identitas klien

Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Biasanya didapatkan penurunan kadar oksigen dalam tubuh

disertai demam yang tak kunjung turun tanpa gejala sesak nafas.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan covid – 19 dengan happy hypoxia seringkali

berlangsung tanpa adanya gejala sesak nafas dan tanpa disadari

28
29

oleh penderita. Biasanya terjadi demam yang tak kunjung turun

serta batuk kering yang bertambah parah dan menetap,gangguan

pada indra penciuman dan perasa ,dengan keluhan semakin

lemas,warna bibir atau ujung jari mulai kebiruan.

d. Riwayat kesehatan lalu

Pasien pernah mengalami penyakit asma 1 tahun lalu

e. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami permasalahan pada

pernafasan seperti kasus pasien yaitu covid -19

f. Aktivitas/ Istirahat

1) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena lemas

dan demam

2) Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri otot).

3) Penurunan kadar oksigen dalam tubuh yang menyebabkan

ujung jari kebiruan dan terjadi sianosis

4) Gangguan penciuman dan indra perasa

5) Gangguan tingkat kesadaran.

g. Sirkulasi

a) Tidak ada penyakit jantung bawaan pada pasien

b) Frekuensi nadi bervariasi

h. Integritas Ego

1) Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa,cemas

2) Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan

3) Gembira
Kesulitan untuk mengekspresikan diri.

i. Eliminasi

1) Perubahan pola berkemih

2) Distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

j. Makanan/ Cairan

a) Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,

b) Kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan, kehilangan

indra perasa sehingga pasien merasa makan tidak enak atau

tidak nafsu makan

c) Sakit pada tenggorokan dan nyeri telan saat mengkonsumsi

makanan ataupun cairan

d) Mengalami gangguan pencernaan diare .

k. Neurosensori

1) Sinkope/pusing, sakit kepala,

2) Kelemahan

3) Hilangnya rangsang sensorik dari saraf pusat sehingga

pasien merasa dirinya tidak mengalami sesak nafas ,hal ini

terjadi karena system saraf perifer dan pusat yang

mengganggu aktivasi wilayah otak yang bertanggung jawab

atas sensaasi dispnea

4) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

5) Status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi

penurunan kesadaran pada pasien secara bertahap yang

mengalami tanda gejala sianosis dikarenakan kadar oksigen

dalam tubuh menurun sehingga otak kekurangan asupan

30
31

oksigen yang menyebabkan terganggunya kesadaran

6) Gangguan tingkah laku (letargi, apatis, menyerang),

7) Gangguan fungsi kognitif (seperti penurunana memori,

pemecahan masalah).

l. Ekstremitas: kelemahan/paralisis kontrralateral, genggaman

tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral.

m. Pada wajah terjadi paralisis, afasia, kehilangan kemampuan

untuk mengenalimasuknya rangsang visual,

pendengaran, takti (agnosia) , kewaspadaan, gangguan

persepsi

Kehilangan kemampuan menggunakan kemampuan motorik

(apraksia). Ukuran/ reaksi pupil tidak sama.

n. Kenyamanan / Nyeri

1) Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

2) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada

otot

3) Mengalami nyeri telan

o. Pernapasan

1) Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas

2) Mengalami penurunan kadar oksigen

3) Terdapat suara nafas ronchi

p. Keamanan

1) Perubahan sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh

2) Tidak mampu mengenal objek

3) Gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan


dalam menelan

4) Gangguan dalam memutuskan

q. Interaksi Sosial

Terjadi masalah interaksi sosial karena mengalami lemas dan

pusing.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien

meliputi:

a. Definisi Kasus (Suspek, Probable, Konfirmasi dan Kontak

Erat)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan

dan Pengendalian Covid-19 mendefinisikan empat istilah dalam

kasus Covid-19, yaitu suspek, probable, konfirmasi, dan kontak

erat.

b. Apa Itu Kasus Suspek?

Kasus suspek Covid-19 sebelumnya merujuk pada istilah pasien

dalam pengawasan (PDP). Pasien yang dicurigai terjangkit

Covid-19 berdasarkan kriteria tertentu di bawah ini tergolong

sebagai kasus suspek.

c. Kriteria A       

Dalam kriteria A, kasus suspek terjadi jika pasien memenuhi

lebih dari satu kriteria klinis dan lebih dari satu kriteria

epidemiologis berikut ini.

d. Kriteria Klinis

32
33

Mengalami demam akut/riwayat demam dengan suhu 38 derajat

Celsius ke atas dan batuk, atau Memiliki tiga atau lebih

gejala/tanda akut di bawah ini:

1) Demam/riwayat demam

2) Batuk

3) Kelelahan

4) Sakit kepala

5) Nyeri otot

6) Nyeri tenggorokan

7) Oryza/pilek/hidung tersumbat

8) Sesak napas

9) Anoreksia/mual/muntah

10) Diare

11) esadaran menurun

d. Kriteria Epidemiologis

Dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala: Pernah tinggal atau

bekerja di tempat dengan risiko penularan tinggi, atau pernah

tinggal atau bepergian di negara/daerah di Indonesia yang

melaporkan adanya penularan lokal, atau bekerja di fasilitas

kesehatan baik sebagai petugas medis maupun non-medis serta

petugas pelaksana penyelidikan dan pemantauan kasus serta

kontak

e. Kriteria B       

Dalam kriteria B, seseorang menjadi kasus suspek jika mengalami

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat.


f. Kriteria C       

Dalam kriteria C, kasus suspek berlaku untuk orang yang:

1) Tidak menunjukkan gejala

2) Tidak memenuhi kriteria epidemiologis

3) Pemeriksaan antigen SARS-CoV-2 menunjukkan hasil positif

4. Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI (2017), penyusunan diagnosa keperawatan yang

sesuai dengan kondisi pasien covid 19 happy hypoxia :

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi perfusi (D.0003)

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis

(proses infeksi,disfungsi neuromuskular) (D.0001)

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

d. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan

(D.0023)

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

(D0056)

f. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan

metabolisme D.0004

g. Diare berhubungan dengan proses infeksi (D.0020)

5. Intervensi

Menurut SIKI (2017), penyusunan intervensi keperawatan yang

sesuai dengan kosndisi pasien Covid – 19 dengan happy hypoxia

34
35

antara lain:

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis

(proses infeksi, disfungsi neuromuskular)

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan ketidakmampuan

diri membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Batasan karakteristik : Bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan fisiologis (proses infeksi, disfungsi

neuromuskular)

Penyebab : fisiologis (disfungsi neuromuscular)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam

diharapkan

SLKI : bersihan jalan nafas meningkat

KH ::

1. Batuk efektiv dari sedang 3 menjadi menurun 1

2. Sianosis dari sedang 2 menjadi cukup menurun 4

3. Ronkhi dari sedang 3 menjadi menurun 1

SIKI : manajemen jalan nafas

- Monitor pola nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan

upaya nafas)

R : mengetahui kemampuan bernafas pasien

- Monitor bunyi nafas tambahan

R : mengetahui adanya masalah pada system pernafasan

pasien

- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan


chin-lift (jaw-thrust) jika curiga trauma servikal

R : memastikan jalan nafas aman sehingga oksigen dapat

masuk

- Posisikan semifowler

R : melancarkan ventilasi

- Ajarkan teknik batuk efektif

- R : mengurangi sputum

- Kolaborasi dengan dokter pemberian oksigen

- R : mencukupi kebutuhan oksigen pasien

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi perfusi (D.0003)

Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eleminasi

karbondioksida pada membrane alveolus kapiler

Batasan karakteristik : gangguan pertukaran gas berhubungan

dengan PCO2 meningkat/menurun , PO2 menurun, PH arteri

meningkat / menurun , bunyi nafas tambahan

Batasan karakteristik : infeksi saluran nafas

Penyebab : fisiologis (disfungsi neuromuscular)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam

diharapkan

SLKI : pertukaran gas

KH :

36
37

1. Pusing dari sedang 3 menjadi menurun 1

2. PCO2 dari sedang 3 menjadi cukup membaik

3. Ph arteri dari sedang 3 menjadi cukup membaik 4

4. Sianosis dari sedang 3 menjadi cukup membaik 4

SIKI : pemantauan respirasi

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

R : Mengetahui tingkat upaya nafas

- Monitor saturasi oksigen

R : Memantau saturasi oksigen dalam tubuh

- Monitor nilai AGD

R : Memantau nilai gas darah

- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

R : Memantau perkembangan respirasi pasien

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

R : Memperjelas tindakan

c. Diare berhubungan dengan proses infeksi (D.0020)

pengeluaran feses yang sering,lunak dan tidak berbentuk

penyebab : proses infeksi

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan

masalah pasien berkurang

SLKI : status cairan

KH :

- intake cairan dari sedang 3 menjadi cukup membaik 4

- perasaan lemah dari sedang 3 menjadi cukup menurun 4


SIKI : Manajemen cairan

- monitor status hidrasi

R : mengetahui kebutuhan cairan pasien

- berikan asupan cairan

R : memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh

- kolaborasi pemberian diuretik

R : Mengurangi intensitas diare

d. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan (D.0023)

penurunan volume cairan intravaskuler, intrsisial,dan atau intra seluler

penyebab : kehilangan cairan aktif,kekurangan intake cairan

setelah dilakukan tindakan selama 1 X 4 jam diharapkan kehilangan

cairan aktif menurun

SLKI : status nutrisi

KH :

- nafsu makan dari sedang 3 menjadi membaik 5

- porsi makanan yang dihabiskan dari sedang 4 menjadi cukup

meningkat 5

SIKI : Manajemen Nutrisi

- identifikasi status nutrisi

R : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang harus diberikan

- identifikasi makanan yang disukai

R : menambah nafsu makan pasien

- monitor asupan makanan

R : mempertahankan asupan makanan yang masuk

38
39

- berikan makanan yang tinggi protein dan tinggi kalori

R : meningkatkan jumlah asupan yang masuk agar terpenuhi

- anjurkan posisi duduk

R : mengurangi reflek muntah

- kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (antiemetik)

R : mencegah terjadinya mual muntah saat makan

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D0056)

definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari

setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 1 x 4 jam

penyebab : ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

SLKI : konservasi energi

KH :

- pembatasan energi dari sedang 3 menjadi cukup menurun 2

- menyeimbangkan aktivitas dan istirahat dari sedang 3 menjadi

menurun 1

- teknik pernafasan yang efektiv dari sedang 3 mrnjadi cukup

meningkat 4

SIKI : management energi

- identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

- berikan aktivitas distraksi menenangkan

- anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

- kolaborasi dengan ahli gizi cara meningkatkan asupan makanan

f. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

definisi : suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh


penyebab : proses penyakit (covid – 19)

setelah dilakukan tindakan selama 1 x 4 jam diharapkan suhu tubuh

pasien menurun

SLKI : termoregulasi

KH :

- pucat dari sedang 3 menjadi cukup menurun 4

- suhu kulit dsri mrmburuk 1 menjadi sedang 3

SIKI : Manajemen hipertermia

- identifikasi penyebab hipertermia

R : mengurangi penyebab hipertermia

- monitor suhu tubuh

R: memantau perkembangan suhu

- sediakan lingkungan yang dingin

R : menurunkan suhu tubuh

- berikan cairan oral

R : membantu memperlancar proses regulasi tubuh

- berikan oksigen jika perlu

R: membantu proses oksigen dalam tubuh

- kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena

R : membantu proses regulasi tubuh

g. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme

D.0004

definisi : penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak

mampu bernafas secara adekuat

40
41

penyebab : gangguan metabolisme,kelelahan otot pernafasan

setelah dilakukan tindakan selama 1 x 4 jam diharapkan

SLKI : sirkulasi spontan

KH :

- saturasi oksigen dari menurun 1 menjadi sedang 3

- frekuensi nafas dari menurun 1 menjadi sedang 3

- frekuensi nadi dari menurun 1 menjadi sedang 3

SIKI : Manajemen ventilasi mekanik

- periksa indikasi mekanik

R : memastikan bahwa pemberian ventilator dilakukan dengan idikasi

yang tepat

- monitor gejala peningkatan pernafasan

R : mengidentifikasi penyebab peningkatan pernafasan

- atur kepala posisi 45 – 60 ̊

R : melancarkan oksigen masuk ke tubuh

- kolaborasi pemilihan mode ventilator

R : mencegah terjadinya kesalahan pemberian terapi


BAB III

RESUME KASUS

A. PENGKAJIAN

Berdasarkan pengkajian pada tanggal 2 agustus 2021 didapatkan bahwa

pasien bernama Ny.S berusia 45 tahun. Jenis kelamin perempuan .

Agama Islam. Suku Jawa. Pasien menggunakan Bahasa Jawa dan

Bahasa Indonesia. Pasien adalah seorang warga Negara Indonesia.

Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Pasien bekerja sebagai

wiraswasta. Pasien beralamat di B, Jawa. Pasien didiagnos COVID –

19

Pasien dirawat di rumah sakit tanggal 2 Agustus 2021. Saat dilakukan

pengkajian, pasien mengatakan sudah 7 hari batuk kering,badan

demam, lemas, merasa cepat lelah saat dipakai untuk berktivitas

mengalami mual muntah tidak enak badan,nyeri tenggorokan,

kemudian di bawa ke IGD RS PANTI WILASA Semarang, dilakukan

pemeriksaan ttv didapatkan , wajah tampak pucat , kesadaran compos

mentis, GCS E4M6V5, TD 140/100 mmHg, MAP 113,3 mmHg, N

75x/menit, S 38,5oC, RR 26x/menit reguler, SpO2 88 %, CRT

42
43

>3 detik,hasil AGD : PH : 7,74 SaO2 : 88%, PaO2 : 110 mmHg,

PaCO2 : 45mmhg , HCO3 : 30 mEq/L, akral teraba hangat,kemudian

dilakukan swab test antigen didapatkan hasil positif nilai CT 28 yang

artinya positif kuat .

Di IGD Mendapatkan terapi infus RL 8 tpm,terapi oksigen nasal kanul

3L/mnt dengan target saturasi awal yang mana 88% untuk pasien

dengan resiko hiperkapnia sampai mecapai target saturasi menjadi 94-

98 % , diberikan terapi obat per oral favipiravir dosis 1.600 mg/12 jam

peroral yang merupakan terapi virus influenza ditemukan dapat

meningkatkan klirens virus dalam 7 hari dan meningkatkan klinis

pasien dalam 14 hari ,diberikan antipiretik paracetamol peroral

500mg/4 jam untuk menurunkan panas,diberikan terapi obat anti

inflamsi N – acetylcysteine peroral dengan dosis 200 mg/3-4

kali/hari,Ambroxol peroral dosis 75 mg 1x/hari,remdesivir 200mg IV

drip dan diposisikan semi fowler.

Pasien mengatakan mempunyai riwayat asma 1 tahun yang lalu. Pasien

pernah di rawat di RS 1 tahun yang lalu karena asma . Keluarga

mengatakan dari keluarga tidak ada yang memiliki penyakit keturunan

seperti dm,hipertensi

Berdasarkan pemeriksaan riwayat AMPLE didapatkan bahwa pasien

tidak ada riwayat alergi baik obat maupun makanan. Kemudian

medication/obat yang telah atau sedang dikonsumsi, pasien tidak


mengkonsumsi obat-obatan apapun, untuk past illnes (penyakit

dahulu)/pregnancy (kehamilan) pasien belum pernah menderita

penyakit yang sama sebelumnya ataupun penyakit yang parah saat

dilakukan pemeriksaan last meal/makanan yang dikonsumsi terakhir,

pasien terakhir hanya mengkonsumsi snack ringan dan event/environt

(lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan yang

menyebabkan pasien di rawat di rs yaitu mengalami demam yang tak

kunjung turun serta batuk kering kurang lebih 7 hari dan nyeri pada

tenggorokan , badan lemas, diare .

Berdasarkan data pemeriksaan fisik tampak bahwa pada pemeriksaan

mata, konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan hidung didapatkan pasien

tampak bersih terpasang nasal kanul 3 liter . Pada pemeriksaan mulut

dan tenggorokan terdapat mukosa bibir kering terjadi nyeri telan . Pada

pemeriksaan thorax paru didapatkan RR 26 x/menit dan terdengar suara

ronkhi dan wheezing di lapang paru pasien kemudian saturasi

oksigennya 88% . Pada pemeriksaan reflex patologis dengan reflex

Babinski didapatkan hasil kanan positif dan kiri positif, pada

pemeriksaan abdomen terdapat bising usus 7 kali/menit terdapat nyeri

tekan dan perkusi pekak.

Pada pengkajian pola nutrisi metabolic didapatkan hasil antopometri

Indeks Massa Tubuh 24,22 kg/m2, biomechanical Hb 11,8 g/dL,

Ureum : 127,19 mg/dL, Kreatinin : 4,83 mg/dL, dan clinical turgor

kulit tidak elastis.

Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan saat di RS didapatkan data

44
45

pasien bedrest total. Activity Daily of Living (ADL) tidak dibantu

dilakukan secara. Pengkajian ADL ini menggunakan indeks katz yaitu

dengan menilai kemampuan pasien. Dari penilaian tersebut tampak

bahwa pasien mandiri bisa melakukakn semuanya dengan mandiri.

Pasien dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, meliputi

pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan analisa gas darah,

pemeriksaan kimia klinik, pemeriksaan radiologi CT-Scan,rapid test

antigen dan pemeriksaan EKG. Pada pemeriksaan darah lengkap yang

dilakukan pada tanggal agustus 2021 didapatkan hasil Hb11.8 g/dl (L),

lekosit 14.41 ribu/mm3 (H), eritrosit 3.83 juta/mm3 (L), hematocrit

33.5 % (L), glukosa sewaktu 162 mg/dL (H), ureum 118.7 mg/dl (H),

kreatinin 3.74 mg/dl (H).

Pada pemeriksaan analisa gas darah yang dilakukan pada tanggal 2

agustus 2021 didapatkan AGD : PH : 7,74 SaO2 : 88 %, PaO2 : 110

mmHg, PaCO2 : 45mmhg , HCO3 : 30 mEq/L, dilakukan rapid test

antigen didapatkan hasil positif nilai CT 28 yang artinya positif kuat.

B. DIAGNOSA – EVALUASI

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis

(proses infeksi, disfungsi neuromuscular)

Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif penulis susun dengan

didukung data yaitu suara ronkhi dan wheezing, RR : 26 kali/menit,

SpO2 88%. Tujuan dari penyusunan intervensi pada diagnosa ini


adalah setelah dilakukan tindakan keperawaatan selama 1x4 jam

bersihan jalan nafas meningkat. Selanjutnya, kriteria hasil yang

penulis susun untuk mengevaluasi diagnosa adalah tidak terdapat

sekret, tidak terdengar suara ronkhi, RR dalam batas normal (16-24

x/mnt), SpO2 100% Untuk mengatasi diagnosa bersihan jalan nafas

tidak efektif penulis merencanakan tindakan manajemen jalan

nafas, pengisapan jalan nafas, pengaturan posisi, pemantauan

pernafasan, kolaborasi pemberian oksigen nasal canule 3

liter/menit, namun ada intervensi yang tidak dilakukan yaitu

peningkatan. Implementasi diberikan selama 4 jam . pada

implementasi pertama didapatkan respon obyektif pasien terdapat

sekret berwarna kuning kental, terdapat suara ronkhi, tanda-tanda

vital (TD 186/90 mmHg, RR 26 x/mnt, SpO2 88%).

Setelah melaksanakan implementasi, penulis melakukan evaluasi.

Adapun evaluasi yang didapatkan pada hari ke enam hasil

pemeriksaan didapatkan data obyektif pasien terdapat sekret

berwarna kuning kental, suara nafas ronkhi pada auskultasi kedua

lapang paru, tanda-tanda vital (TD 149/84 mmHg, MAP 106

mmHg, RR 26 x/mnt, N 82 x/mnt, SpO2 88%, S 38, oC). Dari data

tersebut, penulis menyimpulkan masalah ketidakefektifan bersihan

jalan nafas belum teratasi. Oleh sebab itu, penulis merencanakan

untuk menlajutkan intervensi (monitor frekuensi nafas, monitor

saturasi oksigen, lakukan penghisapan lendir/suction, lakukan

perawatan mulut/ oral hygiene, kolaborasi pemberian,

46
47

bronkodilator)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi

Diagnosa diatas penulis susun dengan adanya data AGD : PH :

7,74 SaO2 :88 %, PaO2 : 110 mmHg, PaCO2 : 45mmhg , HCO3 :

30 mEq/L, Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau

eleminasi karbondioksida

pada membrane alveolus kapiler tujuan dari penulis menyusun

diagnosa ini yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1

x 4 jam diharapkan

selanjutnya kriteria hasil yang penulis susun untuk mengevaluasi

hal tersebut yaitu tingkat pusing dari sedang 3 menjadi menurun 1,

PCO2 dari sedang 3 menjadi cukup membaik 4, Ph arteri dari

sedang 3 menjadi cukup membaik 4, Sianosis dari sedang 3 menjadi

cukup membaik 4 untuk mengatasi diagnosa pertukaran gas penulis

memberikan intervensi pemantauan respirasi dengan cara monitor

frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat upaya nafas kemudian monitor saturasi oksigen

dengan cara emantau saturasi oksigen dalam tubuh menggunakan

oxymetri , kemudian monitor nilai AGD untuk Memantau nilai gas

darah lalu mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi

pasien untuk memantau perkembangan respirasi pasien serta

menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Dari data tersebut,

penulis menyimpulkan masalah gangguan pertukaran gas belum

teratasi. Oleh sebab itu, penulis merencanakan untuk menlajutkan


intervensi (monitor frekuensi nafas, monitor saturasi oksigen,

kolaborasi pemberian bronkodilator,dan monitor AGD)

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Diagnosa diatas penulis susun dengan adanya data pendukung yaitu

suhu tubuh pasien 38,6 ̊C kemudian mukosa bibir kering, wajah

pucat,dengan tujuan suhu tubuh meningkat di atas rentang normal

tubuh,setelah dilakukan tindakan selama 1 x 4 jam diharapkan suhu

tubuh pasien menurun dengan kriteria hasil pucat dari sedang 3

menjadi cukup menurun 4, suhu kulit dsri mrmburuk 1 menjadi

sedang 3, dan dilakukan manajemen hipertermia dengan

implementasi 1 hari denga cara identifikasi penyebab hipertermia,

mengurangi penyebab hipertermia, monitor suhu tubuh, memantau

perkembangan suhu , sediakan lingkungan yang dingin untuk

menurunkan suhu tubuh kemudian berikan cairan oral untuk

membantu memperlancar proses regulasi tubuh dan memberikan

oksigen jika perlu untuk membantu proses oksigen dalam tubuh,

kemudian kolaborasikan pemberian cairan elektrolit intravena

dengan tujuan membantu proses regulasi tubuh, penulis menyimpulkan


hipertermia belum teratasi. Oleh sebab itu,penulis merencanakan intervensi

lanjut dengan cara pemberian obat penurun panas kolaborasi dengan dokter.

DIAGNOSA YANG TIDAK MUNCUL

1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan

metabolisme

Diagnosa diatas penulis susun dengan dukungan data pasien

48
49

mengalami covid – 19 dengan happy hipoxia atau tanpa sesak nafas

hal ini didukung dengan penurunan saturasi oksigen yang

signifikan yaitu 88% rtanpa adanya keluhan sesak nafas dan RR

pasien 26 x / menit,setelah itu penulis,selanjutnya penulis

melakukan tindakan tindakan selama 1 x 4 jam diharapkan dengan

kriteria hasil saturasi oksigen dari menurun 1 menjadi sedang 3,

frekuensi nafas dari menurun 1 menjadi sedang 3, frekuensi nadi

dari menurun 1 menjadi sedang 3, dengan intervensi Manajemen

ventilasi mekanik dan implementasi yang dilakukan yaitu periksa

indikasi mekanik hal ini untuk memastikan bahwa pemberian

ventilator dilakukan dengan idikasi yang tepat kemudian monitor

gejala peningkatan pernafasan hal ini untuk mengidentifikasi

penyebab peningkatan pernafasan kemudian mengatur kepala

posisi 45 – 60 ̊hal ini dilakukan untuk melancarkan oksigen masuk

ke tubuh kemudian kolaborasi pemilihan mode ventilator untuk

mencegah terjadinya kesalahan pemberian terapi,dari hasil

intervensi dan implementasi tersebut didapatkan hasil bahwa

masalah yang terjadi pada pasien belum teratasi sehingga penulis

menyarankan untuk melanjutkan intervensi yaitu dengan

melanjutkan pemasangan alat bantu nafas dan monitor nafas

2. Diare berhubungan dengan proses infeksi

Diagnosa diatas penulis ambil atas dasar data pada gejala pasien

yaitu mengalami diare dan bising usus 8x/menit kemudian selain

itu pengaruh proses infeksi juga bisa menyebabkan seseorang diare


seperti yang dialami pasien yaitu terkena infeksi virus covid – 19

Tujuan penulis melakukan intervensi adalah setelah tindakan

keperawatan selama 1x4 jam diharapkan masalah pasien berkurang

, dengan kriteria hasil yang ingin dicapai yaitu intake cairan dari

sedang 3 menjadi cukup membaik kemudian perasaan lemah dari

sedang 3 menjadi cukup menurun 4,intervensi yang diberikan

penulis yaitu manajemen cairan dan implementasi dilakukan 1 hari

dengan cara monitor status hidrasi untuk mengetahui kebutuhan

cairan pasien, kemudian memberikan asupan cairan

untukmemenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh kemudian

kolaborasi pemberian diuretic untuk mengurangi intensitas

diare,dari hasil intervensi dan implementasi tersebut penulis

menyimpulkan bahwa masalah pada pasien belum teratasi

kemudian penulis menyarankan utuk melanjutkan intervensi yaitu

monitor tingkat hidrasi dan bising usus pasien

50
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan COVID –

19 pada Ny.s dengan happy hipoxia di IGD RS PANTI WILASA CITARUM.

Peneliti akan mengemukakan permasalahan yang ada dalam menganalisa kasus

asuhan keperawatan tersebut mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi, sampai dengan evaluasi.

A. Pengkajian

Berdasarkan pengkajian pada tanggal 2 agustus 2021 didapatkan bahwa

pasien bernama Ny.S berusia 45 tahun. Jenis kelamin perempuan . Agama

Islam. Suku Jawa. Pasien menggunakan Bahasa Jawa dan Bahasa

Indonesia. Pasien adalah seorang warga Negara Indonesia. Pendidikan

terakhir pasien adalah SMA. Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Pasien

beralamat di B, Jawa. Pasien didiagnos COVID – 19 . Pasien dirawat di

rumah sakit tanggal 2 Agustus 2021

51
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan sudah 7 hari batuk

kering,badan demam, lemas, merasa cepat lelah saat dipakai untuk

berktivitas mengalami mual muntah tidak enak badan,nyeri tenggorokan,

kemudian di bawa ke IGD RS PANTI WILASA Semarang, dilakukan

pemeriksaan ttv didapatkan , wajah tampak pucat , kesadaran compos

mentis, GCS E4M6V5, TD 140/100 mmHg, MAP 113,3 mmHg, N

75x/menit, S 38,5oC, pada umumnya suhu normal tubuh manusia dewasa

adalah 36,1 – 37,2 oC namun pada pasien covid – 19 mengalami kenaikan

suhu diatas normal / demam, demam dikatakan bila suhu badan diatas

37,5 derajat celcius. Demam menandakan sistem imun sedang melawan

infeksi seperti virus, bakteri, jamur atau parasit salah satu hal yang perlu

diperhatikan pada pasien COVID-19, khususnya ketika mereka mengalami

demam. Peningkatan suhu tubuh corona yang semakin parah perlu

diwaspadai sebab berbahaya jika tidak segera ditangani. (Hovarth, 2021).

Dikutip dari Biomedcentral, hasil analisis di Rumah Sakit Mount Sinai,

New York, menunjukkan sebanyak 9417 pasien dinyatakan positif

mengidap COVID-19 dengan deteksi PCR. Suhu tubuh corona pada 50

persen pasien yakni diatas 37 derajat celcius. Perlu diingat bahwa semakin

meningkat suhu tubuh corona, maka semakin besar kemungkinan infeksi

COVID-19 yang menimbulkan kematian pada pasien. Faktanya, satu dari

tiga pasien dengan suhu tubuh corona mencapai 39,5 derajat celcius

meninggal dunia. (Hovarth, 2021).

RR 26x/menit regular,Respiratory Rate (RR) adalah jumlah siklus

pernafasan (inspirasi dan ekspirasi penuh) yang dihitung dalam waktu 1

52
53

menit atau 60 detik (Perry & Potter, 2011). Alat ukur kedua dari fungsi

respirasi adalah saturasi oksigen (SpO2). Pada orang dewasa normalnya

RR atau pernapasan normal untuk orang dewasa adalah 12-20 kali per

menit.Sementara pada kasus ini pasien mengalami peningkatan RR yang

melebihi batas normal namun tidak mengalami sesak nafas hal ini biasa

disebut happy hipoxia silent hypoxia. Banyak pasien datang dengan

hipoksemia arteri yang jelas namun tanpa tanda-tanda distres pernapasan

yang proporsional, mereka bahkan tidak mengungkapkan rasa dispnea

secara verbal. Fenomena ini disebut sebagai silent hypoxemia atau 'happy'

hypoxemia. (Dhont et al. 2020 ).

SpO2 88 % , Saturasi oksigen merupakan merupakan tingkat persentase

hemoglobin yang terikat oksigen di dalam darah. Hemoglobin berperan

untuk membantu darah menghantarkan oksigen ke seluruh sel dan jaringan

tubuh. Untuk mengetahui saturasi oksigen dalam darah (SpO2) dapat di

deteksi dengan menggunakan alat Oxymeter atau Pulse Oxymeter. Tanpa

menggunakan alat Pulse Oxymeter, pasien tidak akan bisa mengetahui

tingkat saturasi oksigen dalam tubuhnya.

Saturasi oksigen kadar normal SpO2 adalah 95 persen-100 persen. Namun,

jika Pulse Oximeter menunjukkan SPO2 dibawah 95 persen, maka terjadi

tingkat kejenuhan oksigen darah yang berkurang. Maka, dibutuhkan terapi

oksigen. Jika kadar oksigen rendah umumnya akan mengalami berbagai

gejala, seperti sesak napas, nyeri dada, keringat dingin, batuk-batuk,

kebingungan, dan kulit membiru.(Waterbury, 2019).


Silent hypoxia terjadi ketika area di paru-paru memiliki udara yang cukup

normal namun kadar oksigen di dalam darah lebih rendah. Pasien-pasien

ini masih akan memiliki fungsi paru-paru yang cukup baik sehingga

mereka mampu mengeluarkan karbon dioksida dengan baik dan tidak

mengalami sesak napas, tambahnya.

Dilansir (Science Times, 2020), para dokter melaporkan bahwa pasien

memiliki persentase kadar oksigen 80 persen atau 70 persen, bahkan

terkadang di bawah 50 persen. Kenyataan ini lebih rendah dari pada

persentase saturasi oksigen normal yang diharapkan yaitu setidaknya 95

persen pada orang sehat. Pada umumnya, ketika pasokan oksigen dalam

darah menurun, organ-organ seperti jantung, otak, dan organ vital lainnya

berada dalam risiko. Pasien biasanya akan kehilangan kesadaran ketika

saturasi oksigennya di bawah 75 persen. Akan tetapi, penurunan kadar

oksigen ini tidak membuat orang merasa terengah-engah. Peningkatan

kadar karbon inilah yang biasanya terjadi bersamaan karena paru-paru

tidak dapat membersihkan gas dengan efisien. Namun, respons ini

tampaknya tidak terlihat pada beberapa pasien COVID-19. (Science

Times, 2020)

Hasil AGD yaitu PH : 7,74 SaO2 : 88%, PaO2 : 110 mmHg, PaCO2 :

45mmhg , HCO3 : 30 mEq/L, akral teraba hangat, AGD adalah prosedur

pemeriksaan medis yang bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen dan

karbon dioksida dalam darah. AGD juga dapat digunakan untuk

menentukan tingkat keasaman atau pH darah. Sel-sel darah

merah mengangkut oksigen dan karbon dioksida yang juga dikenal sebagai

gas darah ke seluruh tubuh. Saat darah melewati paru-paru, oksigen masuk

54
55

ke dalam darah sementara karbon dioksida terlepas dari sel darah dan

keluar ke paru-paru.

Dengan demikian pemeriksaan analisa gas darah dapat menentukan

seberapa baik paru-paru dalam bekerja memindahkan oksigen ke dalam

darah dan mengeluarkan karbon dioksida dari darah, pada kasus tersebut

pasien mengalami masalah pada AGD yaitu alkalosis respiratri

terkompensasi sedang, dijelaskan bahwa pasien COVID – 19 mengalami

gangguan AGD akibat kerja alveoli yang terganggu. (Science Times,

2020)

Dilakukan swab test antigen didapatkan hasil positif nilai CT 28 yang

artinya positif kuat . Swab Test Antigen merupakan tes yang dirancang

untuk mendeteksi protein tertentu dari virus yang memunculkan respons

kekebalan tubuh. Tes antigen termasuk tes imun yang berfungsi untuk

mendeteksi keberadaan antigen virus tertentu yang menunjukkan adanya

infeksi virus saat ini. Swab Test Antigen biasanya digunakan untuk

mendiagnosis patogen pernapasan, seperti virus influenza dan Respiratory

Syncytial Virus (RSV). (Rianti, 2020).

Pada saat pengkajian didapatkan hasil lab pasien mengalami covid 19 yang

tidak memiliki tanda gejala seperti pada umumnya,pada umumnya pasien

covid mengalami sesak nafas namun pada kasus ini pasien covid tidak

mengalami sesak nafas namun saturasi oksigen menurun dan pasien

tampak lemah,serta pucat yang merupakan tanda gejala covid 19 dengan

happy hypoxia
Di IGD Mendapatkan terapi infus RL 8 tpm,terapi oksigen nasal kanul

3L/mnt dengan target saturasi awal yang mana 88% untuk pasien dengan

resiko hiperkapnia sampai mecapai target saturasi menjadi 94- 98 % ,

diberikan terapi obat per oral favipiravir dosis 1.600 mg/12 jam peroral

yang merupakan terapi virus influenza ditemukan dapat meningkatkan

klirens virus dalam 7 hari dan meningkatkan klinis pasien dalam 14

hari ,diberikan antipiretik paracetamol peroral 500mg/4 jam untuk

menurunkan panas,diberikan terapi obat anti inflamsi N – acetylcysteine

peroral dengan dosis 200 mg/3-4 kali/hari,Ambroxol peroral dosis 75 mg

1x/hari,remdesivir 200mg IV drip dan diposisikan semi fowler,posisi semi

fowler ini bertujuan untuk memperlancar oksigen yang masuk ke tubuh.

Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat asma 1 tahun yang lalu.

Pasien pernah di rawat di RS 1 tahun yang lalu karena asma . Keluarga

mengatakan dari keluarga tidak ada yang memiliki penyakit keturunan

seperti dm,hipertensi.

Berdasarkan pemeriksaan riwayat AMPLE didapatkan bahwa pasien

tidak ada riwayat alergi baik obat maupun makanan. Kemudian

medication/obat yang telah atau sedang dikonsumsi, pasien tidak

mengkonsumsi obat-obatan apapun, untuk past illnes (penyakit

dahulu)/pregnancy (kehamilan) pasien belum pernah menderita penyakit

yang sama sebelumnya ataupun penyakit yang parah saat dilakukan

pemeriksaan last meal/makanan yang dikonsumsi terakhir, pasien terakhir

hanya mengkonsumsi snack ringan dan event/environt (lingkungan) yang

berhubungan dengan kejadian perlukaan yang menyebabkan pasien di

rawat di rs yaitu mengalami demam yang tak kunjung turun serta batuk

56
57

kering kurang lebih 7 hari dan nyeri pada tenggorokan , badan lemas, diare

Berdasarkan data pemeriksaan fisik tampak bahwa pada pemeriksaan

mata, konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan hidung didapatkan pasien

tampak bersih terpasang nasal kanul 3 liter . Pada pemeriksaan mulut dan

tenggorokan terdapat mukosa bibir kering terjadi nyeri telan . Pada

pemeriksaan thorax paru didapatkan RR 24 x/menit dan terdengar suara

ronkhi dan wheezing di lapang paru pasien kemudian saturasi oksigennya

88% . Pada pemeriksaan reflex patologis dengan reflex Babinski

didapatkan hasil kanan positif dan kiri positif, pada pemeriksaan abdomen

terdapat bising usus 7 kali/menit terdapat nyeri tekan dan perkusi pekak.

Pada pengkajian pola nutrisi metabolik didapatkan hasil antopometri

Indeks Massa Tubuh 24,22 kg/m2, biomechanical Hb 11,8 g/dL, Ureum :

127,19 mg/dL, Kreatinin : 4,83 mg/dL, dan clinical turgor kulit tidak

elastis.

Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan saat di RS didapatkan data

pasien bedrest total. Activity Daily of Living (ADL) tidak dibantu

dilakukan secara. Pengkajian ADL ini menggunakan indeks katz yaitu

dengan menilai kemampuan pasien. Dari penilaian tersebut tampak

bahwa pasien mandiri bisa melakukakn semuanya dengan mandiri

Pada pemeriksaan rapid Test antigen didapatkan bahwa pasien positif

covid – 19 tetapi tanpa gejala sesak nafas atau biasa disebut happy

hipoxia/silent hipoxia
Corona virus ini sendiri Coronavirus (CoV) merupakan keluarga besar dari

virus yang menyebabkan penyakit, mulai dari flu biasa hingga penyakit

pernapasan yang lebih parah, seperti Middle East Respiratory Syndrome

(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Sebagian besar coronavirus adalah virus yang tidak berbahaya. Virus

corona pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1960 dalam

hidung pasien yang terkena flu biasa (common cold).

Virus ini diberi nama berdasarkan struktur mirip mahkota di

permukaannya. “Corona” dalam bahasa Latin berarti “halo” atau

“mahkota”. Dua coronavirus pada manusia, yaitu OC43 dan 229E, adalah

yang bertanggung jawab atas terjadinya sebagian flu biasa.Penyakit SARS,

MERS, dan COVID-19 yang menjadi pandemi saat ini disebabkan oleh

tipe coronavirus lain.

Coronavirus merupakan virus zoonosis, artinya virus ini menyebar dari

hewan ke manusia. Sedangkan happy hipoxia sendiri pasien yang

mengalami gagal napas, namun tanpa disertai gejala gangguan pernapasan.

Awalnya, para pakar medis di China menggunakan istilah Silent

Hypoxemia. Namun, istilah tersebut berkembang menjadi happy hypoxia,

karena para pasiennya tidak mengalami kesulitan bernapas, sehingga terus

beraktivitas, tanpa mengetahui kadar oksigen dalam darahnya terus

berkurang.

Kondisi itulah yang pada akhirnya membuat para ahli medis kebingungan

karena para pasien tidak mengalami keluhan di bagian pernapasan saat

58
59

melakukan pemeriksaan rontgen dan CT Scan. Tercatat pada periode

tersebut, sekitar 18,7% pasien COVID-19 di Wuhan mengidap happy

hypoxia.

B. Diagnosa keperawatan sampai dengan evaluasi

Penulis dalam kasus ini mengambil 5 diagnosa utama, yaitu bersihan jalan

nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas,gagal nafas

spontan,hipertermi,diare

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis

(proses infeksi, disfungsi neuromuscular

Diagnosa ini sudah sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia (2017) dimana bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan

ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk

mempertahankan jalan napas tetap pate. Batasan karakteristik bersihan

jalan nafas tidak efektif adalah batuk tidak efektif, obstruksi jalan

nafas, terdapat suara ronkhi, serta perubahan frekuensi pernafasan.

Hal tersebut sesuai dengan data yang didapatkan dari pasien yaitu

terdengar suara ronkhi di kedua lapang paru, RR : 26 kali/menit, SpO2

88%. Penumpukan sekret dapat terjadi karena adanya kompensasi

terhadap benda asing, dan penurunan reflek batuk akibat dari gangguan

neurologis virus covid - 19.

Selain itu kompensasi dari paru paru terhadap virus yang menginfeksi

adalah dengan mengeluarkan secret.


Tujuan dari pengangkatan diagnosa ini adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan jalan nafas kembali bersih dengan kriteria hasil yang

disusun berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan

intervensi yang disusun berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI). Kriteria hasil yang ditentukan dalam perawatan Ny.S

adalah pencegahan aspirasi yaitu tindakan personal untuk mencegah

masuknya cairan dan partikel padat ke dalam paru. Selain itu, status

pernafasan, khususnya kepatenan jalan nafas juga menjadi kriteria hasil

dalam diagnosa ini. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

jalan nafas terbuka dan bersih untuk pertukaran gas. Kriteria hasil

selanjutnya adalah produksi sputum menurun dan frekuensi nafas

membaik (16-20 kali/menit).

Intervensi keperawatan yang telah penulis susun antara lain manajemen

jalan napas. Rasionalisasi tindakan manajemen jalan nafas adalah untuk

memfasilitasi kepatenan jalan udara. Pada intervensi ini, perawat

melakukan hal-hal yang dapat mengganggu kepatenan jalan nafas

seperti pengisapan

60
61

jalan nafas, pengaturan posisi, pemantauan pernafasan, dan kolaborasi

pemberian oksigen.

Pada kasus ini ditemukan secret pada kedua lapang paru dengan adanya

suara ronchi . Dalam mengurangi secret pasien melakukan pengobatan

bronchodilator kemudian dilakukan suction sesuai dengan intervensi

yang telah dirumuskan.

Apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan

bersihan jalan nafas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan

suplai oksigen (hipoksemia), bilamana jika suplai oksigen tidak terpenuhi

dalam 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen.

Oleh karena itu perlunya diberikan hiperoksigenasi pada pasien.

Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan menggunakan kantong

resusitasi manual atau melalui ventilator dan dilakukan dengan

meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100% sebelum

penghisapan dan ketika jeda antara setiap penghisapan. Dimana pada

akhirnya hiperoksigenasi diharapkan berdampak terhadap peningkatan

status oksigenasi. Hal ini sudah terbukti dalam penelitian Andria

Permatasari, dkk pada tahun 2016 bahwa terdapat pengaruh sebelum dan

sesudah diberikan hiperoksigenasi terhadap rerata saturasi oksigen

(SaO2)

Pada penetapan evaluasi masalah belum teratasi ditunjukkan dengan hasil


evaluasi yang belum sesuai dengan kriteria hasil yang telah penulis

tetapkan yaitu produksi sekret menurun, tidak terdapat duara ronkhi, dan

frekuensi nafas dalam batas normal (16-24 x/mnt).

Oleh karena itu pasien tetap melanjutkan intervensi sesuai dengan

intervensi yang telah ditetapkan yaitu monitor frekuensi nafas, monitor

saturasi oksigen, lakukan penghisapan lendir/suction, lakukan perawatan

mulut/ oral hygiene, kolaborasi pemberian bronkodilator. Untuk

penatalaksanaan selanjutnya pasien memerlukan pemeriksaan kultur

sputum untuk mengetahui antibiotic yang tepat sehingga VAP dapat

dikendalikan.

Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif kurang tepat dijadikan

prioritas pertama karena dengan mengatasi bersihan jalan nafas saja

belum dapat mengatasi masalah utama pada pasien, karena walaupun

jalan nafas pasien bersih pasiem belum mendapat cukup asupan oksigen

yang sampai ke otak.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi

Diagnosa ini sudah sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia (2017)

Dimana gangguan pertukaran gas merupakan kelebihan atau

kekurangan oksigenasi dan atau eleminasi karbondioksida pada

membrane alveolus kapiler

Batasan karakteristik pada gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

62
63

PCO2 meningkat/menurun , PO2 menurun, PH arteri meningkat /

menurun , bunyi nafas tambahan yaitu infeksi saluran nafas hal itu

sesuai dengan data yang didapatkan pasien yaitu fisiologis (disfungsi

neuromuscular) dengan adanya hasil AGD AGD : PH : 7,74 SaO2 : 88

%, PaO2 : 110 mmHg, PaCO2 : 45mmhg , HCO3 : 30 mEq/L,

Tujuan dari pengangkatan diagnosa ini adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 4 jam diharapkan dengan kriteria hasil yang

disusun berdasarkan Standar Luaran, Keperawatan Indonesia (SLKI) dan

intervensi yang disusun berdasarkan

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Kriteria hasil yang

ditentukan dalam perawatan Ny.S. Mengalami penurunan rasa

pusing,kemudian PCO2 membaik, Ph arteri membaik,tidak terjadi

sianosis lagi apabila tindakan pemantauan

Intervensi keperawatan yang telah penulis susun antara lain pemantauan

respirasi .

pemantauan respirasi rasionalnya untuk mengumpulkan dan menganalisis

data untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan ketidakefektivan

pertukaran gas pada kasus ini ditemukan adanya gangguan pertukaran

gas pada alveoli ditunujukkan dengan pemeriksaan AGD yang mana

pemeriksaan AGD adalah Analisa gas darah (AGD) adalah prosedur

pemeriksaan medis yang bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen dan

karbon dioksida dalam darah. AGD juga dapat digunakan untuk

menentukan tingkat keasaman atau pH darah.


Sel-sel darah merah mengangkut oksigen dan karbon dioksida yang juga

dikenal sebagai gas darah ke seluruh tubuh.

Saat darah melewati paru-paru, oksigen masuk ke dalam darah sementara

karbon dioksida terlepas dari sel darah dan keluar ke paru-paru. Dengan

demikian pemeriksaan analisa gas darah dapat menentukan seberapa baik

paru-paru dalam bekerja memindahkan oksigen ke dalam darah dan

mengeluarkan karbon dioksida dari darah.

Ketidakseimbangan antara oksigen, karbon dioksida, dan tingkat pH

darah dapat mengindikasikan adanya suatu penyakit atau kondisi medis

tertentu. Sebagai contoh pada gagal ginjal, gagal jantung, diabetes yang

tidak terkontrol, pendarahan, keracunan zat kimia, overdosis obat, dan

syok. Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH dan juga

keseimbangan asam basa, oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar

bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.

Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan

sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat

yang akut dan menahun.

Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai

tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan

suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan

asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik hal ini terbukti dalam penelitian yang menunjukkan

bahwa evaluasi hubungan antara kesadaran menurun dengan koma dan

64
65

tidak koma terhadap yang pH didapatkan hasil uji statistik menunjukkan

tidak berbeda bermakna p = 0.204 (P>0,05).

Meskipun tidak ada perbedaan bermakna tapi hasil evaluasi didapatkan

anak yang mengalami kesadaran menurun koma jumlah pH abnormal

lebih banyak dibandingkan pH normal, begitupun yang tidak koma, hal

tersebut sesuai pada hipotesis penelitian, namun demikian jumlah

alkalemia lebih banyak pada koma dibandingkan yang tidak koma.

Kesadaran menurun karena defisit di otak mempengaruhi perubahan gas

darah. Dari hasil evaluasi hubungan PaCO2 dengan kesadaran menurun

didapatkan terjadinya hipokapnea pada koma 12 orang dan yang tidak

koma 22 orang, sedangkan yang mengalami hiperkapnea pada anak

dengan koma 15 orang dan tidak koma 6 orang. PaCO2 yang normal

pada koma 8 orang sedangkan yang tidak koma 7 orang. Dari hasil uji

statistik didapatkan perbedaan bermakna p = 0.032 (p=0.05). dari hasil

didapatkan meskipun ada perbedaan bermakna tetapi tergantung dari

faktor penyebab dan beratnya penyakit, dapat disebabkan karena jenis

gangguan

keseimbangan asam basa yang ditemukan selain mengakibatkan

peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik) juga mengakibatkan

penurunan (alkalosis repiratorik dan asidosis metabolik). Ini disebabkan

terjadi hipoksia yang merangsang kemoreseptor (badan karotis dan badan

aorta) sehingga timbul hiperventilasi yang menyebabkan frekuensi napas

lebih cepat sebagai awal mekanisme kompensasi dari tubuh, jika proses
hipoksia berlangsung lama karena beratnya suatu penyakit maka lama

kelamaan akan terjadi hipokapnea (Guyton, 2016).

Pada penetapan evaluasi masalah belum teratasi ditunjukkan dengan hasil

evaluasi yang belum sesuai dengan kriteria hasil yang telah penulis

tetapkan yaitu masih terjadi gangguan pertukaran gas , hasil AGD belum

normal . Oleh karena itu pasien tetap melanjutkan intervensi sesuai

dengan intervensi yaitu melanjutlkan tindakan (monitor frekuensi nafas,

monitor saturasi oksigen, kolaborasi pemberian bronkodilator,dan

monitor AGD)

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Diagnosa ini sudah sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia (2017) dimana adanya data pendukung yaitu suhu tubuh pasien

38,6 ̊C

Dengan batasan karakteristik mukosa bibir kering, wajah pucat,suhu tubuh

meningkat.

Tujuan setelah dilakukan tindakan selama 1 x 4 jam diharapkan suhu

tubuh pasien menurun dengan kriteria hasil pucat dari sedang 3 menjadi

cukup menurun 4, suhu kulit dsri mrmburuk 1 menjadi sedang 3.

Intervensi yang dilakukan sesuai SIKI yaitu manajemen hipertermia

dengan implementasi 1 hari dengan cara identifikasi penyebab hipertermia,

mengurangi penyebab hipertermia, monitor suhu tubuh, memantau

66
67

perkembangan suhu , berikan water tappid sponge ,sediakan lingkungan

yang dingin untuk menurunkan suhu tubuh kemudian berikan cairan oral

untuk membantu memperlancar proses regulasi tubuh dan memberikan

oksigen jika perlu untuk membantu proses oksigen dalam tubuh, kemudian

kolaborasikan pemberian cairan elektrolit intravena dengan tujuan

membantu proses regulasi tubuh

Implementasi memberikan water tappid sponge terbukti menurunkan suhu

tubuh hal ini berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan (Haryani,dkk,

2012), maka disimpulkan bahwa nilai rata-rata suhu tubuh sebelum

diberikan tepid sponge sebesar 38,5oC dengan standar deviasi 0,4oC. Nilai

rata-rata setelah diberikan tepid sponge sebesar 37,1oC dengan standar 55

deviasi 0,5oC.Sehingga dapat diketahui ada penurunan nilai rata-rata suhu

tubuh sebesar 1,4oC.

Ada pengaruh kompres tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada

pasien hipertermi. Hasil penelitian (Setiawati, 2019) terdapat 6 kesimpulan

didalam penelitiannya diantaranya yaitu yang pertama terdapat perbedaan

yang bermakna antara suhu tubuh sebelum dan setelah diberikan

antipiretik disertai tepid sponge pada kelompok intervensi pada menit ke

10 setelah periode tepid sponge (menit ke-30 setelah pemberian

antipiretik) dan pada menit ke 30 setelah pengukuran pertama (menit ke-

60 setelah pemberian antipiretik). Yang kedua terdapat perbedaan yang

bermakna antara suhu tubuh sebelum dan setelah diberikan antipiretik

pada kelompok kontrol pada menit ke 30 setelah pemberian antipiretik dan

pada menit ke 60 setelah pemberian antipiretik.Yang ketiga terdapat


perbedaan yang bermakna antara tingkat kenyamanan sebelum dan setelah

diberikan antipiretik disertai tepid sponge pada kelompok intervensi pada

menit ke 10 setelah periode tepid sponge (pada menit ke 30 setelah

pemberian antipiretik).

Kesimpulan selanjutnya terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat

kenyamanan sebelum dan setelah diberikan antipiretik pada kelompok

kontrol pada menit ke 30 setelah pemberian antipiretik.Yang kelima tidak

terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh pada anak demam

setelah periode tepid sponge pada kelompok intervensi dengan kelompok

kontrol.Walaupun secara statistik tidak bermakna, tetapi 56 kelompok

intervensi mengalami penurunan suhu yang lebih besar dibandingkan

kelompok kontrol.Yang terakhir tidak terdapat perbedaan yang bermakna

antara tingkat kenyamanan pada anak demam setelah periode tepid sponge

pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.Akan tetapi,

kelompok intervensi mengalami peningkatan rasa nyaman yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak

bermakna.

Penelitian (Sugihartiningsih, 2011) menyimpulkan suhu tubuh pada anak

dengan demam sebelum dilakukan kompres tepid sponge mempunyai rata-

rata 38,7oC, dengan modus 38oC.Suhu terpanas mencapai 40,3oC dan

terendah mencapai 37,8oC.Yang kedua suhu tubuh setelah dilakukan

kompres tepidf sponge mempunyai rata-rata 37,7oC, dengan modus

37,5oC.

68
69

Suhu terpanas mencapai 39,5 dan suhu terendah mencapai 36,5oC.

Kesimpulan terakhir kompres tepid sponge efektif menurunkan suhu tubuh

pada anak dengan demam, dengan nilai p :000 pada signifikansi 5%. Hal

ini dapat disimpulkan bahwa kompres water tepid sponge dengan

menggunakan air hangat lebih efektif dalam menurunkan demam pada

pasien hipertermi. Dalam pelaksanaan terapi kompres tepid sponge hangat

penulis menggunakan air hangat dengan suhu 37oC karena pasien tidak

merasa panas dan pasien mengatakan bahwa panasnya pas.

Intervensi yang direncanakan dan dilakukan bertujuan setelah dilakukan

tindakan keperawatan, suhu tubuh pada pasien dalam batas 57 normal

dengan kriteria hasil suhu tubuh menurun setidaknya 0,5oC – 1,8oC dan

suhu dalam batas normal (36oC – 37,5oC). Intervensi yang disusun adalah

memantau suhu tubuh setiap 4 jam sesuai dengan kebutuhan yang

rasionalisasinya digunakan untuk memantau terjadinya kenaikan suhu

secara tiba-tiba pada pasien. Menginstruksikan klien dan keluarga untuk

mengurangi ketebalan pakaian dan menjaga pakaian serta sprai tetap

kering merupakan hal yang mendorong kehilangan panas melalui konduksi

dan konveksi.

Intervensi selanjutnya menginstruksikan klien dan keluarga untuk

membatasi aktivitas fisik dan meningkatkan frekuensi periode istirahat

yang rasionalisasinya aktivitas dan stres akan meningkatkan laju

metabolisme, sehingga meningkatkan produksi panas. Menginstruksikan


klien dan keluarga untuk meningkatkan masukan cairan oral ±1000ml

perhari dengan rasionalisasinya cairan yang hilang membutuhkan

penggantian.Menganjurkan untuk mengurangi aktivitas fisik untuk

membatasi produksi panas yang rasionalisasinya aktivitas dapat

meningkatkan suhu tubuh. Melakukan kompres water tepid sponge hangat

yang rasionalisasinya mandi air hangat membantu peredaran darah tepi di

kulit melebar, sehingga pori-pori menjadi terbuka yang selanjutnya

memudahkan dalam pengeluaran panas dari tubuh.

Dalam intervensi ini penulis melakukan kompres pada pasien dan

mendapatkan evaluasi dari hasil tindakan bahwa setelah 10 menit

dilakukan tindakan keperawatan 58 terdapat penurunan suhu tubuh pada

pasien, yaitu sebelum dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuhnya

adalah 38oC. Kemudian setelah dilakukan tindakan kompres tepid sponge

hangat suhu pada pasien menurun menjadi 37,1oC.

Pada penetapan evaluasi masalah belum teratasi ditunjukkan dengan hasil

evaluasi yang belum sesuai dengan kriteria hasil yang telah penulis

tetapkan yaitu masih mengalami hipertermi kemudian penulis

menyarankan untuk melanjutkan intervensi yaitu berikan cairan oral

2000ml/hari.

DIAGNOSA YANG TIDAK MUNCUL

1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan

metabolisme

70
71

Diagnosa ini sudah sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia (2017) dimana adanya data pendukung yaitu data pasien

mengalami covid – 19 dengan happy hipoxia atau tanpa sesak nafas

hal ini didukung dengan batasan karakteristik penurunan saturasi oksigen

yang signifikan yaitu 88% tanpa adanya keluhan sesak nafas RR pasien 26

x / menit,setelah itu penulis,intervensi penulis yaitu sesuai SIKI dilakukan

manajemen ventilasi mekanik , dengan tindakan selama 1 x 4 jam

diharapkan dan kriteria hasil saturasi oksigen dari menurun 1 menjadi

sedang 3, frekuensi nafas dari menurun 1 menjadi sedang 3, frekuensi nadi

dari menurun 1 menjadi sedang 3, dengan intervensi Manajemen ventilasi

mekanik.

Implementasi yang dilakukan yaitu periksa indikasi mekanik hal ini untuk

memastikan bahwa pemberian ventilator dilakukan dengan idikasi yang

tepat kemudian monitor gejala peningkatan pernafasan hal ini untuk

mengidentifikasi penyebab peningkatan pernafasan kemudian mengatur

kepala posisi 45 – 60 ̊hal ini dilakukan untuk melancarkan oksigen masuk

ke tubuh kemudian kolaborasi pemilihan mode ventilator untuk mencegah

terjadinya kesalahan pemberian terapi.

Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas. Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang

dengan hasil penelitian pretest (sebelum intervensi) diperoleh melalui

pemeriksaan analisa gas darah yang diambil pada posisi pasien terlentang

(supine) dengan elevasi kepala 30 derajat, yang ditujukan untuk mencegah


aspirasi dan pneumonia. Menurut Raoof (2009) posisi pasien yang terpasang

ventilasi mekanik di ruang intensif adalah posisi supine dengan elevasi

kepala sebesar 30 derajat.

Elevasi kepala 30 derajat dapat memperbaiki ventilasi dan menurunkan

resiko aspirasi pada pasien dengan ventilasi mekanik. Namun, menurut

Price dan Wilson (2006) adekuat tidaknya ventilasi paru ditentukan oleh

volume paru, resistensi j,alan nafas, compliance paru dan kondisi dinding

dada. Penurunan compliance paru dapat terjadi pada pasien dengan posisi

telentang yang berdampak terhadap penurunan lingkar dinding thorak dan

peningkatan frekuensi pernafasan sehingga dapat menimbulkan atelektasis

(kolaps alveolus) pada pasien dengan ventilasi mekanik (Charlebois dan

Wilmoth, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagian

besar responden mengalami peningkatan tekanan parsial oksigen (pO2)

setelah diberikan intervensi. Perubahan posisi lateral kiri dan elevasi kepala

30 derajat dilakukan oleh peneliti dan dibantu petugas ruang intensif.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, selama posisi lateral

kiri elevasi kepala 30 derajat pasien terlihat lebih nyaman, tidak gelisah,

hemodinamik stabil, saturasi meningkat mencapai 100%, dan sekret mudah

disuction.

Kondisi seperti ini menyebabkan bersihan jalan nafas efektif dan pasien

dapat bernafas dengan baik sehingga oksigenasi adekuat. Menurut Osborn

dan Adam (2009) posisi lateral kiri dapat memfasilitasi pergerakan sekret

dibantu oleh gaya grafi tasi dari paruparu ke saluran nafas bagian atas,

72
73

sehingga sekret dapat dengan mudah dikeluarkan dengan tindakan suction.

Tekanan parsial oksigen (pO2) jaringan ditentukan oleh keseimbangan

antara (a) kecepatan transpor oksigen dalam darah ke jaringan dan (b)

kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan (Ober, Garrison, dan

Silverthorn, 2001). Menurut Gravenstein dan Paulus (2004), tekanan parsial

oksigen (pO2) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain hemoglobin,

jenis kelamin, umur, berat badan, tidal volume dan kondisi patalogis seperti

penyakit paru. Diantara 15 responden terdapat 3 responden yang mengalami

penurunan nilai tekanan parsial oksigen (pO2), yaitu 2 responden dengan

tumor otak, post craniotomy, serta usia > 55 tahun, dan 1 responden dengan

post laparatomy eksplorasi luka, sepsis, serta terjadi perdarahan masif. Price

dan Wilson (2006) menyatakan tumor otak dapat menyebabkan penekanan

pada saraf pernafasan sehingga reflek batuk lemah dan terjadi retensi jalan

nafas yang disebabkan adanya penumpukan sekret di jalan nafas. Selain itu,

seiring dengan penambahan usia akan terjadi penurunan fungsi ventilasi

paru.

Pada kondisi normal, sekitar usia 50 tahun, alveoli mulai kehilangan

elastisitas dan perlahan terjadi kemunduran fungsi organ tubuh

termasuk paru-paru (Smeltze et al., 2008; Guyton dan Hall, 2006).

Martin et al. (2002) juga mengatakan bahwa klien dengan usia lebih

muda membutuhkan perawatan lebih singkat dan memiliki survival

lebih tinggi, sedangkan usia lebih tua memiliki ketergantungan

terhadap ventilator lebih tinggi. Menurut Guyton dan Hall (2006)

usia dan riwayat penyakit akan berdampak pada gangguan organ dan
berpengaruh terhadap penurunan kemampuan fungsional paru.

Dari hasil intervensi dan implementasi tersebut didapatkan hasil

bahwa masalah yang terjadi pada pasien belum teratasi sehingga

penulis menyarankan untuk melanjutkan intervensi yaitu dengan

melanjutkan pemasangan alat bantu nafas dan monitor nafas dan

berikan ventilasi mekanik jika terjdai keparahan.

2. Diare berhubungan dengan proses infeksi

Diagnosa ini sudah sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

(2017) dimana adanya data pendukung yaitu data data pada gejala pasien

yaitu mengalami diare dan bising usus 8x/menit kemudian selain itu

pengaruh proses infeksi juga bisa menyebabkan seseorang diare seperti yang

dialami pasien yaitu terkena infeksi virus covid – 19 berdasarkan SIKI

tujuan penulis melakukan intervensi adalah setelah tindakan keperawatan

selama 1x4 jam diharapkan masalah pasien berkurang , dengan kriteria hasil

yang ingin dicapai yaitu intake cairan dari sedang 3 menjadi cukup

membaik kemudian perasaan lemah dari sedang 3 menjadi cukup menurun

3. Intervensi yang diberikan penulis yaitu manajemen cairan dan implementasi

dilakukan 1 hari dengan cara monitor status hidrasi untuk mengetahui

kebutuhan cairan pasien, kemudian memberikan asupan cairan untuk

memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh kemudian kolaborasi pemberian

asupan cairan

Implementasi yang dilakukan selama 1 hari di IGD yaitu dengan pemberian

74
75

cairan selama 4 jam

Hal ini dibuktikan dengan penelitian hasil penghitungan statistik antara

kelompok oralit 200ml dengan kelompok kontrol terhadap perubahan

konsistensi feces setelah 24 jam perawatan menunjukkan adanya perbedaan

yang signifikan antara perlakuan oralit 200 terhadap konsistensi feces p

value= 0,004 (α < 0,05). Oralit 200 memiliki nilai osmolaritas rendah

dengan kadar 245 mmol/L, jika dikonsumsi akan berakibat terhadap

penurunan tekanan osmotik di dalam lumen usus dibandingkan tekanan

osmotik di dalam plasma/vaskuler yang memiliki osmolaritas sebesar 300

mmol/L sehingga dapat mengurangi sekresi/jumlah cairan di dalam lumen

usus (Joseph, 2009). Hal ini bermanfaat meningkatkan fungsi absorbsi

cairan oleh mukosa usus sehingga mengurangi kadar air dalam lumen usus

sehingga mengubah konsistensi feces dari cair menjadi berampas atau

lembek.

Dari kesimpulan implementasi dan evaluasi diatas didapatkan hasil bahwa

masalah belum teratasi lanjutkan intervensi kolaborasi obat diuretic.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan COVID – 19 dengan happy

hipoxia di IGD RS Panti Wilasa , dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

Pada saat pengkajian didapatkan hasil lab pasien mengalami covid

19 yang tidak memiliki tanda gejala seperti pada umumnya,pada

umumnya pasien covid mengalami sesak nafas namun pada kasus ini

pasien covid tidak mengalami sesak nafas namun saturasi oksigen

menurun dan pasien tampak lemah,serta pucat yang merupakan

tanda gejala covid 19 dengan happy hypoxia.

1. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien covid – 19 dengan

happy hypoxia adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis

(proses infeksi,disfungsi neuromuskular) (D.0001)

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi perfusi (D.0003)

c. Diare berhubungan dengan proses infeksi (D.0020)

76
77

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D0056)

e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

Rencana keperawatan yang diterapkan untuk empat diagnosa diatas

sudah sesuai dengan SMART (Spesifik, Measurable, Archievebele,

Rasionable, dan Time)

2. Intervensi keperawatan yang diterapkan penulis sesuai dengan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan krteria hasil menurut

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang disesuaikan

dengan kondisi pasien.

B. Saran

1. Bagi pelayanan keperawatan

Dalam melaksanakanasuhan keperawatan pada pasien covid – 19

dengan happy hypoxia , perawat diharapkan mampu meningkatkan

pemberian asuhan keperawatan, meningkatkan pemahaman dan

berpikir kritis dalam menghadapi kasus covid – 19 dengan happy

hypoxia. Bagi instansi rumah sakit diharapkan mampu memberikan

asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien dengan penyakit covid –

19 dengan happy hypoxia.

2. Bagi institusi pendidikam

Bagi institusi pendidikan dengan mempelajari kasus ini diharapkan

dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang masalah

keperawatan terkait bersihan jalan nafas tidak efektif, hipertermi,

gangguan pertukaran gas,gangguan ventilasi spotan, diare dengan

penyakit komplikasi dan penyakit penyerta lainnya.


Bagi perkembangan ilmu keperawatan Bagi perkembangan ilmu

keperawatan, bagi ilmu pengetahuan khususnyakeperawatan

disarankan untuk melakukan penelitian-penelitian yang berhubungan

dengan penyakit covid – 19.

78
DAFTAR PUSTAKA

Adi Susilo. (2020), Coronavirus Disease 2019. Tinjauan Terkini Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia v0 7 , NO. 1, 45-67

BBC. (2020, Maret 11). Coronavirus confirmed as pandemic by World Health


Organization. Retrieved from https://www.bbc.com/news/world-
51839944 BNPB. (2014). Peraturan Kepala

Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2011. Badan


Nasional Penanggulangan Bencana

Diah Handayani,et.al. 2020. Penyakit Virus Corona 2019. Jurnal Respirologi


Indonesia. Vol 40. No. 2, April 2020. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia

Hairunisa, Nany, and Husnun Amalia. 2020. “Review: Penyakit Virus Corona
Baru 2019 (COVID-19).” Jurnal Biomedika Dan Kesehatan 3(2):90–
100. doi: 10.18051/jbiomedkes.2020.v3.90-100.

Handayani, Diah, Dwi Rendra Hadi, Fathiyah Isbaniah, Erlina Burhan, and
Heidy Agustin. 2020. “Majalah Resmi Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia Official Journal of The Indonesian Society of Respirology.”
Jurnal Respirologi Indonesia 40(2):119–29.

Horvath, Lukas, Jason Wei Jun Lim, James W. Taylor, Tasfia Saief, Rhonda
Stuart, Joanne Rimmer, and Philip Michael. 2021. “Smell and Taste
Loss in COVID-19 Patients: Assessment Outcomes in a Victorian
Population.” Acta Oto-Laryngologica. doi:
10.1080/00016489.2020.1855366.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2020. NO


HK.01.07/MENKES/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi
Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan
dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019

Kemenkes, (2020, 07 20). Pedoman pencegahan dan pengendalian corona virus


disease (COVID – 19).

Kumar, D., Malviya, R., & Sharma, P. K. (2020). Corona virus: a review of
COVID-19. EJMO. Vol. 4. No. 1. 10.

Kumparan. (2020, mei 12). Gugus tugas: relawan non medis ke garda terdepan,
beri penyuluhan ke masyarakat. Retrieved from
https://kumparan.com/kumparannews/gugus-tugas-relawan-non-medis-
kegarda-terdepan-beri-penyuluhan-ke-masyarakat-1tOyD5onIbU
mandiri, P. (n.d.). Manajemen relawan.

Muhammadiyah covid-19 command center. (2020, juli 29). Retrieved from


https://covid19.muhammadiyah.id/
Tanggap covid-19 provinisi Jawa Tengah. (2020, juli 15). Retrieved from
https://corona.jatengprov.go.id/

WHO. (2020). Coronavirus disease 2019 (COVID-19) situation report-94.


WHO.

WHO. (2020, Februari 11). WHO Director-General's remarks at the media


briefing on 2019-nCoV on 11 February 2020. Retrieved Juli 29, 2020,
from https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-
sremarks-at-the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february-2020

Wu, Y. C., Chen, C. S., & Chan, Y. J. (2020). The outbreak of COVID-19: an
overview. j chin med assoc. Vol. 3. No. 83. 217

80
Lampiran 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.S DENGAN COVID – 19 DENGAN HAPPY


HIPOXIA DI IGD RS PANTI WILASA CITARUM SEMARANG

Di Susun Oleh :

Hani Gayuh Istari

520050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG

2020

F019/SOP/018-023/AKD

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI IGD

Nama Mahasiswa :Hani GayuhIstari

Semester/Tingkat : 2/ Profesi Ners

Tempat Praktek : RS PANTI WILASA CITARUM

Tanggal Pengkajian : 11/08/2021 Jam : 20.10 WIB

A. DATA UMUM
1. Nama inisial klien : Ny.S
2. Umur : 46 Th
3. Alamat : Banyumanik Semarang
4. Agama : Islam
5. Tanggal masuk RS/RB : 11/07/2021
6. Nomor Rekam Medis : 73510
7. Diagnosa Medis : COVID – 19
B. PENGKAJIAN PRIMER:
a. Airway (jalan nafas)

Bebas, tidak ada sumbatan yang menghalangi jalan nafas pasien, dan tidak ada secret

b. Breathing

a. Inspeksi (bentuk dada/simetris, pola nafas, bantuan nafas, dll)

Bentuk dada simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama

b. Palpasi (vocal fremitus, dll)

Vocal fremitus kanan dan kiri sama

c. Perkusi (pembesaran paru, dll)

Sonor
82
Lampiran 2
d. Auskultasi (suara nafas)

Bunyi nafas whezing

c. Circulation

3. Kesadaran

Kualitatif : Composmentis

Kuantitatif

Skala Coma Gasglow :

- ResponMotorik :6

- ResponBicara :5

- Respon Membuka Mata :4

Skor : 15 (pasien dalam keadaan sadar penuh)

Kesimpulan : E4M6V5

4. Tekanan darah: 150/82 mmHg

MAP : 104,7 mmHg (Normal : 70-99 mmHg)

5. Suhu : 36,60C Axillar

6. Pernapasan :25x/menit

Irama : Reguler

Jenis : Dada

Saturasi O2 : 89x/mnt

d. Disability

a. GCS

E: 4 M:6 V: 5 = 15

b. Pupil :Isokor

c. Gangguan motorik : Pasien tidak mengalami gangguan motorik

d. Gangguan sensorik : Pasien tidak mengalami gangguan sensorik

e. Eksposure:

Tidak ada kelainan tidak terjadi perdarahan dll


C. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Keluhan utama:

Batuk kering

2. Riwayat Kesehatan Sekarang:

Pasien mengatakan sudah 7 hari batuk kering,badan demam, lemas, merasa cepat lelah saat dipakai

untuk berktivitas mengalami mual muntah tidak enak badan,nyeri tenggorokan, kemudian di

bawa ke IGD RS PANTI WILASA Semarang, dilakukan pemeriksaan ttv didapatkan , wajah

tampak pucat , kesadaran compos mentis, GCS E 4M6V5, TD 140/100 mmHg, MAP 113,3

mmHg, N 75x/menit, S 38,5oC, RR 25x/menit reguler, SpO2 93%, CRT >3 detik,hasil AGD :

PH : 7,74 SaO2 : 93 %, PaO2 : 110 mmHg, PaCO2 : 45mmhg , HCO3 : 30 mEq/L, akral teraba

hangat,kemudian dilakukan swab test antigen didapatkan hasil positif nilai CT 28 yang artinya

positif kuat . Di IGD Mendapatkan terapi infus RL 8 tpm,terapi oksigen nasal kanul 3L/mnt

dengan target saturasi awal yang mana 88% untuk pasien dengan resiko hiperkapnia sampai

mecapai target saturasi menjadi 94- 98 % , diberikan terapi obat per oral favipiravir dosis 1.600

mg/12 jam peroral yang merupakan terapi virus influenza ditemukan dapat meningkatkan

klirens virus dalam 7 hari dan meningkatkan klinis pasien dalam 14 hari ,diberikan antipiretik

paracetamol peroral 500mg/4 jam untuk menurunkan panas,diberikan terapi obat anti inflamsi

N – acetylcysteine peroral dengan dosis 200 mg/3-4 kali/hari,Ambroxol peroral dosis 75 mg

1x/hari,remdesivir 200mg IV drip dan diposisikan semi fowler .

Riwayat Kesehatan Lalu:

Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat di rumah sakit

3. Riwayat Kesehatan Keluarga:

Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada riwayat penyakit yang menurun dan menul ar seperti

DM, HT dan TBC

4. Riwayat AMPLE:

A = allergic/riwayat alergi:

Pasien tidak memiliki alergi, baik obat maupun makanan.


84
Lampiran 2

M = medication/obat yang telah atau sedang dikonsumsi:

Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun

P = past illnes (penyakit dahulu)/pregnancy (kehamilan):

Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya ataupun penyakit

yang parah

L = last meal/makanan yang dikonsumsi terakhir

Pasien terakhir hanya mengkonsumsi snack ringan

E = event/environt (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan

Yang menyebabkan pasien di rawat di rs yaitu mengalami demam yang tak kunjung

turun serta batuk kering kurang lebih 7 hari dan nyeri pada tenggorokan badan

lemas

5. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

a. Kepala : -Bentuk : Simetris

-Kulit kepala : Tidak ada lesi, tidak ada benjolan

-Rambut : Hitam

b. Mata : -Konjungtiva : Anemis

-Sklera : Tidak ikterik

c. Hidung :-Kebersihan : Bersih

- Cuping hidung :Bentuk simetris, tidak ada lesi, terpasang nasal

kanul 3 lt

d. Telinga :Bentuk simetris

e. Mulut :-Rongga Mulut : Bersih

-Mukosa Bibir : Kering

f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

g. Paru-paru
1) Inspeksi : 1. Perkembangan dada kanan dan kiri seimbang

2. Bentuk dada simetris

2) Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri seimbang

3) Perkusi : Sonor

4) Auskultasi : Bunyi nafas wheezing

h. Jantung

 Inspeksi : 1. Bentuk dada simetris

2. Tidak ada bekas pemasangan fase markers

 Palpasi : Teraba Ictus Cordis di ICS 5 Midclavikula Sinistra

 Perkusi : Pekak

 Auskultasi : BJ 1: Lup BJ 2: Dup

S1 : regular S2 : regular

i. Abdomen

 Inspeksi : tidak ada perdarahan abdomen

 Auskultasi : Bising usus terdengar 7x /menit

 Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

 Perkusi : Pekak

j. Ektremitas

- Ekstremitasatas

Kanan : - Terpasang selang Infuse

- CRT kembal< 3 detik

- Tidak ada lesi

- Tidak terdapat edema

Kiri: - CRT normal

- Tidak terdapat lesi

86
Lampiran 2
- Tidak terdapat edema

- Ekstremitas bawah

Kanan : - Tidak terdapat edema

Kiri : - Tidak terdapat edema

1. Pengkajian 13 Domain NANDA

a. Health Promotion

1) Riwayat masa lalu (penyakit, kecelakaan,dll):

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular dan menurun, pasien tidak

pernah mengalami kecelakaan

2) Riwayat pengobatan

3) Kemampuan mengontrol kesehatan:

- Yang dilakukan bila sakit : Pasien mengatakan jika sakit membeli obat di

warung/apotek terdekat, jika sakitnya tak kunjung sembuh pasien berobat ke tempat

pelayanan kesehatan terdekat.

- Pola hidup (konsumsi/alkohol/olah raga, dll)

Dirumah pasien makan 3x sehari dengan porsi sedang dan selalu habis, pasien tidak

merokok dan mengkonsumsi alkohol, jika ada waktu luang pasien melakukan

olahraga bermain bola bersama teman-temannya.

4) Faktor sosial ekonomi (penghasilan/asuransi kesehatan, dll):

Ibu pasien mengatakan sehari-hari bekerja menjaga toko sembako di rumah dan suaminya

bekerja sebagai guru di SMA Negeri dekat rumahnya.


5) Pengobatan sekarang:
No Nama obat/jamu Dosis Keterangan

1. Po paracetamol 500 mg/4 jam Untuk menurunkan demam


2. oral favipiravir dosis 1.600 mg/ 12 Yang merupakan terapi virus influenza
hari ke 1.600 jam ditemukan dapat peroral
mg/12 jam hari meningkatkan klirens virus dalam 7
hari dan meningkatkan klinis

Mengencerkan dahak

anti inflamsi N –
acetylcysteine Mengobati gangguan pernafasan
peroral dosis 200 mg/3-
dengan /hari 4 kali

Ambroxol peroral
dosis 75 mg

4 1x/hari,remdes
ivir 200mg IV
drip

88
Lampiran 2
5

3.

b. Nutrition
1) A (Antropometri) :
a) BB biasanya : 55kg dan BB sekarang: 55kg
b) Lingkar lengan atas : 20cm
c) IMT :BB =55=55 = 20 kg
(TB)2m (1,65)2 2,7
Kesimpulan : BB normal (batas normal 18 – 22 kg/ m2)

2) B (Biochemical) meliputi data laboratorium yang abormal:


a) Hematokrit : L 38.0% (N:40-54%)
b) Leukosit : H 13.92x103/µL (N:4.5-13.5 x103/µL)
c) Neutrofil : H 81.1% (N: 50-70%)
d) Limfosit : L 10.6% (N: 25-40%)

3) C (Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut, turgor kulit, mukosa bibir, conjungtiva
anemis/tidak:
Rambut pasien berwarna hitam, tidak terdapat ketombe, turgor kulit elastis, mukosa bibir
kering, konjungtiva anemis.

4) D (Diet) meliputi nafsu, jenis, frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah sakit:
Pasien terpasang infuse rl pasien makan 3x sehari porsi sedang
5) E (Enegy) meliputi kemampuan klien dalam beraktifitas selama di rumah sakit:
Saat dirumah sakit aktivitas pasien terbatas hanya terbaring tidur di bed pasien

6) F (Factor) meliputi penyebab masalah nutrisi: (kemampuan menelan, mengunyah,dll)


Pasien tidak mengalami gangguan menelan maupun mengunyah

7) Penilaian Status Gizi


Perubahan status gizi pasien belum terlihat

8) Pola asupan cairan


Pasien tidak ada gangguan makan dan minum

9) Cairan masuk
Cairan yang masuk ke tubuh pasien hanya infus RL

c. Elimination
1) Sistem Urinary
a) Pola pembuangan urine (Frekuensi , jumlah, ketidaknyamanan)
Dalam sehari pasien BAK ±6x

b) Riwayat kelainan kandung kemih


Pasien tidak mempunyai kelainan pada kandung kemih

c) Pola urine (jumlah, warna, kekentalan, bau)


Urine berwarna kuning jernih
d) Distensi kandung kemih/retensi urine
Pasien tidak mengalami retensi urine

2) Sistem Gastrointestinal
a) Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada sistem eliminasi
b) Konstipasi dan faktor penyebab konstipasi
Tidak ada gangguan ataupun konstipasi

3) Sistem Integument: Kulit (integritas kulit / hidrasi/ turgor /warna/suhu)


Turgor kulit pasien kembali < 3 detik
90
Lampiran 2

4) Penilaian Status Cairan (balance cairan)


Tidak ada

d. Activity/rest
1) Istirahat/tidur
a) Jam tidur : 21.00 wib
b) Insomnia : -
c) Pertolongan untuk merangsang tidur:
Berbaring ditempat tidur
Aktivitas
a) Pekerjaan : berjualan di tokonya sendiri
b) Kebiasaan olahraga : Pasien setiap pagi berjalan kaki mengelilingi gang untuk
olahraga
c) ADL
Makan :Pasien makan sendiri
Toileting : pasien mampu melakukan toileting sendiri
Kebersihan : pasien rajin mandi 2 kali sehari
Berpakaian :pasien mampu berpakaian sendiri
d) Bantuan ADL :-
e) ROM :-
f) Resiko untuk cidera :-

2) Cardio respons
a) Penyakit jantung : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung
b) Edema esktremitas : Tidak terdapat edem pada ekstremitas
c) Tekanan vena jugularis : Normal

3) Pulmonary respon
a) Penyakit sistem nafas : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
pernafasan
b) Penggunaan O2 : Terpasang nasal kanul 3lt
c) Kemampuan bernafas :Dibantu selang O2
d) Gangguan pernafasan (batuk, suara nafas, sputum, dll)
Pasien mengatakan batuk sudah 7 hari tidak kunjung sembuh selain tersebut pasien
tidak mengalami gangguan pernafasan .
e. Perception/Cognition
1) Orientasi/kognisi
a) Tingkat pendidikan : SMA
b) Kurang pengetahuan : Pasien masih banyak belajar tentang
berbagai pengetahuan lainnya
c) Pengetahuan tentang penyakit : Pasien belum mengetahui penyakitnya
d) Orientasi (waktu, tempat, orang) : Pasien tidak mengalami disorientasi
2) Sensasi/persepi
a) Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
b) Sakit kepala : tidak mengalami sakit kepala
c) Penggunaan alat bantu : Tidak ada
d) Penginderaan : Normal
3) Communication
a) Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia
b) Kesulitan berkomunikasi :-

f. Self Perception
1) Self-concept/self-esteem
a) Perasaan cemas/takut : Pasien mengatakan takut jika terjadi
sesuatu terhadap dirinya
b) Perasaan putus asa/kehilangan :-
c) Keinginan untuk mencederai :-
d) Adanya luka/cacat :-
e) Role Relationship
1) Peranan hubungan
a) Status hubungan :Istri
b) Orang terdekat :suami
c) Perubahan konflik/peran : Pasien berperan sebagai istri dan
tugasnya mengurus rumah tangga
d) Perubahan gaya hidup :-
e) Interaksi dengan orang lain : Pasien sering berinteraksi dengan tetangga

g. Sexuality
a) Identitas seksual : pasien sudah menikah mempunyai cucu dan anak
b) Masalah/disfungsi seksual :-
h. Coping/Stress Tolerance
1) Coping respon
92
Lampiran 2
a) Rasa sedih/takut/cemas : Pasien takut jika terjadi sesuatu
terhadap dirinya
b) Kemampan untuk mengatasi :beristirahat tidur
c) Perilaku yang menampakkan cemas : Pasien khawatir akan demam dan
batuknya yang tak kunjung sembuh

i. Life Principles
1) Nilai kepercayaan
a) Kegiatan keagamaan yang diikuti : Tadarus Al-quran di Masjid
b) Kemampuan untuk berpartisipasi : Pasien berinteraksi dengan baik
c) Kegiatan kebudayaan : Pasien dapat mengikuti kegiatan
kebudayaan di sekitar rumahnya
d) Kemampuan memecahkan masalah : Pasien dapat mengatasi masalah
dengan tenang
j. Safety/Protection
1) Alergi :Tidak ada
2) Penyakit autoimune : Tidak ada
3) Tanda infeksi : Tidak ada
4) Gangguan thermoregulasi : Tidak ada
5) Gangguan/resiko (komplikasi immobilisasi, jatuh, aspirasi, disfungsi neurovaskuler
peripheral, kondisi hipertensi, pendarahan, hipoglikemia, Sindrome disuse, gaya hidup
yang tetap) : -
k. Comfort
A. Kenyamanan/Nyeri
a) Provokes (yang menimbulkan nyeri) :Bila batuk terus menerus
b) Quality (bagaimana kualitasnya) : Seperti tertusuk-tusuk
c) Regio (dimana letaknya) : Perut atas kanan atas
d) Scale (berapa skalanya) :2
e) Time (waktu) : Hilang timbul
B. Rasa tidak nyaman lainnya : Tidak ada
C. Gejala yang menyertai : Nyeri, lemas,demam
D. Growth/Development
1) Pertumbuhan dan perkembangan : Tidak ada

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi:
Hasil Rontgen : opasitis asimetrik difus atau patchy
CT Scan : Ground glass opacification (GGO) dengan distribusi perifer atau posterior terutama
pada lobus bawah
USG thorax : multiple b.line penebalan septa interlobular subpleural

b. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil
Jenis
Tanggal & Jam Pemeri Harga Normal Satuan Interpretasi
Pemeriksaan
ksaan
12 juli pukul
11.00 wib
Rapid test
Positif CT 28 Positif kuat
antigen

PH : 7,74
SaO2 : 93
Alkalosis
%,
PH :7,38-7,42 respiratori
PaO2 : 110 %
SaO2 : 94-100% k
AGD mmHg,
PaO2 : 75-100 terkompe
PaCO2:45 Mmhg
HCO3 : 22-28 nsasi
mmhg ,
ringan
HCO3 : 30 mEq/L
mEq/L,
07/09/20 Jam 21.00 Darah Rutin

Hemoglobin 13.1 11.8-15.0 g/dl


Hematokrit L 38.0 40-54 %
Eritrosit 4.69 4.4-5.9 x10^6/µL
Leukosit H 13.92 4.5-13.5 x103/µL
Trombosit 268 150-400 fl
MCV 81.0 80-100 pg
MCH 27.9 26-34 g/dl
MCHC 34.5 32-36 %
RDW 12.9 11.5-14.5 %
Neutrofil H 81.1 50-70 %
Limfosit L 10.6 25-40 %

94
Lampiran 2
Monosit 8.0 2-8 %
Eosinofil 0.2 1-4 %
Basofil 0.1 0-1 %

c. Penilaian Early Warning Score System (EWSS)

Frekuensi
No Nilai EWSS Asuhan Yang Diberikan
Monitoring

Minimal setiap 12 jam Lanjutkan observasi / monitoring secara rutin


1 0
sekali

Perawat pelaksana menginformasikan kepada


ketua tim tentang siapa yang melakukan
Total skor Minimal setiap 4-6 assessment selanjutnya.
2
1-4 jam sekali
 Meningkatkan frekuensi observasi /
monitoring
 Perbaikan asuhan yang dibutuhkan pasien
3 Total skor 5 Peningkatan frekuensi  Ketuatim (perawat) segera memberikan
atau lebih observasi/monitoring. informasi tentang kondisi pasien kepada
atau 3 Setidaknya setiap 1 dokter jaga atau DPJP
Dalam 1 jam sekali  Dokter jaga atau DPJP melakukan
(satu) assessment sesuai kompetensinya dan
Parameter menentukan kondisi pasien apakah dalam
penyakit akut.
 Siapkanfasilitas monitoring yang lebih
canggih
 Ketua tim (perawat) melaporkan kepada
tim code blue.
Lanjutkan  Tim code blue melakukan assessment
Total skor 7
4 observasi/monitoring segera.
ataulebih
tanda-tanda vital
 Stabilisasi oleh tim code blue dan pasien
dirujuk ke Intermediate Care atau
Intensive Care.

3. Terapi atau Penatalaksanaan yang telah dilakukan :


Rongten thorak ,Usg Thorax, Rapid Test antigen,pemeriksaan AGD,pemeriksaan hematologi
D. ANALISA DATA
HARI, TTD,
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
TGL NAMA

1 Senin, DS: batuk tidak Bersihan Hani


Pasien mengeluh batuk 7 efektif jalan nafas
11/08/2021
hari tidak kunjung terdengar tidak efektif
sembuh suara ronkhi
DO: (proses
Auskultasi pada thorax infeksi)
terdengar suara ronkhi
TD : 135/82 mmHg

S : 38,5oC

RR : 25x/menit

SaO2 : 92 %

N : 78x/menit

96
Lampiran 2

2 DS :Pasien mengeluh Perubahan Gangguan Hani


batuk 7 hari tidak membrane pertukaran
kunjung sembuh alveolus gas
kapiler

DO : hasil AGD

AGD : PH : 7,74

SaO2 : 88 %,

PaO2 : 110

mmHg, PaCO2 :
3.
45mmhg , HCO3 :

30 mEq/L, Proses Hipertermi


penyakit

DS : Pasien mengatakan
demam sudah 7 hari
tidak kunjung turun

TD : 135/82 mmHg

S : 38,5oC

RR : 25x/menit

SaO2 : 92 %

N : 78x/menit
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
DK

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi ,hipereskresi jalan nafas

2 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler

3 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

F. INTERVENSI KEPERAWATAN
I. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi , hipereksresi jalan nafas (D.0005)

Definisi : kemampuan membersihkan sekret,obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas

paten

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama1x4 jam diharapkan bersihan jalan nafas

membaik

Luaran Utama :manajemen jalan nafas (L.01004)

Kriteria Hasil :

1. batuk efekif dari 2 menjadi 5

2. produk sputum dari 2 menjadi 5

3. mengi,wheezing,ronkhi dari 2 menjadi 5

Intervensi utama : Manajemen jalan nafas(I.01011)

98
Lampiran 2
Tindakan :

Observasi

Monitor pola nafas (frekuensi ,kedalaman,usaha nafas)

Monitor bunyi nafas tambahan(wheezing)

Terapeutik

Posisikan semifowler atau fowler

Berikan minum hangat

Lakukan penhisapan lender kurang dari 15 detik

Berikan oksigen

Edukasi

Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian bronkodilator

Diagnosa 2 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x4 jam diarapkan gangguan pertukaran gas teratasi

Kh :

frekuensi nafas dari 2 menjadi 5

irama nafas dari 2 menjadi 5


ph dari 2 menjadi 5

kadar CO2 dari 2 menjadi 5

kadar bikarbinat dari 2 menjadi 5

intervensi utama : manajemen asam basa

observasi :

identifikasi penyebab ketidakseimbangan asam basa

monitor frekuensi dan keadaan nafas

monitor irama dan frekuensi jantung

monitor perubahan pH , PCO2, dan HCO3

Terapuetik

Ambil specimen darah arteri untuk pemeriksaan AGD

Berikan oksigen sesuai indikasi

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik

Diagnosa 3 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

definisi : suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh

penyebab : proses penyakit (covid – 19)

setelah dilakukan tindakan selama 1 x 4 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun

SLKI : termoregulasi
100
Lampiran 2
KH :

- pucat dari sedang 3 menjadi cukup menurun 4

- suhu kulit dsri mrmburuk 1 menjadi sedang 3

SIKI : Manajemen hipertermia

- identifikasi penyebab hipertermia

R : mengurangi penyebab hipertermia

- monitor suhu tubuh

R: memantau perkembangan suhu

- sediakan lingkungan yang dingin

R : menurunkan suhu tubuh

- berikan cairan oral

R : membantu memperlancar proses regulasi tubuh

- berikan oksigen jika perlu

R: membantu proses oksigen dalam tubuh

- kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena

R : membantu proses regulasi tubuh

II. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Nama/Umur : Ny S. I/46 Tahun
Ruang/Unit : IGD
TTD,
TGL DK JAM IMPLEMENTASI RESPON PASIEN
NAMA
16-08- 2021 1, 2, 09.00 Memonitor TTV DS: HANI
Pasien mengatakan
lemas, batuk terus
menerus,demam tak
kunjung turun
DO:
Pasien tampak
lemas,
TD : 135/82 mmHg
S : 37,8oC
RR : 25x/menit
N : 78x/menit
SpO2 : 92 %
Hasil rapid test
antigen positif

1, 2,3 09.05 Memberikan posisi DS: Pasien HANI


nyaman mengatakan
lebih nyaman
posisi tidur
setengah duduk
(Semifowler)

DO: Pasien tampak


lebih relaks dengan
posisi

1, 2, 09.30 Memberikan oksigen DS: HANI


nasal 3L Pasien mengatakan
lega jika dipasang
nasal kanul 02
DO:SpO2 : 92 %
1 11.00 Mengidentifikasi tanda DS: HANI
gejala gangguan bersihan Pasien mengatakan
jalan nafas batuk tidak kunjug
sembuh dan terasa
sakit pada
teggorokan
DO:
102
Lampiran 2
Keadaan umum
pasien tampak
lemah,
Terdengar suara
wheezing
1 11.10 Memberikan posisi DS: HANI
semifowler Pasien mengatakan
lebih nyaman
dengan posisi
semifowler

DO:
Hemodinamik
stabil,

TD : 130/80 mmHg
S : 36,6oC
RR : 18x/menit
N : 78x/menit

SpO2 : 98 %

1, 2,3 11.20 Membeikan obat oral DS: HANI


Pasien mengatakan
Po paracetamol masih demam,badan
oral favipiravir dosis hari kelemas
1.600 mg/12
batuk terus
jam hari menerus
anti inflamsi N – acetylcysteine peroral
dengan /hari
Ambroxol peroral

DO:
Obat diberikan dan
diminum secara oral
Memberikan edukasi DS: pasien
penyakit mengatakan cemas
akan keadaannya
DO :
Akral
hangat,tampak
gelisah
Hemodinamik
stabil,

TD : 130/80 mmHg
S : 36,6oC
RR : 18x/menit
N : 78x/menit

SpO2 : 98 %

16-08-2021 HANI
Jam 14.00
DATA FOKUS

DS: pasien mengatakan batuk ,demam tak

kunjung turun badan terasa lemas

DO: Pasien tampak lemas

TD : 130/80 mmHg,

S : 37,8oC,
HANI
RR : 25x/menit,

N : 78x/menit,

SpO2 : 92 %

Rapid test antigen positif


104
Lampiran 2

SOAP DATANG

S: Pasien mengatakan badan masih lemas batuk

terus menerus,demam,dan merasa cemas

dengan keadaannya

O: Tampak lemas

Tekanan darah 132/80 mmHg,

Terdengar suara wheezing

nadi 76x/menit teraba lemah, capillary refill time

>3 detik,

turgor kulit anelastis, HANI

konjungtiva anemis,

warna pada kulit ruam

ekstremitas anemis,

masih demam : S : 37,8 C

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Berikan terapi oksigen

Lakukan pemberian obat pengecer dahak

Posisikan semifowler

Berikan pct

Monitor intake dan output

SOAP PULANG

S: Pasien mengatakan masih merasakan


demam,batuk terus menerus namun cemasnya

berkurang

O: susah bernafas, perut masih 6 acstes dan badan

kuning

Tekanan darah 128/80 mmHg, RR 25/mnt, nadi

80x/menit teraba lemah, capillary refill time

>3 detik, turgor kulit anelastis, konjungtiva

anemis, warna pada kulit ekstremitas anemis,

edema pada ekstremitas bawah

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Monitor saturasi oksigen

Posisikan pasien semi fowler atau fowler

dengan kaki kebawah atau posisi nyaman

Berikan oksigen untuk mempertahankan

saturasi oksigen>94%

Kolaborasi pemberian anti aritmia

SOAP DATANG

S: Pasien mengatakan masih sesak nafas

O: Tampak lemah, susah bernafas. Perut pasien

besar dan badan kuning

Tekanan darah 132/80 mmHg, RR 24/mnt, nadi

76x/menit teraba lemah, capillary refill time

>3 detik, turgor kulit anelastis, konjungtiva

anemis, warna pada kulit ekstremitas anemis,

edema pada ekstremitas bawah


106
Lampiran 2
A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Berikan terapi oksigen

Monitor intake dan output

SOAPPULANG

S: Pasien mengatakan sesak nafas sudah

berkurang

O: Tampak lemah, sudah bisa bernafas meskipun

sesak sedikit. Perut pasien besar dan badan

kuning

Tekanan darah 132/80 mmHg, RR 24/mnt, nadi

76x/menit teraba lemah, capillary refill time

>3 detik, turgor kulit anelastis, konjungtiva

anemis, warna pada kulit ekstremitas anemis,

edema pada ekstremitas bawah

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Berikan terapi oksigen

Monitor intake dan output

SOAPPULANG

S: Pasien mengatakan masih batuk,badan masih

lemas dan demam tetapi sudah berkurang

cemasnya

O: Tampak lemah, sudah lebih rileks,demam

sudah sedikit turun

Tekanan darah 132/80 mmHg,


RR 24/mnt,

nadi 76x/menit teraba lemah,

capillary refill time >3 detik,

turgor kulit anelastis,

konjungtiva anemis,

warna pada kulit ruam

S : 37C

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Berikan terapi bronkodilator

Beri minum air hangat

Berikan PCT

Berikan terapi obat pengencer dahak

Monitor intake dan output

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Siti Uly Amiroh

NIM 520104

Judul karya Tulis Ilmiah Ners : Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

Dengan Hipertensi Emergency dan Gagal Nafas Pada Tn. D Di ICU RS. Panti

wilasa Citarum

108
Lampiran 2

NO HARI/TANGGAL POKOK BAHASAN DAN TTD

PEMB

IM

BI

NG

1 Sabtu, Konsul Judul dan ACC

24/07/2021 (Bu Arlies)

2 Kamis, Konsul BAB 1-3 (Bu

08/07/2021 Arlies)

3 Jumat, Konsul Askep dan BAB 1-

26/08/2021 5 (Bu Arlies)

4 Jumat, ACC BAB 1-5 & Askep

26/08/2021 (Bu Arlies)

5 Jumat, Konsul Revisi KTIN (Bu

24/09/2021 Arlies)

6 Senin, Konsul Revisi KTIN ACC

27/09/2021 (Bu

Arlies)
110

Anda mungkin juga menyukai