Anda di halaman 1dari 7

BAB 6

Asset
Pengertian aset

1. FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No.
6, prg. 25):
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a particu lar
entity as a result of past transactions or events.(Aset adalah manfaat ekonomik masa
datang yang cukup pasti yang diper oleh atau dikuasasi/dikendalikan oleh suatu
entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)
2. Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:"
An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from
which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.
3. Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standards
Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut (prg. 12):
Assets are service potential or future economic benefits controlled by the report ing
entity as a result of part transaction or other past events.
4. Definisi yang menggabungkan makan, pengukuran, dan pengakuan diajukan oleh
APB dalam APB No. 4 sebagai berikut (prg 132):
Assets economic resources of an enterprise that are recognized and measured in
conformity with generally accepted accounting principles. Assets also include certain
deferred charges that are not resources but that are recognized and mes aured in
conformity with generally accounting principles
5. APB No. 4 mendefinisi sumber ekonomik sebagai berikut (prg. 57):
Economic resources are the searce means (limited in supply relative to desired uses)
available for carrying on economic activities.
6. Pengertian aset sebagai sumber ekonomik sebagaimana dikemukakan APB sejalan
dengan pengertian yang dikemukakan Ijiri (1975, hlm. 52)
resources are objects that the entity intends to place under ita control. This means that
resources must have utility However, utility alone is not sufficient reason for an entity
to place an object under its control. The object must be scarce, thus ruling out free
gooda.

APB juga membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumber ekonomik.
APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik sebagai berikut
(prg. 57):
1. Sumber produktif (productive resources):
a. Sumber kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung, pabrik, perlengkapan,
sumber alam, paten dan semacamnya, jasa, dan sumber lain yang digunakan dalam
produksi barang dan jasa.
b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk menggunakan
sumber ekonomik pihak lain dan hak untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak
lain.
2 Produk (products) yang merupakan keluaran kesatuan usaha terdiri atas
a. Barang jadi yang menunggu penjualan
b. Barang dalam proses
3. Uang (money)
4. Klaim untuk menerima uang (claims to receive money)
5. Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan lain (ownership interest in other
enterprises)
Dengan berbagai perbedaan di atas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat
tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau dapat disebut aset
yaitu (a) manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti
(b) dikuasai atau dikendalikan oleh entitas, dan
(c) timbul akibat transaksi masa lalu

Manfaat Ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik
di masa datang yang cukup pasti (probable Ini mengisyaratkan bahwa manfaat
tersebut terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk mendatangkan
pendapatan atau aliran kas di masa datang.
Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena apa yang dapat di beli
atau karena daya tukarnya.Kemampuan ini disebut dengan daya beli sumber
ekonomik (command over resources). Daya beli uang menjadi pengukur manfaat
ekonomik masa datang. Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena
dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi
kewajiban. Berkaitan dengan manfaat ekonomik ini, FASB mengajukan dua hal yang
harus pertimbangkan dalam menilai apakah pada saat tertentu suatu pos atau objek
masih dapat disebut aset yaitu:
a. Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada mulanya
mengandung manfaat ekonomik masa datang.
b. Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap ada pada saat
penilaian.

Dikuasai oleh Entitas

Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh intitas
tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Pemilikan (ownership) mempunyai makna yuridis
atau legal. Artinya, untuk memiliki suatu objek diperlukan proses yang disebut
transfer hak milik (transfer of title). Bila pemilikan menjadi kriteria aset akan banyak
pos yang tidak masuk sebagai aset sehingga tidak dapat dilaporkan dalam neraca.
Dengan kata lain, pemilikan sebagai kriteria akan mengakibatkan banyak pos
dilaporkan di luar neraca (off-balance sheet)
Most (1982, hlm 341-342) mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap
sustu objek dapat diperoleh dengan cara:

1. Pembelian (by purchase)


2. Pemberian (by gift)
3. Penemuan (by discovery)
4. Perjanjian (by agreement)
5. Produksi transformaal (by production/transformation)
6. Penjualan by sale)
7 Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by
bailment), pengkongnaan (by consignment), dan berbagai transaksi ko mersial (by
commercial transactions) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis

Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu


Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteris penguasaan dan sekaligus bagai
kriteria atau tes pertama (first test) pengakuan objek sebagai aset tetap tidak cukup
untuk mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan. Telah di bahas dalam
kerangka konseptual bahwa kriteria pengakuan elemen adalah definisi keterukuran,
keberpautan, dan keterandalan. Bahwa aset harus timbul akibat transaksi atau kejadian
masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk
pengakuan. Jadi, manfaat ekenomik dan penguasaan stau hak atas manfaat saja tidak
cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan
via statemen keuangan (neraca). Kriteria pengakuan yang lain harus dipenuhi
(keterandalan, keberpautan, dan keterukuran)
Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. Sebagai contoh
manfaat baru atau kenaikan nilai karena pertumbuhan alamiah (akresi) dalam industri
pertanian atau kehutanan secara automatis dikuasai oleh kesatuan usaha. Akan tetapi,
manfaat tersebut tidak dengan sendirinya dapat diakui sebagai aset kesatuan usaha
karena kriteria pengakuan lain juga harus dipenuhi. Pertumbuhan alamiah dapat
dikatakan sebagai suatu kejadian (event) masa lalu yang menimbulkan manfaat
ekonomik sehingga akresi memenuhi definisi aset.

Karakteristik Pendukung

Selain ketiga karakteristik di atas, FASB menyebutkan beberapa karakteristik


pendukung yaitu melibatkan kos (acquired at a cost), berwujud (tangible), tertukarkan
(exchangeable), terpisahkan (severable), dan berkekuatan hukum (legally
enforceable). Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan atau meyakinkan
adanya aset tetapi tiadanya karakteristik pendukung tidak menghalang suatu objek
untuk memenuhi syarat sebagai aset
a. Melibatkan kos.
Pemerolehan aset pada umumnya melibatkan kos (pengeluaran sumber ekonomik
misalnya kas) sebagai penghargaan sepakatan (measured sideration). Bila kos terjadi
karena pemerolehan suatu objek terjadi akibat per tukaran atau pembelian, objek
tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai aset. Akan tetapi, tiadanya kos tidak
membatalkan suatu objek sebagai aset. Terjadinya kos merupakan hal penting untuk
mengaplikasi definisi kos karena dual hal yaitu:
1. sebagai bukti pemerolehan suatu aset dan
2. sebagai pengukur atribut aset yang cukup objektif

b. Berwujud.
Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, tia memang lebih kuat untuk
disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan (tangibility) bukan kriteria untuk
mendefinisikan aset. Objek-objek seperti hak paten, hak marek dagang, dan goodwill
tetap dapat dimasukkan sebagai aset meskipun tidak berwujud fisis. Pada umumnya,
pos-pos takberwujud yang masuk dalam kategori aset lancar tidak disebut sebagai aset
takberwujud (intangibles).
Most (1982, hlm 379) mengajukan tiga tes (kriteria) untuk memasukkan suatu pos ke
dalam takberwujud, yaitu:
(1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak independen
(arm's lenght transaction)? Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi lebih (over-
valuation) atas aset takberwujud.
(2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang yang diharapkan diidentifikasi? Dapat
diidentifikasi artinya dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan mendatangkan
laba di masa datang. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa objek
takberwujud memenuhi kriteria utama aset
(3) Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos aset lain yang diperoleh?
Misalnya suatu kesatuan usaha membeli sebuah mesin yang cars khusus dirancang
oleh perusahaan lain melalui riset dan pengembangan.

c. Bertukarkan. Beberapa penulis mengajukan gagasan atau argumen bahwa untuk


dapat memenuhi syarat sebagai aset, suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan
dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa manfaat
ekonomik akan menjadi cukup pasti dan terukur kalau suatu sumber ekonomik
mempunyai daya atau nilai tukar.

d. Terpisahkan. Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran (exchangeability)


Untuk dapat ditukarkan suatu sumber ekonomik harus dapat dipisahkan dengan
sumber ekonomik yang lain atau berdiri sendiri.Syarat ini diajukan oleh Chambers
dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan dengan pengukuran nilai
berbagai aset dan kewajiban secara individual. Kalau syarat ini dimasukkan sebagai
kriteria aset, goodwill tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai
uset.

e. Berkekuatan hukum. Penguasan atau hak atas aset tidak harus didukung setara
yuridis formal. Klaim seperti piutang usaha tidak harus didukung oleh dokumen yang
mempunyai daya paksa secara hukum (legally enforceable) untuk memenuhi definisi
aset. Memang pada umumnya, kemampuan suatu entitas untuk menguasai manfaat
ekonomik timbul akibat hak-hak hukum (legal right).

Pengukuran

Pengukuran bukan merupakan kriteria untuk mendefinisikan aset tetapi merupakan


kriteria pengakuan aset. Salah satu kriteria pengakuan aset adalah keterukuran
(measurability) manfaat ekonomik masa datang. Yang dimaksud pengukur dalam
pembahasan di sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu
objek aset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran
fisis objek tersebut. Dengan konsep kontinuitas usaha, pos atm sumber ekonomik
akan mengalami tiga tahap perlakuan sejalan dengan kegiatan usaha yaitu tahap
pemerolehan (acquisition), pengolahan (processing), dan per jualan/penyerahan
(salesidelivery). Tahap terakhir (penjualan) melibatkan penyerahan barang atau jasa
(keluarnya sumber ekonomik).
Kos menjadi data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha.
Sebagai aliran informas kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti
aliran fisis yaitu
(1) Pengukuran (measurement), pengakuan (recognition), dan klasifikasi
(classification) pertama kali pada saat terjadinya. Untuk selanjutnya, seluruh kegiatan
dalam tahap ini disebut pengukuran saja.
(2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti arahan fisis aset berupa alokasi,
distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal/manajerial atau untuk
kepentingan pengkosan produk Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini
disebut penelusuran (tracing)
(3) Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode-periode yang akan
datang. Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan tetap melekat pada
objek menjadi aset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini
disebut pembebanan ke pendapatan (charging to revenues)

Bila suatu pengeluaran sumber ekonomik yang mengukur kos suatu objek dicatat
sebagai aset, tia dikategori menjadi pengeluaran untuk kapital (capital expenditures)
sedangkan kalau tia dicatat sebagai biaya, tia dikategori sebagai pengeluaran untuk
pendapatan (revenue expenditures).
Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukur sedangkan aset dan biaya
adalah elemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat pada aset atau
biaya sehingga kos, aset, dan biaya, ketiganya sering dirancukan. Kerancuan dapat
timbul karena secara teknis pembukuan suatu kos dapat dibebankan atau didebit ke
aset atau biaya pada saat terjadinya.Bila suatu pengeluaran langsung dicatat sebagai
biaya, secara konseptual dianggap bahwa kos objek bersangkutan dicatat sebagai aset
dan kemudian pada saat yang sama kos tersebut langsung dipindah ke biaya. Dengan
kata lain, secara konseptual kos semua sumber ekonomik yang diperoleh dianggap
telah diperlakukan sebagai aset walaupun hanya sesaat.
Karena kos merepresentasi manfaat ekonomik, bila kos diperlakukan sebagai aset, kos
itu disebut dengan kos belum habis atau takterhabiskan (unexpired cost) artinya kos
yang belum habis dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat
ekonomik telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos aset
yang merepresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos terhabiskan
(expired cost) dan menjadi pengukur biaya.

A. Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Olah Akuntansi

Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur aset pada saat
pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi
pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak (arm 's lenght
bargaining). Jumlah rupiah tersebut akan menjadi pengukur aset yang diperoleh
kesatuan usaha dan akan menjadi bahan olah akuntansi yang disebut kos. Jadi, kos
dalam arti luas mempunyai makna sebagai agregat harga (price agregate) dalam
pemerolehan suatu aset.

B. Penghargaan Sepakatan Sebagai Bukti

Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat jadikan landasan untuk menentukan yang


terandalkan karena penghargaan sepakatannya didasarkan atas mekanisme yang beban
sehingga tia menjadi bukti validitas pengukuran kos lebih-lebih dalam mekanisma
pasar sempurna (perfect market). Telah disinggung di atas bahwa mekanisme pasar
bebas menjamin dan menghendaki agar
- Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan atau ancaman.
- Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi secara bebas
- Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup banyak di
pasar bebas. Dengan kata lain, cukup banyak penjual dan pembeli sehingga tak
seorangpun cukup kuat untuk mempengaruhi harga.

Pengukuran Kos
Dalam praktiknya, pemerolehan aset merupakan proses yang tidak terjadi begitu aja
selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri atas serangkaian kegiatan misalnya,
menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang
mencoba barang, menyimpan atau menempatkan harang, dan akhirnya meng gunakan
barang tersebut. Tiap kegiatan biasanya melibatkan pengorbanan sumber ekonomik.
Oleh karena itu, besar kecilnya kos yang harus dicatat pertama-kal sebagai pengukur
suatu aset pada saat pemerolehan ditentukan oleh dua hal yaitu: (1) batas kegiatan
yang disebut pemerolehan dan (2) jenis penghargaan

1. Batas Kegiatan

Batas kepatan berkaitan dengan masalah unsur pengorbanan sumber ekonomik


kegiatan) saja yang membentuk kos suatu aset. Secara teoretis dan sebagai ketentuan
umum, batas akhir kegiatan untuk memasukan unsur kas sebagai bagian dari kos aset
adalah saat dimulainya penggunaan aset. Dengan kata lain, secara konseptual
pembentuk kos suatu aset (baik berwujud atau tidak) adalah semua pengeluaran
(pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau yang diperlukan akibat kegiatan
pemerolehan suatu aset sampai tia ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau
berfungsi sesuai dengan tujuan pemerolehannya.

2. Jenis Penghargaan

Masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat. Dalam
transaksi pertukaran, penghargaan kesepakatan dapat dinyatakan dalam berbagai
bentuk sumber ekonomik atau instrumen yang diserahkan oleh pemeroleh aset
Instrumen tersebut dapat berupa misalnya uang tunai atau barang atau lainnya
(misalnya saham atau obligasi). Bentuk instrumen mempengaruhi dasar penentuan
kos utama. Pemerolehan aset dapat terjadi dari transaksi atau kejadian yang
melibatkan kas atau nonkas.

prinsip-prinsip penentuan kos aset yang diterima dalam barter atau pertukaran:
1. Pertukaran taksejenis, tanpa pembayaran tombok
Aset yang diterima dicatat sebesar nilai wajar/pusar aset yang diserahkan atau nilai
wajar aset yang diterima, mana yang lebih mudah atau jelas ditentukan. Untung atau
rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.
2. Pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok
Aset yang diterima dicatat sebesar nilai pasar aset yang diserahkan ditambah tombok
atau nilai wajar/pasar aset yang diterima. Dalam hal ini, nilai pasar aset yang
diserahkan menunjukkan kas yang akan diterima seandainya aset tersebut
dijual.Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.
3. Pertukaran sejenis, tanpa pembayaran tombok
Aset yang diterima dicatat sebesar nilai buku atau nilai pasar aset yang diserahkan,
mana yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak
diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi
4. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tambok
Aset yang diterima dicatat sebesar nilai buku aset yang diserahkan ditambah tombok
atau nilai pasar aset yang diserahkan ditambah tombok, mana yang lebih rendah. Ini
juga berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya
kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.
5. Pertukaran sejenis, dengan penerimaan tombok
Bila terjadi rugi: Aset yang diterima dicatat sebesar harga pasar aset yang diserahkan
dikurangi kas yang diterima. Ini berarti rugi yang terjadi diakui semua pada saat
terjadinya transaksi. Bila terjadi untung: Aset yang diterima dicatat sebenar nilai buku
aset yang diserahkan dikurangi porai nilai buku aset yang diserahkan yang dianggap
dijual (ditukar dengan kas). Atau, nilai pasar/wajar aset yang diterima dikurangi
untung tangguhan (deferred gain).

Saham Sebagai Penghargaan. Saham sebagai penghargaan merupakan salah satu


bentuk pemerolehan aset dengan barter. Dalam beberapa kasus transaksi yang
menggunakan saham perusahaan sebagai penghargaan untuk barang dan jasa yang
diperoleh, nilai nominal ataupun nilai nyataan (stated value) untuk tiap saham tidak
dapat merepresentasi kos yang sebenarnya (true value) pada saat transaksi.

Anda mungkin juga menyukai